際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Pengaturan Keadaan Kahar
1. Keadaan Kahar (force majeure) adalah keadaan yang
   mengakibatkan salah satu atau para pihak tidak dapat
   melaksanakan kewajiban dan atau haknya tanpa
   harus memberikan alasan yang sah untuk menuntut
   pihak     yang     tidak    dapat     melaksanakan
   kewajibannya, karena keadaan kahar itu terjadi
   diluar kekuasaan atau kemampuan dari pihak yang
   tidak dapat melaksanakan kewajiban tersebut.
2. Perumusan pasal 1244 jo 1245 BW secara umum
   dapat digunakan sebagai pedoman dalam
   mengartikan force majeur yang meliputi:sebab-sebab
   yang tak terduga (1244 BW), keadaan memaksa dan
   perbuatan yang dilarang (1245 BW)
Syarat-syarat force majeure
1.Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure haruslah
  tidak terdugaoleh para pihak (pasal 1244 BW).
2.Hal tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak
  yang harus melaksanakan prestasi (debitur) (pasal 1244 BW)
3.Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut
  diluar kesalahan pihak debitur (vide pasal 1545 KUH Perdata).
4.Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut
  bukan kejadian yang disengaja oleh debitur. Perumusan ini
  kurang tepat. Sejogyanya tindakan tersebut diluar kesalahan
  para pihak (pasal 1545 KUH Perdata), bukan tidak disengaja.
  Sebab, kesalahan para pihak baik yang dilakukan dengan
  sengaja ataupun yang tidak disengaja, yakni dalam bentuk
  kelalaian (negligence).
Lanjutan
5.Para pihak debitur tidak dalam keadaan iktikad buruk
  (pasal 1244 BW).
6.Jika terjadi force majeure, maka kontrak tersebut
  menjadi gugur, kemudian para pihak akan kembali
  seperti keadaan semula (pasal 1545 BW).
7.Jika terjadi force majeure, maka para pihak tidak
  boleh menuntut ganti rugi. (pasal 1244 juncto pasal
  1245, juncto pasal 1553 ayat (2) BW)
8.Resiko force majeure, beralih dari pihak kreditur
  kepada pihak debitur sejak saat seharusnya barang
  tersebut diserahkan (pasal 1545 BW). Pasal 1460 BW
  mengatur hal ini secara tidak tepat (diluar sistem).
Cidera Janji
1.Hakikat cidera janji adalah suatu situasi yang
   terjadi karena salah satu pihak tidak melakukan
   kewajibannya atau membiarkan suatu keadaan
   berlangsung sedemikian rupa (non-performance)
   sehingga pihak lain dirugikan secara tidak adil
   karena tidak dapat menikmati haknya sesuai
   kontrak yang telah disepakati.
2. Penetapan suatu cidera janji selalu terkait dengan
   konsekuensi ganti rugi yang harus dibayar oleh
   pihak yang cidera janji
Perihal Penilaian Ganti Rugi
  Hakim berpedoman pada beberapa hal sebagai
  berikut:
a. Kelayakan pemberian kompensasi
b. Perhitungan hilangnya keuntungan yang
   diharapkan (consequential damages)
c. Memperhatikan bagian kontrak yang telah
   dilaksanakan
d. Menilai kesengajaan untuk tidak melaksanakan
   kontrak
e. Kesediaan untuk memperbaiki prestasi
f. Keterlambatan untuk melaksanakan prestasi
Contoh Ketentuan Keadaan kahar
                  dan Cidera Janji
1.Jika sebagai akibat dari suatu keadaan kahar, halangan
   dan keterlambatan yang dialami oleh suatu pihak untuk
   melaksanakan ketentuan-ketentuan dari perjanjian ini
   berlangsung     selama     6    (enam)   bulan     atau
   lebih, Perjanjian ini dapat diakhiri dengan suatu
   perjanjian diantara para pihak.
2. Dalam hal cidera janji di pihak pemberi sewa yang
   mengakibatkan diakhirinya perjanjian ini, Penerima
   sewa berhak untuk mengklaim ganti rugi dari pemberi
   sewa untuk kerugian-kerugian yang diderita oleh
   penerima sewa sebagai akibat dari cidera janji di pihak
   pemberi sewa.

More Related Content

force majeur dan cidera janji

  • 1. Pengaturan Keadaan Kahar 1. Keadaan Kahar (force majeure) adalah keadaan yang mengakibatkan salah satu atau para pihak tidak dapat melaksanakan kewajiban dan atau haknya tanpa harus memberikan alasan yang sah untuk menuntut pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya, karena keadaan kahar itu terjadi diluar kekuasaan atau kemampuan dari pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajiban tersebut. 2. Perumusan pasal 1244 jo 1245 BW secara umum dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengartikan force majeur yang meliputi:sebab-sebab yang tak terduga (1244 BW), keadaan memaksa dan perbuatan yang dilarang (1245 BW)
  • 2. Syarat-syarat force majeure 1.Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure haruslah tidak terdugaoleh para pihak (pasal 1244 BW). 2.Hal tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang harus melaksanakan prestasi (debitur) (pasal 1244 BW) 3.Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut diluar kesalahan pihak debitur (vide pasal 1545 KUH Perdata). 4.Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut bukan kejadian yang disengaja oleh debitur. Perumusan ini kurang tepat. Sejogyanya tindakan tersebut diluar kesalahan para pihak (pasal 1545 KUH Perdata), bukan tidak disengaja. Sebab, kesalahan para pihak baik yang dilakukan dengan sengaja ataupun yang tidak disengaja, yakni dalam bentuk kelalaian (negligence).
  • 3. Lanjutan 5.Para pihak debitur tidak dalam keadaan iktikad buruk (pasal 1244 BW). 6.Jika terjadi force majeure, maka kontrak tersebut menjadi gugur, kemudian para pihak akan kembali seperti keadaan semula (pasal 1545 BW). 7.Jika terjadi force majeure, maka para pihak tidak boleh menuntut ganti rugi. (pasal 1244 juncto pasal 1245, juncto pasal 1553 ayat (2) BW) 8.Resiko force majeure, beralih dari pihak kreditur kepada pihak debitur sejak saat seharusnya barang tersebut diserahkan (pasal 1545 BW). Pasal 1460 BW mengatur hal ini secara tidak tepat (diluar sistem).
  • 4. Cidera Janji 1.Hakikat cidera janji adalah suatu situasi yang terjadi karena salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya atau membiarkan suatu keadaan berlangsung sedemikian rupa (non-performance) sehingga pihak lain dirugikan secara tidak adil karena tidak dapat menikmati haknya sesuai kontrak yang telah disepakati. 2. Penetapan suatu cidera janji selalu terkait dengan konsekuensi ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak yang cidera janji
  • 5. Perihal Penilaian Ganti Rugi Hakim berpedoman pada beberapa hal sebagai berikut: a. Kelayakan pemberian kompensasi b. Perhitungan hilangnya keuntungan yang diharapkan (consequential damages) c. Memperhatikan bagian kontrak yang telah dilaksanakan d. Menilai kesengajaan untuk tidak melaksanakan kontrak e. Kesediaan untuk memperbaiki prestasi f. Keterlambatan untuk melaksanakan prestasi
  • 6. Contoh Ketentuan Keadaan kahar dan Cidera Janji 1.Jika sebagai akibat dari suatu keadaan kahar, halangan dan keterlambatan yang dialami oleh suatu pihak untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dari perjanjian ini berlangsung selama 6 (enam) bulan atau lebih, Perjanjian ini dapat diakhiri dengan suatu perjanjian diantara para pihak. 2. Dalam hal cidera janji di pihak pemberi sewa yang mengakibatkan diakhirinya perjanjian ini, Penerima sewa berhak untuk mengklaim ganti rugi dari pemberi sewa untuk kerugian-kerugian yang diderita oleh penerima sewa sebagai akibat dari cidera janji di pihak pemberi sewa.

Editor's Notes