2. KASUS
- Seorang apoteker mendirikan sebuah apotek atas namanya sendiri.
- Apotek menganalisis omset 3 bulan terakhir ternyata tidak dapat memenuhi biaya
operasional. Hal ini diakibatkan karena:
- Banyaknya masyarakat mempunyai kartu BPJS.
- Banyaknya dokter melakukan dispensing sendiri sehingga jumlah obat yang
keluar sedikit.
- Banyak orang yang berobat ke luar negeri.
- Apoteker melakukan inovasi dengan mempromosikan obat-obatnya, termasuk
obat-obatan keras melelui online shop.
- Apoteker juga melayani resep melalui whatssapp dan dikirim melalui go-send.
- Setelah BPOM melakukan pemeriksaan ke apotek, apoteker tidak dapat
mempertanggung jawabkan keluarnya obat G secara administratif dan sesuai
dengan perundang- undangan.
3. IDENTIFIKASI MASALAH
04
03
Apotek tidak memiliki
kelengkapan administrasi
untuk penjualan obat keras.
Apoteker tidak melakukan
pengajian resep dan KIE
kepada pasien.
02
Apoteker melayani
obat keras tanpa resep
melalui aplikasi online.
Apoteker melakukan
penjualan dan promosi
obat keras melalui
media elektronik.
01
4. PERATURAN DILANGGAR
1 Melakukan Penjualan Dan
Promosi Obat Keras Dari
Media Elektronik
2 Melayani Obat Keras
Tanpa Resep Melalui
Aplikasi Online
3
Apotek Tidak Memiliki
Kelengkapan Administrasi
untuk Penjualan Obat Keras
4 Apoteker Tidak Melakukan
Pengkajian Resep dan KIE
Pada Pasien
5. Keputusan Kepala BPOM Nomor
HK.00.05.3.02706 Tahun 2002 tentang
Promosi Obat, Pasal 5
Promosi obat melalui media audio visual
dan elektronik hanya diperbolehkan
untuk obat bebas dan obat bebas
terbatas.
Peraturan Kepala BPOM Nomor
H.K.00.06.32.3.295 tahun 2009 tentang
Pedoman Pengawasan Promosi dan Iklan
Obat
Upaya perlindungan masyarakat dari
penggunaan obat yang salah, tidak tepat
dan tidak rasional akibat pengaruh
promosi dan iklan diperlukan
pengawasan yang dilakukan oleh BPOM.
Sasaran pengawasan termasuk media
elektronik.
1 Melakukan Penjualan Dan
Promosi Obat Keras Dari
Media Elektronik
PMK Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994
tentang Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Kosmetika, Makanan
minuman, Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga, dan Alat Kesehatan
Iklan obat dapat dimuat di media
periklanan setelah rancangan iklan
tersebut disetujui oleh Departemen
Kesehatan RI. Nama obat yang dapat
diiklankan adalah nama yang disetujui
dalam pendaftaran.
6. Permenkes No. 72 Tahun 1968 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan, Bab VII Penandaan dan Iklan
Pasal 32, Sediaan farmasiyang berupa
obat untuk pelayanan kesehatan yang
penyerahanya dilakukan berdasarkan
resep dokter hanya dapat diiklankan
pada media cetak ilmiah kedokteran atau
media cetak ilmiah farmasi.
Permenkes RI NO 3 tahun 2013 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan
dan Pelaporan Narkotika, Psikotoprika
dan Prekursor Farmasi, Pasal 8
Penyaluran narkotika, psikotoprika, dan
precursor farmasi wajib memenuhi cara
distribusi obat yang baik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2 Melayani Obat Keras
Tanpa Resep Melalui
Aplikasi Online
Kode Etik dan Disiplin Apoteker
Indonesia, Pasal 6
Di dalam menjalankan tugasnya setiap
apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata
bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
7. Permenkes No. 72 Tahun 1968 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan, Bab IV Peredaran
Setiap pengangkutan sediaan farmasi
dan alat kesehatan dalam rangka
peredaran harus disertai dengan
dokumen pengangkutan sediaan farmasi
dan alat kesehatan.
Peraturan BPOM No. 4 tahun 2018
tentang Pengawasan Pengolahan Obat,
Bahan Obat, Narkotika Psikotropika dan
prekusor Farmasi di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian
Pasal 8, Kegiatan pengelolahan obat,
bahan obat narkotika psikotoprika dan
prekursor farmasi wajib dilaksanakan
sesuai dengan pedoman teknis di fasilitas
pelayanan kefarmasian.
3 Apotek Tidak Memiliki
Kelengkapan Administrasi
untuk Penjualan Obat Keras
Peraturan BPOM No. 4 tahun 2018
tentang Pengawasan Pengolahan Obat,
Bahan Obat, Narkotika Psikotropika dan
prekusor Farmasi di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Lampiran
Pedoman teknis pengawasan obat dan
bahan obat di fasilitas pelayanan
kefarmasiaan menyatakan bahwa resep
yang dilayani harus asli: ditulis dengan
jelas dan lengkap; tidak dibenarkan
dalam bentuk faksimili dan fotokopi
termasuk blanko resep. Resep dan surat
permintaan tertulis harus mampu
ditelusur dan dapat ditunjukan pada saat
diperlukan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 73
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, Pasal 7
Pelenggaraan pelayanan kefarmasian di
apotek wajib mengikuti standar
pelayanan kefarmasian sebagaimana
diatur dalam peraturan menteri ini.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun
2017 Tentang Apotek, Pasal 19
Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur
operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan kepentingan pasien.
4 Apoteker Tidak Melakukan
Pengkajian Resep dan KIE
Pada Pasien
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, BAB III, Pasal 7 & 8
Setiap orang berhak untuk mendapatkan
informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab.
Setiap orang berhak memperoleh
informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang
telah maupun yang akan diterimanya dari
tenaga keshatan.
9. SANKSI
Peraturan Menteri Kesehatan No. 09 Tahun 2017 Tentang Apotek
Pelangganan terhadap ketentuan dalam peraturan menteri ini
dapat dikenai sanksi administratif.
Sanksi administratif dimaksud dapat berupa:
• Peringatan tertulis
• Penghentian sementara kegiatan
• Pencabutan SIA
KODE ETIK APOTEKER
Jika seorang Apoteker baik dengan
sengaja maupun tak sengaja melanggar
atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker
Indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sanksi dari pemerintah,
ikatan / organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (IAI), dan
mempertanggung jawabkannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila apoteker melakukan
pelanggaran kode etik apoteker, yang
bersangkutan dikenakan sanksi
organisasi.
Sanksi dapat berupa pembinaan,
peringatan, pencabutan keanggotan
sementara, dan pencabutan
keanggotaan tetap.
10. Kesimpulan & Saran
Apoteker melakukan promosi obat-obatan terutama obat keras di media elektronik
kepada masyarakat umum, sedangkan promosi tersebut hanya boleh dilakukan kepada
sesama profesi kesehatan.
Hal tersebut dapat mengakibatkan penggunaan obat pada masyarakat yang tidak tepat
dan tidak rasional.
Tanggung jawab seorang apoteker terhadap promosi penjualan obat keras didasarkan
pada norma etik apoteker.
Apoteker harus mematuhi mematuhi kode etik dalam promosi obat obatan sesuai
dengan peraturan BPOM tentang Pedoman Pengawasan Promosi dan Iklan Obat yaitu
hanya obat obat bebas, bebas terbatas.