Tiga kalimat:
Seorang wanita bernama Asa Lee mengunjungi suaminya Mac di rumah sakit setelah 53 tahun menikah. Mac menderita penyakit parkinson dan kebutaan, tetapi cinta dan ikatan mereka tetap kuat, seperti terlihat dari reaksi Mac saat melihat istrinya.
1 of 2
Download to read offline
More Related Content
Cerpen Bahasa Indonesia Judul : Permadani yang Abadi
1. Permadani yang Abadi
Malam itu aku melihat orang membuat permadani. Tapi permadani itu tidak di
gantungkan di dinding sebuah galeri atau untuk menghias ruang santaiku, permadani itu di
rajut di sebuah kamar rumah sakit.
Rajutan pertama permadani cinta ini telah terjalin hampir lima puluh tiga tahun
sebelumnya, ketika seorang seorang wanita muda bernama Asa Lee melamar suatu pekerjaan.
Manajer yang menangani bagian penerimaan pegawai pada hari itu adalah seorang pria muda
tampan yang biasa dipanggil Mac. Asa Lee dan Mac selanjutnya jatuh cinta, berpacaran, dan
tujuh bulan kemudian menikah.
Bersama-sama, mereka membesarkan seorang putra dan seorang putri dan perjalanan
hidup mereka belum berakhir meskipun telah menikmati kehadiran lima orang cucu. Hidup
mereka tidak kurang sesuatu sampai beberapa tahun silam ketika kesehatan Mac mulai
menurun.
Aku bertemu dengan Asa Lee ketika bersama beberapa orang teman berkeliling
menyanyikan lagu-lagu Natal bagi jemaat gereja yang sedang dirawat di rumah sakit. Aku
tidak dapat melupakan wanita yang mudah tersenyum dan tertawa itu.
Orang pertama yang mendapatkan giliran untuk kami kunjungi adalah suami Asa Lee
yang dirawat di Veterans Administration Medical Center. Aku terkejut ketika mengetahui
bahwa Mac menderita gagal jantung kongestif dan penyakit Parkinson, yang membuatnya
hampir tidak mungkin berbicara. Ia juga menderita sakit mata yang merenggut hampir
seluruh penglihatannya.
Begitu masuk ke dalam ruangan tempat Mac di rawat, kelompok kami tidak banyak
berbicara, dan kesedihan menyelimuti kami semua. Mac sedang terjaga, tetapi bahkan ia
tidak mengenali istrinya, yang membungkuk untuk mengecup pipinya dan membelai
tangannya.
Kami berusaha menyanyi sebaik mungkin, tetapi lagu-lagu kami sepertinya tidak
begitu menghiburnya. Sementara kami bernyanyi, Asa Lee bersandar pada tubuh sang suami
dan dengan rasa sayang menatap kedua matanya yang tidak dapat melihat. Agaknya di dalam
bola mata itu Asa Lee menyaksikan citra kebahagiaan Natal, menyaksikan anak-anak
bermain di pangkuannya, dan saat-saat penuh kelembutan yang mereka alami bersama.
Nyanyian kami selesai, dan Asa Lee lebih mengeratkan dekapannya, kemudian,
sambil tersenyum ia mengucapkan beberapa patah kata sebelum beranjak meninggalkannya.
Mac tidak mampu menunjukkan reaksinya. Kami mulai menuju ke pintu. Saat itulah aku
menengok ke belakang dan melihat Mac mencoba menggerakkan tubuhnya. Dengan susah
payah, ia memalingkan kepalanya lalu mengulurkan tangannya ke arah sang istri.
Mac dan Asa Lee pastilah telah saling mengikatkan diri dengan seutas benang yang
tidak kelihatan. Karena tepat pada saat itupun ia tiba tiba berpaling ke arah sang suami.
Melihat lelaki itu mengulurkan tangannya, ia segera kembali ke dekatnya dan merengkuh
lengannya, lalu membungkuk untuk memberinya sebuah kecupan lagi.
Adegan saling berpegangan tangan dan berciuman itu terjadi hanya beberapa kejap,
tetapi cinta yang terungkapkan dalam peristiwa itu telah semakin menyatukan kegembiraan
2. mereka dan kemampuan untuk mengatasi penderitaan setelah selama lima puluh tiga tahun
merajut permadani cinta dan pengabdian. Permadani yang sama tuanya dengan sang pembuat
menjadi sama barunya dengan terbitnya mentari esok pagi, ketika sekali lagi Asa Lee kembali
lagi ke sisi sang suami.
Vicki Marsh Kabat