Teks tersebut membahas tentang hakikat kebudayaan pendidikan multikultural dan langkah mengembangkan pembelajaran multikultural di Indonesia. Secara ringkas, teks tersebut menjelaskan bahwa pendidikan multikultural bertujuan membentuk masyarakat yang berbudaya dengan menghargai keragaman budaya, serta menganjurkan beberapa langkah seperti menganalisis faktor potensial budaya daerah dan menetapkan strategi pembelajaran seperti cooperative learning untuk
1 of 4
Download to read offline
More Related Content
Hakikat kebudayan pendidikan multicultural
1. A. Hakikat kebudayan pendidikan multicultural
1. Pengertian kebudayaan
Dalam istilah Bahasa Inggris, budaya adalah culture, yang berasal dari
kata lain colere yang berarti mengolah, mengerjakan terutama mengolah tanah
atau bertani (Koentjaraningrat, 2000).
Manusia dapat dilihat dari keddukannya sebagai homo huanus,homo socius
dan homoeducandum.
Koentjaraningrat mengartikan budaya dalam arti sempit dan luas. Dalam
arti sempit budaya itu adalah kesenian (koentjaraningrat,2000). Secara luas,
Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan dan karya
manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil
budi dan karyanya,
Kebudayaan pada hakikatnya adalah program bertahan hidup dan
beradaptasi dengan lingkungan dan kebudayaan bisa berwujud gagasan,sistem
sosial/prilaku dan hasil karya
2. Unsur unsur kebudayaan
Koentjaraningrat lebih sistematis dalam merinci unsur unsur kebudayaan.
Unsur Unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2000 : 2) adalah sebagai
berikut :
1. Sistem religi dan upacara keagamaan
2. Sistem dan organisasi kemasyarakataan
3. Sistem Pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem mata pencaharian hidup
7. Sistem teknologi dan peralatan
3. Wujud Kebudayaan
Wujud kebudayaan menurut (Koentjaraningrat, 2000 : 5) adalah :
1) Wujud Idiil yang bersifat abstrak, tak dapat di raba terletak di alam pikiran
dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
2) Wujud Kedua adalah sistem sosial mengenai pelakuan berpola dari manusia
itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi
selalu mengikuti pola tertentu, sifatnya kongkrit yang bisa di observasi.
3) Wujud Ketiga adalah Kebudayaan fisik yang bersifat paling kongkrit dan
berupa benda yang dapat di raba dan di lihat.
4. Budaya dan Non Budaya
Non budaya mencakup benda yang keberadaannya sudah ada dengan
sendirinya atau ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang belum mendapat campur
tangan manusia (benda-benda ilmiah seperti batu, pohon, gunung, tanah, planet )
Sedangkan budaya mencakup hal yang keberadaannya mendapat campur
tangan manusia (misalnya patung, marmer/onix, bonsai, bangunan, aturan makan
DLL ). Benda non budaya akan menjadi budaya apabila telah mendapat campur
tangan manusia.
5. Pengertian pendidikan multi cultural
Pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan dan
penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di
dalam pembentukan gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatab
pendidikan dari individu, kelompok maupun negara (Banks,2001).
Lebih lanjut, James A. Banks dalam bukunya Multicultural Education
mendefenisikan pendidika multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan
2. pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah
struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa
kebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis,
dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama
untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.
6. Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi:
1. Untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa
yang beraneka ragam;
2. Untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap
perbedaan kultural, ras, etnik, dan kelompok keagamaan;
3. Memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil
keputusan dan keterampilan sosialnya;
4. Untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas
budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan
kelompok (Banks, dalam Skeel, 1995).
B. Teori dan pendekatan multicultural
1. Teori multicultural
a. Horace Kallen
Teori pluralisme budaya ini dikembangkan oleh Horace Kallen. Ia
menggambarkan pluralisme budaya itu dengan definisi operasional sebagai
menghargai berbagai tingkat perbedaaan, tetapi masih dalam batas-batas
menjaga persatuan nasional. Kallen mencoba mengekspresikan bahwa masing-
masing kelompok etnis dan budaya di Amerika Serikat itu penting dan
masing-masing berkontribusi unik menambah variasi dan kekayaan budaya,
misalnya bangsa Amerika. Teori Kallen mengakui bahwa budaya yang
dominan harus juga diakui masyarakat.
b. James A. Banks
James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultur. Jadi
penekanan dan perhatiannya difokuskan pada pendidikannya. Banks yakin
bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari bagaimana
berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa harus
diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi
pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda.
James A. Banks berpendapat bahwa ada tiga kelompok budaya yang
mendominasi pemikiran multikultural di AS : a. Tradisionalis Barat b. Afro-
sentris c. Multikulturalis
c. Martin
Martin memandang perlu adanya perubahan yang mendasar di antara
kelompok-kelompok budaya itu sampai diketemukan visi baru yang dimiliki
dan dikembangkan bersama. Untuk itu dibutuhkan adanya komunikasi antar
berbagai segi pandang yang berbeda.
d. Martin J. Beck
Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang
multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan.
Pembahasan multikultural berada pada pemikiran kembali norma Barat (the
western canon) yang mengakui adanya multikultural. Teori multikulturalisme
berasal dari liberalisasi pendidikan dan politik Plato. Republik, karya Plato,
bukan hanya memberi norma politik dan akademis klasik bagi pemimpin dari
negara ideal, namun juga menjadi petunjuk tentang pendidikan bagi yang
tertindas.
3. 2. Pendekatan pendidikan multicultural
Kurikulum yang berpusat pada aliran utama ternyata berdampak negatif
bagi siswa yang dominan dan siswa kulit berwarna. Kurikulum justru
memperkuat perasaan keliru tentang superioritas dari siswa aliran utama dan
gagal merefleksikan, memvalidasi, dan memperingati budaya siswa kulit
berwarna. Beberapa faktor memperlambat pelembagaan kurikulum multikultural
di sekolah. Faktor tersebut fmeliputi penolakan ideologis, kurangnya pengetahuan
guru tentang kelompok etnis, dan terlalu beratnya guru bertumpu pada buku teks.
Empat pendekatan untuk integrasi materi etnis ke dalam kurikulum dapat
diidentifikasi pada subunit ini. Pada pendekatan kontribusi, pahlawan, komponen
budaya, hari libur dan elemen yang lain yang berhubungan dengan kelompok
etnis ditambahkan pada kurikulum tanpa mengubah strukturnya. Pendekatan
aditif terdiri dari penambahan materi, konsep, tema, dan perspektif ke dalam
kurikulum, dengan strukturnya yang tetap tidak berubah. Dalam pendekatan
transformasi, struktur, tujuan, dan sifat kurikulum diubah untuk memungkinkan
siswa melihat konsep, isu dan problem dari perspektif etnis yang berbeda.
Pendekatan tindakan sosial mencakup semua elemen pendekatan transformasi,
ditambah elemen yang memungkinkan siswa mengidentifikasi isu sosial yang
penting, mengumpulkan data yang terkait, mengklarifikasi nilai-nilainya,
membuat keputusan reflektif, dan mengambil tindakan untuk
mengimplementasikan keputusan mereka. Pendekatan ini berupaya menjadikan
siswa agen perubahan yang reflektif dan kritik sosial.
C. Karakteristik pendidikan multicultural diindonesia
1. Jumlah penduduk yang besar dengan keterampilan yang rendah
2. Wilayah yang luas
3. Posisi silang
4. Kekayaan alam dan daerah tropis
5. Jumlah pulau yang banyak
6. Persebaran pulau
7. Kualitas hidup yang tidak seimbang
8. Perbedaan dan kekayaan etnis
Pendidikan ini memiliki ciri ciri sebagai berikut: tujuan pendidikan ini adalah
membentuk masyarakat yang berbudaya, materinya mengajarkan nilai nilai luhur
kemanusiaan, nilai nilai bangsa, dan nilai kelompok etnis, metode pendidikan ini
menghargai aspek aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok
etnis, evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang
meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.
D. Langkah Mengembangkan Pembelajaran Multikultural di Indonesia
Ada beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian dalam mengembangkan
pembelajaran berbasis multikultural, diantaranya:
1. Melakukan Analisis Faktor Potensial Bernuansa Multikultural. Analisis faktor yang
dipandang penting dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan model
pembelajaran berbasis multikultural, yang meliputi:
2. Tuntutan kompetensi mata pelajaran yang harus dibekalkan kepada peserta didik
berupa pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan etika atau karakter (ethic
atau disposition)
3. Tuntutan belajar dan pembelajaran, terutama terfokus membuat orang untuk belajar
dan menjadikan kegiatan belajar adalah proses kehidupan
4. 4. Kompetensi guru dalam menerapkan pendekatan multikultural. Guru sebaiknya
menggunakan metode mengajar yang efektif, dengan memperhatikan referensi latar
budaya siswanya. Guru harus bertanya dulu pada diri sendiri, apakah ia sudah
menampilkan perilaku dan sikap yang mencerminkan jiwa multikultural
5. Analisis terhadap latar kondisi siswa. Secara alamiah siswa sudah menggambarkan
masyarakat belajar yang multikultural. Latar belakang kultur siswa akan
mempengaruhi gaya belajarnya. Agama, suku, ras/etnis dan golongan serta latar
ekonomi orang tua, Siswa bisa dipastikan memiliki pilihan menarik terhadap potensi
budaya yang ada di daerah masing-masing
6. Karakteristik materi pembelajaran yang bernuansa multikultural. Analisis materi
potensial yang relevan dengan pembelajaran berbasis multikultural, antara lain
meliputi menghormati perbedaan antar teman, menampilkan perilaku yang didasari
oleh keyakinan ajaran agama masing-masing, kesadaran bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, membangun kehidupan atas dasar kerjasama umat beragama untuk
mewujudkan persatuan dan kesatua, mengembangkan sikap kekeluargaan antar suku
bangsa dan antra bangsa-bangsa, tanggung jawab daerah (lokal) dan nasional, dan
membangun kerukunan hidup.
7. Menetapkan Strategi Pembelajaran Berkadar Multikultural. Pilihan strategi yang
digunakan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis multikultural, antara lain:
strategi kegiatan belajar bersama-sama (Cooperative Learning), yang dipadukan
dengan strategi pencapaian konsep (Concept Attainment) dan strategi analisis nilai
(Value Analysis), strategi analisis sosial (Social Investigation). Beberapa pilihan
strategi ini dilaksanakan secara simultan, dan harus tergambar dalam langkah-langkah
model pembelajaran berbasis multikultural. Namun demikian, masing-masing strategi
pembelajaran secara fungsional memiliki tekanan yang berbeda.
8. Strategi Pencapaian Konsep, digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam melakukan
kegiatan eksplorasi budaya lokal untuk menemukan konsep budaya apa yang
dianggap menarik bagi dirinya dari budaya daerah masing-masing, dan selanjutnya
menggali nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah asal tersebut.
9. Strategi cooperative learning, digunakan untuk menandai adanya perkembangan
kemampuan siswa dalam belajar bersama-sama mensosialisasikan konsep dan nilai
budaya lokal dari daerahnya dalam komunitas belajar bersama teman. Diharapkan
mampu meningkatkan kadar partisipasi siswa dalam melakukan rekomendasi nilai-
nilai lokal serta membangun cara pandang kebangsaan. Dari kemampuan ini, siswa
memiliki keterampilan mengembangkan kecakapan hidup dalam menghormati budaya
lain, toleransi terhadap perbedaan, akomodatif, terbuka dan jujur dalam berinteraksi
dengan teman (orang lain) yang berbeda suku, agama etnis dan budayanya, memiliki
empati yang tinggi terhadap perbedaan budaya lain, dan mampu mengelola konflik
dengan tanpa kekerasan (conflict non violent). Selain itu, penggunaan strategi
cooperative learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas
proses belajar siswa, suasana belajar yang kondusif, membangun interaksi aktif antara
siswa dengan guru, siswa dengan siswa dalam pembelajaran.
10. Strategi analisis nilai, difokuskan untuk melatih kemampuan siswa berpikir secara
induktif, dari setting ekspresi dan komitmen nilai-nilai budaya lokal (cara pandang
lokal) menuju kerangka dan bangunan tata pikir atau cara pandang yang lebih luas
dalam lingkup nasional (cara pandang kebangsaan).