際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika membahas mengenai filsafat islam, maka harus diakui bahwa filsafat masuk
kedunia islam melalui filsafat Yunani. Pemikiran filsafat tersebut dijumpai oleh filosof-filosof
islam di suriah, mesopotamia (Irak), Mesir dan Persia.
Kota Iskandariyah di Mesir sampai abad VII adalah pusat studi filsafat, teologi dan sains
yang sangat penting. Filsosof yang terkenal di kota ini antara lain Philo (30 SM-50 M). Dan
ketika pada abad VII Masehi, umat Islam mengadakan perluasan wilayah ke daerah-daerah
tersebut, maka berarti dimulainya kontak antara filsafat Islam dan filsafat Yunani.
Pada masa al-Khulafa al-Rasyidun dan Daulah Umayyah, filsafat Yunani tersebut belum
dikembangkan. Karena pada masa itu, perhatian umat Islam terfokus pada penaklukan wilayah
dan lebih menonjolkan kebudayaan Arab. Barulah pada zaman Daulah Abbasiyah yang berpusat
di Bagdad, mulai diperhatikan secara serius filsafat Yunani ini, terutama pada masa al-Mamun
(813-833 M.), putera Harun Al-Rasyid, yang dikenal dengan zaman penterjemahan. Di antara
bekas pengaruh kebudayaan Yunani di daerah tersebut, adalah bahasa administrasi yang
digunakan adalah bahasa Yunani. Bahkan di Mesir dan Suria, bahasa ini tetap dipergunakan
sesudah masuknya Islam ke daerah tersebut.Baru pada abad VII oleh Khalifah Abdul Malik bin
Marwan (685-705) diganti dengan bahasa Arab.1
Di antara yang tertarik pada filsafat Yunani dari kalangan filosof Muslim adalah alFarabi. Menurut Massignon (ahli ketimuran berkebangsaan Perancis), sebagaimana yang dikutip
Ahmad Hanafi, bahwa Al-Farabi adalah seorang filosof Muslim yang pertama. Dia juga
mengakui bahwa sebelumnya al-Kindi telah membuka pintu filsafat Yunani bagi dunia Islam,
akan tetapi ia tidak menciptakan sistem filsafat tertentu. Demikian pula persoalan-persoalan yang
dibicarakannya masih banyak yang belum memperoleh pemecahan yang memuaskan.
Sebaliknya Al-Farabi telah dapat menciptakan suatu sistem filsafat yang lengkap dan
telah memainkan peranan yang penting dalam dunia Islam seperti yang dimiliki oleh Plotinus di
dunia Barat. Al-Farabi juga menjadi guru bagi Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Rusyd (Avirosm),
dan filosof Islam lainnya yang datang sesudahnya. Olehnya itu, ia mendapat gelar al-Muallim
al-Tsani (guru kedua) sebagai kelanjutan dari Aristoteles yang mendapat gelar al-Muallim alAwwal (guru pertama).2
Pembicaraan tentang Al-Farabi sudah cukup banyak, meskipun belum mencakup seluruh
aspek pemikirannya. Ia adalah pembangun filsafat dalam arti yang sebenarnya dan ia telah
meninggalkan suatu bangunan filsafat yang teratur rapi bagian-bagiannya, dan oleh karenanya
maka ibnu Khillikan menamakannya filosof Islam yang paling besar.
1

Harun Nasution,Falsafat dan Mistisisme dalam Islam,(Cet.VIII; Jakarta:Bulan Bintang, 1990), hal. 8

2

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal. 82
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan
Neo-Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah.
Misalnya dalam soal mantik dan filsafat fisika ia mengikuti Aristoteles, dalam soal etika dan
politik ia mengikuti Plotinus. Selain itu Al-Farabi adalah seorang filosof sinkretisme
(pemaduan) yng percaya akan kesatuan (ketunggalan) filsafat.
Meskipun Al-Farabi telah banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus, namun
ia tetap memegangi kepribadian, sehingga pikiran-pikirannya tersebut merupakan filsafat
Islam yang berdiri sendiri, yang bukan filsafat Stoa, atau Peripatetik atau Neo Platonisme.
Memang bisa dikatakan adanya pengaruh aliran-aliran tersebut, namun bahannya yang pokok
adalah dari Islam sendiri.3

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dalam makalahini membahas
tentang Al-Farabi dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana biografi (riwayat hidup) Al-Farabi ?
2. Bagaimana pemikirannya tentang emanasi ( al-faidh ), filsafat al-nafs (jiwa) dan filsafat
kenabian?

3

Ibid. Hal. 122
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi (Riwayat Hidup al-Farabi)
Nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn
Auzalaqh. Di kalangan orang-orang Latin Abad tengah, Al-Farabi lebih dikenal dengan Abu
Nashr (Abunaser). Ia lahir di suatu kota kecil bernama Wasij, wilayah Farab (sekarang dikenal
dengan kota Atrar), Turkisatan pada tahun 257 H(870 M).4 dan wafat di Damaskus pada 339 H
(950 M). Sebutan Al-Farabi diambil dari kota kelahiran beliau, Farab yang juga disebut kampung
Urtar, dahulu masuk daerah Iran, akan tetapi sekarang menjadi bagian dari Republik Uzbekistan.
Ayahnya seorang jenderal berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki. Karena itu
Al-Farabi terkadang dikatakan sebagai keturunan Persia dan terkadang sebagai keturunan Turki.5
Sejak kecil Al-Farabi suka belajar, dan ia mempunyai kecukupan luar biasa dalam bidang
bahasa. Bahasa yang dikuasainya antara lain, bahasa Iran, Turkistan dan Kardistan.6 Al-Farabi
melewatkan masa remajanya di Farab. Di Kota yang mayoritas mengikuti mazhab Syafiiah
inilah Al-Farabi menerima pendidikan dasarnya. Dia digambarkan sejak dini memiliki
kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk

menguasai

hampir

setiap

subjek

yang

dipelajari.7 Setelah menyelesaikan studi dasarnya, Al-Farabi pindah ke Bukhara, pada saat itu
Bukhara merupakan ibu kota dan pusat intelektual. Di sinilah Al-Farabi pertama kali
belajar tentang musik. Sebelum dia tenggelam dalam karir Filsafatnya, terlebih dahulu dia
menjadi seorang Qadhi. Setelah melepaskan jabatan Qadhinya, Al-Farabi kemudian berangkat ke
Merv untuk mendalami logika Aristotelian dan Filsafat. Guru utama Al-Farabi adalah Yuhanna
ibn Hailan. Pada masa kekhalifahan Al- Mutadid (892-902 M ), baik Yuhanna ibnu Hailan
maupun Al-Farabi pergi ke Baghdad. Segera saja Al-Farabi unggul dalam ilmu logika.
Pada masa kekhalifahan Al-Muktafi (902-908 M), atau pada tahun-tahun awal
kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932 M), Al-Farabi dan ibnu Hailan meninggalkan Baghdad,
(semula menurut Ibn Khallikan) menuju Harran. Dari Baghdad tampaknya Al-Farabi pergi ke
Konstantinopel. Di Konstantinopel ini,menurut suatu sumber, dia tinggal selama delapan tahun,
mempelajari seluruh silabus filsafat.8
Al-Farabi yang dikenal sebagai filosof Muslim terbesar, memiliki keahlian dalam banyak
bidang keilmuan dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta mengupasnya
dengan sempurna, sehingga filosof yang datang sesudahnya seperti Ibn Sina dan Ibn Rusyd

4

Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Cet. III; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hal. 32.
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 25.
6
Ahmad Hanafi,op. cit., hal. 81.
7
Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hal. 71.
8
Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, (Cet. II; Bandung: Mizan, 2003), hal. 55.
5
banyak mengambil dan mengupas sistem filsafatnya. Pandangan yang demikian mengenai
filsafat terbukti dengan usahanya mengakhiri kontradiksi antara pemikiran Plato dan Aristoteles.9
Dengan demikian maka beliau dianggap sebagai yang paling terpelajar dan tajam dari
para komentator karya Aristoteles. Ibnu Sina pernah mempelajari buku metafisika karangan
Aristoteles empat kali, tetap belum juga mengerti maksudnya. Setelah ia membaca karangan AlFarabi yang berjudul Aghradl kitabi ma Bada at-Thabiah (Intisari Buku Metafisika), baru ia
mengerti apa yang selama ini dirasakan sukar.10
Di antara karangan-karangannya ialah:
1. Agradlu ma Bada at-Thabiah
2. Al-Jamu baina Rayai

al-Hakimain (mempertemukan

pendapat

kedua filosof;

masudnya Plato dan Aristoteles).
3. Tahsil as-Saadah (mencari kebahagiaan).
4. Uyun ul-Masail (Pokok-pokok persoalan).
5. Ara-u Ahl-il Madinah al-Fadlilah (Pikiran-pikiran penduduk Kota NegeriUtama)
6. Ihsau al-Ulum (Statistik Ilmu).11

B. Pemikiran al-Farabi
1. Emanasi (al-Faidh)
Emanasi berasal berasal dari bahasa Inggris yaitu emanation; berasal dari bahasa latin e,
atinya dari dan manare, artinya mengalir. Emanasi adalah doktrin mengenai terjadinya dunia.
Emanasi ialah teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari zat yang
wajibul wujud (Zat yang mesti adanya;Tuhan ). Teori Emanasi disebut juga teori urut-urutan
wujud.
Menurut Al-Farabi, Tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda.Bagaimana
hubungannya dengan alam yang berupa benda ini? Apakah alam keluar dari padanya dalam
proses waktu, ataukah alam itu qadim seperti qadimnya Tuhan juga? Persoalan emanasi telah
dibahas oleh aliran Neo-Platonisme yang menggunakan kata-kata simbolis (kiasan), sehingga
tidak bisa didapatkan hakikat yang sebenarnya. Akan tetapi Al-Farabi telah dapat
menguraikannya secara ilmiah, dimana ia mengatakan bahwa segala sesuatu keluar dari Tuhan,
karena Tuhan mengetahui Zat-Nya dan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang
sebaik-baiknya.12

9

Ada anggapan bahwa perbedaan antara guru dengan murid, Plato dan Aristoteles. Boleh jadi, disamping sistem
pemikiran, juga perbedaan hidup. Plato lebih suka hidup menyendiri, sedangkan Aristoteles lebihmenyenangi kehidupan duniawi,
kaya dan berkeluarga bahkan pernah menjadi menteri dari Alexander the Great. Lihat : Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, op.
cit., hal. 30.
10
Sudarsono, Filsafat Islam, (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 31
11 Ahmad Hanafi,op. cit., hal. 82.
12

Ahmad Hanafi,op. cit., hal. 92.
Dalam ajaran Plotinus, dari yang esa memancar akal, dari akal memancar jiwa dunia dan
dari jiwa dunia memancar materi dunia. Jadi, menurutnya Tuhan bukanlah pencipta alam,
melainkan sebagai penggerak pertama (prima causa).13
Seperti halnya dengan Plotinus, Al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan itu Esa sama sekali.
Karena itu yang keluar dari pada-Nya juga satu wujud saja. Sebab emanasi itu timbul karena
pengetahuan (ilmu) Tuhan terhadap Zat-Nya yang satu.
Sedangkan dalam doktrin Mutakallimin, Tuhan adalah Pencipta (Shani atau Agent )
yang menciptakan dari tiada menjadi ada (creatio exnihilo). Bagi al-Farabi, Tuhan menciptakan
sesuatu dari bahan yang sudah ada secara pancaran. Tuhan menciptakan alam sejak azali dengan
materi alam berasal dari energi yang qadim. Sedangkan susunan materi yang menjadi alam
adalah baru. Karena itu, menurutnya kun Tuhan yang termaktub dalam Al-Quran ditujukan
kepada syari (

), bukan kepada la syari (

).14

Jadi dalam dunia Islam, teori emanasi ini pertama kali diperkenalkan oleh Al-Farabi.
Tuhan diyakini Maha Esa, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Maha Sempurna
dan tidak berhajat kepada apapun. Karena itu yang keluar darinya juga satu, wujud satu. Jadi AlFarabi berpegang pada asas, yang berasal dari yang satu pasti satu juga.
Jelasnya, proses emanasi itu dapat digambarkan sebagai berikut : Tuhan sebagai Akal
berpikir tentang dirinya dan dari pemikiran-Nya itu timbul satu maujud lain. Tuhan merupakan
wujud pertama dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua yang juga mempunyai substansi. Ia
disebut Akal Pertama (First Intelligence) yang tidak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir
tentang wujud pertama, dan dari pemikiran itu timbul wujud ketiga disebut Akal Kedua (second
intelligence).Wujud Kedua atau Akal Pertama ini juga berpikir tentang dirinya dan dari situ
timbul Langit Pertama (first heaven)
Wujud 3 / Akal 2

13
14

Tuhan

= Wujud 6 / Akal 5
= Jupiter

Tuhan

= Wujud 7 / Akal 6
= Mars

Tuhan

= Wujud 8 / Akal 7
= Matahari

Tuhan

= Wujud 9 / Akal 8

Dirinya
Wujud 9 / Akal 8

= Saturnus

Dirinya
Wujud 8 / Akal 7

= Wujud 5 / Akal 4

Dirinya
Wujud 7 / Akal 6

Tuhan

Dirinya
Wujud 6 / Akal 5

= Bintang-Bintang

Dirinya
Wujud 5 / Akal 4

= Wujud 4 / Akal 3

Dirinya
Wujud 4 / Akal 3

Tuhan

= Venus

Tuhan

= Wujud 10 / Akal 9

Hasyimsyah Nasution, op. cit., hal. 37.
Konsep kun disebutkan dalam Al-Quran dalam beberapa ayat, seperti pada Q. S. Yasin/36 :82
Dirinya
Tuhan

= Wujud 11 / Akal 10

Dirinya

Wujud 10 / Akal 9

= Merkurius

= Bulan

Pada pemikiran Wujud 11 / Akal 10 berhentilah terjadinya akal-akal. Tetapi dari Akal 10
muncullah bumi serta ruh dan materi pertama yang menjadi dasar dari keempat unsur yakni api,
udara, air dan tanah. Dengan demikian, ada 10 akal dan 9 langit. Akal 10 mengatur dunia yang
ditempati manusia ini. Akal 10 ini disebut juga Aql Faal (Akal Aktif) yaitu Jibril.15Menurut AlFarabi akal berjumlah 10. Dasar penetapan itu ialah mengingat jumlah planet yang
berjumlah

9. Tiap akal membutuhkan satu planet, kecuali akal pertama yang tidak

membutuhkan planet.16
Tujuan Al-Farabi mengemukakan teori emanasi tersebut untuk menegaskan kemaha
esaan Tuhan. Karena tidak mungkin Yang Maha Esa berhubungan dengan yang tidak Esa atau
banyak. Andaikan alam diciptakan secara langsung mengakibatkan Tuhan berhubungan
dengan yang tidak sempurna, dan ini menodai keesaan-Nya. Jadi, dari Tuhan Yang Maha Esa
hanya muncul satu, yaitu Akal Pertama yang berfungsi sebagai perantara dengan yang banyak.17

2. Jiwa (an-Nafs)
Manusia adalah makhluk terakhir dan termulia yang lahir di atas bumi ini. Ia terdiri dari
dua unsur: jasad dan jiwa. Jasad berasal dari alam ciptaan dan jiwa berasal dari alam perintah
(alamul amar ). Berdasarkan perbedaan asal antara jiwa dan badan, maka jelaslah bahwa jiwa
merupakan unsur yang lebih penting dan lebih berperan dari pada jasad, sehingga Al-Farabi,
seperti halnya para filosof Yunani, lebih banyak perhatiannya dalam membahas hal-hal yang
berkaitan dengan jiwa yang dianggap sebagai hakikat manusia.18
Menurut Al-Farabi, kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan kesatuan accident, artinya
antara keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa
binasanya jiwa. Jiwa manusia disebut al-nafsal-nathiqah (

yang berasal dari alam

Ilahi, sedangkan jasad dari alam khalq, berbentuk, berupa dan berkadar. Jiwa diciptakan tatkala
jasad siap menerimanya.
Jiwa manusia mempunyai daya-daya sebagai berikut :
a. Daya gerak (Montion), yakni :
1) Makan (Nutrition)
2) Memelihara (Preservation)
3) Berkembang (Reproduction)
b. Daya mengetahui (Cognition), yakni :
1) Merasa (Sensation)
15

Hasyimsyah Nasution,loc. cit
Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam, (Cet. I; Jakarta:Universitas Indonesia, 2006), h. 46
17 Hasyimsyah Nasution, loc. cit.
18 Ahmad Daudy,op. cit., hal. 40.
16
2) Imajinasi (Imagination)
c. Daya berpikir (Intellection)
1) Akal praktis (Practical Intellect)
2) Alam teoritis (Theoretical Intellect)19
Pada umumnya pemikiran Al-Farabi tentang jiwa sangat diwarnai oleh pemikian para
filosof Yunani, terutama Aristoteles dan Plato. Defenisi jiwa dari Aristoteles diterima oleh AlFarabi. Ia mengatakan, jiwa adalah kesempurnaan pertama bagi jisim alami yang organis yang
memiliki kehidupan dalam bentuk potensial.

Namun, kendatipun ia menerima konsep

Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa adalah forma bagi jasad, tapi ia menafsirkan forma
dalam arti jauhar (substansi) yang berdiri sendiri dan yang berasal dari akal kesepuluh (aql
fa-al). Dengan demikian, hubungan jiwa dengan jasad tidak esensial tapi aksidental, sehingga
jiwa tidak akan fana dengan sebab kematian jasad. Dalam hal ini, Al-Farabi lebih menyukai
konsep Plato yang menganut paham keabadian jiwa di samping kesesuaiannya dengan ajaran
Islam.20
Mengenai keabadian jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa khalidah dan jiwa fana.
Jiwa khalidah adalah fadilah, yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat baik, serta dapat
melepaskan diri dari ikatan jasmani. Jiwa ini tidak hancur dengan hancurnya badan. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah jiwayang telah berada pada tingkat akal mustafad.
Sedangkan jiwa fana adalah jiwa jahilah, tidak mencapai kesempurnaan karena belum dapat
melepaskan diri dari ikatan materi, ia akan hancur dengan hancurnya badan.21

3. Filsafat Kenabian
Pengingkaran terhadap wahyu dari agama Islam sudah timbul sejak masa Nabi
Muhammad saw. Orang-orang kafir Quraisy tidak mau mengakui bahwa Nabi Muhammad saw.
mendapat wahyu dan dapat berhubungan dengan alam ketuhanan, sebab ia adalah manusia biasa
yang makan dan minum serta pergi ke pasar.Sebagaimana dinyatakan dalam Q. S. Al-Furqan/25
: 7 sebagai berikut :

縁э刻わ o醐誌刻 わ器 o縁わ刻わ鰹ワ居

器器器居
居わ刻居刻わ
o駕刻э器
醐鰹刻 器 件駈縁鰹  o居縁鰹誌わ
 o件器 種э刻器 o縁わ鰹居鰹 緒器
Artinya:
Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasarpasar? mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan
peringatan bersama- sama dengan dia?
Setelah al-Quran sebagai mukjizatnya yang terbesar membungkam mulut mereka,
sedang mereka adalah ahli bahasa dan kesusasteraan, maka mereka menuduhnya sebagai
19

Hasyimsyah Nasution, op. cit., hal. 39.
Ahmad Daudy, op. cit., hal. 40.
21 Hasyimsyah Nasution,op. cit., hal. 40.
20
tukang sihir. Maka jawaban terhadap tuduhan-tuduhan mereka itu sebagaimana tercantum dalam
Q. S. Al-Kahfi/18 : 110 sebagai berikut:

種鰹
わ器駕
¥わ刻
駈
¥わ刻駕 ワ種 o刻駕縁o 駈わ鰹緒件
器ワ醐 刻鰹  削居 誌鰹刻 駈わ鰹э誌鰹刻
常居
居わ¥わ鰹
o縁o駈器
居醐器鰹э 件居 わ鰹緒誌種 醐居器 駈刻件居刻緒鰹
 o器駕 随常居 刻わ器件
Artinya:
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Pada masa pertama Islam kaum muslimin mempercayai sepenuhnya apa yang datang dari
Tuhan, tanpa membahasnya atau mencari-cari alasannya. Namun keadaan ini tidak lama
kemudian dikeruhkan oleh berbagai keraguan, setelah golongan-golongan luar Islam dapat
memasukkan pikirannya di kalangan kaum muslimin, seperti golongan Mazdak dan Manu dari
Iran, golongan Sumniah dari agama Brahma, orang-orang Yahudi, Nasrani dan sebagainya.
Sejak saat itu, setiap dasar-dasar agama Islam dibahas dan dikritik. Dalam menghadapi mereka,
orang-orang Muktazilah telah memberikan kontribusi yang sukar dicari bandingannya. Dalam
hubungan ini, serangan Ibn ar-Rawandi (wafat akhir 111 H) dan Abu Bakar ar-Razi (wafat 250
H) terhadap kenabian perlu dicatat.22
Dalam suasana tersebut, Al-Farabi perlu mengambil bagian. Apalagi ia semasa dengan
Ibn ar-Rawandi dan Abu Bakar ar-Razi. Al-Farabi adalah orang pertama yang mengemukakan
dan mendetailiser stetemen kenabian itu, tentang kenabian ia tidak meninggalkan suatu
tambahan bagi para penggantinya dari kalangan filosof Islam belakangan. Teori kenabian ini
merupakan bagian tertinggi didalam pandangan filosofis Al-Farabi.23
Menurut al-Farabi, nabi dapat mengetahui hakikat-hakikat karena ia dapat berkomunikasi
dengan akal kesepuluh yang merupakan akal terakhir dalam rangkaian proses emanasi.
Dalam faham al-Farabi, akal kesepuluh ini dapat disamakan dengan malaikat. Kesanggupan
berkomunikasi dengan akal kesepuluh inilah yang memungkinkan para nabi dan rasul dapat
menerima wahyu.Filsafat kenabian Al-Farabi terkait erat dengan ajarannya tentang hierarki
daya-daya jiwa manusia. Menurutnya, kemampuan penginderaan jiwa manusia terbagi ke dalam

22 AIbn ar-Rawandi dalam bukunya Az-Zamarrudah mengingkari kenabian pada umumnya dan kenabian Nabi
Muhammad saw. ia mengatakan bahwa para Rasul itu tidak diperlukan, karena Tuhan telah memberikan akal kepada manusia,
agar dapat membedakan antara baik dan buruk, dan petunjuk akal sudah cukup untuk itu.Demikian pula dengan ar-Razi. Baca :
Ahmad Hanafi, Pengantar ..., op. cit., hal. 103.
23 Ibrahim Madkour, fi al-Falsafah al-Islamiyyah Manhaj wa Tathbiquh, terj. Yudian Wahyudi Asmin danAhmad
Hakim Mudzakkir, Filsafat Islam : Metode dan Penerapan (Cet. II; Jakarta:Rajawali, 1991), hal. 87.
lima tahap, yaitu pertumbuhan, penginderaan, bernafsu, mengkhayal dan berpikir. Kelima
daya jiwa ini membentuk hierarki di mana setiap tahap hadir untuk tahap di atasnya.
Menurut

al-Farabi,

manusia

memperoleh

pengetahuan

dari

daya mengindera,

mengkhayal dan berpikir. Ketiga daya ini merujuk pada kedirian manusia, yaitu jism, nafs dan
aql.24Daya mengindera merujuk pada indera eksternal sedang daya mengkhayal dan berpikir
disebut indera internal.
Menurut Al-Farabi, manusia dapat berhubungan dengan Aql faal melalui dua cara,
yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imaginasi atau intuisi (Ilham). Cara pertama hanya
dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi pilihan yang dapat menembus alam materi untuk dapat
mencapai cahaya ketuhanan. Sedangkan cara kedua hanya dapat dilakukan oleh Nabi.
Ciri khas seorang Nabi bagi Al-Farabi adalah mempunyai daya imaginasi yang kuat di
mana obyek indrawi dari luar tidak dapat mempengaruhinya. Ketika ia berhubungan dengan Aql
faal ia dapat menerima visi dan kebenaran-kebenaran dalam bentuk wahyu. Wahyu adalah
limpahan dari Tuhan melalui Aql faal (Akal 10) yang dalam penjelasan Al-Farabi adalah
Jibril. Dapatnya Nabi berhubungan langsung dengan akal 10 (Jibril) tanpa latihan karena Allah
menganugrahinya akal yang mempunyai kekuatan suci (qudsiyah) dengan daya tangkap yang
luar biasa yang diberi nama hads.25
Jadi jika pada seseorang terdapat banyak imajinasi yang istimewa, maka nubuatnubuatnya bisa menjadi sempurna di siang hari seperti nubuat-nubuat malam hari, di saat
berjaga ia mampu berhubungan dengan Akal-Faal seperti ketika ia berhubungan dengan AkalFaal tersebut di saat ia sedang tidur, bahkan mungkin sekali hal itu terjadi dalam bentuk yang
lebih jelas dan sempurna. Maka seorang nabi menurut Al-Farabi adalah manusia yang diberi
imajinasi yang besar yang dimungkinkan untuk mengetahui ilham-ilham langit di dalam
berbagai kondisiwaktu.26

24 Selain kata mengkhayal atau daya khayal, penulis juga menggunakan sinonimnya, yaitu imajinasi. Karena kedua
istilah ini (mengkhayal dan imajinasi) digunakan oleh para penulis tentang teori kenabian al-Farabi.Lihat : Ahmad Hanafi,
Pengantar, op. cit., hal. 104 -105 dan Ahmad Zainul Hamdi, op. cit., hal. 76  79.
25 Hasyimsyah Nasution, op. cit., hal. 44.
26 Ibrahim Madkour, op. cit., hal. 129.
BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian makalah tentang Al-Farabi, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Nama lengkap Al- Farabi adalah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn
Auzalagh, lahir di wasij, distrik Farab. (sekarang di kenal dengan kota atrar) Turkistan
ayahnya berkebangsaan persia dan ibunya berkebangsaan Turki
2. Al-Farabi yang dikenal sebagai filosof Islam terbesar, memiliki keahlian dalam banyak
bidang keilmuwan dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta
mengupasnya dengan sempurna.
3. Diantara karya-karya al- farabi adalah Syuruh Risalah Zainun Al- Kabir Al- Yunani, AlTaliqot, Risalah Fima Yajibu Marifat Qobla Taalumi Al Falsafah.
4. Masalah ketuhanan Al- Farabi menggunakan pemikiran Aristoteles dan Neo- Platonisme
yakni Al- Maujud Al- Awwal dengan mengemukakan dalil Wajib Al- Wujud dan Mumkin
Al-Wujud.
5. Emanasi ialah teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (Alam Makhluk) dari
Zat yang wajibul wujud (Zat yang mesti adanya; Tuhan).
6. Menurut Al-Farabi, kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan kesatuan secara accident ,
artinya antara keduanya mempunyai substansi, dan binasanya jasad tidak membawa
binasanya jiwa.
7. Dalam paham Al-Farabi, akal kesepuluh ini dapat disamakan dengan malaikat,
kesanggupan berkomunikasi dengan akal sepuluh inilah yang memungkinkanpara nabi
dan rasul dapat menerima wahyu.
DAFTAR PUSTAKA

Amien, Miska Muhammad, Epistemologi Islam, Cet. I; Jakarta:Universitas Indonesia, 2006.
Bagus, Loren, Kamus Filsafat, Cet.III; Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Hamdi, Ahmad Zainul, Tujuh Filsuf Muslim, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Madkour, Ibrahim, fi al-Falsafah al-Islamiyyah Manhaj wa Tathbiquh, terj. YudianWahyudi
Asmin dan Ahmad Hakim Mudzakkir, Filsafat Islam : Metode danPenerapan
Cet. II; Jakarta:Rajawali, 1991.
Nasution, Harun , Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Cet.VIII; Jakarta:BulanBintang, 1990
________ , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Cet.X; Jakarta:UI Press, 1986.
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Cet. III; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.
Sudarsono, Filsafat Islam, Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, Cet. II; Bandung:Mizan, 2003.

.

More Related Content

Filsafat islam

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika membahas mengenai filsafat islam, maka harus diakui bahwa filsafat masuk kedunia islam melalui filsafat Yunani. Pemikiran filsafat tersebut dijumpai oleh filosof-filosof islam di suriah, mesopotamia (Irak), Mesir dan Persia. Kota Iskandariyah di Mesir sampai abad VII adalah pusat studi filsafat, teologi dan sains yang sangat penting. Filsosof yang terkenal di kota ini antara lain Philo (30 SM-50 M). Dan ketika pada abad VII Masehi, umat Islam mengadakan perluasan wilayah ke daerah-daerah tersebut, maka berarti dimulainya kontak antara filsafat Islam dan filsafat Yunani. Pada masa al-Khulafa al-Rasyidun dan Daulah Umayyah, filsafat Yunani tersebut belum dikembangkan. Karena pada masa itu, perhatian umat Islam terfokus pada penaklukan wilayah dan lebih menonjolkan kebudayaan Arab. Barulah pada zaman Daulah Abbasiyah yang berpusat di Bagdad, mulai diperhatikan secara serius filsafat Yunani ini, terutama pada masa al-Mamun (813-833 M.), putera Harun Al-Rasyid, yang dikenal dengan zaman penterjemahan. Di antara bekas pengaruh kebudayaan Yunani di daerah tersebut, adalah bahasa administrasi yang digunakan adalah bahasa Yunani. Bahkan di Mesir dan Suria, bahasa ini tetap dipergunakan sesudah masuknya Islam ke daerah tersebut.Baru pada abad VII oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705) diganti dengan bahasa Arab.1 Di antara yang tertarik pada filsafat Yunani dari kalangan filosof Muslim adalah alFarabi. Menurut Massignon (ahli ketimuran berkebangsaan Perancis), sebagaimana yang dikutip Ahmad Hanafi, bahwa Al-Farabi adalah seorang filosof Muslim yang pertama. Dia juga mengakui bahwa sebelumnya al-Kindi telah membuka pintu filsafat Yunani bagi dunia Islam, akan tetapi ia tidak menciptakan sistem filsafat tertentu. Demikian pula persoalan-persoalan yang dibicarakannya masih banyak yang belum memperoleh pemecahan yang memuaskan. Sebaliknya Al-Farabi telah dapat menciptakan suatu sistem filsafat yang lengkap dan telah memainkan peranan yang penting dalam dunia Islam seperti yang dimiliki oleh Plotinus di dunia Barat. Al-Farabi juga menjadi guru bagi Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Rusyd (Avirosm), dan filosof Islam lainnya yang datang sesudahnya. Olehnya itu, ia mendapat gelar al-Muallim al-Tsani (guru kedua) sebagai kelanjutan dari Aristoteles yang mendapat gelar al-Muallim alAwwal (guru pertama).2 Pembicaraan tentang Al-Farabi sudah cukup banyak, meskipun belum mencakup seluruh aspek pemikirannya. Ia adalah pembangun filsafat dalam arti yang sebenarnya dan ia telah meninggalkan suatu bangunan filsafat yang teratur rapi bagian-bagiannya, dan oleh karenanya maka ibnu Khillikan menamakannya filosof Islam yang paling besar. 1 Harun Nasution,Falsafat dan Mistisisme dalam Islam,(Cet.VIII; Jakarta:Bulan Bintang, 1990), hal. 8 2 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal. 82
  • 2. Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo-Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah. Misalnya dalam soal mantik dan filsafat fisika ia mengikuti Aristoteles, dalam soal etika dan politik ia mengikuti Plotinus. Selain itu Al-Farabi adalah seorang filosof sinkretisme (pemaduan) yng percaya akan kesatuan (ketunggalan) filsafat. Meskipun Al-Farabi telah banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus, namun ia tetap memegangi kepribadian, sehingga pikiran-pikirannya tersebut merupakan filsafat Islam yang berdiri sendiri, yang bukan filsafat Stoa, atau Peripatetik atau Neo Platonisme. Memang bisa dikatakan adanya pengaruh aliran-aliran tersebut, namun bahannya yang pokok adalah dari Islam sendiri.3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dalam makalahini membahas tentang Al-Farabi dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana biografi (riwayat hidup) Al-Farabi ? 2. Bagaimana pemikirannya tentang emanasi ( al-faidh ), filsafat al-nafs (jiwa) dan filsafat kenabian? 3 Ibid. Hal. 122
  • 3. BAB II PEMBAHASAN A. Biografi (Riwayat Hidup al-Farabi) Nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalaqh. Di kalangan orang-orang Latin Abad tengah, Al-Farabi lebih dikenal dengan Abu Nashr (Abunaser). Ia lahir di suatu kota kecil bernama Wasij, wilayah Farab (sekarang dikenal dengan kota Atrar), Turkisatan pada tahun 257 H(870 M).4 dan wafat di Damaskus pada 339 H (950 M). Sebutan Al-Farabi diambil dari kota kelahiran beliau, Farab yang juga disebut kampung Urtar, dahulu masuk daerah Iran, akan tetapi sekarang menjadi bagian dari Republik Uzbekistan. Ayahnya seorang jenderal berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki. Karena itu Al-Farabi terkadang dikatakan sebagai keturunan Persia dan terkadang sebagai keturunan Turki.5 Sejak kecil Al-Farabi suka belajar, dan ia mempunyai kecukupan luar biasa dalam bidang bahasa. Bahasa yang dikuasainya antara lain, bahasa Iran, Turkistan dan Kardistan.6 Al-Farabi melewatkan masa remajanya di Farab. Di Kota yang mayoritas mengikuti mazhab Syafiiah inilah Al-Farabi menerima pendidikan dasarnya. Dia digambarkan sejak dini memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subjek yang dipelajari.7 Setelah menyelesaikan studi dasarnya, Al-Farabi pindah ke Bukhara, pada saat itu Bukhara merupakan ibu kota dan pusat intelektual. Di sinilah Al-Farabi pertama kali belajar tentang musik. Sebelum dia tenggelam dalam karir Filsafatnya, terlebih dahulu dia menjadi seorang Qadhi. Setelah melepaskan jabatan Qadhinya, Al-Farabi kemudian berangkat ke Merv untuk mendalami logika Aristotelian dan Filsafat. Guru utama Al-Farabi adalah Yuhanna ibn Hailan. Pada masa kekhalifahan Al- Mutadid (892-902 M ), baik Yuhanna ibnu Hailan maupun Al-Farabi pergi ke Baghdad. Segera saja Al-Farabi unggul dalam ilmu logika. Pada masa kekhalifahan Al-Muktafi (902-908 M), atau pada tahun-tahun awal kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932 M), Al-Farabi dan ibnu Hailan meninggalkan Baghdad, (semula menurut Ibn Khallikan) menuju Harran. Dari Baghdad tampaknya Al-Farabi pergi ke Konstantinopel. Di Konstantinopel ini,menurut suatu sumber, dia tinggal selama delapan tahun, mempelajari seluruh silabus filsafat.8 Al-Farabi yang dikenal sebagai filosof Muslim terbesar, memiliki keahlian dalam banyak bidang keilmuan dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta mengupasnya dengan sempurna, sehingga filosof yang datang sesudahnya seperti Ibn Sina dan Ibn Rusyd 4 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Cet. III; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hal. 32. Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 25. 6 Ahmad Hanafi,op. cit., hal. 81. 7 Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hal. 71. 8 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, (Cet. II; Bandung: Mizan, 2003), hal. 55. 5
  • 4. banyak mengambil dan mengupas sistem filsafatnya. Pandangan yang demikian mengenai filsafat terbukti dengan usahanya mengakhiri kontradiksi antara pemikiran Plato dan Aristoteles.9 Dengan demikian maka beliau dianggap sebagai yang paling terpelajar dan tajam dari para komentator karya Aristoteles. Ibnu Sina pernah mempelajari buku metafisika karangan Aristoteles empat kali, tetap belum juga mengerti maksudnya. Setelah ia membaca karangan AlFarabi yang berjudul Aghradl kitabi ma Bada at-Thabiah (Intisari Buku Metafisika), baru ia mengerti apa yang selama ini dirasakan sukar.10 Di antara karangan-karangannya ialah: 1. Agradlu ma Bada at-Thabiah 2. Al-Jamu baina Rayai al-Hakimain (mempertemukan pendapat kedua filosof; masudnya Plato dan Aristoteles). 3. Tahsil as-Saadah (mencari kebahagiaan). 4. Uyun ul-Masail (Pokok-pokok persoalan). 5. Ara-u Ahl-il Madinah al-Fadlilah (Pikiran-pikiran penduduk Kota NegeriUtama) 6. Ihsau al-Ulum (Statistik Ilmu).11 B. Pemikiran al-Farabi 1. Emanasi (al-Faidh) Emanasi berasal berasal dari bahasa Inggris yaitu emanation; berasal dari bahasa latin e, atinya dari dan manare, artinya mengalir. Emanasi adalah doktrin mengenai terjadinya dunia. Emanasi ialah teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari zat yang wajibul wujud (Zat yang mesti adanya;Tuhan ). Teori Emanasi disebut juga teori urut-urutan wujud. Menurut Al-Farabi, Tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda.Bagaimana hubungannya dengan alam yang berupa benda ini? Apakah alam keluar dari padanya dalam proses waktu, ataukah alam itu qadim seperti qadimnya Tuhan juga? Persoalan emanasi telah dibahas oleh aliran Neo-Platonisme yang menggunakan kata-kata simbolis (kiasan), sehingga tidak bisa didapatkan hakikat yang sebenarnya. Akan tetapi Al-Farabi telah dapat menguraikannya secara ilmiah, dimana ia mengatakan bahwa segala sesuatu keluar dari Tuhan, karena Tuhan mengetahui Zat-Nya dan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya.12 9 Ada anggapan bahwa perbedaan antara guru dengan murid, Plato dan Aristoteles. Boleh jadi, disamping sistem pemikiran, juga perbedaan hidup. Plato lebih suka hidup menyendiri, sedangkan Aristoteles lebihmenyenangi kehidupan duniawi, kaya dan berkeluarga bahkan pernah menjadi menteri dari Alexander the Great. Lihat : Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, op. cit., hal. 30. 10 Sudarsono, Filsafat Islam, (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 31 11 Ahmad Hanafi,op. cit., hal. 82. 12 Ahmad Hanafi,op. cit., hal. 92.
  • 5. Dalam ajaran Plotinus, dari yang esa memancar akal, dari akal memancar jiwa dunia dan dari jiwa dunia memancar materi dunia. Jadi, menurutnya Tuhan bukanlah pencipta alam, melainkan sebagai penggerak pertama (prima causa).13 Seperti halnya dengan Plotinus, Al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan itu Esa sama sekali. Karena itu yang keluar dari pada-Nya juga satu wujud saja. Sebab emanasi itu timbul karena pengetahuan (ilmu) Tuhan terhadap Zat-Nya yang satu. Sedangkan dalam doktrin Mutakallimin, Tuhan adalah Pencipta (Shani atau Agent ) yang menciptakan dari tiada menjadi ada (creatio exnihilo). Bagi al-Farabi, Tuhan menciptakan sesuatu dari bahan yang sudah ada secara pancaran. Tuhan menciptakan alam sejak azali dengan materi alam berasal dari energi yang qadim. Sedangkan susunan materi yang menjadi alam adalah baru. Karena itu, menurutnya kun Tuhan yang termaktub dalam Al-Quran ditujukan kepada syari ( ), bukan kepada la syari ( ).14 Jadi dalam dunia Islam, teori emanasi ini pertama kali diperkenalkan oleh Al-Farabi. Tuhan diyakini Maha Esa, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Maha Sempurna dan tidak berhajat kepada apapun. Karena itu yang keluar darinya juga satu, wujud satu. Jadi AlFarabi berpegang pada asas, yang berasal dari yang satu pasti satu juga. Jelasnya, proses emanasi itu dapat digambarkan sebagai berikut : Tuhan sebagai Akal berpikir tentang dirinya dan dari pemikiran-Nya itu timbul satu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua yang juga mempunyai substansi. Ia disebut Akal Pertama (First Intelligence) yang tidak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama, dan dari pemikiran itu timbul wujud ketiga disebut Akal Kedua (second intelligence).Wujud Kedua atau Akal Pertama ini juga berpikir tentang dirinya dan dari situ timbul Langit Pertama (first heaven) Wujud 3 / Akal 2 13 14 Tuhan = Wujud 6 / Akal 5 = Jupiter Tuhan = Wujud 7 / Akal 6 = Mars Tuhan = Wujud 8 / Akal 7 = Matahari Tuhan = Wujud 9 / Akal 8 Dirinya Wujud 9 / Akal 8 = Saturnus Dirinya Wujud 8 / Akal 7 = Wujud 5 / Akal 4 Dirinya Wujud 7 / Akal 6 Tuhan Dirinya Wujud 6 / Akal 5 = Bintang-Bintang Dirinya Wujud 5 / Akal 4 = Wujud 4 / Akal 3 Dirinya Wujud 4 / Akal 3 Tuhan = Venus Tuhan = Wujud 10 / Akal 9 Hasyimsyah Nasution, op. cit., hal. 37. Konsep kun disebutkan dalam Al-Quran dalam beberapa ayat, seperti pada Q. S. Yasin/36 :82
  • 6. Dirinya Tuhan = Wujud 11 / Akal 10 Dirinya Wujud 10 / Akal 9 = Merkurius = Bulan Pada pemikiran Wujud 11 / Akal 10 berhentilah terjadinya akal-akal. Tetapi dari Akal 10 muncullah bumi serta ruh dan materi pertama yang menjadi dasar dari keempat unsur yakni api, udara, air dan tanah. Dengan demikian, ada 10 akal dan 9 langit. Akal 10 mengatur dunia yang ditempati manusia ini. Akal 10 ini disebut juga Aql Faal (Akal Aktif) yaitu Jibril.15Menurut AlFarabi akal berjumlah 10. Dasar penetapan itu ialah mengingat jumlah planet yang berjumlah 9. Tiap akal membutuhkan satu planet, kecuali akal pertama yang tidak membutuhkan planet.16 Tujuan Al-Farabi mengemukakan teori emanasi tersebut untuk menegaskan kemaha esaan Tuhan. Karena tidak mungkin Yang Maha Esa berhubungan dengan yang tidak Esa atau banyak. Andaikan alam diciptakan secara langsung mengakibatkan Tuhan berhubungan dengan yang tidak sempurna, dan ini menodai keesaan-Nya. Jadi, dari Tuhan Yang Maha Esa hanya muncul satu, yaitu Akal Pertama yang berfungsi sebagai perantara dengan yang banyak.17 2. Jiwa (an-Nafs) Manusia adalah makhluk terakhir dan termulia yang lahir di atas bumi ini. Ia terdiri dari dua unsur: jasad dan jiwa. Jasad berasal dari alam ciptaan dan jiwa berasal dari alam perintah (alamul amar ). Berdasarkan perbedaan asal antara jiwa dan badan, maka jelaslah bahwa jiwa merupakan unsur yang lebih penting dan lebih berperan dari pada jasad, sehingga Al-Farabi, seperti halnya para filosof Yunani, lebih banyak perhatiannya dalam membahas hal-hal yang berkaitan dengan jiwa yang dianggap sebagai hakikat manusia.18 Menurut Al-Farabi, kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan kesatuan accident, artinya antara keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. Jiwa manusia disebut al-nafsal-nathiqah ( yang berasal dari alam Ilahi, sedangkan jasad dari alam khalq, berbentuk, berupa dan berkadar. Jiwa diciptakan tatkala jasad siap menerimanya. Jiwa manusia mempunyai daya-daya sebagai berikut : a. Daya gerak (Montion), yakni : 1) Makan (Nutrition) 2) Memelihara (Preservation) 3) Berkembang (Reproduction) b. Daya mengetahui (Cognition), yakni : 1) Merasa (Sensation) 15 Hasyimsyah Nasution,loc. cit Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam, (Cet. I; Jakarta:Universitas Indonesia, 2006), h. 46 17 Hasyimsyah Nasution, loc. cit. 18 Ahmad Daudy,op. cit., hal. 40. 16
  • 7. 2) Imajinasi (Imagination) c. Daya berpikir (Intellection) 1) Akal praktis (Practical Intellect) 2) Alam teoritis (Theoretical Intellect)19 Pada umumnya pemikiran Al-Farabi tentang jiwa sangat diwarnai oleh pemikian para filosof Yunani, terutama Aristoteles dan Plato. Defenisi jiwa dari Aristoteles diterima oleh AlFarabi. Ia mengatakan, jiwa adalah kesempurnaan pertama bagi jisim alami yang organis yang memiliki kehidupan dalam bentuk potensial. Namun, kendatipun ia menerima konsep Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa adalah forma bagi jasad, tapi ia menafsirkan forma dalam arti jauhar (substansi) yang berdiri sendiri dan yang berasal dari akal kesepuluh (aql fa-al). Dengan demikian, hubungan jiwa dengan jasad tidak esensial tapi aksidental, sehingga jiwa tidak akan fana dengan sebab kematian jasad. Dalam hal ini, Al-Farabi lebih menyukai konsep Plato yang menganut paham keabadian jiwa di samping kesesuaiannya dengan ajaran Islam.20 Mengenai keabadian jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa khalidah dan jiwa fana. Jiwa khalidah adalah fadilah, yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat baik, serta dapat melepaskan diri dari ikatan jasmani. Jiwa ini tidak hancur dengan hancurnya badan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah jiwayang telah berada pada tingkat akal mustafad. Sedangkan jiwa fana adalah jiwa jahilah, tidak mencapai kesempurnaan karena belum dapat melepaskan diri dari ikatan materi, ia akan hancur dengan hancurnya badan.21 3. Filsafat Kenabian Pengingkaran terhadap wahyu dari agama Islam sudah timbul sejak masa Nabi Muhammad saw. Orang-orang kafir Quraisy tidak mau mengakui bahwa Nabi Muhammad saw. mendapat wahyu dan dapat berhubungan dengan alam ketuhanan, sebab ia adalah manusia biasa yang makan dan minum serta pergi ke pasar.Sebagaimana dinyatakan dalam Q. S. Al-Furqan/25 : 7 sebagai berikut : 縁э刻わ o醐誌刻 わ器 o縁わ刻わ鰹ワ居 器器器居 居わ刻居刻わ o駕刻э器 醐鰹刻 器 件駈縁鰹 o居縁鰹誌わ o件器 種э刻器 o縁わ鰹居鰹 緒器 Artinya: Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasarpasar? mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia? Setelah al-Quran sebagai mukjizatnya yang terbesar membungkam mulut mereka, sedang mereka adalah ahli bahasa dan kesusasteraan, maka mereka menuduhnya sebagai 19 Hasyimsyah Nasution, op. cit., hal. 39. Ahmad Daudy, op. cit., hal. 40. 21 Hasyimsyah Nasution,op. cit., hal. 40. 20
  • 8. tukang sihir. Maka jawaban terhadap tuduhan-tuduhan mereka itu sebagaimana tercantum dalam Q. S. Al-Kahfi/18 : 110 sebagai berikut: 種鰹 わ器駕 ¥わ刻 駈 ¥わ刻駕 ワ種 o刻駕縁o 駈わ鰹緒件 器ワ醐 刻鰹 削居 誌鰹刻 駈わ鰹э誌鰹刻 常居 居わ¥わ鰹 o縁o駈器 居醐器鰹э 件居 わ鰹緒誌種 醐居器 駈刻件居刻緒鰹 o器駕 随常居 刻わ器件 Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". Pada masa pertama Islam kaum muslimin mempercayai sepenuhnya apa yang datang dari Tuhan, tanpa membahasnya atau mencari-cari alasannya. Namun keadaan ini tidak lama kemudian dikeruhkan oleh berbagai keraguan, setelah golongan-golongan luar Islam dapat memasukkan pikirannya di kalangan kaum muslimin, seperti golongan Mazdak dan Manu dari Iran, golongan Sumniah dari agama Brahma, orang-orang Yahudi, Nasrani dan sebagainya. Sejak saat itu, setiap dasar-dasar agama Islam dibahas dan dikritik. Dalam menghadapi mereka, orang-orang Muktazilah telah memberikan kontribusi yang sukar dicari bandingannya. Dalam hubungan ini, serangan Ibn ar-Rawandi (wafat akhir 111 H) dan Abu Bakar ar-Razi (wafat 250 H) terhadap kenabian perlu dicatat.22 Dalam suasana tersebut, Al-Farabi perlu mengambil bagian. Apalagi ia semasa dengan Ibn ar-Rawandi dan Abu Bakar ar-Razi. Al-Farabi adalah orang pertama yang mengemukakan dan mendetailiser stetemen kenabian itu, tentang kenabian ia tidak meninggalkan suatu tambahan bagi para penggantinya dari kalangan filosof Islam belakangan. Teori kenabian ini merupakan bagian tertinggi didalam pandangan filosofis Al-Farabi.23 Menurut al-Farabi, nabi dapat mengetahui hakikat-hakikat karena ia dapat berkomunikasi dengan akal kesepuluh yang merupakan akal terakhir dalam rangkaian proses emanasi. Dalam faham al-Farabi, akal kesepuluh ini dapat disamakan dengan malaikat. Kesanggupan berkomunikasi dengan akal kesepuluh inilah yang memungkinkan para nabi dan rasul dapat menerima wahyu.Filsafat kenabian Al-Farabi terkait erat dengan ajarannya tentang hierarki daya-daya jiwa manusia. Menurutnya, kemampuan penginderaan jiwa manusia terbagi ke dalam 22 AIbn ar-Rawandi dalam bukunya Az-Zamarrudah mengingkari kenabian pada umumnya dan kenabian Nabi Muhammad saw. ia mengatakan bahwa para Rasul itu tidak diperlukan, karena Tuhan telah memberikan akal kepada manusia, agar dapat membedakan antara baik dan buruk, dan petunjuk akal sudah cukup untuk itu.Demikian pula dengan ar-Razi. Baca : Ahmad Hanafi, Pengantar ..., op. cit., hal. 103. 23 Ibrahim Madkour, fi al-Falsafah al-Islamiyyah Manhaj wa Tathbiquh, terj. Yudian Wahyudi Asmin danAhmad Hakim Mudzakkir, Filsafat Islam : Metode dan Penerapan (Cet. II; Jakarta:Rajawali, 1991), hal. 87.
  • 9. lima tahap, yaitu pertumbuhan, penginderaan, bernafsu, mengkhayal dan berpikir. Kelima daya jiwa ini membentuk hierarki di mana setiap tahap hadir untuk tahap di atasnya. Menurut al-Farabi, manusia memperoleh pengetahuan dari daya mengindera, mengkhayal dan berpikir. Ketiga daya ini merujuk pada kedirian manusia, yaitu jism, nafs dan aql.24Daya mengindera merujuk pada indera eksternal sedang daya mengkhayal dan berpikir disebut indera internal. Menurut Al-Farabi, manusia dapat berhubungan dengan Aql faal melalui dua cara, yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imaginasi atau intuisi (Ilham). Cara pertama hanya dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi pilihan yang dapat menembus alam materi untuk dapat mencapai cahaya ketuhanan. Sedangkan cara kedua hanya dapat dilakukan oleh Nabi. Ciri khas seorang Nabi bagi Al-Farabi adalah mempunyai daya imaginasi yang kuat di mana obyek indrawi dari luar tidak dapat mempengaruhinya. Ketika ia berhubungan dengan Aql faal ia dapat menerima visi dan kebenaran-kebenaran dalam bentuk wahyu. Wahyu adalah limpahan dari Tuhan melalui Aql faal (Akal 10) yang dalam penjelasan Al-Farabi adalah Jibril. Dapatnya Nabi berhubungan langsung dengan akal 10 (Jibril) tanpa latihan karena Allah menganugrahinya akal yang mempunyai kekuatan suci (qudsiyah) dengan daya tangkap yang luar biasa yang diberi nama hads.25 Jadi jika pada seseorang terdapat banyak imajinasi yang istimewa, maka nubuatnubuatnya bisa menjadi sempurna di siang hari seperti nubuat-nubuat malam hari, di saat berjaga ia mampu berhubungan dengan Akal-Faal seperti ketika ia berhubungan dengan AkalFaal tersebut di saat ia sedang tidur, bahkan mungkin sekali hal itu terjadi dalam bentuk yang lebih jelas dan sempurna. Maka seorang nabi menurut Al-Farabi adalah manusia yang diberi imajinasi yang besar yang dimungkinkan untuk mengetahui ilham-ilham langit di dalam berbagai kondisiwaktu.26 24 Selain kata mengkhayal atau daya khayal, penulis juga menggunakan sinonimnya, yaitu imajinasi. Karena kedua istilah ini (mengkhayal dan imajinasi) digunakan oleh para penulis tentang teori kenabian al-Farabi.Lihat : Ahmad Hanafi, Pengantar, op. cit., hal. 104 -105 dan Ahmad Zainul Hamdi, op. cit., hal. 76 79. 25 Hasyimsyah Nasution, op. cit., hal. 44. 26 Ibrahim Madkour, op. cit., hal. 129.
  • 10. BAB III KESIMPULAN Dari uraian makalah tentang Al-Farabi, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Nama lengkap Al- Farabi adalah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalagh, lahir di wasij, distrik Farab. (sekarang di kenal dengan kota atrar) Turkistan ayahnya berkebangsaan persia dan ibunya berkebangsaan Turki 2. Al-Farabi yang dikenal sebagai filosof Islam terbesar, memiliki keahlian dalam banyak bidang keilmuwan dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta mengupasnya dengan sempurna. 3. Diantara karya-karya al- farabi adalah Syuruh Risalah Zainun Al- Kabir Al- Yunani, AlTaliqot, Risalah Fima Yajibu Marifat Qobla Taalumi Al Falsafah. 4. Masalah ketuhanan Al- Farabi menggunakan pemikiran Aristoteles dan Neo- Platonisme yakni Al- Maujud Al- Awwal dengan mengemukakan dalil Wajib Al- Wujud dan Mumkin Al-Wujud. 5. Emanasi ialah teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (Alam Makhluk) dari Zat yang wajibul wujud (Zat yang mesti adanya; Tuhan). 6. Menurut Al-Farabi, kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan kesatuan secara accident , artinya antara keduanya mempunyai substansi, dan binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. 7. Dalam paham Al-Farabi, akal kesepuluh ini dapat disamakan dengan malaikat, kesanggupan berkomunikasi dengan akal sepuluh inilah yang memungkinkanpara nabi dan rasul dapat menerima wahyu.
  • 11. DAFTAR PUSTAKA Amien, Miska Muhammad, Epistemologi Islam, Cet. I; Jakarta:Universitas Indonesia, 2006. Bagus, Loren, Kamus Filsafat, Cet.III; Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2002. Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Hamdi, Ahmad Zainul, Tujuh Filsuf Muslim, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004. Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1991. Madkour, Ibrahim, fi al-Falsafah al-Islamiyyah Manhaj wa Tathbiquh, terj. YudianWahyudi Asmin dan Ahmad Hakim Mudzakkir, Filsafat Islam : Metode danPenerapan Cet. II; Jakarta:Rajawali, 1991. Nasution, Harun , Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Cet.VIII; Jakarta:BulanBintang, 1990 ________ , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Cet.X; Jakarta:UI Press, 1986. Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Cet. III; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002. Sudarsono, Filsafat Islam, Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, Cet. II; Bandung:Mizan, 2003. .