際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
ETIKA DALAM PEMILIHAN SUBTANSI/BAHAN PENELITIAN

Etika penelitian bioteknologi dalam pemilihan bahan/substansi percobaan merupakan hal
yang penting dalam melakukan suatu penelitian. Pada umumnya penelitian dalam bidang
biotekologi misalnya rekayasa, dll menggunakan suatu objek atau substansi makhluk hidup baik
berupa hewan (umumnya kelinci, tikus, kera, monyet, dll), tumbuhan dan manusia (pasien,
sukarelawan, individu, populasi).
Dalam pemilihan substansi atau bahan percobaan sebaiknya seharusnya hanya dilakukan
jika hal tersebut benar-benar diperlukan. Dalam setiap percobaan perlu diperhatikan segala aspek
yang menyangkut objek percobaan tersebut baik dari segi hak-hak hidup, keadaannya dan
kelangkaan makhluk hidup tersebut. Demi keberhasilan suatu percobaan bioteknologi terkadang
seorang peneliti tidak memperdulikan segala aspek-aspek yang menyangkut hak-hak makhluk
hidup tersebut.
Hewan-hewan yang akan digunakan dalam percobaan harus diperhatikan keadaan
sebelum percobaan dan setelah percobaan, harus terjamin penangkapan dan kepantasan,
pengembangbiakan dan transportasi hewan tersebut. Harus diingat ada hewan yang dapat dibawa
ex situ dalam penelitian dan ada yang harus diteliti in situ. Manusia sebagai probandus harus
berhak member informed consent serta diseri tahu tentang efek samping dan akibat yang
mungkin terjadi, tapi terjamin dapat ditolong. Perlakuan pada manusia baik farmakologis
maupun kirurgis harus dinyatakan dalam perijinan. Narapidana dan penderita gangguan jiwa
tidak dapat diperlakukan semena-mena karena mereka tetap hak asasi.
Menurut Warta Penelitian UGM (2004) yang menyatakan bahwa  Dalam penelitian,
objek, sampel dan probandus biasanya dipergunakan, hewan-hewan (kelinci, kera, monyet,
tikus, terwelu) manusia, embrio, janin dan mayat juga sel-sel dan organ. Dalam hal ini harus
diingat hak-hak hewan, hak-hak manusia, prinsip : primum non nocere, primum non tacere,
kanum dalam hukum, moralitas, adat dan agama baik yang universal maupun yang local.
Dalam hal ini warta penelitian UGM (2004) memiliki sifat kontra terhadap penggunaan objek
atau subtansi percobaan dalam penelitian yang banyak menggunakan sembarang manhluk hidup
tanpa memperhatikan aspek-aspek kesejahteraan makhluk hidup tersebut karena setiap makhluk
mempunyai hak-hak tersendiri yang tidak boleh dilanggar.
Banyaknya penelitian saat ini yang menggunakan maklhuk hidup tanpa perijinan
(perundang-undangan) hanya demi keberhasilan penelitiannya semata. Dalam setiap uji
percobaannya yang berulang kali mengalami kegagalan dan semakin banyak mengalami uji
semakin banyak pula makhluk hidup yang menjadi korban (mati).
Dalam berbagai pendapat tentang etika penelitian ini, banyak yang memberikan pendapat
baik yang pro dan kontra dalam permasalahan sunbtansi/objek penelitian ini. Berikut adalah
menurut lnstitute of Communication Engineering, TUT (2002)  Kekhasan EPR (Etika
Penelitian Rekayasa) dalam lingkup etika penelitian diawali dari kepentingan utama bidang
rekayasa yang berupa mendesain dan mengkonstruksi alat/barang yang berguna, serta
menggunakannya secara benar untuk hal-hal yang bersifat produktif. Ciri ke dua dari EPR
dapat dikembangkan dari pendekatan kegiatan rekayasa yang menggunakan asas-asas ilmiah,
pemakaian hasil penemuan-penemuan rekayasa sebelumnya yang secara keseluruhan
merupakan "seni yang berhasilguna". Nilai "seni yang berhasilguna" dalam EPR adalah
"good"; justice, equity, honesty, respect of other people, etc..
Berdasarkan pendapat dari lnstitute of Communication Engineering, TUT (2002),
dikemukakan bahwa makhluk hidup yang digunakan sebagai bahan/substansi percobaan dalam
penelitian merupakan masalah yang kedua yang diperhatikan setelah keberhasilan rekayasa
merupakan hal yang utama. Berbeda dengan pendapat dari Warta penelitian UGM (2004) yang
lebih

mengutamakan

keberadaan/kesejahteraan

objek/substansi percobaan.

makhluk

hidup

yang

akan

dijadikan

lnstitute of Communication Engineering, TUT memang

memperhatikan asas-asas ilmiah namun mereka lebih berprinsip bahwa Masalah etika akan
muncul bila dalam desain, konstruksi, dan pemakaian produk secara medis dinyatakan tidak
berhasil, tetapi dari gatra hasil penelitian rekayasa benar. Bagaimana pun juga berhasil atau
tidaknya suatu percobaan dalam penelitian penelitian harus tetap memperhatikan asas-asas
ilmiah yang memperhatikan keberadaan makhluk hidup yang digunkan sebagai substansi
percobaannya.
Menurut pendapat saya dalam setiap penelitan yang menggunakan makhluk hidup
sebagai bahan percobaannya harus lebih utama memperhatikan keberadaan dan kesejahteraan
makhluk hidup tersebut, karena mereka mempunyai hak-hak asasi dan membutuhkan
pelestarian, khususnya substansi percobaan yang langka. Hal ini penting untuk penyediaan
penelitian dimasa mendatang dan plasma nutfah dari suatu makhluk hidup (organism).
Berhasil atau tidaknya suatu penelitian tersebut haruslah tetap memperhatikan asas-asas ilmiah
demi kesejahteraan makhluk hidup di bumi dan penelitian berkelanjutan oleh generasi dimasa
mendatang.

More Related Content

Etika dalam pemilihan subtansi/bahan penelitian

  • 1. ETIKA DALAM PEMILIHAN SUBTANSI/BAHAN PENELITIAN Etika penelitian bioteknologi dalam pemilihan bahan/substansi percobaan merupakan hal yang penting dalam melakukan suatu penelitian. Pada umumnya penelitian dalam bidang biotekologi misalnya rekayasa, dll menggunakan suatu objek atau substansi makhluk hidup baik berupa hewan (umumnya kelinci, tikus, kera, monyet, dll), tumbuhan dan manusia (pasien, sukarelawan, individu, populasi). Dalam pemilihan substansi atau bahan percobaan sebaiknya seharusnya hanya dilakukan jika hal tersebut benar-benar diperlukan. Dalam setiap percobaan perlu diperhatikan segala aspek yang menyangkut objek percobaan tersebut baik dari segi hak-hak hidup, keadaannya dan kelangkaan makhluk hidup tersebut. Demi keberhasilan suatu percobaan bioteknologi terkadang seorang peneliti tidak memperdulikan segala aspek-aspek yang menyangkut hak-hak makhluk hidup tersebut. Hewan-hewan yang akan digunakan dalam percobaan harus diperhatikan keadaan sebelum percobaan dan setelah percobaan, harus terjamin penangkapan dan kepantasan, pengembangbiakan dan transportasi hewan tersebut. Harus diingat ada hewan yang dapat dibawa ex situ dalam penelitian dan ada yang harus diteliti in situ. Manusia sebagai probandus harus berhak member informed consent serta diseri tahu tentang efek samping dan akibat yang mungkin terjadi, tapi terjamin dapat ditolong. Perlakuan pada manusia baik farmakologis maupun kirurgis harus dinyatakan dalam perijinan. Narapidana dan penderita gangguan jiwa tidak dapat diperlakukan semena-mena karena mereka tetap hak asasi. Menurut Warta Penelitian UGM (2004) yang menyatakan bahwa Dalam penelitian, objek, sampel dan probandus biasanya dipergunakan, hewan-hewan (kelinci, kera, monyet,
  • 2. tikus, terwelu) manusia, embrio, janin dan mayat juga sel-sel dan organ. Dalam hal ini harus diingat hak-hak hewan, hak-hak manusia, prinsip : primum non nocere, primum non tacere, kanum dalam hukum, moralitas, adat dan agama baik yang universal maupun yang local. Dalam hal ini warta penelitian UGM (2004) memiliki sifat kontra terhadap penggunaan objek atau subtansi percobaan dalam penelitian yang banyak menggunakan sembarang manhluk hidup tanpa memperhatikan aspek-aspek kesejahteraan makhluk hidup tersebut karena setiap makhluk mempunyai hak-hak tersendiri yang tidak boleh dilanggar. Banyaknya penelitian saat ini yang menggunakan maklhuk hidup tanpa perijinan (perundang-undangan) hanya demi keberhasilan penelitiannya semata. Dalam setiap uji percobaannya yang berulang kali mengalami kegagalan dan semakin banyak mengalami uji semakin banyak pula makhluk hidup yang menjadi korban (mati). Dalam berbagai pendapat tentang etika penelitian ini, banyak yang memberikan pendapat baik yang pro dan kontra dalam permasalahan sunbtansi/objek penelitian ini. Berikut adalah menurut lnstitute of Communication Engineering, TUT (2002) Kekhasan EPR (Etika Penelitian Rekayasa) dalam lingkup etika penelitian diawali dari kepentingan utama bidang rekayasa yang berupa mendesain dan mengkonstruksi alat/barang yang berguna, serta menggunakannya secara benar untuk hal-hal yang bersifat produktif. Ciri ke dua dari EPR dapat dikembangkan dari pendekatan kegiatan rekayasa yang menggunakan asas-asas ilmiah, pemakaian hasil penemuan-penemuan rekayasa sebelumnya yang secara keseluruhan merupakan "seni yang berhasilguna". Nilai "seni yang berhasilguna" dalam EPR adalah "good"; justice, equity, honesty, respect of other people, etc..
  • 3. Berdasarkan pendapat dari lnstitute of Communication Engineering, TUT (2002), dikemukakan bahwa makhluk hidup yang digunakan sebagai bahan/substansi percobaan dalam penelitian merupakan masalah yang kedua yang diperhatikan setelah keberhasilan rekayasa merupakan hal yang utama. Berbeda dengan pendapat dari Warta penelitian UGM (2004) yang lebih mengutamakan keberadaan/kesejahteraan objek/substansi percobaan. makhluk hidup yang akan dijadikan lnstitute of Communication Engineering, TUT memang memperhatikan asas-asas ilmiah namun mereka lebih berprinsip bahwa Masalah etika akan muncul bila dalam desain, konstruksi, dan pemakaian produk secara medis dinyatakan tidak berhasil, tetapi dari gatra hasil penelitian rekayasa benar. Bagaimana pun juga berhasil atau tidaknya suatu percobaan dalam penelitian penelitian harus tetap memperhatikan asas-asas ilmiah yang memperhatikan keberadaan makhluk hidup yang digunkan sebagai substansi percobaannya. Menurut pendapat saya dalam setiap penelitan yang menggunakan makhluk hidup sebagai bahan percobaannya harus lebih utama memperhatikan keberadaan dan kesejahteraan makhluk hidup tersebut, karena mereka mempunyai hak-hak asasi dan membutuhkan pelestarian, khususnya substansi percobaan yang langka. Hal ini penting untuk penyediaan penelitian dimasa mendatang dan plasma nutfah dari suatu makhluk hidup (organism). Berhasil atau tidaknya suatu penelitian tersebut haruslah tetap memperhatikan asas-asas ilmiah demi kesejahteraan makhluk hidup di bumi dan penelitian berkelanjutan oleh generasi dimasa mendatang.