5. Whittelay L, Pabmanabhan S, Hole D, Isles C. Should diabetes be considered a coronary heart disease risk equivalent? Result from 25 years of follow up in the Renfrew and
Paisley Survey. Diabetes Care 2005; 28: 1588-1593
Whittelay L, Pabmanabhan S, Hole D, Isles C. Should diabetes be considered
a coronary heart disease risk equivalent? Result from 25 years of follow up in
the Renfrew and Paisley Survey. Diabetes Care 2005; 28: 1588-1593
6. Arici M, Walls J. End-stage renal disease, atherosclerosis, and cardiovascular mortality: Is C-reactive protein
the missing link? Kidney International 2001, 407414
7. S DM dapat mengaktifkan sistem kekebalan bawaan, reaktan fase
akut, seperti CRP
S Inflamasi berperan penting dalam patogenesis DMT2
S Menghubungkan DM dengan sejumlah kondisi seperti PKV
diduga melalui mekanisme inflamasi.
S CRP merupakan petanda inflamasi sistemik yang disintesis
oleh hati dibawah kontrol IL-6
S CRP berhubungan dengan resistensi insulin
S Peningkatan hsCRP berkorelasi dengan peningkatan kejadian
KV
Latar Belakang Penelitian
8. S PJK merupakan manifestasi proses aterosklerosis menyeluruh
yang terkait dengan aterosklerosis di tempat lain yang dimulai
dari arteri besar.
S Aterosklerosis berhubungan dengan kekakuan arteri
S Kekakuan arteri adalah istilah umum yang menggambarkan
kekakuan dinding arteri.
S Dengan mengukur KA, dapat dideteksi adanya perubahan
fungsional pada dinding pembuluh darah
Latar Belakang Penelitian
9. S KA jalur penting yang menghubungkan DM dengan risiko KV.
S cf-PWV standar emas pemeriksaan KA.
S PWV adalah kecepatan gelombang pulsa yang keluar melalui
aorta.
S PWV merupakan metode non-invasif untuk menilaiKA
S Pengukuran KA dapat dilakukan secara sistemik, lokal ataupun
regional.
S Selama ini penelitian mengenai KA, diperiksa secara regional.
Latar Belakang Penelitian
10. S Pengukuran KA secara regional (cf-PWV) dengan
tonometer, prinsipnya adalah:
jika waktu yang diperlukan oleh perjalanan
gelombang nadi diantara dua lokasi dapat diukur dan
jarak antara dua lokasi diketahui (misalnya antara
karotis-femoral), PWV dapat dihitung sebagai:
Velocity (m/s) = distance (m)/time (s).
Latar Belakang Penelitian
11. Meskipun cf-PWV dianggap sebagai standar emas pengukuran
KA, metode ini mungkin tidak mencerminkan kondisi
patofisiologi yang sesungguhnya:
jarak karotis-femoralis yang diukur secara manual
mungkin berbeda dengan panjang sebenarnya
Penurunan compliance yang terjadi berbeda antara
aorta torakalis dengan arteri karotis komunis
Pengukuran cf-PWV meliputi karotis, iliaka, dan a.
femoralis yang lebih kaku dari aorta.
Kesulitan merekam gelombang pada pasien dengan
sindroma metabolik, obesitas, diabetes dan penyakit
arteri perifer dan pada keadaan adanya stenosis pada
arteri-arteri tsb.
Latar Belakang Penelitian
12. S Dengan adanya kemajuan di bidang ultrasound, telah
dikembangkan tehnik pemeriksaan KA secara lokal dengan
menggunakan radio frequency (RF) echotracking system.
S Sehingga hambatan teknis yang terdapat pada pemeriksaan
secara regional tersebut dapat diatasi.
S Sistem ini mengukur perubahan diameter terhadap perubahan
tekanan dan volume pada dinding pembuluh darah sehingga
memungkinkan untuk mengukur PWV secara lokal.
S Keuntungan pemeriksaan KA dengan RF echotracking system
adalah relatif murah, lebih akurat, user-friendly, real-time,
reproduksibilitas dan variabilitas intraobserver yang rendah
Latar Belakang Penelitian
13. S Karena tingginya kejadian KV pada DMT2 dan OAD belum, terbukti efektif
maka dibutuhkan suatu cara untuk mendeteksi dini risiko PJK
S CRP berhubungan dengan peningkatan risiko KV pada DMT2.
S KA berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas KV
S KA mungkin merupakan jalur penting yang menghubungkan DM dengan
peningkatan risiko KV.
S Walaupun plasma CRP dan KA dilaporkan berhubungan dengan risiko
morbiditas dan mortalitas KV, signifikansi hubungan hsCRP dengan KA
pada pasien DMT2 belum diteliti secara adekuat.
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
14. S Penelitan-penelitian KA sebelum ini memakai metode
pengukuran regional yang mempunyai beberapa keterbatasan
S Penelitian mengenai hubungan high-sensitivity CRP (hsCRP)
dengan KA yang diukur secara lokal pada pasien DMT2 belum
pernah dilaporkan.
S Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan KA
dengan kadar hsCRP pada pasien DMT2. KA dinilai secara
lokal dengan metode radio frequency echotracking system
Rumusan Masalah
15. Pertanyaan Penelitian:
Apakah hsCRP berhubungan dengan KA pada DMT2?
Hipotesis Penelitian:
Terdapat korelasi positif hsCRP dengan KA pada DMT2
Tujuan Penelitian :
Mengetahui hubungan antara kadar plasma hsCRP
dengan
KA pada pasien DMT2.
Manfaat Penelitian :
S Memperoleh informasi tentang KA, kadar hsCRP, dan
hubungannya pada pasien DMT2.
S Dapat dilakukan sebagai pemeriksaan rutin, untuk deteksi
dini PJK.
S Memperoleh informasi tentang kualitas kesehatan vaskular
pasien DMT2
16. Tinjauan Kepustakaan
S DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik peningkatan kadar gula darah yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya
S Pada DMT2 terdapat peningkatan inflamasi
S CRP berhubungan dengan hiperglikemia, resistensi
insulin, dan DMT2. (M Fr旦hlich - 2000)
S Valiollah S dkk (2011) : CRP berkorelasi dengan
resistensi insulin pada DMT2
S Kadar CRP berhubungan dengan peningkatan kejadian
KV. ( Cook NR 2006, Matsumoto K, 2003, Lloyd-Jones
18. KEKAKUAN ARTERI
S Arteri adalah saluran yang menyalurkan darah, yang dipompa
jantung pada tekanan tinggi menuju pembuluh darah perifer
dan organ.
S KA adalah istilah untuk menggambarkan kemampuan arteri
melakukan ekspansi dan kontraksi selama siklus jantung.
S Saat sistolik: aliran darah dari kontraksi jantung menghasilkan
gelombang insiden/forward pressure wave, Setibanya di titik
cabang atau impedance mismatch gelombang tekanan
dipantulkan kembali ke jantung (gelombang
pantulan/reflected pressure wave).
S Gelombang tekanan nadi adalah gabungan gelombang insiden
dengan gelombang pantulan.
19. S Jika arteri kaku, kecepatan gelombang/PWV meningkat dan
gelombang pantulan (reflected pressure wave) akan balik
lebih awal dan menyatu dengan bagian sistolik dari gelombang
insiden (forward pressure wave). Akibatnya, terjadi
peningkatan TDS dan penurunan TDD, sehingga meningkatkan
TN dan menurunkan perfusi koroner
S Pada arteri elastis, gelombang insiden berjalan dari jantung ke
perifer bertanggung jawab terhadap puncak TDS. Kecepatan
gelombang lambat dan oleh karena itu gelombang pantulan
(reflected pressure wave) sampai di aorta saat diastolik yang
akan menambah TDD dan mempertahankan perfusi koroner
20. Forward wave (merah), Wave reflection (hijau), Gelombang nadi
(biru)
a . Arteri sehat b. Arteri kakuStehouwer CD, Henry RM, Fereira I.Diabetologia 2008; 51: 527-539
22. PWV: kecepatan perjalanan gelombang pulsa di sepanjang
pembuluh
arteri
Pengukuran PWV Regional
S Sederhana
S Mudah
S Non-invasif
S Kuat
S Reproduksibel
Pengukuran regional umumnya adalah pengukuran carotid to
femoral PWV (cf-PWV) yang merupakan standar emas, dengan
menggunakan aplanasi tonometri, pengukuran ini meliputi
penilaian regional terhadap pembuluh darah sentral (karotis)
Pengukuran KA Regional
23. S Jika waktu yang diperlukan oleh perjalanan
gelombang nadi diantara dua lokasi dapat diukur
dan jarak antara dua lokasi diketahui, PWV dapat
dihitung sebagai :
Velocity (m/s) = distance (m)/time
S Gelombang arteri dicatat pada arteri proksimal
seperti karotid komunis, serta pada arteri distal
seperti femoralis
Pengukuran KA Regional
24. Measurement of carotid-femoral PWV with the foot to foot method
Pengukuran KA Regional
Gkaliagkousi E, Douma S. Hippokratia 2009; 13 (2): 70-75
26. Keterbatasan:
S Jarak yang diukur harus akurat
S Berbeda dengan jarak sebenarnya
S Pasien obesitas, dan payudara yang besar
S Adanya PAD
S Adanya stenosis pada arteri
Pengukuran KA Regional
27. Pengukuran KA Lokal
S Dengan dikembangkannya radio frequency (RF) echotracking
system, kekakuan arteri dapat diukur secara lokal, langsung pada
arteri bersangkutan, sehingga pengukuran KA lebih optimal.
S KA lokal dan IMT diukur dengan presisi tinggi, diameter a. karotis
diukur secara real time dengan teknik contour-tracking.
S KA lokal, didapatkan dengan mengukur diameter (D) dan
perubahannya selama siklus jantung (D) dan hubungannya
dengan TN lokal.
S Sistem ini mengukur perubahan diameter terhadap perubahan
tekanan dan volume pada dinding pembuluh darah sehingga
PWV lokal dapat dihitung.
S Sehingga keterbatasan pengukuran KA regional dapat diatasi.
S Keuntungan : relatif murah, lebih akurat, user-friendly, real-time,
reproduksibilitas dan variabilitas intraobserver rendah
28. Untuk evaluasi, subyek berbaring dalam
posisi terlentang dan beristirahat selama
10-15 menit. Lokasi yang akan diukur
adalah arteri karotis kiri sekitar 2 cm
proksimal bifurkasio untuk menghindari
aliran turbulen dalam sinus karotis.
31. Pemeriksaan arteri karotis kommunis dengan display simultan
perubahan diameter dengan teknik echotracking.
Long axis view: B-mode (kiri) dan M-mode (kanan).
Vriz O, Driussi C, Carrubba SL, et al. SAGE Open Medicine 2013
32. Penilaian parameter kekakuan karotis secara echotracking (atas dan tengah:
kekakuan arteri) dan variasi diameter karotis dan elektrokardiogram (bawah:
diameter). Variabel karotis adalah indeks 硫 dan Ep. WV硫: pulse wave velocity
lokal; D_max: diameter karotis saat sistol; D_min: diameter karotis saat
diastole, HR: denyut jantung; P_max: tekanan darah sistolik; P_min:
tekanan darah diastolik.Vriz O, Driussi C, Carrubba SL, et al. SAGE Open Medicine 2013
34. S Lee YS dkk (2006): KA (carotid-radial PWV) dapat
memprediksi keparahan PJK setelah disesuaikan dengan
faktor risiko KV lainnya.
S Laporan meta-analisis oleh Vlacopoulos C dkk, 2010 :
risiko relatif (RR) dari total kejadian KV, kematian KV dan
semua kematian adalah 2,26, 2,02 dan 1,9 berturut-turut ,
pada subjek dengan PWV yang tinggi dibandingkan
dengan yang rendah
S Framingham Heart Study (2010) peningkatan kekakuan
aorta berhubungan dengan peningkatan 48% risiko PKV.
S Bechiolus A (2013) : KA berhubungan dengan PJK pada
pasien overweight dan obesitas (BMI 25kg/m2, lingkar
pinggang 94 cm pada laki-laki dan 80 cm pada wanita).
39. Metodologi Penelitian
S Rancangan penelitian: Potong Lintang
S Tempat dan waktu: RSCM, Januari April 2014
S Populasi Pasien : Pasien DMT2
S Pengambilan sampel: konsekutif random sampling
S Besar sampel:
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu
arah, Z留=1,64. Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10% ,
Z硫 = 1,28. r = 0,5.
Didapatkan sampel 37, digenapkan menjadi 50 orang
40. Kriteria inklusi :
1. Pasien DMT2 yang berobat jalan di poliklinik IPD RSCM
2. Usia 40-60
3. Bersedia sebagai responden dan telah menandatangani
persetujuan tertulis (informed consent)
Kriteria eksklusi :
1. Pasien menolak diikutsertakan dalam penelitian.
2. Gangguan irama jantung
3. Gagal jantung
4. Stenosis arteri karotis
5. Penyakit tumor/keganasan
6. Penyakit infeksi/inflamasi akut
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1,5 gr/dL)
8. Pasien tidak dapat berbaring atau terdapat keadaan
lokal di leher yang menyulitkan atau kontra indikasi
pemeriksaan (massa, ulkus, fiksasi servikal, osteoartritis
cervical, dll)
41. Cara Kerja:
1. Pasien DMT2 poliklinik dan memenuhi syarat dipilih
sebagai calon untuk sampel penelitian.
2. Dijelaskan tentang tujuan, prosedur dan manfaat
penelitian
3. Menandatangani informed consent.
4. Identitas pasien dan data lain diukur dan dicatat baik
secara langsung maupun dari data rekam medis (umur,
TD, BB, TB, lingkar pinggang, dll)
5. Sampel darah untuk hsCRP dikirim ke Prodia.
6. Dilakukan pemeriksaan KA lokal menggunakan metode
automatic resolution echotracking dengan mesin ESAOTE
MyLab 70 QAS
Untuk pemeriksaan subyek berbaring dan beristirahat 10-
15 menit. Pengukuran dilakukan pada a. karotis kiri 2 cm
proksimal bifurkasio.
7. Hasil dicatat di formulir penelitian dan dianalisa
42. Alur Penelitian
Pasien DMT2
Pasien diberi informasi dan mengisi
formulir persetujuan
Dicatat identitas dan data-data
pendukung lainnya, hasil
pemeriksaan darah, hasil hsCRP dan
nilai kekakuan arteri
Analisa dan pengolahan data
Memenuhi kriteria