1. Dokumen tersebut membahas tentang heat stress dan spirometri. Heat stress adalah reaksi fisiologis pekerja terhadap suhu di luar kenyamanan bekerja, sedangkan spirometri adalah pemeriksaan fungsi paru dengan mengukur kapasitas vital dan volume ekspirasi.
2. Spirometri digunakan untuk menegakkan diagnosis gangguan paru, menilai status paru, dan memantau perjalanan penyakit. Hasilnya berupa kurva
1 of 27
Downloaded 53 times
More Related Content
Heat stress dan spirometri
1. HEAT STRESS DAN
SPIROMETRI
Kelompok 5
YUNI APRIYANI
M. ANGGA AMSALTA
RAHMI GARMINI
MONA ELISABET
VENI SELVIYATI
HERU ADMADINATA
FITRI ANGGRAINI
RUSYDA IHWANI T.N
MEILISA
(10101001008)
(10101001012)
(10101001025)
(10101001026)
(10101001029)
(10101001041)
(10101001058)
(10101001048)
(10101001072)
2. Heat Stress adalah Reaksi fisik dan
fisiologis pekerja terhadap suhu
yang berada diluar kenyamanan
bekerja. Heat stress terjadi apabila
tubuh
sudah
tidak
mampu
menyeimbangkan
suhu
tubuh
normal karena besarnya beban
panas dari luar.
4. a. Heat stroke: Gejala heat stress yang paling
parah. Bercirikan suhu tubuh yang meningkat
secara tiba-tiba hingga 106 F, tidak sadarkan diri
dan sakit kepala. Pertolongan yang dapat
dilakukan adalah berbaring di tempat dingin,
diberi minuman dan mendatangkan tim medis.
b. Heat cramps : Gejala heat stress yang
menyerang otot manusia. Disebabkan sebagian
besar karena hilangnya mineral-mineral tubuh
akibat panas. Gejalanya adalah kram otot dan
sampai tidak sadarkan diri. Pertolongan yang
dapat
dilakukan
adalah
mengistirahatkan
penderita dan mencari bantuan medis
5. c. Heat Syncope : Akibat seseorang tidak dapat
menyesuaikan
diri
dengan
suatu
kondisi
lingkungan yang panas secara tiba-tiba. Gejalanya
adalah keringat dingin, pucat hingga kehilangan
kesadaran. Pertolongan yang dapat dilakukan
adalah segera membawa penderita ke lingkungan
yang lebih sejuk dan cari bantuan medis
d. Heat Rash : adanya suatu keadaan pada kulit
akibat panas. Gejalanya seperti kulit yang
menjadi kemerahan, bentol-bentol, gatal-gatal.
Pertolongan yang dapat dilakukan adalah dengan
beristirahat di tempat yang lebih sejuk.
6. 1.
Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh
meningkat yaitu :
Vasodilatasi
berkeringat penurunan
pembentukan panas
2.
Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh
menurun, yaitu :
Vasokontriksi
kulit
di
seluruh
tubuh
Piloereksi
Peningkatan
pembentukan
panas
8. Sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51, tahun 1999
tentang NAB faktor fisika ditempat kerja menggunakan
parameter ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) dengan
terminasi inggris WBGT (Wet Bulb Temperature Index) atas
ketentuan sebagai berikut:
Iklim Kerja : Hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat
pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya.
Nilai Ambang Batas (NAB) : standar faktor tempat kerja yang
dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit
atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk
waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) : parameter untuk menilai
tingkat ikim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara
suhu udara kering, suhu basah alami, dan suhu bola.
9.
Suhu Udara Kering (Dry Bub Temperature) : suhu
yang ditunjukan oleh termometer suhu kering.
Suhu Basah Alami (Natural Wet Bulb Temperature) :
suhu yang ditunjukan oleh termometer bola basah
alami. Merupakan suhu penguapan air yang pada
suhu
yang
sama
menyebabkan
terjadinya
keseimbangan uap air di udara, suhu ini biasanya
lebih rendah dari suhu kering.
Suhu Bola (Globe Temperature) : suhu yang
ditunjukan oleh termometer bola. Suhu ini sebagai
indikator tingkat radiasi.
10. ISBB untuk pekerjaan diluar ruangan
dengan panas radiasi adalah:
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu
Bola + 0,1 Suhu Kering
ISBB untuk pekerjaan didalam ruangan
tanpa panas radiasi adalah:
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu
Bola
11.
NAB
iklim
kerja
yang
menggunakan
parameter ISBB dapat dilihat sebagai berikut
Pengaturan Waktu Kerja
Setiap Jam
Waktu
Waktu Kerja
Istirahat
ISBB (属C)
Beban Kerja
Ringan
Sedang
Berat
30.0
26.7
25.0
25%
30.6
28.0
25.9
50%
31.4
29.4
27.9
Kerja terus
menerus (8
jam sehari)
75%
50%
13.
Nilai temperature yang tercantum didalam table
diatas adalah merupakan hasil pengukuran
dengan menggunakan heat stress monitoring
atau dikenal dengan WBGT. Nilai WGBT
merupakan fungsi dari kelembaban radiasi panas
dan temperature normal. Jadi tidak bisa hanya
diukur dengan thermometer biasa dan kemudian
digunakan pada table diatas.
Cara membaca table diatas: Kolom acclimated
adalah untuk pekerja yang sudah terbiasa bekerja
pada lingkungan panas dan Un-acclimated adalah
untuk pekerja yang belum terbiasa bekerja
dengan lingkungan panas atau pekerja baru.
14. a.
1.
2.
3.
4.
5.
Engineering Control
Ventilasi umum, dan ventilasi setempat di
area yang memiliki panas yang tinggi
Pelindung dari pancaran panas yang berasal
dari tungku pembakaran atau mesin
Menghilangkan kebocoran uap
Menggunakan kipas pendingin atau alat
pendingin personal seperti rompi penyejuk
Menggunakan tenaga alat untuk mengurangi
pengoperasian mnual oleh pekerja
15. b. Work Practises
1.
Pakaian
2.
Minum
3.
Jadwal bekerja
4.
Aklimasi
c. Alat PengamanDiri (APD)
1.
Pakaian pemantul panas
2.
Rompi/jaket pendingin
3.
Sistem cairan pendingin
d. Pelatihan
Pekerja dan pengawas harus dilatih untuk bias mendeteksi
tanda awal heat stress. Pekerja harus mengerti kebutuhan
untuk mengganti cairan dan garam dari berkeringat dan
menydari tanda dehidrasi, pingsan, heat cramps, heat
exhaustion, dan heat stroke.
16. Spirometri
adalah
pemeriksaan
yang
dilakukan untuk mengukur secara obyektif
kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien
dengan indikasi medis. Alat yang digunakan
disebut spirometer. Spirometri merekam
secara grafis atau digital volume ekspirasi
paksa dan kapasitas vital paksa.
17.
Volume Ekspirasi Paksa atau Forced Expiratory
Volume (FEV) adalah volume dari udara yg
dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi
maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur
pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur
dalam 1 detik (FEV1)
Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity
(FVC) adalah volume total dari udara yg
dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa
minimum
18. a. Gangguan restriksi
:
Vital Capacity (VC) < 80% nilai prediksiFVC <
80% nilai prediksi
b. Gangguan obstruksi
:
FEV1 < 80% nilai prediksi; FEV1/FVC < 75%
nilai prediksi
c. Gangguan restriksi dan obstruksi :
FVC < 80% nilai prediksi; FEV1/FVC < 75%
nilai prediksi.
19.
Menilai status faal paru (normal, restriksi,
obstruksi, campuran)
Menilai manfaat pengobatan
Memantau perjalanan penyakit
Menentukan prognosis
Menentukan toleransi tindakan bedah
20. Hasil spirometri berupa spirogram yaitu kurva volume
paru terhadap waktu akibat manuver yang dilakukan
subjek. Usaha subjek diobservasi di layar monitor untuk
meyakinkan bahwa usaha yang dilakukan subjek benar
dan maksimal.
1. Manuver KV, subjek menghirup udara sebanyak mungkin
dan kemudian udara dikeluarkan sebanyak mungkin tanpa
manuver paksa.
2.Manuver KVP, subjek menghirup udara sebanyak mungkin
dan kemudian udara dikeluarkan dengan dihentakkan
serta melanjutkannya sampai ekspirasi maksimal. Apabila
subjek merasa pusing maka manuver segera dihentikan
karena dapat menyebabkan subjek pingsan. Keadaan ini
disebabkan oleh gangguan venous return ke rongga dada.
21. 3.
Manuver VEP1 (volume ekspirasi paksa detik
pertama). Nilai VEP1 adalah volume udara yang
dikeluarkan selama 1 detik pertama pemeriksaan KVP.
Manuver VEP1 seperti manuver KVP.
4.
Manuver APE (arus puncak ekspirasi). APE adalah
kecepatan arus ekpirasi maksimal yang dapat dicapai
saat ekspirasi paksa. Tarik napas semaksimal mungkin,
hembuskan dengan kekuatan maksimal segera setelah
kedua bibir dirapatkan pada mouthpiece.
5.
Manuver MVV (maximum voluntary ventilation). MVV
adalah volume udara maksimal yang dapat dihirup
subjek. Subjek bernapas melalui spirometri dengan
sangat cepat, kuat dan sedalam mungkin selama minimal
10-15 detik
22. Pemeriksaan spirometri merupakan
pemeriksaan yang harus dilakukan
dalam menegakkan diagnosis dan
evaluasi pada penderita asma dengan
usia lebih dari 5 tahun. Spirometri
memberikan informasi yang objektif
kepada dokter.
23. 1.Operator, harus memiliki pengetahuan yang memadai,
tahu tujuan pemeriksaan dan mampu melakukan instruksi
kepada subjek dengan manuver yang benar
2.Persiapan alat, spirometer harus telah dikalibrasi untuk
volume dan arus udara minimal 1 kali seminggu
3.Persiapan subjek, selama pemeriksaan subjek harus
merasa nyaman. Sebelum pemeriksaan subjek sudah tahu
tentang tujuan pemeriksaan dan manuver yang akan
dilakukan. Subjek bebas rokok minimal 2 jam sebelumnya,
tidak makan terlalu kenyang, tidak berpakaian terlalu
ketat, penggunaan obat pelega napas terakhir 8 jam
sebelumnya untuk aksi singkat dan 24 jam untuk aksi
panjang.
4.Kondisi lingkungan, ruang pemeriksaan harus mempunyai
sistem ventilasi yang baik dan suhu udara berkisar antara
17 40 0C
24. Sebenarnya cara kerja spirometer cukup mudah
yaitu sesorang disuruh bernafas (menarik nafas
dan menghembuskan nafas) di mana hidung orang
itu ditutup. Tabung yang berisi udara akan
bergerak naik turun, sementara itu drum pencatat
bergerak putar (sesuai jarum jam) sehingga
pencatat akan mencatat sesuai dengan gerak
tabung yang berisi udara.
25. Interpretasi dari hasil spirometri biasanya
langsung dapat dibaca dari print out setelah
hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai
prediksi sesuai dengan tinggi badan, umur,
berat badan, jeniskelamin, dan ras yang
datanya telah terlebih dahulu dimasukkan ke
dalam spirometer sebelum pemeriksaan
dimulai.
26. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri dapat
dikategorikan sebagai berikut :
1. Restriktif (sindrom pembatasan)
Restriktif (sindrom pembatasan) adalah gangguan
pengembangan paru. Parameter yang dilihat adalah
Kapasitas Vital (VC) dan Kapasitas Vital Paksa (FVC).
Biasanya dikatakan restriktif adalah jika Kapasitas
Vital Paksa (FVC) < 80% nilai prediksi.
2. Obstruktif (sindrom penyumbatan)
Obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran
udara karena adanya sumbatan atau penyempitan
saluran napas. Sindrom penyumbatan ini terjadi
apabila
kapasitas
ventilasi
menurun
akibat
menyempitnya saluran udara pernafasan. Biasanya
ditandai dengan terjadi penurunan FEV1 yang lebih
besar dibandingkan dengan FVC sehingga rasio
FEV1/FVC kurang dari 80%.