際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Fiqh : Adab Islam Terhadap Barang Temuan (Luqathah)
1. Pengertian Luqathah
Luqathah ialah setiap barang yang dijaga, yang hampir sia-sia dan tidak diketahui siapa pemiliknya.
Kebanyakan kata luqathah dipakai untuk barang temuan selain hewan. Adapun untuk hewan sering
disebut dhallah.
2. Barang Temuan adalah barang berharga
Orang yang menemukan barang wajib mengenal ciri-cirinya dan jumlahnya kemudian mempersaksikan
kepada orang yang adil, lalu ia menjaganya dan mengumumkan kepada khalayak selama setahun. Jika
pemiliknya mengumumkan di berbagai media beserta ciri-cirinya, maka pihak penemu (harus)
mengembalikannya kepada pemiliknya, meski sudah lewat setahun. Dan jika tidak diketahui pemiliknya
selama setahun itu, maka ia (penemu) boleh mensedekahkannya kepada orang lain atau
memanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya.
Dari Suwaid bin Ghaflah, ia bercerita : Saya pernah berjumpa Ubay bin Kaab, ia berkata, Saya pernah
menemukan sebuah kantong berisi (uang) seratus Dinar, kemudian saya datang kepada Nabi saw
(menyampaikan penemuan ini), kemudian Beliau bersabda, Umumkan selama setahun. Lalu saya
umumkan ia, ternyata saya tidak mendapati orang yang mengenal kantong ini. Kemudian saya datang
(lagi) kepada Beliau, lalu Beliau bersabda, Umumkanlah ia selama setahun. Kemudian saya umumkan
ia selama setahun, namun saya tidak menjumpai (pemiliknya). Kemudian saya datang (lagi) kepada
Beliau untuk ketiga kalinya, lantas Beliau bersabda, Jaga dan simpanlah isinya, jumlahnya, dan talinya.
Jika suatu saat pemiliknya datang (menanyakannya), (maka serahkanlah). Jika tidak, boleh kau
manfaatkan. Kemudian saya manfaatkan. Lalu saya (Suwaid) berjumpa (lagi) dengan Ubay di Mekkah,
maka ia berkata, Saya tidak tahu, (beliau suruh menjaganya selama) tiga tahun atau satu tahun.
(Muttafaqun alaih: Fathul Bari V: 78 no: 2426, Muslim III: 135 no: 1723, Tirmidzi II: 414 no: 1386, Ibnu
Majah II: 837 no: 2506 dan Aunul Mabud V: 118 no: 1685).
Dari Iyadh bin Hammar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa mendapatkan barang temuan,
maka hendaklah persaksikan kepada seorang atau dua orang yang adil, kemudian janganlah ia
mengubahnya dan jangan (pula) menyembunyikan(nya). Jika pemiliknya datang (kepadanya), maka
dialah yang lebih berhak memilikinya. Jika tidak, maka barang temuan itu adalah harta Allah yang Dia
berikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Shahih Ibnu Majah no: 2032, Ibnu Majah II: 837 no:
2505, dan Aunul Mabud V: 131 no: 1693).
3. Dhallah Berupa Kambing dan Unta
Barangsiapa mendapatkan dhallah (barang temuan) berupa kambing, maka hendaklah diamankan dan
diumumkan, manakala diketahui pemiliknya maka hendaklah diserahkan kambing termaksud
kepadanya. Jika tidak, maka ambillah ia sebagai miliknya. Dan, siapa saja yang menemukan dhallah
berupa unta, maka tidak halal baginya untuk mengambilnya, karena tidak dikhawatirkannya (tersesat).
Dari Zaid bin Khalid al-Juhanni ra, ia bercerita: Ada orang Arab badwi datang menemui Nabi saw, lalu
bertanya kepadanya tentang barang temuannya. Maka beliau menjawab, Umumkanlah ia selama
setahun, lalu perhatikanlah bejana yang ada padanya dan tali pengikatnya. Kemudian jika datang
(kepadamu) seorang yang mengabarkan kepadamu tentang barang tersebut, (maka serahkanlah ia
kepadanya). Dan, jika tidak, maka hendaklah kamu memanfaatkan ia. Ia bertanya, Ya Rasulullah, lalu
(bagaimana) barang temuan berupa kambing? Maka jawab Beliau, Untukmu, atau untuk saudaramu,
atau untuk serigala. Ia bertanya (lagi), Bagaimana tentang barang temua berupa unta? Maka raut
wajah Nabi saw berubah, lalu Rasulullah bersabda, Mengapa kamu menanyakan unta? Ada bersamanya
terompahnya dan memiliki perut, ia mendatangi air dan memakan rerumputan. (Muttafaqun alaih:
Fathul Bari V: 80 no: 2427, Muslim III: 1347 no: 2 dan 1722, Tirmidzi II: 415 no: 1387, Ibnu Majah II: 836
no: 2504, dan Aunul Mabud V: 123 no: 1688).
4. Hukum (Barang Temuan) Berupa Barang Yang Sepele
Bagi yang menemukannya di sunnahkan untuk mengambilnya dan mengumumkannya kepada halayak
dalam waktu (diperkirakan) info tersebut sampai kepada pemiliknya (misalnya tiga hari). Jika datang
pemiliknya, maka ia (penemu) menyerahkannya. Dan jika tidak diketahui pemiliknya selama masa
tersebut, maka ia (penemu) boleh memanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya. Bahkan jika
barang temuan ringan tersebut berupa makanan, maka ia bisa memanfaatkannya tanpa harus
mengumumkannya.
Hal ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw yang artinya : Dari Jabir r.a, ia berkata : Rasulullah saw
memberikan rukhsoh (dispensasi) kepada kami, jika ditemukan tongkat, tali dan sejenisna, maka
penemunya bisa memanfaatkanya.
Status barang temuan adalah wadiah (titipan) pemiliknya di tangan penemunya. Maka ia tidak
bertanggung jawab, jika barang tersebut rusak atau hilang bukan karena kelalaian atau teledoran.
4. Hukum (Barang Temuan) Berupa Makanan
Barangsiapa yang mendapatkan makanan di tengah jalan, maka boleh dimakan.
Dari Anas ra ia berkata: Nabi saw pernah melewati sebiji tamar di (tengah) jalan, lalu beliau bersabda,
Kalaulah sekiranya aku tidak khawatirkan sebiji tamar itu termasuk tamar shadaqah, niscaya aku
memakannya. (Muttafaqun alaih: Fathul Bari V: 86 no: 2431, Muslim II: 752 no: 1071 dan Aunal
Mabud V: 70 no: 1636.
5. (Barang Temuan) di Kawasan Tanah Haram
Adapun luqathah (barang temuan) di daerah tanah haram, maka tidak boleh dipungutnya kecuali
dengan maksud hendak diumumkan kepada khalayak hingga diketahui siapa pemiliknya. Dan, tidak
boleh memilikinya meskipun sudah melewati setahun lamanya mengumumkannya, tidak seperti
luqathah di daerah lainnya; berdasarkan hadits:
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Mekkah,
yaitu tidak halal bagi seorang pun sebelumku dan tidak halal (pula) bagi seorang pun sepeninggalku; dan
sesungguhnya dihalalkan untukku hanya sesaat di siang hari. Tidak boleh dicabut rumputnya, tidak
boleh dipotong pohonnya, tidak boleh membuat lari binatang buruannya, dan tidak boleh (pula)
mengamankan barang temuannya kecuali untuk seorang yang akan mengumumkan. (Shahih: Shahihul
Jamius Shaghir no: 1751, Irwa-ul Ghalil no: 1057 dan Fathul Bari IV: 46 no: 1833).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul
Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 709 - 712.

More Related Content

Fiqh adab islam terhadap barang temuan (luqathah)

  • 1. Fiqh : Adab Islam Terhadap Barang Temuan (Luqathah) 1. Pengertian Luqathah Luqathah ialah setiap barang yang dijaga, yang hampir sia-sia dan tidak diketahui siapa pemiliknya. Kebanyakan kata luqathah dipakai untuk barang temuan selain hewan. Adapun untuk hewan sering disebut dhallah. 2. Barang Temuan adalah barang berharga Orang yang menemukan barang wajib mengenal ciri-cirinya dan jumlahnya kemudian mempersaksikan kepada orang yang adil, lalu ia menjaganya dan mengumumkan kepada khalayak selama setahun. Jika pemiliknya mengumumkan di berbagai media beserta ciri-cirinya, maka pihak penemu (harus) mengembalikannya kepada pemiliknya, meski sudah lewat setahun. Dan jika tidak diketahui pemiliknya selama setahun itu, maka ia (penemu) boleh mensedekahkannya kepada orang lain atau memanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya. Dari Suwaid bin Ghaflah, ia bercerita : Saya pernah berjumpa Ubay bin Kaab, ia berkata, Saya pernah menemukan sebuah kantong berisi (uang) seratus Dinar, kemudian saya datang kepada Nabi saw (menyampaikan penemuan ini), kemudian Beliau bersabda, Umumkan selama setahun. Lalu saya umumkan ia, ternyata saya tidak mendapati orang yang mengenal kantong ini. Kemudian saya datang (lagi) kepada Beliau, lalu Beliau bersabda, Umumkanlah ia selama setahun. Kemudian saya umumkan ia selama setahun, namun saya tidak menjumpai (pemiliknya). Kemudian saya datang (lagi) kepada Beliau untuk ketiga kalinya, lantas Beliau bersabda, Jaga dan simpanlah isinya, jumlahnya, dan talinya. Jika suatu saat pemiliknya datang (menanyakannya), (maka serahkanlah). Jika tidak, boleh kau manfaatkan. Kemudian saya manfaatkan. Lalu saya (Suwaid) berjumpa (lagi) dengan Ubay di Mekkah, maka ia berkata, Saya tidak tahu, (beliau suruh menjaganya selama) tiga tahun atau satu tahun. (Muttafaqun alaih: Fathul Bari V: 78 no: 2426, Muslim III: 135 no: 1723, Tirmidzi II: 414 no: 1386, Ibnu Majah II: 837 no: 2506 dan Aunul Mabud V: 118 no: 1685). Dari Iyadh bin Hammar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa mendapatkan barang temuan, maka hendaklah persaksikan kepada seorang atau dua orang yang adil, kemudian janganlah ia mengubahnya dan jangan (pula) menyembunyikan(nya). Jika pemiliknya datang (kepadanya), maka dialah yang lebih berhak memilikinya. Jika tidak, maka barang temuan itu adalah harta Allah yang Dia berikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Shahih Ibnu Majah no: 2032, Ibnu Majah II: 837 no: 2505, dan Aunul Mabud V: 131 no: 1693). 3. Dhallah Berupa Kambing dan Unta Barangsiapa mendapatkan dhallah (barang temuan) berupa kambing, maka hendaklah diamankan dan diumumkan, manakala diketahui pemiliknya maka hendaklah diserahkan kambing termaksud
  • 2. kepadanya. Jika tidak, maka ambillah ia sebagai miliknya. Dan, siapa saja yang menemukan dhallah berupa unta, maka tidak halal baginya untuk mengambilnya, karena tidak dikhawatirkannya (tersesat). Dari Zaid bin Khalid al-Juhanni ra, ia bercerita: Ada orang Arab badwi datang menemui Nabi saw, lalu bertanya kepadanya tentang barang temuannya. Maka beliau menjawab, Umumkanlah ia selama setahun, lalu perhatikanlah bejana yang ada padanya dan tali pengikatnya. Kemudian jika datang (kepadamu) seorang yang mengabarkan kepadamu tentang barang tersebut, (maka serahkanlah ia kepadanya). Dan, jika tidak, maka hendaklah kamu memanfaatkan ia. Ia bertanya, Ya Rasulullah, lalu (bagaimana) barang temuan berupa kambing? Maka jawab Beliau, Untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk serigala. Ia bertanya (lagi), Bagaimana tentang barang temua berupa unta? Maka raut wajah Nabi saw berubah, lalu Rasulullah bersabda, Mengapa kamu menanyakan unta? Ada bersamanya terompahnya dan memiliki perut, ia mendatangi air dan memakan rerumputan. (Muttafaqun alaih: Fathul Bari V: 80 no: 2427, Muslim III: 1347 no: 2 dan 1722, Tirmidzi II: 415 no: 1387, Ibnu Majah II: 836 no: 2504, dan Aunul Mabud V: 123 no: 1688). 4. Hukum (Barang Temuan) Berupa Barang Yang Sepele Bagi yang menemukannya di sunnahkan untuk mengambilnya dan mengumumkannya kepada halayak dalam waktu (diperkirakan) info tersebut sampai kepada pemiliknya (misalnya tiga hari). Jika datang pemiliknya, maka ia (penemu) menyerahkannya. Dan jika tidak diketahui pemiliknya selama masa tersebut, maka ia (penemu) boleh memanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya. Bahkan jika barang temuan ringan tersebut berupa makanan, maka ia bisa memanfaatkannya tanpa harus mengumumkannya. Hal ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw yang artinya : Dari Jabir r.a, ia berkata : Rasulullah saw memberikan rukhsoh (dispensasi) kepada kami, jika ditemukan tongkat, tali dan sejenisna, maka penemunya bisa memanfaatkanya. Status barang temuan adalah wadiah (titipan) pemiliknya di tangan penemunya. Maka ia tidak bertanggung jawab, jika barang tersebut rusak atau hilang bukan karena kelalaian atau teledoran. 4. Hukum (Barang Temuan) Berupa Makanan Barangsiapa yang mendapatkan makanan di tengah jalan, maka boleh dimakan. Dari Anas ra ia berkata: Nabi saw pernah melewati sebiji tamar di (tengah) jalan, lalu beliau bersabda, Kalaulah sekiranya aku tidak khawatirkan sebiji tamar itu termasuk tamar shadaqah, niscaya aku memakannya. (Muttafaqun alaih: Fathul Bari V: 86 no: 2431, Muslim II: 752 no: 1071 dan Aunal Mabud V: 70 no: 1636. 5. (Barang Temuan) di Kawasan Tanah Haram
  • 3. Adapun luqathah (barang temuan) di daerah tanah haram, maka tidak boleh dipungutnya kecuali dengan maksud hendak diumumkan kepada khalayak hingga diketahui siapa pemiliknya. Dan, tidak boleh memilikinya meskipun sudah melewati setahun lamanya mengumumkannya, tidak seperti luqathah di daerah lainnya; berdasarkan hadits: Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Mekkah, yaitu tidak halal bagi seorang pun sebelumku dan tidak halal (pula) bagi seorang pun sepeninggalku; dan sesungguhnya dihalalkan untukku hanya sesaat di siang hari. Tidak boleh dicabut rumputnya, tidak boleh dipotong pohonnya, tidak boleh membuat lari binatang buruannya, dan tidak boleh (pula) mengamankan barang temuannya kecuali untuk seorang yang akan mengumumkan. (Shahih: Shahihul Jamius Shaghir no: 1751, Irwa-ul Ghalil no: 1057 dan Fathul Bari IV: 46 no: 1833). Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 709 - 712.