1. Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau
komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku
yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti
kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.
Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti
kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan
profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-
hari control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-
anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang
melakukan pelanggaran.
Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik
profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang
sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbanganpertimbangan lain. Lebih
lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru
kemudian dapat melaksanakannya.
Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas
dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci
norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah
tersirat dalam etika profesi.
Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan
tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah
dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang guru professional.
Guru memiliki kewajiban untuk membimbing anak didik seutuhnya dengan tujuan membentuk
manusia pembangunan yang pancasila. Inilah bunyi kode etik guru yang pertama dengan istilah
berbakti membimbing yang artinya mengabdi tanpa pamrih dan tidak pandang bulu dengan
membantu (tanpa paksaan, manusiawi). Istilah seutuhnya lahir batin, secara fisik dan psikis. Jadi
guru harus berupaya dalam membentuk manusia pembangunan pancasila harus seutuhnya tanpa
pamrih.
Begitu pula pada guru konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan
kliennya. Apabila kode etik itu telah diterapkan maka konselor ketika berhadapan dalam bidang
apapun demi lancarnya pendidikan diharapkan memiliki kepercayaan dengan clientnya dan tidak
membuat clientnya merasa terseinggung. Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut
profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan.
Sebagai pendidik yang professional, Guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara
professional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan professional. Dalam
2. diskusi pengembangan model pendidikan profesional tetenaga kependidikan, yang
diselenggarakan PPS IKIP Bandung tahun 1990, dirumuskan 10 ciri profesi, yaitu:
1. Memiliki fungsi dan signifikan social;
2. Memiliki keahlian/keterampilan tertentu;
3. Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah;
4. Didasarkan atas disiplin ilmuyang jelas;
5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama;
6. Aplikasi dan sosialisasi nilai professional;
7. Memiliki kode etik;
8. Kebebasan memberikan pendapat;
9. Memiliki tanggung jawab professional dan otonomi;
10. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.
Syarat Guru Profesional memang merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap guru. Guru
profesional merupakan impian semua guru di tanah air, banyak hal utuk mewujudkan rasa
keprofesionalitas seorang guru seperti sayarat-syarat dibawah. Untuk menjadi seorang guru
profesional tidaklah sulit, karena profesionalnya seorang guru datang dari guru itu sendiri,
Seorang guru sebenarnya memiliki komitmen yang sama yaitu mencerdaskan anak bangsa.
Dewasa ini image seorang guru dimata masyarakat sangatlah susah seorang guru itu menyandang
GURU PROFESIONAL, mengapa demikian? karena masyarakat menilai bahwa guru pada
masa ini tidak seperti guru dimasa abad ke 12 yang memiliki pengabdian tinggi di dunia
pendidikan, Didukung juga dengan adanya berbagai survey kelayakan mengajar yang diadakan
oleh pemerintah. LSM, maupun organisasi lainnya bahwa kelakan mengajar seorang guru
dibawah standar.
Berikut ini ada beberapa Syarat Guru Profesional,
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya
sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan
belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
3. Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat professional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan
profesinya.
Mudah mudahan anda semua termasuk dalam syarat guru profesional,
Sudjana (dalam Mustafa, 2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi
guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut:
1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pundapat menjadi guru asalkan ia
berpengetahuan
2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang
yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; dan
3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan
profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk
kepuasan dan kepentingan pribadinya.
Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru, penguasaan guru
terhadap materi dan metode pengajaran yang masih berada di bawah standar, sebagai penyebab
rendahnya mutu guru yang bermuara pada rendahnya citra guru. Secara rinci dari aspek guru
rendahnya mutu guru menurut
Sudarminta (dalam Nlujiran, 2005) antara Iain tampak dari gejala-gejala berikut:
1. Lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan;
2. Ketidaksesuaian antara bidang Studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan
Iapangan yang diajarkan;
3. Kkurang efektifnya cara pengajaran;
4. Kurangnya wibawa guru di hadapan murid;
5. Lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh;
semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul- betul menjadi guru;
6. Kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam
cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai
pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi
sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; dan
7. Relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK
(Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk
Universitas.
4. Uraian di atas memberikan penekanan bahwa profesionalisme merupakan Salah satu garansi bagi
peningkatan citra guru. Hal ini sejalan dengan pesan penting yang muncul dalam Undang-
undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi
diharapkan dapat memacu tumbuhnya kesadaran terhadap mutu dan gilirannya akan
meningkatkan citra guru di tengah masyarakat. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 (1) bahwa
profesi guru dan dosen mempakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu.
Sanusi (1991) menunjuk ciri-ciri profesi, mencakup fungsi dan signifikansi sosial dari profesi
tersehut, keterampilan para anggota profesi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau Iatihan
yang akuntabel, adanya disiplin ilmu yang kokoh, kode etik, dan adanya imbalan finansial dan
material yang sepadan. Kemudian, secara teknis penguatan profesionalisme itu dikaitkan dengan
pentingnya perhatian terhadap kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa Salah satu upaya untuk meningkatkan citra guru adalah dengan menguasai
kompetensi guru dengan baik.
Citra Guru dalam Masyarakat Modern
Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika
hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai tinggi, naik
kelas, dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kompetensi guru belum lengkap jika
hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru
terhadap perubahan dan inovasi.
Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif merupakan salah
satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak ahli berpendapat bahwa
keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang) muncul sebagai negara industri baru
karena didukung oleh penduduk/SDM terdidik dalam jumlah yang memadai sebagai hasil
sentuhan manusiawi guru.
Salah satu bangsa modern yang menghargai profesi guru adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang
menyadari bahwa guru yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pem bangunan. She no on
wa yama yori mo ta/(ai umiyorimo fu/(ai yang berarti jasa guru lebih tinggi dari gunung yang
paling tinggi, lebih dalam dari laut paling dalam. Hal ini merupakan ungkapan penghargaan
bangsa Jepang terhadap profesi guru.
Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena guru secara spesifik,
1. Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan;
2. Memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial
untuk membangun pendidikan yang bermutu; dan
3. Memiliki perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil untuk membangun
humanware (SDIVI) yang unggul, bermaltabat dan memiliki daya saing.
5. Keunggulan mereka adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang
terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa
ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang Iebih baik dan akhirnya menjadi
guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang
tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.
Di negara kita, guru yang memiliki keahlian spesialisasi harus diakui masih Iangka. Walaupun
sudah sejak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Ini
disebabkan karena masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang baik,
tidaktepat menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai
dengan keahliannya (m/Vsmatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum nampak
secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (self consept), ide
dirinya (self idea), dan realita dirinya (selfr eality). Tipe guru sepeni ini mustahil dapat
menciptakan suasana kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).
Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan
berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap
pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Dalam hal ini profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai
kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan pesena didik. Namun, beberapa
dasawarsa terakhir konsep, persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser.
Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang
yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup
radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang
kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam
perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial.
Artinya, penguasaan ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi hegemoni guru, tetapi menyebar seluas
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti dunia penerbitan, buku, majalah,
koran, Serta media elektronik lainnya. Untukitu, posisi krusial guru perlu dijernihkan tatkala kita
hendak merumuskan kembali pendidikan yang Iebih memajukan masa depan generasi
berikutnya.
Dengan demikian, para guru dituntut tampil lebih profesional, lebih tinggi ilmu pengetahuannya
dan lebih cekatan dalam penguasaan teknologi komunikasi dan informasi. Artinya, guru mau
tidak mau dan dituntut harus terus meningkatkan kecakapan dan pengetahuannya selangkah ke
depan lebih dari pengetahuan masyarakat dan anak didiknya. Dalam kehidupan bermasyarakat
pun guru diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat kebanyakan, tetapi di
situlah muncul problem tatkala para guru tidak memiliki kemampuan materi untuk memiliki
segala akses dan jaringan informasi sepeti TV, buku-buku, majalah, dan koran. Guru-guru
memiliki gaji dan tunjangan yang jauh dari cukup untuk meningkatkan profesinya sekaligus
memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan
modern. Sehingga, rasanya sangat sulit di era modern ini guru dapat tampil lebih profesional,
memiliki tanggung jawab moral profesi sebagai konsekuensi etisnya
6. Mengelolah Sumber Belajar Oleh Guru
BAGAIMANA MENGELOLA SUMBER BELAJAR
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik (guru) dalam mengelola sumber belajar:
Pendidik (guru) bisa mengenal, memilih dan menggunakan sumber belajar. Dalam hal ini
perlu selektif, karena dalam menggunakan sesuatu media itu juga harus
mempertimbangkan komponen-komponen yang lain dalam proses belajar mengajar,
misalnya apa materinya dan metode apa yang harus dipakai.
Pendidik (guru) membuat alat-alat bantu pembelajaran yang sederhana. Maksudnya agar
mudah didapat dan tidak menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda.
Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar.
Misalnya untuk kegiatan penelitian, eksperimen dan lain-lain.
Menggunakan buku pegangan atau buku sumber. Buku sumber perlu lebih dari satu
kemudian ditambah buku-buku yang lain yang dapat menunjang dalam proses
pembelajaran.
Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru dituntut
dapat mengelola perpustakaan agar dapat memberikan kemudahan bagi si anak didik
(peserta didik)
BAGAIMANA MENGELOLA ISI PEMBELAJARAN :
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik (guru) dalam mengelola isi pembelajaran:
1. Pendidik (guru) harus menguasai isi materi pembelajaran yang di ajarkan terhadap anak
didik (peserta didik)
2. Pendidik (guru) harus mampu bisa menyampaikan materi pembelajaran yang di ajarkan
terhadap anak didik (peserta didik)
3. Pendidik (guru) harus bisa mengkoordinir peserta didik dalam menyelesaikan materi
yang disampaikan.
4. Pendidik (guru) harus memberikan suatu evaluasi terhadap anak didik. Tujuan meberikan
suatu evaluasi ini adalah agar sejauh mana materi yang disampaikan atau yang diajarkan
bisa diserap oleh peserta didik
5.Tantangan Guru Sebagai Tenaga
Profesional
6. Pembahasan sebelumnya memberikan gambaran bahwa secara konsep gur sebagai tenaga
profesional harus memenuhi berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas
7. dan kewenangannya secara profesional, sementara kondisi riil di lapangan masih amat
memperhatikan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan
ini masih ditambah adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era
global ini. Berikut ini diuraikan sejauh mana tantangan guru di masa depan sebagai
wawasan dalam rangka menambah khasanah untuk dipergunakan sebagai pertimbangan
dalam meningkatkan profesionalisme guru.
7.
8.
Sebagai seorang profesional, guru seharusnya memiliki kapasitas yang memadai untuk
melakukan tugas membimbing, membina, dan mengarahkan peserta didik dalam
menumbuhkan semangat keunggulan, motivasi belajar, dan memiliki kepribadian serta
budi pekerti luhur yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Namun emikian, kita
semua mengetahui bahwa begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru
dalam upaya untuk melaksanakan tugasnya secara profesional di masa datang, yaitu
dalam menghadapi masyarakat abad 21.
9.
10. A. Gambaran Masyarakat Abad 21
11.
Untuk memberikan gambaran tentang tantangan guru yang prfeesional di masa depan,
perlu melihat karakteristik masyarakat di era globalisasi dikaitkan dengan peran
pendidikan. Menurut Tilaar (1999), setidaknya terdapat tiga karakteristik masyarakat di
abad 21, yaitu: (1) masyarakat teknologi; (2) masyarakat terbuka; (3) masyarakat madani.
12.
13. a. Masyarakat Teknologi
14.
Masyarakat teknologi yang dimaksud adalah suatu masyarakat yang telah melek
teknologi dan menggunakan berbagai aplikasi teknologi, sehingga dapat mengubah cara
berfikir dan bertindak bahkan mengubah bentuk dan pola hidup manusia yang sama
sekali berlainan dengan kehidupan sebelumnya. Kemajuan teknologi kkomunikasi telah
mebuat jarak dan waktu semakin pendek dan cepat, sehingga seolah-olah dunia menjadi
satu tanpa ada sekat yang membatasi bangsa-bangsa, negara-negara, bahkan pribadi-
pribadi. Kemajuan teknologi dapat memajukan kehidupan manusia, tetapi dapat pula
menghancurkan kebudayaan umat manusia. Untukitu, dalam mengiringi kemajuan
teknologi tersebut diperlukan upaya penghayatan, di samping penguasaan teknologi itu
sendiri.
15.
Dalam maysarakat seperti itu, peran pendidikan sangat penting dan strategis, terutama
dalam memberikan bimbingan, dorongan, semangat, dan fasilitas kepada masyarakat dan
peserta didik untukmemperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan menggunakan
teknologi. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah peran pendidikan dalam memberikan
arahan dan bimbingan agar penguasaana teknologi tidak menjadi bumerang bagi
masyarakat, yang disebabkan kurangnya penghayatan terhadap etika.
16.
17. Pendidikan dapat menumbuhkan pemahaman etika yang benar, agar kehidupan manusia
tidak terancam oleh karena kemjuan teknologi itu sendiri. Manakala pendidikan
mengisyaratkan adanya keharusan peserta didik untuk menguasai teknologi, maka tentu
8. tidak kalah pentingnya peran guru itu sendiri untuk lebih dulu menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi agar dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan
teknologi terkini kepada peserta didiknya.
18.
19. b. Masyarakat Terbuka
20.
Lahirnya teknologi komunikasi yang demikian maju, membuat dunia menjadi satu seolah
tanpa sekat, sehingga komunikasi antar pribadi menjadi makin dekat dan hampir tanpa
hambatan, yang pada akhirnya melahirkan masyarakat terbuka. Dalam masyarakat
terbuka, antara bangsa satu dengan bangsa lain dapat saling mempengaruhi dalam
berbagai hal, termasuk mempengaruhi budaya bangsa lain. Hal itu mengancam kehiudpan
masyarakat lain oleh karena adanya kemungkinan penguasaan atau dominasi oleh mereka
yang lebih kuat, yang berprestasi dan yang memilikimodal terhadap masyarakat yang
lemah, tidak berdaya dan miskin.
21.
22. Untuk itu, dalam masyarakat terbuka diperlukan manusia yang mampu mengembangkan
kapasitasnya agar menjadi manusia dan bangsa yang kuat, ulet, kreatif, disiplin, dan
berprestasi, sehingga tidak menjadi korban dan tertindas oleh zaman yang penuh dengan
persaingan.
23.
Setiap manusia mempunyai kesempatan yang tidak terbatas untuk belajar dan
megnembangkan diri atau bahakan melalui kapasitasnya memberikan sumbangankepada
masyarakat lainnya, baik masyarakat lokal maupun masyarakat dunia. Tetapi sebaliknya,
bila kapasitas sumber daya manusia itu tidak dikembangkan, maka akan menjadi manusia
dan masyarakat yang lemah dan tidak berdaya, yang pada akhinya akan menjadi boneka
atau korban bagi mereka yang lebihkuat, lebih kreatif dan memiliki ilmu pengetahuan
dan teknologi. Peran pendidikan sangatlah penting untuk meningkatkan harkat dan
martabat suatu masyarakat dan bangsa, agar tidak menjadi bangsa pelayan yang dapat
diperintah bangsa lain.
24.
25. c. Masyarakat Madani
26.
Masyarakat madani merupakan wujud dari suatu masyarakat terbuka, di mana setiap
individu mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan menggunakan teknologi, berkarya, berprestasi dan memberikan sesuatu
sesuai dengankapasitasnya. Masayraakat madani tumbuh berkembang dalam suatu
masyarakat yang saling hormat-menghormati, bukan atas dasar asal-usul atau keturunan,
tetapi berdasarkan pada kemampuan individual, memiliki toleransi dan tanggungjawab
terhadap kehiudpan pribadi maupun masyrakatnya, serta menjunjung tinggi rasa
kebersamaan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
27.
28. Masyarakat madani adalah masyarakat yang saling menghargai satu dengan yang lain,
yang mengakui akan hak-hak asasi manusia, yang menghormati prestasi individual, dan
masyarakat yang turut bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dari
masyarakatnya, termasuk nilai-nilai etis yang diyakini kebenarannya.
9. 29.
Masyarakat madani tumbuh dan berkembang bukan dengan sendirinya dan bukan tanpa
upaya terencana, tetapi masyarakat yang dibangun melalui pendidikan. Kunci
terwujudnya masyarakat madani adalah pendidikan, karena melalui pendidikan dapat
dibangun sumberdaya yang berkualitas dengna kepribadian yang sesuai dengan budaya
serta kesadaran individu hidup berdampingna untuk mencapai tujuan bersama.
30.
31. B. Tantangan Guru Sebagai Tenaga Profesional
32.
Berdasarkan paparan di atas, setidaknya kita dapat memperoleh gambaran tentang apa
dan bagaimana karakteristik masyarakat pada abad 21 dan apa peran pendidikan pada
masa yang akan datang serta tantangan bagi seorang guru untuk menyikapinya.
Pendidikan pada dasarnya tidak terlepas dari peran penting guru sebagai tulang punggung
dan penopang utama dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
33.
34. Tantangan guru profesional untuk menghadapi masyarakat abad 21 tersebut dapat
dibedakan menjadi tantangna yang bersifat internal dan kesternal. Tantangan intenal
adalah tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia, diantaranya
penguatan nilai kesatuan dan pembinaan moral bangsa, pengembangan nilai-nilai
demokrasi, pelaksanaan otonomi daerah, dan fenomena rendahnya mutu pendiidkan.
Sementara tantangan eksternal adalah tantangan guru profesional dalam menghadapi
abad 21 dan sebagai bagian dari masyarakat dunia di era global.
35.
36. 1. Tantangan Internal
37.
a. Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa
38.
Krisis yang berkepanjangan memberi kesan keprihatinan yang dalam dan menimbulkan
berbagai dampak yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan bermasyarakat di
Indonesia. Hal itu terutama dapat dilihat mulai adanya gejala menurunnya tingkat
kepercayaan masyarakat, menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa hormat dengan
orang tua, sering terjadinya benturan fisik antara peserta didik, dan mulai adanya indikasi
tidak saling menghormati antara sesama teman, yang pada akhirnya dikhawatirkan dapat
mengancam kesatuan dan persatuan sebagai bangsa.
39.
Pendidikan berupaya menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik dan tantangan
nyata bagi guru adalah bagaimana seorang guru memilikikepribadian yang kuat dan
matang untuk dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika serta meyakinkan peserta
didik terhadap pentingnya rasa kesatuan sebagai bangsa. Rasa persatuan yang telah
berhasil ditanam berarti bahwa seseorang merasa bangga menjadi bangsa Indonesia yang
berarati pula bangsa terhadap kebudayaan Indoensia yang menjunjung tinggi etika dan
nilai luhur untuk siap menjadi masyarakat abad 21 yang kuat dan dapat mewujudkan
demokrasi dalam arti sebenarnya.
40.
41. b. Pengembangan nilai-nilai demokrasi
10. 42.
Demokrasi dalam bidang pendidikan adalah membangun nilai-nilai demokratis, yaitu
kesamaan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dan juga
kewajiban yang sama bagi masyarakat untuk membangun pendidikan yang bermutu.
Dalam pengertian ini, guru sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan
itu sendiri mempunyai tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri peserta
didik menjadi manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan tidak sekedar menjadi
manusia yang selalu mengekor seperti bebek yang hanya menerima petunjuk dari atasan
dalam mewujudkan pendidikan yang demokratis, perlu dilakukan berbagai penyesuaian
dalam sistem pendidikan nasional.
43.
44. Sejalan dengan itu, pemberlakuan otonomi daerah memberikan peluang melakukan
berbagai perubahan dalam penataan sistem pendidikan yang pada hakekatnya adalah
memberikan kesempatan lebih besar kepad adaerah dan sekolah untuk mengembangkan
proses pendidikan yang bermutu sesuai dengan potensi yang dimilikinya, termasuk
potensi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu
meningkatkan mutu pendidikan.
45.
Pendidikan berbasis masyarakat dan manajemen berbasis sekolah merupakan perwujudan
nyata dari demokrasi dan desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk lebih
memberdayakan sekolah dan masyarakat dalam proses pendidikan demi mencapai
prestasi sesuai kemampuannya. Guru memiliki peran strategis dalam rangka mewujudkan
prestasi bagi peserta didiknya. Untuk itu, tantangan bagi guru dalam wacana
desentralisasi pendidikan adalah bagaimana melakukan inovasi pembelajaran sehingga
dapat membimbing dan menuntun peserta didik mencapai prestasi yang diharapkan.
46.
47. c. Fenomena rendahnya mutu pendidikan
48.
Berbagai hasil studi dan pengamatan terhadap mutu pendidikan pada berbagai negara
menunjukkan bahwa secara makro mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan
bahkan secara nilai rata-rata di bawah peringkat negara Asean lainnya. Walaupun
demikian, secara individual ada beberapa diantara peserta didik mampu menunjukkan
prestasinya di lomba-lomba bertaraf internasional, seperti pada Olimpiade Fisika. Untuk
mewujudkan masyarakat yang cerdas, diperlukan proses pendidikan yang bermutu dan
kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah mutu guru. Proses pendidikan
dalma masyarakat abad 21 adalah suatu interaksi antara guru dengna peserta didik sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat yang demokratis
dan terbuka.
49.
50. Masyarakat yang demikian menuntut adanya pelayanan yang profesional dari para
pelakunya dan guru adalah seorang profesional dalam masyarakat seperti itu. Dengan
kata lain, guru dituntut untuk berperlaku dan memiliki karakteristik profesional oleh
karena tuntutan dan sifat pekerjaanya dan bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Dalam
masyarakat abad 21, hanya akan menerima seoran gyang profesional dalam bidang
pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat abad 21 aldaha bagaimana menjadi
seorang guru yang profesional untuk membangun masyarakat yang mandiri, memiliki
11. ilmu pengetahuan dan teknologi, berprestasi, saling menghormati atas dasar kemampuan
individual, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan mematuhi nilai-nilai hukum yang
berlaku dan disepakati bersama.
51.
52. 2. Tantangan Eksternal
Kecenderungan kehidupan dalam era globalisasi adalah mempunyai dimensi domestik dan
global, yaitu kehidupan dalam dunia yang terbuka dan seolah tanpa batas, tetapi tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Dengan situasi kehidupan demikian, akan melahirkan
tantangan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup bagi masyarakatnya, termasuk para
guru yang profesional.
53.
Kehidupan global yang terbuka, seakan-akan dunia seperti sebuah kampuang dengan ciri
perdagangan bebas, kompetisi dan kerjasama yang saling menguntungkan, memerlukan
manusia yang bermutu dan dapat bersaing dengan sehat. Dalam melakukan persaingan,
diperlukan mutu individu yang kreatif dan inovatif. Kemampuan individu untuk bersaing
seperti itu, hanya dapat dibentuk oleh suatu sistem pendidikan yang kondusif dan
memiliki guru yang profesional dalam bidangnya.
54.
55. Untuk itu, tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah
bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu
pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan
kompetitif. Dengan demikian par asisiwa mempunyai bekal yang memadai, tidak hanya
dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter
dan kepribadian yang kuat sebagai bangsa Indonesia.