2. Bagian ini akan menjawab pertanyaan:
- apakah obat sampai pada tempat kerja
yang dikehendaki? (absorpsi dan distribusi)
- apakah obat keluar dari tubuh?
(eliminasi)
- apakah terdapat risiko akumulasi dan
toksisitas?
3. Kisaran Terapeutik
• Kerja dan efek samping setiap obat bergantung pada konsentrasi
obat tersebut dalam jaringan tubuh.
• Setiap obat memiliki sebuah kisaran terapeutik/kisaran yang
dikehendaki untuk konsentrasi obat tersebut dalam plasma.
> kisaran terapeutik = efek toksik
< kisaran terapeutik = obat tidak menghasilkan efek
yang dikehendaki
• Konsentrasi setiap obat dalam plasma dan jaringan tubuh
bergantung pada cara obat tersebut diperlakukan oleh tubuh.
• Tubuh menangani semua obat melalui tahapan-tahapan:
- absorpsi
- distribusi
- biotransformasi/metabolisme
- ekskresi
4. ketersediaan ketersediaan
farmasi hayati
bentuk tablet obat absorpsi obat interaksi
sediaan pecah, tersedia distribusi tersedia dgn reseptor efek
obat/tablet ZA lepas untuk di metabolisme untuk di tempat
dengan ZA dan larut absorpsi ekskresi bekerja kerja
Fase Biofarmasi Fase Farmakokinetik Fase Farmakodinamik
Proses-Proses Obat di Luar dan di Dalam Tubuh
5. • Ketersediaan Farmasi → merupakan ukuran bagian
obat yang dilepaskan dari bentuk pemberiannya dan
tersedia untuk proses absorpsi
• Ketersediaan Hayati → presentase obat yang
diabsorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan
tersedia untuk melakukan efek terapeutik
6. Pengertian Farmakokinetik
•Perbedaan:
- Pharmacodynamics : the effects of the drug on the body
- Pharmacokinetics : the way the body affects the drug with
time
Farmakokinetika
→ mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi obat
dalam organisme terhadap waktu: Dimana dan berapa cepat
suatu bahan obat di absorpsi, bagaimana obat terdistribusi
dalam organisme, bagaimana enzim organisme mengubah
struktur molekul obat, dimana, bagaimana caranya dan
berapa cepat obat dieliminasi?
7. 3 fase rangkaian reaksi/kerja suatu obat:
- fase farmaseutik
- fase farmakokinetik
- fase farmakodinamik
Proses yang Terjadi Dalam Organisme Setelah Pemberian Oral
pemakaian penghancuran sediaan obat,
pelarutan bahan berkhasiat
Absorpsi
Distribusi Fase Farmakodinamik
Ekskresi Biotransformasi
8. Invasi Eliminasi
Absorpsi Distribusi Biotransformasi/ Ekskresi
metabolisme
Bagian Proses Farmakokinetika
9. • Fase Farmaseutika, meliputi hancurnya bentuk
sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana
kebanyakan bentuk sediaan obat padat yang digunakan.
Fase ini terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia obat.
• Fase Farmakokinetik, termasuk bagian proses invasi dan
proses eliminasi (evasi).
→ Proses Invasi:
proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu
bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi).
→ Proses Eliminasi:
proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi
obat dalam organisme (biotransformasi, ekskresi).
10. A. Absorpsi
Absorpsi suatu obat adalah:
Pengambilan obat dari permukaan tubuh/dari tempat-tempat
tertentu dari organ dalam → ke aliran darah → terjadi
distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan.
Catatan:
Obat baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai
konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya. Maka
suatu absorpsi yang cukup merupakan syarat untuk
suatu efek terapeutik.
11. Dengan kata lain:
absorpsi = merupakan proses yang membuat
obat tersedia di dalam cairan tubuh untuk
didistribusikan.
Absorpsi obat bergantung pada:
cara pemberian, formulasi, dan cara molekul-
molekul obat bergerak melintasi membran sel
di seluruh tubuh.
12. 1. Cara Pemberian (Rute Pemberian Obat)
- Pemberian per oral. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan:
KEADAAN LAMBUNG
• keberadaan makanan
• motilitas lambung, misalnya diubah oleh rasa nyeri
• obat dapat mengiritasi saluran cerna
- Pemberian parenteral. Penyuntikan intravena/pemberian lewat
infus akan membawa obat langsung ke dalam darah.
Kerja obat lebih cepat dan tidak diganggu oleh faktor-faktor lain
seperti syok sirkulasi, dsb.
- Pemakaian topikal. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan efek
lokal pada kulit dan mata.
Pe ↗an absorpsi pada kulit: suspensi obat dlm minyak, gosokkan ke
kulit.
Pe↗an absorpsi pada mata: memerlukan absorpsi obat melalui
kornea dan absorpsi lebih cepat bila kornea mengalami infeksi.
13. Pemberian melalui paru-paru. Cara ini hanya dapat dilakukan
untuk obat yang berbentuk gas/cairan yang mudah menguap
misalnya anestetik umum, dan untuk obat lain yang dapat
diberikan dalam bentuk aerosol.
Absorpsi terjadi melalui epitel paru dan mukosa saluran
napas.
Keuntungan: absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan
absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas
pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru
misalnya asma bronkhial, obat dapat diberikan
langsung pada bronkus.
Kerugian: harus diperlukan alat dan metoda khusus yang agak
sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering
obatnya mengiritasi epitel paru.
14. Pe↗an kecepatan pengosongan lambung → me↗kan
kecepatan absorpsi obat, dan sebaliknya.
Perubahan dlm kecepatan pengosongan lambung/motilitas
saluran cerna biasanya tidak mempengaruhi jumlah obat
yang diabsorpsi/yang mencapai sirkulasi sistemik, kecuali
pada 3 hal berikut:
1. Obat yg absorpsinya lambat krn sukar larut dlm cairan
usus
2. Sediaan salut enterik/SR , absorpsinya kurang
baik/inkonsisten akibat perbedaan penglepasan obat di
lingkungan berbeda.
3. Pada obat-obat yang mengalami metabolisme di saluran
cerna.
15. Mekanisme Absorpsi
• Penghalang utama yang merintangi absorpsi dan distribusi
obat meliputi: dinding usus, dinding pembuluh kapiler,
membran sel dan sawar darah/otak, dan plasenta.
• Di tubuh manusia, obat harus menembus sawar (barrier) sel
di berbagai jaringan. Umumnya, obat melintasi lapisan sel ini
dengan menembusnya, bukan dengan melewati celah antar-
sel. Peristiwa ini dlm proses farmakokinetik adalah transport
lintas membran.
16. Cara-cara transport lintas membran/penetrasi
senyawa melalui membran dapat terjadi dengan:
• difusi pasif,
• difusi terfasilitasi/facilitated diffusion (melalui pembawa)
• transport aktif
• pinositosis dan fagositosis
Cara yang terpenting adalah difusi pasif dan transport aktif.
17. • Difusi Pasif
Umumnya absorpsi dan distribusi obat terjadi secara difusi pasif.
Mula-mula obat harus berada dalam larutan air pada permukaan
membran sel, kemudian molekul obat akan melintasi membran
dengan melarut dalam lemak membran. Pada proses ini, obat
bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi lain. Setelah taraf
mantap (steady state) dicapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua
sisi membran akan sama.
• Difusi Terfasilitasi (Facilitated Diffusion)
Ialah suatu proses transport yang terjadi dengan bantuan suatu
faktor pembawa (carrier) yang merupakan komponen membran sel
tanpa menggunakan energi sehingga tidak dapat melawan
perbedaan kadar maupun potensial listrik.
18. • Transport Aktif
Biasanya terjadi pada sel saraf, hati, dan ginjal. Proses ini
membutuhkan energi yang diperoleh dari aktivitas membran
sendiri, sehingga zat dapat bergerak melawan perbedaan
kadar atau potensial listrik.
• Pinositosis dan Fagositosis
Pada pinositosis, tetesan-tetesan cairan kecil diambil dari
saluran cerna dan pada fagositosis, partikel zat padat diambil
dari saluran cerna. Jumlah obat yang diangkut dengan cara ini
sangat sedikit.
19. Absorpsi Obat
Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara difusi pasif.
Kecepatan absorpsi dan jumlah absorpsi bergantung kepada
faktor-faktor:
• sifat fisikokimia bahan obat, terutama sifat kelarutannya,
• besar partikel dan permukaan jenis,
• sediaan obat,
• dosis,
• rute pemberian dan tempat pemberian,
• waktu kontak dengan permukaan absorpsi,
• besarnya luas permukaan yang mengabsorpsi
• nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi, dan
• aliran darah organ yang mengabsorpsi.
20. B. Distribusi
Distribusi merupakan perjalanan obat ke seluruh
tubuh. Proses ini dipengaruhi oleh:
1. Pengikatan protein plasma;
2. Kelarutan obat dalam lipid (yaitu, apakah obat
tersebut larut dalam jaringan lemak);
3. Sifat-keterikatan obat;
4. Aliran darah ke dalam organ dan keadaan sirkulasi;
5. Kondisi penyakit
21. 1. Protein plasma
Obat terikat dalam protein plasma dalam taraf yang bervariasi.
Ikatan protein pada obat akan mempengaruhi intensitas kerja, lama
kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut: bagian obat yang
terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnya
tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Jadi hanya obat –obat
bentuk bebas saja yang akan mencapai tempat kerja dan berkhasiat.
2. Kelarutan Lipid
Kelarutan lipid merupakan taraf larutnya obat di dalam jaringan
lemak tubuh. Tubuh secara kimiawi tersusun dari sejumlah
kompartemen cairan dan jaringan lemak. Sebagian besar obat didistribu
sikan ke seluruh kompartemen cairan dalam tubuh, dan kemudian akan
diteruskan ke dalam jaringan lemak dalam taraf yang besar/kecil. Taraf
penyebaran obat ke seluruh tubuh disebut volume distribusi.
22. 3. Karakteristik Pengikatan
Beberapa obat memiliki karakteristik pengikatan yang
tidak lazim. Contoh: tetrasiklin terikat dengan tulang dan gigi.
Obat anti-malaria klorokuin dapat terikat dengan retina orang
dewasa/janin.
4. Aliran Darah ke Dalam Jaringan
Sebagian jaringan tubuh menerima pasokan darah yang
lebih baik daripada lainnya; contoh: aliran darah ke dalam
otak jauh lebih tinggi daripada aliran darah ke tulang. Kondisi
sirkulasi darah ini menentukan distribusi obat. Sirkulasi darah
diutamakan pada jantung, otak, dan paru-paru. Karena
volume sirkulasi terbatas, obat akan terdapat pada
konsentrasi tinggi di dalam jaringan yang bisa dijangkaunya.
23. 5. Kondisi Penyakit yang Diderita Pasien
Contohnya, gagal ginjal dan kegagalan fungsi hati akan
mengganggu kemampuan tubuh dalam mengeliminasi
sebagian besar obat. Obat juga akan menumpuk dalam tubuh
jika pasien mengalami dehidrasi. Jika terjadi penumpukan
obat, efek sampingnya akan semakin berat. Keadaan lain yang
dapat mempengaruhi distribusi obat meliputi: gagal jantung,
syok, penyakit tiroid, penyakit GI.
24. C. Biotransformasi
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah
proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi
dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses
ini molekul obat diubah menjadi lebih polar → lebih
mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak,
sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.
Obat → diakhiri kerjanya →inaktif
biotransformasi
25. Metabolisme Obat
• Sebagian besar metabolisme obat berlangsung
dalam hati. Proses metabolisme memungkinkan
tubuh untuk menghadapi zat-zat asing dan melakukan
detoksifikasi. Semua obat yang diberikan lewat mulut
harus melintasi hati sebelum mencapai sirkulasi.
• Metabolisme dalam hati berlangsung lewat 2 tahap:
1. Produk pencernaan ditransformasikan oleh
metabolisme atau detoksifikasi;
2. Kemudian metabolitnya dibuat larut dalam air (oleh
proses konjugasi [glosarium]) agar metabolit tersebut
dapat diekskresikan lewat ginjal.
26. • Kedua proses tersebut sangat bergantung pada
enzim-enzim hati.
• Aktivitas enzim-enzim hati dipengaruhi oleh:
- susunan genetik/tendensi familial
- lingkungan hati, yaitu apa yang mencapai hati dari
usus dan sirkulasi
- gangguan faal hati. Keadaan ini cenderung terjadi
pada ibu hamil yang menderita malnutrisi, sirosis hati,
hepatitis atau pada bayi yang kurang gizi.
• Neonatus (khususnya bayi prematur)
memetabolisme dan mengeliminasi obat lebih lambat
daripada orang dewasa.
27. Laju Metabolisme
• Laju metabolisme dipengaruhi oleh enzim-enzim
hati. Bergantung pada apa yang dikonsumsi, kerja
enzim-enzim hati dapat dipercepat (diinduksi) atau
diperlambat (diinhibisi atau dihambat).
• Obat-obat seperti: rifampisin, barbiturat, fenitoin,
karbamazepin, alkohol, kafein serta tembakau dan
makanan tinggi protein → mempercepat kerja enzim-
enzim hati.
Artinya setiap obat yang dieliminasi oleh enzim ini
akan dimetabolisme lebih cepat sehingga menjadi
tidak begitu efektif lagi.
28. D. Ekskresi
• Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ
ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau
dalam bentuk asalnya.
• Obat/metabolit polar dieksresi lebih cepat daripada obat
larut lemak.
• Ekskresi kebanyakan obat bergantung pada ginjal,
sebagian obat lain diekskresikan lewat empedu, contoh:
kortikosteroid dan estrogen.
• Ekskresi di ginjal merupakan hasil dari 3 proses:
1. Laju filtrasi di glomerulus/glomerular filtration rate
(GFR),
2. Sekresi aktif di tubuli proksimal, dan
3. Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
29. Glomerulus merupakan jaringan kapiler dapat
melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin
melalui celah antarsel endotelnya sehingga semua
obat yang tidak terikat protein plasma mengalami
filtrasi di sana.
• Jika GFR me ↓ eliminasi sebagian obat akan
terganggu sehingga terjadi akumulasi dan bahkan
toksisitas.
• Penyebab GFR yang rendah:
- dehidrasi (penggunaan diuretik)
- kelainan renal (mis. Infeksi saluran kemih (ISK))
- syok/gagal jantung
- penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (NSAID)
30. Di tubuli proksimal, asam organik (penisilin, salisilat)
diseksresi aktif melalui sistem transport untuk asam
organik, dan basa organik (histamin) disekresi aktif melalui
sistem transport untuk basa organik.
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorpsi pasif untuk
bentuk non-ion. Untuk obat berupa elektrolit lemah, proses
reabsorpsi bergantung pada pH tubuli yang menentukan
derajat ionisasi.
• bila urin lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak
sehingga reabsorpsinya berkurang, ekskresinya me ↗.
• bila urin lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang.
Prinsip ini digunakan untuk mengobati keracunan obat yang
ekskresinya dapat dipercepat dengan pembasaan
/pengasaman urin, misalnya keracunan salisilat.
31. • Ekskresi obat melalui ginjal me ↓ pada gangguan
fungsi ginjal sehingga dosis perlu di ↓ kan atau
interval pemberian diperpanjang.
• Metabolit obat yang terbentuk di hati diekskresi ke
dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang
melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di
saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.
• Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air
mata, air susu, dan rambut. Liur dapat digunakan
sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar
obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk
menemukan logam toksik, misalnya arsen → pada
kedokteran forensik/kimia forensik.
32. Waktu Paruh Eliminasi
Waktu-paruh eliminasi untuk setiap obat adalah
waktu yang diperlukan untuk penurunan konsentrasi
obat tersebut dalam darah atau plasma hingga
separuh dari nilai maksimumnya.
Waktu paruh penting dalam penyusunan rencana
pemberian obat.
Obat-obat diberikan kurang/lebih dengan waktu
paruh.
Bila pemberian obat menyimpang terlalu banyak dari
ketentuan ini, fluktuasi konsentrasinya dalam plasma
akan menimbulkan kegagalan terapi atau toksisitas.
33. Daftar Pustaka
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia, 1995,
Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Gaya Baru, Jakarta.
Jordan, Sue, Farmakologi Kebidanan, Alih bahasa: dr. Andry Hartono,
Editor edisi bahasa Indonesia: Monica Ester, S.Kp, Cetakan I:
2004, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Katzung, Bertram G., 2004, Farmakologi: Dasar dan Klinik, Edisi Ketiga,
Jakarta: Penerbit EGC.
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Penerjemah: Dr. Mathilda B.
Widianto, Dr. Anna Setiadi Ranti. Penyunting: Dr. Kosasih
Padmawinata. Edisi ke-5. Penerbit ITB, Bandung.