ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Farmakokinetik:
bagaimana tubuh
 menangani obat
Bagian ini akan menjawab pertanyaan:

- apakah obat sampai pada tempat kerja
yang dikehendaki? (absorpsi dan distribusi)
- apakah obat keluar dari tubuh?
(eliminasi)
- apakah terdapat risiko akumulasi dan
toksisitas?
Kisaran Terapeutik
• Kerja dan efek samping setiap obat bergantung pada konsentrasi
obat tersebut dalam jaringan tubuh.
• Setiap obat memiliki sebuah kisaran terapeutik/kisaran yang
dikehendaki untuk konsentrasi obat tersebut dalam plasma.

      > kisaran terapeutik = efek toksik
      < kisaran terapeutik = obat tidak menghasilkan efek
                             yang dikehendaki

• Konsentrasi setiap obat dalam plasma dan jaringan tubuh
bergantung pada cara obat tersebut diperlakukan oleh tubuh.
• Tubuh menangani semua obat melalui tahapan-tahapan:
      - absorpsi
      - distribusi
      - biotransformasi/metabolisme
      - ekskresi
ketersediaan                   ketersediaan
                        farmasi                        hayati




bentuk        tablet        obat      absorpsi           obat       interaksi
sediaan       pecah,      tersedia    distribusi         tersedia   dgn reseptor       efek
obat/tablet   ZA lepas    untuk di    metabolisme        untuk      di tempat
dengan ZA     dan larut   absorpsi    ekskresi           bekerja    kerja



          Fase Biofarmasi          Fase Farmakokinetik           Fase Farmakodinamik


                  Proses-Proses Obat di Luar dan di Dalam Tubuh
• Ketersediaan Farmasi → merupakan ukuran bagian
obat yang dilepaskan dari bentuk pemberiannya dan
tersedia untuk proses absorpsi

• Ketersediaan Hayati → presentase obat yang
diabsorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan
tersedia untuk melakukan efek terapeutik
Pengertian Farmakokinetik
•Perbedaan:
- Pharmacodynamics : the effects of the drug on the body
- Pharmacokinetics : the way the body affects the drug with
                     time

Farmakokinetika
→ mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi obat
dalam organisme terhadap waktu: Dimana dan berapa cepat
suatu bahan obat di absorpsi, bagaimana obat terdistribusi
dalam organisme, bagaimana enzim organisme mengubah
struktur molekul obat, dimana, bagaimana caranya dan
berapa cepat obat dieliminasi?
3 fase rangkaian reaksi/kerja suatu obat:
- fase farmaseutik
- fase farmakokinetik
- fase farmakodinamik

Proses yang Terjadi Dalam Organisme Setelah Pemberian Oral

pemakaian   penghancuran sediaan obat,
            pelarutan bahan berkhasiat


                       Absorpsi


                       Distribusi            Fase Farmakodinamik



            Ekskresi                Biotransformasi
Invasi                            Eliminasi



Absorpsi            Distribusi   Biotransformasi/        Ekskresi
                                 metabolisme




           Bagian Proses Farmakokinetika
• Fase Farmaseutika, meliputi hancurnya bentuk
sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana
kebanyakan bentuk sediaan obat padat yang digunakan.
Fase ini terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia obat.
• Fase Farmakokinetik, termasuk bagian proses invasi dan
proses eliminasi (evasi).
→ Proses Invasi:
proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu
bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi).
→ Proses Eliminasi:
proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi
obat dalam organisme (biotransformasi, ekskresi).
A. Absorpsi
    Absorpsi suatu obat adalah:
Pengambilan obat dari permukaan tubuh/dari tempat-tempat
tertentu dari organ dalam → ke aliran darah → terjadi
distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan.

Catatan:
  Obat baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai
  konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya. Maka
  suatu absorpsi yang cukup merupakan syarat untuk
  suatu efek terapeutik.
Dengan kata lain:
absorpsi = merupakan proses yang membuat
obat tersedia di dalam cairan tubuh untuk
didistribusikan.

Absorpsi obat bergantung pada:
cara pemberian, formulasi, dan cara molekul-
molekul obat bergerak melintasi membran sel
di seluruh tubuh.
1. Cara Pemberian (Rute Pemberian Obat)
- Pemberian per oral. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan:
   KEADAAN LAMBUNG
  • keberadaan makanan
  • motilitas lambung, misalnya diubah oleh rasa nyeri
  • obat dapat mengiritasi saluran cerna
- Pemberian parenteral. Penyuntikan intravena/pemberian lewat
  infus akan membawa obat langsung ke dalam darah.
  Kerja obat lebih cepat dan tidak diganggu oleh faktor-faktor lain
   seperti syok sirkulasi, dsb.
- Pemakaian topikal. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan efek
  lokal pada kulit dan mata.
  Pe ↗an absorpsi pada kulit: suspensi obat dlm minyak, gosokkan ke
  kulit.
  Pe↗an absorpsi pada mata: memerlukan absorpsi obat melalui
  kornea dan absorpsi lebih cepat bila kornea mengalami infeksi.
Pemberian melalui paru-paru. Cara ini hanya dapat dilakukan
untuk obat yang berbentuk gas/cairan yang mudah menguap
misalnya anestetik umum, dan untuk obat lain yang dapat
diberikan dalam bentuk aerosol.
Absorpsi terjadi melalui epitel paru dan mukosa saluran
napas.
Keuntungan: absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan
              absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas
              pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru
              misalnya asma bronkhial, obat dapat diberikan
              langsung pada bronkus.
Kerugian: harus diperlukan alat dan metoda khusus yang agak
          sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering
          obatnya mengiritasi epitel paru.
Pe↗an kecepatan pengosongan lambung → me↗kan
kecepatan absorpsi obat, dan sebaliknya.

Perubahan dlm kecepatan pengosongan lambung/motilitas
saluran cerna biasanya tidak mempengaruhi jumlah obat
yang diabsorpsi/yang mencapai sirkulasi sistemik, kecuali
pada 3 hal berikut:
1. Obat yg absorpsinya lambat krn sukar larut dlm cairan
usus
2. Sediaan salut enterik/SR , absorpsinya kurang
baik/inkonsisten akibat perbedaan penglepasan obat di
lingkungan berbeda.
3. Pada obat-obat yang mengalami metabolisme di saluran
cerna.
Mekanisme Absorpsi
• Penghalang utama yang merintangi absorpsi dan distribusi
obat meliputi: dinding usus, dinding pembuluh kapiler,
membran sel dan sawar darah/otak, dan plasenta.

• Di tubuh manusia, obat harus menembus sawar (barrier) sel
di berbagai jaringan. Umumnya, obat melintasi lapisan sel ini
dengan menembusnya, bukan dengan melewati celah antar-
sel. Peristiwa ini dlm proses farmakokinetik adalah transport
lintas membran.
Cara-cara transport lintas membran/penetrasi
senyawa melalui membran dapat terjadi dengan:
• difusi pasif,
• difusi terfasilitasi/facilitated diffusion (melalui pembawa)
• transport aktif
• pinositosis dan fagositosis

Cara yang terpenting adalah difusi pasif dan transport aktif.
• Difusi Pasif
 Umumnya absorpsi dan distribusi obat terjadi secara difusi pasif.
Mula-mula obat harus berada dalam larutan air pada permukaan
membran sel, kemudian molekul obat akan melintasi membran
dengan melarut dalam lemak membran. Pada proses ini, obat
bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi lain. Setelah taraf
mantap (steady state) dicapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua
sisi membran akan sama.

• Difusi Terfasilitasi (Facilitated Diffusion)
Ialah suatu proses transport yang terjadi dengan bantuan suatu
faktor pembawa (carrier) yang merupakan komponen membran sel
tanpa menggunakan energi sehingga tidak dapat melawan
perbedaan kadar maupun potensial listrik.
• Transport Aktif
 Biasanya terjadi pada sel saraf, hati, dan ginjal. Proses ini
membutuhkan energi yang diperoleh dari aktivitas membran
sendiri, sehingga zat dapat bergerak melawan perbedaan
kadar atau potensial listrik.

• Pinositosis dan Fagositosis
Pada pinositosis, tetesan-tetesan cairan kecil diambil dari
saluran cerna dan pada fagositosis, partikel zat padat diambil
dari saluran cerna. Jumlah obat yang diangkut dengan cara ini
sangat sedikit.
Absorpsi Obat
Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara difusi pasif.
Kecepatan absorpsi dan jumlah absorpsi bergantung kepada
faktor-faktor:
• sifat fisikokimia bahan obat, terutama sifat kelarutannya,
• besar partikel dan permukaan jenis,
• sediaan obat,
• dosis,
• rute pemberian dan tempat pemberian,
• waktu kontak dengan permukaan absorpsi,
• besarnya luas permukaan yang mengabsorpsi
• nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi, dan
• aliran darah organ yang mengabsorpsi.
B. Distribusi
Distribusi merupakan perjalanan obat ke seluruh
tubuh. Proses ini dipengaruhi oleh:
1. Pengikatan protein plasma;
2. Kelarutan obat dalam lipid (yaitu, apakah obat
tersebut larut dalam jaringan lemak);
3. Sifat-keterikatan obat;
4. Aliran darah ke dalam organ dan keadaan sirkulasi;
5. Kondisi penyakit
1. Protein plasma
   Obat terikat dalam protein plasma dalam taraf yang bervariasi.
Ikatan protein pada obat akan mempengaruhi intensitas kerja, lama
kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut: bagian obat yang
terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnya
tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Jadi hanya obat –obat
bentuk bebas saja yang akan mencapai tempat kerja dan berkhasiat.

2. Kelarutan Lipid
    Kelarutan lipid merupakan taraf larutnya obat di dalam jaringan
lemak tubuh. Tubuh secara kimiawi tersusun dari sejumlah
kompartemen cairan dan jaringan lemak. Sebagian besar obat didistribu
sikan ke seluruh kompartemen cairan dalam tubuh, dan kemudian akan
diteruskan ke dalam jaringan lemak dalam taraf yang besar/kecil. Taraf
penyebaran obat ke seluruh tubuh disebut volume distribusi.
3. Karakteristik Pengikatan
    Beberapa obat memiliki karakteristik pengikatan yang
tidak lazim. Contoh: tetrasiklin terikat dengan tulang dan gigi.
Obat anti-malaria klorokuin dapat terikat dengan retina orang
dewasa/janin.

4. Aliran Darah ke Dalam Jaringan
   Sebagian jaringan tubuh menerima pasokan darah yang
lebih baik daripada lainnya; contoh: aliran darah ke dalam
otak jauh lebih tinggi daripada aliran darah ke tulang. Kondisi
sirkulasi darah ini menentukan distribusi obat. Sirkulasi darah
diutamakan pada jantung, otak, dan paru-paru. Karena
volume sirkulasi terbatas, obat akan terdapat pada
konsentrasi tinggi di dalam jaringan yang bisa dijangkaunya.
5. Kondisi Penyakit yang Diderita Pasien
Contohnya, gagal ginjal dan kegagalan fungsi hati akan
mengganggu kemampuan tubuh dalam mengeliminasi
sebagian besar obat. Obat juga akan menumpuk dalam tubuh
jika pasien mengalami dehidrasi. Jika terjadi penumpukan
obat, efek sampingnya akan semakin berat. Keadaan lain yang
dapat mempengaruhi distribusi obat meliputi: gagal jantung,
syok, penyakit tiroid, penyakit GI.
C. Biotransformasi
    Biotransformasi atau metabolisme obat ialah
proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi
dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses
ini molekul obat diubah menjadi lebih polar → lebih
mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak,
sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.

Obat → diakhiri kerjanya →inaktif

        biotransformasi
Metabolisme Obat
• Sebagian besar metabolisme obat berlangsung
dalam hati. Proses metabolisme memungkinkan
tubuh untuk menghadapi zat-zat asing dan melakukan
detoksifikasi. Semua obat yang diberikan lewat mulut
harus melintasi hati sebelum mencapai sirkulasi.
• Metabolisme dalam hati berlangsung lewat 2 tahap:
1. Produk pencernaan ditransformasikan oleh
metabolisme atau detoksifikasi;
2. Kemudian metabolitnya dibuat larut dalam air (oleh
proses konjugasi [glosarium]) agar metabolit tersebut
dapat diekskresikan lewat ginjal.
• Kedua proses tersebut sangat bergantung pada
enzim-enzim hati.
• Aktivitas enzim-enzim hati dipengaruhi oleh:
- susunan genetik/tendensi familial
- lingkungan hati, yaitu apa yang mencapai hati dari
usus dan sirkulasi
- gangguan faal hati. Keadaan ini cenderung terjadi
pada ibu hamil yang menderita malnutrisi, sirosis hati,
hepatitis atau pada bayi yang kurang gizi.
• Neonatus (khususnya bayi prematur)
memetabolisme dan mengeliminasi obat lebih lambat
daripada orang dewasa.
Laju Metabolisme
• Laju metabolisme dipengaruhi oleh enzim-enzim
hati. Bergantung pada apa yang dikonsumsi, kerja
enzim-enzim hati dapat dipercepat (diinduksi) atau
diperlambat (diinhibisi atau dihambat).
• Obat-obat seperti: rifampisin, barbiturat, fenitoin,
karbamazepin, alkohol, kafein serta tembakau dan
makanan tinggi protein → mempercepat kerja enzim-
enzim hati.
Artinya setiap obat yang dieliminasi oleh enzim ini
akan dimetabolisme lebih cepat sehingga menjadi
tidak begitu efektif lagi.
D. Ekskresi
• Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ
ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau
dalam bentuk asalnya.
• Obat/metabolit polar dieksresi lebih cepat daripada obat
larut lemak.
• Ekskresi kebanyakan obat bergantung pada ginjal,
sebagian obat lain diekskresikan lewat empedu, contoh:
kortikosteroid dan estrogen.
• Ekskresi di ginjal merupakan hasil dari 3 proses:
1. Laju filtrasi di glomerulus/glomerular filtration rate
(GFR),
2. Sekresi aktif di tubuli proksimal, dan
3. Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Glomerulus merupakan jaringan kapiler dapat
melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin
melalui celah antarsel endotelnya sehingga semua
obat yang tidak terikat protein plasma mengalami
filtrasi di sana.
• Jika GFR me ↓ eliminasi sebagian obat akan
terganggu sehingga terjadi akumulasi dan bahkan
toksisitas.
• Penyebab GFR yang rendah:
 - dehidrasi (penggunaan diuretik)
 - kelainan renal (mis. Infeksi saluran kemih (ISK))
 - syok/gagal jantung
 - penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (NSAID)
Di tubuli proksimal, asam organik (penisilin, salisilat)
diseksresi aktif melalui sistem transport untuk asam
organik, dan basa organik (histamin) disekresi aktif melalui
sistem transport untuk basa organik.
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorpsi pasif untuk
bentuk non-ion. Untuk obat berupa elektrolit lemah, proses
reabsorpsi bergantung pada pH tubuli yang menentukan
derajat ionisasi.
• bila urin lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak
sehingga reabsorpsinya berkurang, ekskresinya me ↗.
• bila urin lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang.
Prinsip ini digunakan untuk mengobati keracunan obat yang
ekskresinya dapat dipercepat dengan pembasaan
/pengasaman urin, misalnya keracunan salisilat.
• Ekskresi obat melalui ginjal me ↓ pada gangguan
fungsi ginjal sehingga dosis perlu di ↓ kan atau
interval pemberian diperpanjang.
• Metabolit obat yang terbentuk di hati diekskresi ke
dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang
melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di
saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.
• Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air
mata, air susu, dan rambut. Liur dapat digunakan
sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar
obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk
menemukan logam toksik, misalnya arsen → pada
kedokteran forensik/kimia forensik.
Waktu Paruh Eliminasi
Waktu-paruh eliminasi untuk setiap obat adalah
waktu yang diperlukan untuk penurunan konsentrasi
obat tersebut dalam darah atau plasma hingga
separuh dari nilai maksimumnya.

Waktu paruh penting dalam penyusunan rencana
pemberian obat.
Obat-obat diberikan kurang/lebih dengan waktu
paruh.
Bila pemberian obat menyimpang terlalu banyak dari
ketentuan ini, fluktuasi konsentrasinya dalam plasma
akan menimbulkan kegagalan terapi atau toksisitas.
Daftar Pustaka
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia, 1995,
       Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Gaya Baru, Jakarta.

Jordan, Sue, Farmakologi Kebidanan, Alih bahasa: dr. Andry Hartono,
       Editor edisi bahasa Indonesia: Monica Ester, S.Kp, Cetakan I:
       2004, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Katzung, Bertram G., 2004, Farmakologi: Dasar dan Klinik, Edisi Ketiga,
       Jakarta: Penerbit EGC.

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Penerjemah: Dr. Mathilda B.
      Widianto, Dr. Anna Setiadi Ranti. Penyunting: Dr. Kosasih
      Padmawinata. Edisi ke-5. Penerbit ITB, Bandung.

More Related Content

Farmakokinetika

  • 2. Bagian ini akan menjawab pertanyaan: - apakah obat sampai pada tempat kerja yang dikehendaki? (absorpsi dan distribusi) - apakah obat keluar dari tubuh? (eliminasi) - apakah terdapat risiko akumulasi dan toksisitas?
  • 3. Kisaran Terapeutik • Kerja dan efek samping setiap obat bergantung pada konsentrasi obat tersebut dalam jaringan tubuh. • Setiap obat memiliki sebuah kisaran terapeutik/kisaran yang dikehendaki untuk konsentrasi obat tersebut dalam plasma. > kisaran terapeutik = efek toksik < kisaran terapeutik = obat tidak menghasilkan efek yang dikehendaki • Konsentrasi setiap obat dalam plasma dan jaringan tubuh bergantung pada cara obat tersebut diperlakukan oleh tubuh. • Tubuh menangani semua obat melalui tahapan-tahapan: - absorpsi - distribusi - biotransformasi/metabolisme - ekskresi
  • 4. ketersediaan ketersediaan farmasi hayati bentuk tablet obat absorpsi obat interaksi sediaan pecah, tersedia distribusi tersedia dgn reseptor efek obat/tablet ZA lepas untuk di metabolisme untuk di tempat dengan ZA dan larut absorpsi ekskresi bekerja kerja Fase Biofarmasi Fase Farmakokinetik Fase Farmakodinamik Proses-Proses Obat di Luar dan di Dalam Tubuh
  • 5. • Ketersediaan Farmasi → merupakan ukuran bagian obat yang dilepaskan dari bentuk pemberiannya dan tersedia untuk proses absorpsi • Ketersediaan Hayati → presentase obat yang diabsorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutik
  • 6. Pengertian Farmakokinetik •Perbedaan: - Pharmacodynamics : the effects of the drug on the body - Pharmacokinetics : the way the body affects the drug with time Farmakokinetika → mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi obat dalam organisme terhadap waktu: Dimana dan berapa cepat suatu bahan obat di absorpsi, bagaimana obat terdistribusi dalam organisme, bagaimana enzim organisme mengubah struktur molekul obat, dimana, bagaimana caranya dan berapa cepat obat dieliminasi?
  • 7. 3 fase rangkaian reaksi/kerja suatu obat: - fase farmaseutik - fase farmakokinetik - fase farmakodinamik Proses yang Terjadi Dalam Organisme Setelah Pemberian Oral pemakaian penghancuran sediaan obat, pelarutan bahan berkhasiat Absorpsi Distribusi Fase Farmakodinamik Ekskresi Biotransformasi
  • 8. Invasi Eliminasi Absorpsi Distribusi Biotransformasi/ Ekskresi metabolisme Bagian Proses Farmakokinetika
  • 9. • Fase Farmaseutika, meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana kebanyakan bentuk sediaan obat padat yang digunakan. Fase ini terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia obat. • Fase Farmakokinetik, termasuk bagian proses invasi dan proses eliminasi (evasi). → Proses Invasi: proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi). → Proses Eliminasi: proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme (biotransformasi, ekskresi).
  • 10. A. Absorpsi Absorpsi suatu obat adalah: Pengambilan obat dari permukaan tubuh/dari tempat-tempat tertentu dari organ dalam → ke aliran darah → terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Catatan: Obat baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya. Maka suatu absorpsi yang cukup merupakan syarat untuk suatu efek terapeutik.
  • 11. Dengan kata lain: absorpsi = merupakan proses yang membuat obat tersedia di dalam cairan tubuh untuk didistribusikan. Absorpsi obat bergantung pada: cara pemberian, formulasi, dan cara molekul- molekul obat bergerak melintasi membran sel di seluruh tubuh.
  • 12. 1. Cara Pemberian (Rute Pemberian Obat) - Pemberian per oral. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan: KEADAAN LAMBUNG • keberadaan makanan • motilitas lambung, misalnya diubah oleh rasa nyeri • obat dapat mengiritasi saluran cerna - Pemberian parenteral. Penyuntikan intravena/pemberian lewat infus akan membawa obat langsung ke dalam darah. Kerja obat lebih cepat dan tidak diganggu oleh faktor-faktor lain seperti syok sirkulasi, dsb. - Pemakaian topikal. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan efek lokal pada kulit dan mata. Pe ↗an absorpsi pada kulit: suspensi obat dlm minyak, gosokkan ke kulit. Pe↗an absorpsi pada mata: memerlukan absorpsi obat melalui kornea dan absorpsi lebih cepat bila kornea mengalami infeksi.
  • 13. Pemberian melalui paru-paru. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk obat yang berbentuk gas/cairan yang mudah menguap misalnya anestetik umum, dan untuk obat lain yang dapat diberikan dalam bentuk aerosol. Absorpsi terjadi melalui epitel paru dan mukosa saluran napas. Keuntungan: absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkhial, obat dapat diberikan langsung pada bronkus. Kerugian: harus diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel paru.
  • 14. Pe↗an kecepatan pengosongan lambung → me↗kan kecepatan absorpsi obat, dan sebaliknya. Perubahan dlm kecepatan pengosongan lambung/motilitas saluran cerna biasanya tidak mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi/yang mencapai sirkulasi sistemik, kecuali pada 3 hal berikut: 1. Obat yg absorpsinya lambat krn sukar larut dlm cairan usus 2. Sediaan salut enterik/SR , absorpsinya kurang baik/inkonsisten akibat perbedaan penglepasan obat di lingkungan berbeda. 3. Pada obat-obat yang mengalami metabolisme di saluran cerna.
  • 15. Mekanisme Absorpsi • Penghalang utama yang merintangi absorpsi dan distribusi obat meliputi: dinding usus, dinding pembuluh kapiler, membran sel dan sawar darah/otak, dan plasenta. • Di tubuh manusia, obat harus menembus sawar (barrier) sel di berbagai jaringan. Umumnya, obat melintasi lapisan sel ini dengan menembusnya, bukan dengan melewati celah antar- sel. Peristiwa ini dlm proses farmakokinetik adalah transport lintas membran.
  • 16. Cara-cara transport lintas membran/penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi dengan: • difusi pasif, • difusi terfasilitasi/facilitated diffusion (melalui pembawa) • transport aktif • pinositosis dan fagositosis Cara yang terpenting adalah difusi pasif dan transport aktif.
  • 17. • Difusi Pasif Umumnya absorpsi dan distribusi obat terjadi secara difusi pasif. Mula-mula obat harus berada dalam larutan air pada permukaan membran sel, kemudian molekul obat akan melintasi membran dengan melarut dalam lemak membran. Pada proses ini, obat bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi lain. Setelah taraf mantap (steady state) dicapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi membran akan sama. • Difusi Terfasilitasi (Facilitated Diffusion) Ialah suatu proses transport yang terjadi dengan bantuan suatu faktor pembawa (carrier) yang merupakan komponen membran sel tanpa menggunakan energi sehingga tidak dapat melawan perbedaan kadar maupun potensial listrik.
  • 18. • Transport Aktif Biasanya terjadi pada sel saraf, hati, dan ginjal. Proses ini membutuhkan energi yang diperoleh dari aktivitas membran sendiri, sehingga zat dapat bergerak melawan perbedaan kadar atau potensial listrik. • Pinositosis dan Fagositosis Pada pinositosis, tetesan-tetesan cairan kecil diambil dari saluran cerna dan pada fagositosis, partikel zat padat diambil dari saluran cerna. Jumlah obat yang diangkut dengan cara ini sangat sedikit.
  • 19. Absorpsi Obat Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara difusi pasif. Kecepatan absorpsi dan jumlah absorpsi bergantung kepada faktor-faktor: • sifat fisikokimia bahan obat, terutama sifat kelarutannya, • besar partikel dan permukaan jenis, • sediaan obat, • dosis, • rute pemberian dan tempat pemberian, • waktu kontak dengan permukaan absorpsi, • besarnya luas permukaan yang mengabsorpsi • nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi, dan • aliran darah organ yang mengabsorpsi.
  • 20. B. Distribusi Distribusi merupakan perjalanan obat ke seluruh tubuh. Proses ini dipengaruhi oleh: 1. Pengikatan protein plasma; 2. Kelarutan obat dalam lipid (yaitu, apakah obat tersebut larut dalam jaringan lemak); 3. Sifat-keterikatan obat; 4. Aliran darah ke dalam organ dan keadaan sirkulasi; 5. Kondisi penyakit
  • 21. 1. Protein plasma Obat terikat dalam protein plasma dalam taraf yang bervariasi. Ikatan protein pada obat akan mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut: bagian obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Jadi hanya obat –obat bentuk bebas saja yang akan mencapai tempat kerja dan berkhasiat. 2. Kelarutan Lipid Kelarutan lipid merupakan taraf larutnya obat di dalam jaringan lemak tubuh. Tubuh secara kimiawi tersusun dari sejumlah kompartemen cairan dan jaringan lemak. Sebagian besar obat didistribu sikan ke seluruh kompartemen cairan dalam tubuh, dan kemudian akan diteruskan ke dalam jaringan lemak dalam taraf yang besar/kecil. Taraf penyebaran obat ke seluruh tubuh disebut volume distribusi.
  • 22. 3. Karakteristik Pengikatan Beberapa obat memiliki karakteristik pengikatan yang tidak lazim. Contoh: tetrasiklin terikat dengan tulang dan gigi. Obat anti-malaria klorokuin dapat terikat dengan retina orang dewasa/janin. 4. Aliran Darah ke Dalam Jaringan Sebagian jaringan tubuh menerima pasokan darah yang lebih baik daripada lainnya; contoh: aliran darah ke dalam otak jauh lebih tinggi daripada aliran darah ke tulang. Kondisi sirkulasi darah ini menentukan distribusi obat. Sirkulasi darah diutamakan pada jantung, otak, dan paru-paru. Karena volume sirkulasi terbatas, obat akan terdapat pada konsentrasi tinggi di dalam jaringan yang bisa dijangkaunya.
  • 23. 5. Kondisi Penyakit yang Diderita Pasien Contohnya, gagal ginjal dan kegagalan fungsi hati akan mengganggu kemampuan tubuh dalam mengeliminasi sebagian besar obat. Obat juga akan menumpuk dalam tubuh jika pasien mengalami dehidrasi. Jika terjadi penumpukan obat, efek sampingnya akan semakin berat. Keadaan lain yang dapat mempengaruhi distribusi obat meliputi: gagal jantung, syok, penyakit tiroid, penyakit GI.
  • 24. C. Biotransformasi Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar → lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Obat → diakhiri kerjanya →inaktif biotransformasi
  • 25. Metabolisme Obat • Sebagian besar metabolisme obat berlangsung dalam hati. Proses metabolisme memungkinkan tubuh untuk menghadapi zat-zat asing dan melakukan detoksifikasi. Semua obat yang diberikan lewat mulut harus melintasi hati sebelum mencapai sirkulasi. • Metabolisme dalam hati berlangsung lewat 2 tahap: 1. Produk pencernaan ditransformasikan oleh metabolisme atau detoksifikasi; 2. Kemudian metabolitnya dibuat larut dalam air (oleh proses konjugasi [glosarium]) agar metabolit tersebut dapat diekskresikan lewat ginjal.
  • 26. • Kedua proses tersebut sangat bergantung pada enzim-enzim hati. • Aktivitas enzim-enzim hati dipengaruhi oleh: - susunan genetik/tendensi familial - lingkungan hati, yaitu apa yang mencapai hati dari usus dan sirkulasi - gangguan faal hati. Keadaan ini cenderung terjadi pada ibu hamil yang menderita malnutrisi, sirosis hati, hepatitis atau pada bayi yang kurang gizi. • Neonatus (khususnya bayi prematur) memetabolisme dan mengeliminasi obat lebih lambat daripada orang dewasa.
  • 27. Laju Metabolisme • Laju metabolisme dipengaruhi oleh enzim-enzim hati. Bergantung pada apa yang dikonsumsi, kerja enzim-enzim hati dapat dipercepat (diinduksi) atau diperlambat (diinhibisi atau dihambat). • Obat-obat seperti: rifampisin, barbiturat, fenitoin, karbamazepin, alkohol, kafein serta tembakau dan makanan tinggi protein → mempercepat kerja enzim- enzim hati. Artinya setiap obat yang dieliminasi oleh enzim ini akan dimetabolisme lebih cepat sehingga menjadi tidak begitu efektif lagi.
  • 28. D. Ekskresi • Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. • Obat/metabolit polar dieksresi lebih cepat daripada obat larut lemak. • Ekskresi kebanyakan obat bergantung pada ginjal, sebagian obat lain diekskresikan lewat empedu, contoh: kortikosteroid dan estrogen. • Ekskresi di ginjal merupakan hasil dari 3 proses: 1. Laju filtrasi di glomerulus/glomerular filtration rate (GFR), 2. Sekresi aktif di tubuli proksimal, dan 3. Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
  • 29. Glomerulus merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui celah antarsel endotelnya sehingga semua obat yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi di sana. • Jika GFR me ↓ eliminasi sebagian obat akan terganggu sehingga terjadi akumulasi dan bahkan toksisitas. • Penyebab GFR yang rendah: - dehidrasi (penggunaan diuretik) - kelainan renal (mis. Infeksi saluran kemih (ISK)) - syok/gagal jantung - penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (NSAID)
  • 30. Di tubuli proksimal, asam organik (penisilin, salisilat) diseksresi aktif melalui sistem transport untuk asam organik, dan basa organik (histamin) disekresi aktif melalui sistem transport untuk basa organik. Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorpsi pasif untuk bentuk non-ion. Untuk obat berupa elektrolit lemah, proses reabsorpsi bergantung pada pH tubuli yang menentukan derajat ionisasi. • bila urin lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorpsinya berkurang, ekskresinya me ↗. • bila urin lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang. Prinsip ini digunakan untuk mengobati keracunan obat yang ekskresinya dapat dipercepat dengan pembasaan /pengasaman urin, misalnya keracunan salisilat.
  • 31. • Ekskresi obat melalui ginjal me ↓ pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu di ↓ kan atau interval pemberian diperpanjang. • Metabolit obat yang terbentuk di hati diekskresi ke dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal. • Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen → pada kedokteran forensik/kimia forensik.
  • 32. Waktu Paruh Eliminasi Waktu-paruh eliminasi untuk setiap obat adalah waktu yang diperlukan untuk penurunan konsentrasi obat tersebut dalam darah atau plasma hingga separuh dari nilai maksimumnya. Waktu paruh penting dalam penyusunan rencana pemberian obat. Obat-obat diberikan kurang/lebih dengan waktu paruh. Bila pemberian obat menyimpang terlalu banyak dari ketentuan ini, fluktuasi konsentrasinya dalam plasma akan menimbulkan kegagalan terapi atau toksisitas.
  • 33. Daftar Pustaka Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia, 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Gaya Baru, Jakarta. Jordan, Sue, Farmakologi Kebidanan, Alih bahasa: dr. Andry Hartono, Editor edisi bahasa Indonesia: Monica Ester, S.Kp, Cetakan I: 2004, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Katzung, Bertram G., 2004, Farmakologi: Dasar dan Klinik, Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit EGC. Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Penerjemah: Dr. Mathilda B. Widianto, Dr. Anna Setiadi Ranti. Penyunting: Dr. Kosasih Padmawinata. Edisi ke-5. Penerbit ITB, Bandung.