1. DUALISME HAK MILIK GUMUK JEMBER
Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang
memiliki garis pantai. Sebelah selatan, Kabupaten Jember berbatasan dengan Samudera
Hindia, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang, utara dengan Kabupaten
Probolinggo dan Bondowoso, sedangkan sebelah timur berbatasn dengan Kabupaten
Banyuwangi. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.293,34 km2
yang meliputi 31 kecamatan
dan berpenduduk sekitar 2.146.571 orang. (Sumber : jargons.wordpress.com)
Kota Seribu Gumuk pernah disandang oleh Kabupaten Jember, penyandangan
sebagai kota Seribu Gumuk hanya sekilas saja karena fakta yang ada dan penilaian dari
masyarakat mengatakan bahwa gumuk di Jember sudah tak lagi dilindungi namun diminati
untuk dieksploitasi. Gumuk-gumuk yang ada diwilayah jember merupakan hasil bentukan
dari letusan gunung berapi (Gunung Raung) yang masih aktif yakni ketika letusan gunung
berapi tersebut mengeluarkan lontaran lapisan batuan-batuannya kemudian mengarah ke
beberapa daerah di Jember. Ironisnya, gumuk di Jember menjadi tidak jelas berkaitan dengan
eigendom (hak milik) atas keberadaan gumuk tersebut. Bila dikaji lebih mendalam
berkaitan mulai dari awal terbentuknya gumuk hingga munculnya hak milik atas gumuk
tersebut, maka muncul seperti ini :
2. Kerancuan kepemilikan gumuk berdasarkan skema diatas menjadi problematika
yang luar biasa apabila Pemerintah Jember tidak segera mungkin memikirkan akan
Eigendom atas gumuk. Gumuk dijember terbentuk sekitar tahun 1500 Masehi dan 1628
Masehi yang merupakan letusan terhebat dari Gunung Raung dahulu. Atas dasar ini
Eigendom gumuk di Jember dahulu belum dimiliki oleh orang-perorangan ataupun desa
namun bukan berarti pemerintahan di Jember pada abad 15 dan 17 Masehi tidak mau tahu
atas adanya gumuk pada waktu itu. Berawal dari sejarah dahulu, pemerintah Jember yang
sekarang ini harus memperhatikan aspek fungsi dan keberadaan gumuk bagi Jember serta
aturan normatif atas kepemilikan gumuk.
Keabu-abuan pengaturan atas Eigendom gumuk di Jember oleh orang-perorangan,
pemerintah desa dan Pemerintah Kabupaten Jember menjadi persoalan dan pertanyaan bagi
masyarakat di Jember khususya bagi Pecinta Alam. Mari menengok sejenak apa yang
seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Jember bila dihubungkan dengan landasan
Konstitusional Negara Indonesia yang telah diamandemen keempat kalinya, dalam BAB VI
tentang Pemerintah Daerah, Pasal 18 ayat (2), (5), dan (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan :
Ayat (2) : Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.**
Ayat (5) : Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.**
Ayat (6) : Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan.**
Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya
disebut UUD 1945 dalam pasal diatas telah terjawab bahwa seharusnya tindakan Pemerintah
Jember terkait adanya gumuk bisa mengurus sendiri daerah-daerah di Jember yang berpotensi
memiliki gumuk untuk dikelola, dimanfaatkan dan dijaga kelestarian gumuk untuk tetap ada
guna menjaga ekosistem yang ada disekitar gumuk tersebut Artinya Eigendom gumuk di
Jember seharusnya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Jember mengingat Amanat
UUD 1945 diatas dan menjadi kewenangan Pemerintah Jember yang memiliki potensi
Sumber Daya Alam yaitu gumuk guna dilestarikan bukan untuk diinvestasikan bagi para
pemilik modal., selanjutnya Pemerintah Jember juga mempertimbangkan bahwa gumuk
merupakan pengendali lingkungan hidup yang memiliki fungsi dan manfaat besar bagi
masyarakat dan Kabupaten Jember.
3. Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 pun menjelaskan bahwa :
Ayat (2) : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
Ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Tersuratkan secara nyata dengan didasarkan pada pasal diatas bahwa gumuk di
Jember apabila ditinjau dari kandungan kekayaan alamnya menyimpan kebutuhan yang dapat
dijadikan masyarakat jember untuk memenuhi kebutuhan secara luas bagi masyarakat jember.
Namun tidak diragukan lagi, dibandingkan dengan kebutuhan yang dapat dimanfaatkan bagi
masyarakat jember. Gumuk lebih baik diarahkan sebagai keseimbangan ekosistem karena
dapat menampung resapan air, memecahkan angin, menjadi tempat habitat hidup bagi hewan,
dan sebagai penyaring polusi udara akibat kendaraan bermotor di jember. Berawal dari
sinilah, Eigendom gumuk di Jember bukan dipegang oleh orang-perorangan atau desa
melainkan Pemerintah Jember dengan segala kewenangannya dan aturannya merefleksikan
pemikiran untuk menjaga dan melestarikan gumuk.
Perlu diingat juga bahwa tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk
mengatasi persoalan ini. Titik tekan ada pada kesadaran yang berporos pada pengorbanan,
pengabdian dan keutamaan menjadi warga Jember untuk tetap menjaga dan melestarikan
serta memperhatikan kaidah-kaidah alami adanya gumuk. Lantas bagaimanakah upaya
Pemerintah Jember yang harus dimunculkan jika gumuk-gumuk di Jember sudah hampir
akan tiada ? penyadaran, pengelolaan, pengawasan terhadap jual beli gumuk, ekploitasi dan
pasca eksploitasi yang seharusnya diperhatikan. Walaupun Eigendom gumuk di Jember
mayoritas dimiliki oleh orang-perorangan namun tidak menjadi penghalang bagi Pemerintah
Jember untuk melakukan penyadaran bagi masyarakat akan pentingnya gumuk. Disamping
itu pula, harus ada regulasi baru yang ditorehkan oleh Pemerintah Jember untuk membentuk
skema aturan berkaitan dengan kepemilikan gumuk, proses jual beli, izin usaha yang
dilakukan ketika mengeksploitasi dan pemudaan kembali pasca eksploitasi gumuk untuk
dibetuk menjadi Green Area tanpa mengurangi fungsi dan manfaat atas hilangnya gumuk
tersebut.