PAM Jaya perlu melakukan diversifikasi bisnis untuk meningkatkan pendapatan dan memaksimalkan pelayanan air bersih di Jakarta. Beberapa alternatif bisnis tambahan yang dapat dijalankan antara lain bisnis Air Minum Dalam Kemasan, menjadi pemasok air curah untuk produsen air kemasan, atau menyediakan sistem suplai air terintegrasi. Namun, diperlukan dukungan gubernur dan revisi peraturan agar PAM Jaya dapat berkemb
1 of 4
Download to read offline
More Related Content
DIVERSIFIKASI PAM JAYA KONTAN Sept 2013 FINAL
1. 1
DIVERSIFIKASI BISNIS PAM JAYA MENUJU LAYANAN PRIMA
Helsi Dinafitri *)
Diversifikasi bisnis menjadi pilihan tak terelakan bagi Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) untuk memaksimalkan laba demi memenuhi komitmen
pelayanan optimal pelanggan air perpipaan di wilayah DKI Jakarta.
Diperlukan leadership gubernur dan revisi regulasi sehingga
memungkinkan PDAM menetapkan setidaknya menjalankan lima bisnis
pilihan sekaligus pada saat bersamaan.
Bukan rahasia lagi bahwa keluhan pelanggan terhadap pelayanan
air perpipaan di DKI Jakarta –diakui atau tidak— selalu berbanding lurus
dengan realitas sangat sulit dan berbelit-belitnya untuk bisa menaikkan
tarif air yang disitribusikan kepada pelanggan air perpipaan. Mengatasi
persoalan kualitas pelayanan, bisa saja bergantung pada keuangan
daerah, namun hal ini hanya akan membengkakkan Angaran Pendapatan
dan belanja Daerah (APBD). Untuk itu, pilihan ekspansi bisnis sangat
terbuka demi memenuhi komitmen ”kewajiban sosial” memberikan
pelayanan terbaik akan kebutuhan air minum warga DKI Jakarta,
termasuk rumah tangga kelas menengah - bawah.
Besarnya potensial laba di bisnis Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK), sangat erat dengan pemahaman konsumen yang serba praktis,
bahwa yang dimaksud air minum adalah air siap minum, bukan yang
harus dimasak dulu seperti air perpipaan. Di sinilah, leluasanya pebisnis
AMDK meraup untung hingga mencapai Rp 3 triliun lebih / tahun untuk
Kota Jakarta saja.
2. 2
Total nasional penjualan air kemasan dari bisnis AMDK tahun 2013
sekitar 22 miliar liter setahun. Dari perkiraan ini, 39 % di antaranya
konsumsi Jabotabek (hlm. 12, Bisnis Indonesia, 15 Mei 2013). Dari
penjualan tersebut secara nasional penulis asumsikan setara dengan nilai
uang Rp 13,9 triliun/ tahun dengan harga air AMDK Rp 12.000/ 19 liter/
galon. Juga, diasumsikan konsumsi Jakarta saja 25% setara Rp 3,48 triliun
per tahun (Rp 290 miliar/bulan). Ini didominasi oleh setidaknya 10
pebisnis AMDK yang telah merebut pangsa pasar air minum penduduk
Jakarta. Dari jumlah penduduk DKI Jakarta 9 juta jiwa, sekitar 60 persen
sudah terlayani oleh suplai air perpipaan, sedangkan selebihnya belum.
PAM Jaya dapat masuk ke bisnis AMDK ini sebagai satu di antara lima
alternatif jalan untuk mendapatkan laba. Tentu saja laba tersebut
sebagiannya dapat disisihkan sebagai investasi bagi percepatan
perbaikan kualitas pelayanan air perpipaan.
Terjun langsung sebagai pemain bisnis AMDK tentunya menuntut
perluasan area bisnis PAM Jaya melintas Jakarta sebagaimana sudah
dilakukan oleh kalangan perbankan daerah, seperti BANK Jabar Banten
yang memiliki 55 kantor cabang di berbagai kota di Indonesia.
Selain ekspansi ke bisnis AMDK, pilihan lainnya adalah kedua,
menjadi pemasok air curah bagi pebisnis AMDK atau depot-depot air isi
ulang dengan sudut pandang penyelamatan air tanah/lingkungan.
Ketiga, tetap bertahan dengan produk sekarang yaitu yang harus
3. 3
dimasak terlebih dahulu untuk dapat diminum, dengan konsekuensi
investasi besar untuk mengajak masyarakat mengalihkan penggunaan air
tanah ke air perpipaan juga dengan visi penyelamatan air
tanah/lingkungan. Keempat, tetap bertahan pada cita-cita air siap minum
langsung dari keran (potable tap water) dengan konsekuensi investasi
besar menciptakan potable tap water sekaligus investasi besar untuk
meyakinkan masyarakat menggunakan air keran siap minum tersebut
untuk air minumnya. Kelima, terjun ke bidang integrated water supply
system yang mencakup pelayanan sistem suplai air mulai dari piped
water, recyling water, desalinasi air laut, dll, tentu saja, juga dengan area
bisnis lintas regional, bahkan lintas negara.
Antisipasi Regulasi, Marketing, dan Leadership
Untuk semua alternatif tersebut, diperlukan revisi regulasi agar
tidak membelenggu PAM Jaya sebagaimana empat dekade sejak pertama
kali merek dagang Aqua diperkenalkan tahun 1973. Bahkan PAM Jaya
sampai sekarang masih beranggapan bisnis AMDK bukanlah lahan
bisnisnya. Padahal kaum ibu Kota Jakarta rela mengeluarkan Rp 12.000
untuk satu gallon isi 19 liter air minum (=632.000 per m3) daripada
harus memasak air PAM untuk minumnya, meski harganya jauh lebih
murah yaitu Rp 3.550- Rp 12.550 per m3.
Belum lagi kita melihat perkembangan di sektor pelanggan
besar/Industri yang cenderung menggunakan sumber-sumber air
4. 4
alternatif yang lebih murah. Banyak hotel, apartemen, perkantoran dan
perusahaan besar menggunakan teknologi Reverse Osmosis, recycle
water . Tentu PAM Jaya sudah harus mengantisipasi regulasinya agar
tidak mengulangi empat dekade yang menghasilkan bisnis luar biasa di
sektor AMDK.
Selain itu, apapun alternatif pilihan di atas, tetap menuntut
implementasi konsep-konsep marketing yang memang kurang terbiasa
dilakukan oleh bisnis monopoli seperti PAM Jaya. Pendekatan product
improvement saja tidak lah cukup. Diperlukan upaya untuk memahami
mindset yang dibutuhkan untuk berhasil menggarap pasar. Hal ini tidak
mudah, juga membutuhkan pola pikir financial yang bicara efisien atau
tidak bukan mahal atau murah. Untuk itu juga diperlukan dukungan
leadership dari Gubernur DKI Jakarta sehingga mampu melahirkan
perbedaan nyata di bisnis Air Minum jika dibandingkan dengan yang
selama ini ditunjukkan oleh kepemimpinan para gubernur terdahulu.
Kata Darwin Silalahi, kepemimpinan yang bermakna bisa mengubah
dunia sekitar, membuat perbedaan, dan menjawab tantangan masa
depan (Life Story not Job Title: 2). ***
*) praktisi komunikasi korporat di Jakarta; merupakan pendapat pribadi.