際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos
Kerja Dalam Islam
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu

: Drs. H. Kuswadi, M.Ag

Disusun oleh :
Nama

: Iif Zuraifah

NIM

: k7111099

Kelas

: 2B

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
A. Ekonomi Islam
a) Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku
ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama
Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah
swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah
ayat 105:
Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu.
Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada
Rasulullah Muhammad saw: Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan
karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat
ampunan.(HR.Thabrani dan Baihaqi)
b) Tujuan Ekonomi Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta
menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh
ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah
membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah
mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa
Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan
bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud
mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya).
Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak
sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
 keselamatan keyakinan agama ( al din)
 kesalamatan jiwa (al nafs)
 keselamatan akal (al aql)
 keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
 keselamatan harta benda (al mal)
c) Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari
Allah swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang
dikuasai oleh segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di
akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas
(nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk
.

B. Kesejahteraan Dalam Islam
Salah satu bagian terpenting dari syariat Islam adalah adanya
aturan-aturan yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok
bagi tiap individu masyarakat, baik berupa pangan, pakaian, dan papan, serta
lapangan pekerjaan. Berikut beberapa konsep Islam berkaitan dengan hal
tersebut:
1. Mewajibkan dan memberikan dorongan spiritual kepada laki-laki
agar bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan
tanggungannya.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang maruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya.[TQS. al-Baqarah:233].
Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke
bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual,
itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik ia diberi
atau ditolak. (HR. Bukhari & Muslim)
Tidak ada orang yang makan makanan yang lebih baik daripada hasil
pekerjaan tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari
hasil kerjanya sendiri (HR. Bukhory)
2. Mewajibkan kepada sanak kerabat yg hidupnya sudah melebihi
standar untuk menanggung saudaranya yang tidak mampu, bahkan
tetangga juga punya kewajiban terhadap tetangganya.
"Tidak beriman kepada-Ku seorang yang tidur malam dalam keadaan
kenyang, sementara tetangga sebelahnya lapar dan dia mengetahui"
(HR.al Bazzar dan Thabarani, dengan sanad Hasan)
3. Memberikan peluang yang sama untuk hidup lebih sejahtera.
Khalifah Umar menyatakan: Orang yang memagari tanah tidak berhak
(atas tanah yang telah dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga
tahun.
4. Melarang setiap hal yang dapat menimbulkan kekacauan ekonomi.
Antara lain:
a. Riba
b. Judi
c. Ghabn F但hisy (penipuan harga dlm jual beli)
d. Tadlis (penipuan barang/alat tukar)
e. Ihtikar (menimbun)
f. Mengemis
"Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta itu tidak dibolehkan
kecuali dalam salah satu dari tiga hal, yaitu : Seseorang (yang
mendamaikan pertikaian antara manusia lalu) dia menanggung beban
biayanya maka boleh baginya meminta hingga dia mendapatkannya
kemudian dia berhenti dari meminta. Seseorang yang tertimpa bencana
hingga musnah hartanya maka boleh baginya untuk meminta hingga
dia mendapatkan hal yang bisa menopang hidupnya. Seseorang yang
tertimpa kemiskinan yang sangat hingga 3 orang yang cerdik dari
kaumnya berkata: telah menimpa orang itu kemiskinan yang sangat
maka boleh bagi orang ini untuk meminta sampai dia mendapatkan hal
yang bisa menopang hidupnya. Selain ketiga hal ini -wahai Qobishohmeminta-minta itu termasuk memakan harta yang haram" (HR Muslim)
g. Setiap hal yang diharamkan Allah SWT, kalau dilanggar akan
menimbulkan kerusakan.
5. Mewajibkan Negara untuk memelihara urusan rakyat dg ancaman yg
berat bagi yang melalaikannya.
Rasulullah saw bersabda: Seorang Imam adalah pemelihara dan
pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban
atas rakyatnya.[HR. Bukhari dan Muslim].
Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat,
kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan
hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk)
surga. (HR. Muslim)
Diantara tanggung jawab yg dipikul negara antara lain:
 Memberikan pendidikan kepada rakyat, dan mendorong mereka
untuk giat bekerja.
Pada masa Rasulullah, sebagai kepala negara, beliau membebankan
biaya pendidikan ke baitul maal, Rasulullah pernah menetapkan
kebijakan terhadap tawanan perang Badar, apabila seorang tawanan
telah mengajar 10 orang penduduk Madinah dalam hal baca dan tulis
akan dibebaskan sebagai tawanan. Ad-Damsyiqy menceritakan suatu
kisah dari al-Wadliyah bin Atha, yang mengatakan bahwa di kota
Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Oleh khalifah
Umar bin Khaththab ra guru-guru tersebut digaji 15 dinar tiap
bulannya.
Dalam suatu riwayat, Rasulullah Saw pernah mencium tangan Saad
bin Muadz begitu melihat tangan Saad yang kasar karena bekerja
keras. Beliau bersabda, Inilah dua tangan yang dicintai Allah dan
rasul-Nya!
 Menciptakan lapangan kerja & menyuruh rakyatnya untuk
bekerja.
Rasulullah pernah menyuruh seorang shahabat yg meminta untuk
mengambil barangnya, kemudian Rasul melelangnya dan memberikan
hasil penjualannya sambil berkata: "Belilah makanan dengan satu
dirham kemudian berikan kepada keluargamu, dan belilah kapak
kemudian

bawalah

kepadaku."

Kemudian

orang

tersebut

membawanya kepada beliau, lalu Rasulullah mengikatkan kayu pada
kapak tersebut dengan tangannya kemudian berkata kepadanya:
"Pergilah kemudian carilah kayu dan juallah. Jangan sampai aku
melihatmu selama lima belas hari." (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
Ketika Khalifah Umar r.a. mendengar jawaban orang-orang yang
berdiam di masjid di saat orang sibuk bekerja bahwa mereka
bertawakkal, beliau berkata: Kalian adalah orang-orang yang malas
bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan
hujan emas dan perak. Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari
masjid, dan memberi mereka setakar biji-bijian. Beliau katakan pada
mereka: Tanamlah dan bertawakkallah kepada Allah!
Dari sini, Imam Ghazali rahimahullah menyatakan bahwa wajib atas
Waliyul amri (pemerintah) memberi sarana-sarana pekerjaan kepada
para pencari kerja.
 Menyuruh rakyatnya yg hidup diatas standar untuk menanggung
nafkah kerabatnya yg tidak mampu mencari nafkah.
 Negara wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya saat
rakyat tersebut sudah tidak mampu bekerja, dan kerabatnya juga
hidupnya tidak melebihi standard.
Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu)
untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga
(miskin yg tak mampu), maka itu menjadi tanggunganku kepadaku
(H.R. Bukhari).
Umar bin Khaththab. ra, pernah membangun suatu rumah yang diberi
nama , daar al-daaqiq (rumah tepung) antara Makkah dan Syam. Di
dalam rumah itu tersedia berbagai macam jenis tepung, korma, dan
barang-barang kebutuhan lainnya. Tujuan dibangunnya rumah itu
adalah untuk menolong orang-orang yang singgah dalam perjalanan
dan

memenuhi

kebutuhan

orang-orang

yang

perlu

sampai

kebutuhannya terpenuhi.
Diriwayatkan melalui Umar ra. di mana ia melihat seorang kafir
dzimmi yang mengemis, padahal dia sudah tua. Umar pun berkata;
"Kami tidak adil kepadamu, kami mengambil jizyah darimu ketika
kamu masih muda, dan hari ini kami telah menyia-nyiakanmu."
Kemudian Umar ra memerintah untuk menjatah bahan makanan untuk
orang ini dari Baitul Mal. (As Samarqandy, Tanb樽hul Gh但filiin)
6. Menjaga harta kaum muslimin dan menyerahkan pada yg berhak.
Suatu ketika Rasulullah bergegas setelah shalat Ashar, melangkahi pundak
orang- orang menuju kamar istrinya, setelah kembali Beliau saw bersabda:
Aku bergegas dari shalat karena aku ingat suatu lantakan emas yang
masih tersimpan di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu
menahanku, maka aku memerintahkan (kepada istriku) untuk membagibagikannya. (HR. Bukhory)
Imam Ali juga meriwayatkan bahwa khalifah umar pernah mencari unta
zakat yg lepas, dan khawatir kalau diakhirat akan dituntut gara-gara
menyia-nyiakan hak umat Islam (Al Ghazali, Muk但syafatul Qul短b)
7. Mewajibkan kepada setiap rakyat untuk menolong yang kekurangan.
Ketika negara memang tidak mempunyai kas lagi untuk menolong orang
yang kekurangan, maka kewajiban ini kembali berasli ke umat Islam yang
mempunyai kelebihan harta. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya,
Al-Muhalla (4/281) Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing
mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan
pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk
menolong fakir-miskin).
C. Etos Kerja Dalam Islam
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian,
watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.
Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok
bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh,
budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula
kata etika yang hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai
yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut
terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati
secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja
yang sesempurna mungkin.
Dalam al-Quran dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan
yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. (An-Naml : 88). Etos kerja
seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal
mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama
para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana
Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus
didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di
antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan
tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22)
a) Pengertian Kerja
Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang
dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non-materi,
intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah
keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa Indonesia susunan
WJS Poerdarminta mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan
melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk
mencari nafkah.
KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi
seorang

muslim

adalah

suatu

upaya

sungguh-sungguh

dengan
mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau
menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan
dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang
terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan bekerja
manusia memanusiakan dirinya.
Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah aktivitas dinamis dan
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan
rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan
penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai
bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.
Di dalam kaitan ini, al-Quran banyak membicarakan tentang
aqidah dan keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada
bagian lain ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah
kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di
dunia dan di akhirat. Al-Quran juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu
etika kerja positif dan negatif. Di dalam al-Quran banyak kita temui ayat
tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya :
1) Kita temukan 22 kata amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat alBaqarah: 62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.
2) Kata amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya
surat Hud: 46, dan al-Fathir: 10.
3) Kata waamiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73
kali, diantaranya surat al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55.
4) Kata Tamalun dan Yamalun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud:
92.
5) Kita temukan sebanyak 330 kali kata amaaluhum, amaalun,
amaluka, amaluhu, amalikum, amalahum, aamul dan amullah.
Diantaranya dalam surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar:
65, Fathir: 8, dan at-Tur: 21.
6) Terdapat 27 kata yamal, amiluun, amilahu, tamal, amalu seperti
dalam surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.
7) Serta, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan
istilah seperti shanaa, yasnaun, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah,
istabiqul khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang
dan sebagainya.
Di samping itu, al-Quran juga menyebutkan bahwa pekerjaan
merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang
serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman:
barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh (Al-Kahfi: 110)
Ada juga ayat al-Quran yang menunjukkan pengertian kerja secara
sempit misalnya firman Allah SWT kepada Nabi Daud AS :
 Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu,
guna memelihara kamu dalam peperanganmu (al-Anbiya: 80)
Dalam surah al-Jumuah ayat 10 Allah SWT menyatakan :
 Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung. (al-Jumuah: 10)
Pengertian kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas,
mencakup seluruh pengerahan potensi manusia. Adapun pengertian
kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia
untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat
tinggal, dan peningkatan taraf hidup.
Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan
dewasa ini, sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah
orang yang bekerja dengan menerima upah baik bekerja harian, maupun
bulanan dan sebagainya.
Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada di negaranegara komunis maupun kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat
menjadi kelompok buruh dan majikan, kondisi semacam ini pada
akhirnya melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan konflik
antara kelompok buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya
perbaikan situasi kerja, pekerja termasuk hak mereka.
Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak
dalam Islam, konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian
namun demikian jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan
tidak memasukkan kategori pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan
ibadah dan aktivitas spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada
garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang
memperoleh keuntungan (upah), dalam pengertian ini tercakup pula para
pegawai yang memperoleh gaji tetap dari pemerintah, perusahaan
swasta, dan lembaga lainnya.
Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara
jelas, praktek muamalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam
pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja :
1. al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti
penjahit, tukang kayu, dan para pemilik restoran. Dewasa ini
pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang bekerja dalam
jasa angkutan dan kuli.
2. al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap
seperti para pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri.
3.

al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan seharihari dengan cara jual beli seperti pedagang keliling.

4. al-Muzarriun: para petani.
Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya
hadist rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW
bersabda,

berikanlah

upah

pekerja

sebelum

kering

keringat-

keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani).
Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan : Besar gaji disesuaikan
dengan hasil kerja. Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam
mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi kerja yang dilakukan
seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.
b) Etika Kerja dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang
diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan
teliti). (HR. al-Baihaki)
Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah,
kesesuaian

upah

serta

tidak

diperbolehkan

menipu,

merampas,

mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai
komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan
seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki
muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang
berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan
pada prinsip-prinsip Islam.
Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah
melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab
seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah
yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguhsungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah
dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadis
rasulullah bersabda, sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang
pekerja yang dilakukannya secara tulus. (HR Hambali)
2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
Firman Allah SWT : Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu
menyembah. (al-Baqarah: 172)
3. Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang
dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan
wajar.
4. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang
ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang
diharamkan Allah.
5. Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan
pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup
hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa
tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya.
Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan
dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas
bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alatalat produksi.

More Related Content

Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

  • 1. Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Dosen Pengampu : Drs. H. Kuswadi, M.Ag Disusun oleh : Nama : Iif Zuraifah NIM : k7111099 Kelas : 2B PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
  • 2. A. Ekonomi Islam a) Pengertian Ekonomi Islam Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu. Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan.(HR.Thabrani dan Baihaqi) b) Tujuan Ekonomi Islam Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat. Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu: 1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya. 2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah. 3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya).
  • 3. Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar: keselamatan keyakinan agama ( al din) kesalamatan jiwa (al nafs) keselamatan akal (al aql) keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl) keselamatan harta benda (al mal) c) Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar: 1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. 2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. 3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. 4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. 5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. 6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. 7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab) 8. Islam melarang riba dalam segala bentuk . B. Kesejahteraan Dalam Islam Salah satu bagian terpenting dari syariat Islam adalah adanya aturan-aturan yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi tiap individu masyarakat, baik berupa pangan, pakaian, dan papan, serta lapangan pekerjaan. Berikut beberapa konsep Islam berkaitan dengan hal tersebut:
  • 4. 1. Mewajibkan dan memberikan dorongan spiritual kepada laki-laki agar bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan tanggungannya. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang maruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.[TQS. al-Baqarah:233]. Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik ia diberi atau ditolak. (HR. Bukhari & Muslim) Tidak ada orang yang makan makanan yang lebih baik daripada hasil pekerjaan tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil kerjanya sendiri (HR. Bukhory) 2. Mewajibkan kepada sanak kerabat yg hidupnya sudah melebihi standar untuk menanggung saudaranya yang tidak mampu, bahkan tetangga juga punya kewajiban terhadap tetangganya. "Tidak beriman kepada-Ku seorang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sementara tetangga sebelahnya lapar dan dia mengetahui" (HR.al Bazzar dan Thabarani, dengan sanad Hasan) 3. Memberikan peluang yang sama untuk hidup lebih sejahtera. Khalifah Umar menyatakan: Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang telah dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga tahun.
  • 5. 4. Melarang setiap hal yang dapat menimbulkan kekacauan ekonomi. Antara lain: a. Riba b. Judi c. Ghabn F但hisy (penipuan harga dlm jual beli) d. Tadlis (penipuan barang/alat tukar) e. Ihtikar (menimbun) f. Mengemis "Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta itu tidak dibolehkan kecuali dalam salah satu dari tiga hal, yaitu : Seseorang (yang mendamaikan pertikaian antara manusia lalu) dia menanggung beban biayanya maka boleh baginya meminta hingga dia mendapatkannya kemudian dia berhenti dari meminta. Seseorang yang tertimpa bencana hingga musnah hartanya maka boleh baginya untuk meminta hingga dia mendapatkan hal yang bisa menopang hidupnya. Seseorang yang tertimpa kemiskinan yang sangat hingga 3 orang yang cerdik dari kaumnya berkata: telah menimpa orang itu kemiskinan yang sangat maka boleh bagi orang ini untuk meminta sampai dia mendapatkan hal yang bisa menopang hidupnya. Selain ketiga hal ini -wahai Qobishohmeminta-minta itu termasuk memakan harta yang haram" (HR Muslim) g. Setiap hal yang diharamkan Allah SWT, kalau dilanggar akan menimbulkan kerusakan. 5. Mewajibkan Negara untuk memelihara urusan rakyat dg ancaman yg berat bagi yang melalaikannya. Rasulullah saw bersabda: Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.[HR. Bukhari dan Muslim].
  • 6. Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga. (HR. Muslim) Diantara tanggung jawab yg dipikul negara antara lain: Memberikan pendidikan kepada rakyat, dan mendorong mereka untuk giat bekerja. Pada masa Rasulullah, sebagai kepala negara, beliau membebankan biaya pendidikan ke baitul maal, Rasulullah pernah menetapkan kebijakan terhadap tawanan perang Badar, apabila seorang tawanan telah mengajar 10 orang penduduk Madinah dalam hal baca dan tulis akan dibebaskan sebagai tawanan. Ad-Damsyiqy menceritakan suatu kisah dari al-Wadliyah bin Atha, yang mengatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Oleh khalifah Umar bin Khaththab ra guru-guru tersebut digaji 15 dinar tiap bulannya. Dalam suatu riwayat, Rasulullah Saw pernah mencium tangan Saad bin Muadz begitu melihat tangan Saad yang kasar karena bekerja keras. Beliau bersabda, Inilah dua tangan yang dicintai Allah dan rasul-Nya! Menciptakan lapangan kerja & menyuruh rakyatnya untuk bekerja. Rasulullah pernah menyuruh seorang shahabat yg meminta untuk mengambil barangnya, kemudian Rasul melelangnya dan memberikan hasil penjualannya sambil berkata: "Belilah makanan dengan satu dirham kemudian berikan kepada keluargamu, dan belilah kapak kemudian bawalah kepadaku." Kemudian orang tersebut membawanya kepada beliau, lalu Rasulullah mengikatkan kayu pada
  • 7. kapak tersebut dengan tangannya kemudian berkata kepadanya: "Pergilah kemudian carilah kayu dan juallah. Jangan sampai aku melihatmu selama lima belas hari." (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah) Ketika Khalifah Umar r.a. mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid di saat orang sibuk bekerja bahwa mereka bertawakkal, beliau berkata: Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak. Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid, dan memberi mereka setakar biji-bijian. Beliau katakan pada mereka: Tanamlah dan bertawakkallah kepada Allah! Dari sini, Imam Ghazali rahimahullah menyatakan bahwa wajib atas Waliyul amri (pemerintah) memberi sarana-sarana pekerjaan kepada para pencari kerja. Menyuruh rakyatnya yg hidup diatas standar untuk menanggung nafkah kerabatnya yg tidak mampu mencari nafkah. Negara wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya saat rakyat tersebut sudah tidak mampu bekerja, dan kerabatnya juga hidupnya tidak melebihi standard. Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu) untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga (miskin yg tak mampu), maka itu menjadi tanggunganku kepadaku (H.R. Bukhari). Umar bin Khaththab. ra, pernah membangun suatu rumah yang diberi nama , daar al-daaqiq (rumah tepung) antara Makkah dan Syam. Di dalam rumah itu tersedia berbagai macam jenis tepung, korma, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Tujuan dibangunnya rumah itu adalah untuk menolong orang-orang yang singgah dalam perjalanan
  • 8. dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang perlu sampai kebutuhannya terpenuhi. Diriwayatkan melalui Umar ra. di mana ia melihat seorang kafir dzimmi yang mengemis, padahal dia sudah tua. Umar pun berkata; "Kami tidak adil kepadamu, kami mengambil jizyah darimu ketika kamu masih muda, dan hari ini kami telah menyia-nyiakanmu." Kemudian Umar ra memerintah untuk menjatah bahan makanan untuk orang ini dari Baitul Mal. (As Samarqandy, Tanb樽hul Gh但filiin) 6. Menjaga harta kaum muslimin dan menyerahkan pada yg berhak. Suatu ketika Rasulullah bergegas setelah shalat Ashar, melangkahi pundak orang- orang menuju kamar istrinya, setelah kembali Beliau saw bersabda: Aku bergegas dari shalat karena aku ingat suatu lantakan emas yang masih tersimpan di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu menahanku, maka aku memerintahkan (kepada istriku) untuk membagibagikannya. (HR. Bukhory) Imam Ali juga meriwayatkan bahwa khalifah umar pernah mencari unta zakat yg lepas, dan khawatir kalau diakhirat akan dituntut gara-gara menyia-nyiakan hak umat Islam (Al Ghazali, Muk但syafatul Qul短b) 7. Mewajibkan kepada setiap rakyat untuk menolong yang kekurangan. Ketika negara memang tidak mempunyai kas lagi untuk menolong orang yang kekurangan, maka kewajiban ini kembali berasli ke umat Islam yang mempunyai kelebihan harta. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al-Muhalla (4/281) Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk menolong fakir-miskin).
  • 9. C. Etos Kerja Dalam Islam Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin. Dalam al-Quran dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. (An-Naml : 88). Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22) a) Pengertian Kerja Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non-materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa Indonesia susunan WJS Poerdarminta mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan
  • 10. mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan bekerja manusia memanusiakan dirinya. Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT. Di dalam kaitan ini, al-Quran banyak membicarakan tentang aqidah dan keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Quran juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di dalam al-Quran banyak kita temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya : 1) Kita temukan 22 kata amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat alBaqarah: 62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40. 2) Kata amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud: 46, dan al-Fathir: 10. 3) Kata waamiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali, diantaranya surat al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55. 4) Kata Tamalun dan Yamalun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92. 5) Kita temukan sebanyak 330 kali kata amaaluhum, amaalun, amaluka, amaluhu, amalikum, amalahum, aamul dan amullah. Diantaranya dalam surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar: 65, Fathir: 8, dan at-Tur: 21. 6) Terdapat 27 kata yamal, amiluun, amilahu, tamal, amalu seperti dalam surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.
  • 11. 7) Serta, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan istilah seperti shanaa, yasnaun, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang dan sebagainya. Di samping itu, al-Quran juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman: barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh (Al-Kahfi: 110) Ada juga ayat al-Quran yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit misalnya firman Allah SWT kepada Nabi Daud AS : Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu (al-Anbiya: 80) Dalam surah al-Jumuah ayat 10 Allah SWT menyatakan : Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jumuah: 10) Pengertian kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas, mencakup seluruh pengerahan potensi manusia. Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidup. Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini, sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima upah baik bekerja harian, maupun bulanan dan sebagainya.
  • 12. Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada di negaranegara komunis maupun kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat menjadi kelompok buruh dan majikan, kondisi semacam ini pada akhirnya melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan konflik antara kelompok buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya perbaikan situasi kerja, pekerja termasuk hak mereka. Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak dalam Islam, konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian namun demikian jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan tidak memasukkan kategori pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan aktivitas spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan (upah), dalam pengertian ini tercakup pula para pegawai yang memperoleh gaji tetap dari pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga lainnya. Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas, praktek muamalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja : 1. al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu, dan para pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang bekerja dalam jasa angkutan dan kuli. 2. al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri. 3. al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan seharihari dengan cara jual beli seperti pedagang keliling. 4. al-Muzarriun: para petani. Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadist rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW
  • 13. bersabda, berikanlah upah pekerja sebelum kering keringat- keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani). Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan : Besar gaji disesuaikan dengan hasil kerja. Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi kerja yang dilakukan seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak. b) Etika Kerja dalam Islam Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan teliti). (HR. al-Baihaki) Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguhsungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda, sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus. (HR Hambali)
  • 14. 2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT : Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (al-Baqarah: 172) 3. Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar. 4. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah. 5. Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alatalat produksi.