1. Aninn Sarrto.so :Politik Ifukrmt
POLI'I'IK HUKUM
PENGEMBANGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
OLEH : AMAN SANTOSO, SH, MHum.
ABSTRACT
Personlarr keterkaitan hukrmt dan politik oleh Daniel S. Lev dfokuskan pada studi tentang
politik pengemhmrgnrr kekrmasnnrr kehakirnan.
Unrtrr kekrrasnnn keh~kirnrrn(kepolisinn, kejaksaan, hakim) n~engalonripergolnknn dinwal
penyelenggaraan pernerintaltan RI (1945). Pada dasarnya mereka berebut stafrrs,fungsi
dalnm stuktrrr kekrrmnan kehaki~nan.Pergolakan tersebut telah melahirkan Undnng-
UndarrgKepoli.sian, tieja/(.snnndan Kekunsaan Kehakiman.
Dihalik lrnl itrr senrrra politik htrktmt ynng berkenuan dengan kekuasaan kehakirnan memiliki
~o.nngknpikir rmwriri terlepas daripnndnngarl Daniel S. Lev.
Per~nosalahanpolitik hrrkirnr diketengahkan sesuaipendapat Prof Padmo Wahyono dan Prof
Teukrr Moh Rodhie tentang substansi hukumnya.
Knta Kunci
- Politik hokrun
- Kekuasanrr kehnkirnnn
PENDAHULUAN
Tulisan Daniel S. Lev ')
mengetengahkan studi kasus tentang
p e n g a ~ hpertentangan dimtara aparat
kehakiman, kejaksaan, dan kepnlisian.
I'crgolakan polit~k dalani rangka
pembenahan kekuasaan kehakiman
yang melibatkan hakim, jaksa, dan
polisi, tidak terlepas dari persoalan
prestise dan status. Mereka berebut
posisi dalani pem:wgian kekuasaan
substantif.
Tulisan beliau mempakan
sebuah disertasi, disusun berdasar se-
jumlah data kepustakaan yang lengkap
yang dijumpai di negeri Belanda
maupun Indonesia. Disempurnakan
dengan hasil wawancara dengan
kalangan h a s (akadernis, pejabat,
legislator, birokrat dan masyarakat
umum) di dua negara tersebut.
Kedalaman pembahasan disertasi
beliau nampak dari pendekatan
komprehensif dari aspek metodologis
yang mencoba menganalisa masalah-
masalah hukum dari kajian politik,
sehingga membuahkan wacana ban1
dalam studi hukum di tanah air.
Pandangan penulis asing tentang
kondisi hukum dan politik di Indonesia,
'1 Daniel S. Lev, 1990, Hukum dan Politik di
Indonesia, Kesinambungan dan
Pembahan, LP3ES, Jakarta, Bab II, hal. 33-
76.
kiranya perlu dikaji secara kritis.
Mengingat sistem politik hukum
(political of law) di Indonesia memiliki
ItUn'llM DAN UINAA.IIK.4 MASYARAKATEDISI OKTOBER 2004 108
Aa!ar
-
kekt
piki
pens
aka1
hub
Padl
Rad
ilmi
dile
huk
keb
dal;
ver!
me]
bah
kul
~a
A$
PE
m?
bet
A.
I
i
B.:
1
j
I
C.
j
I
I1
-
HI
2. igsi
1'liki
~ d a
tan
:an
)at,
kat
>ut.
:asi
tan
gis
ah-
tik,
am
"'g
iia,
tis.
um
iki
-
18
kekhususan yang terlepas dari pola
pikir para sajana manca negara.
Pennasalahan tentang politik
eng gem bang an kekuasaan kehakiman
akan dianalisa berdasar pendapat ahli
hukum Indonesia. Antara lain Prof
Padmo Wahyono, Prof Teuku Moh
Radhie. Dengan cara demikian karya
ilmiah dari Daniel S. Lev dapat
diletakkan pada kerangka pikir politik
hukum di Indonesia (ius constitutum).
Pendekatan penulisan dari aspek
kebijakan hukum sebagaimana tertuang
dalam produk pemndang-undangan
versi UUD 1945. Metode penulisan
mempergunakan studi kepustakaan dan
bahan banding yang berasal dari materi
kuliah politik hukum pada Program
Magistcr llmu Ilukum Universitas 17
Agustus 1945 Semarang.
PERMASALAHAN
Dari paparan bab I penulis
menangkap pennasalahan, sebagai
berikut : -
A. Apakah perselisihan diantara
komponen kekuasaan kehakiman
(halcim, jaksa dan polisi) dipen-
garuhi oleh arus perubahan kondisi
politik dan konstitusi yang ber-
gejolak di lndonesia masa pasca
revolusi ?
B. Faktor apa yang merupakan pe-
nyebab terjadinya ketegangan dian-
tara unsur kekuasaan kehakiman
tersebut ?
C. Apakah materi perdebatan diantara
ketiga unsur kekuasaan tersebut
membawa perubahan konsepsi baru
dari aspek politik hukum ?
D. Apakah materi penulisan Daniel S.
Lev tersebut temasuk dan dapat
diterima oleh kerangka pikir
. politik hukuin di Indonesia ?
ANALISIS PEMBAHASAN
A. PENGARUH ARUS PERU-
B A W N KONDISI POLITIK
DAN KONSTI'IWSI PASCA
REVOLUSI
1. Organlsasi Kehakiman Kolonial
danPendudukanJepang
Organisasi kehakiman di zaman
Hindia Belanda terdapat kemajemukan
yang sangat menyolok. Penduduk tanah
jajahan terbagi dalam golongan-
golongan berdasarkan ras. Yakni
golongan Eropa Timur Asing
(Tionghoa dan Arab), Pribumi.
Masing-masing tuntluk pada sistem
hukum yang berbeda, baik hukum
materiil maupun formil.
Guna menerapkan hukum yang
berbeda-beda tersebut, terdapat dua
hierarkhi pengadilan : untak golongan
Eropa dan Timur Asing ada tiga jenis
pengadilan yang dipimpin Mahkamah
Agung.
Bagi golongan Pribumi iuga
terdiri dari tiga pengadilan, tertinggi
adalah Landraad.
Demikian pula untuk badan
penuntut umum (Kejaksaan) ada
kemajemukan. Bagi golongan Eropa
terdapat dua kejaksaan : Openhaar
Ministerie dan Parqriet yang dikepalai
HUKUM DAY DlNAMlKA MASYARAKATEDISI OKTOBER 2004
L.
109
. .-
3. Avm Sonloso :Politik llvkum ....................
Procureur General dengan tenaga pe-
laksanaannya para penuntut (Oficiererr
vanjustitie).
Untuk golongan Pribumi terdapat
Oficier van justitie Pribumi.
Kejaksaan bagi golongan ini me-
rupakan bagian dari Pamong praja,
bawahan asisten residen, dengan
pangkat setara pegawai kawedenan.
'ranggung jawab membuat dokumen
berada ditangan hakim, bukan pada
jaksa.
Pada zaman Jepang, organisasi
kehakiman kolonial Belanda dihapus,
dan diganti oleh sistem yang sederhana
serta tunggal. Kewenangan peradilan
untuk memeriksa dan mengadili semua
golongan penduduk, kecuali balatentara
jepang. Namun hukum kolonial
Belanda tetap d~pertahankan berla-
kunya. HIR menjadi pedoman beracara
badan peradilan tunggal tcrsebut.
Orang-orang Indonesia ditunjuk untuk
mengambil pos-pos yang kosong di
pzngadilan dan kejaksaan, sepeninggal
pejabat-pejabat Bclanda.
2. Penuntut versus Hakirn
Setelah kenicrdekaan, Depar-
temen Kehakiman RI mencabut seluruh
kebijakan hukum Jepang.
Hukum kolonial tetap diberla-
kukan untuk sementara sampai terben-
tuknya hukum nasional.
Radan penuntut umum mene-
ruskan organisasi dan status hukum
bekas parquet Eropa, namun dengan
hukum acara HIR yang dipandang
lebih sesuai bagi kebutuhan hukum
orang Indonesia. Kejaksaan mewarisi
organisasi Oflccier vanjustitie Belanda,
tetapi dengan tanggung jawab terbatas.
Kejaksaan tidak lagi dibawah
pamong praja. Hal itu disebabkan :
tiadanya jabatan asisten residen setelah
kemerdekaan, dan protes keras dari
para jaksa yang turun pamor ketika
masih dibawah pamong praja. Mereka
merasa sebagai pejabat yang ber-
wenang dalam sebuah negara yang
merdeka, layak apabila memiliki status
yang tinggi. Kejaksaan rnuldi menata
organisasinyz yang niandiri.
Pertentangan muncul diantara
hakim dan jaksa setelah pemerintah RI
menerapkan peraturan gaji pegawai
negeri. Ketua Mahkamah Agung
dengan Jaksa Agung mendapat pangkat
dan gaji yang sama. Namun para hakim
memperolel~pangkat dan gaji setingkat
lebih tinggi daripada para jaksa disetiap
pengadilan yang sama. Dasar per-
timbanga~iyang dipakai adalah kuali-
fikasi pendidikan yang berbeda.
Reaksi keras kejaksaan diajukan
kepada Kementerian Kehakiman dar~
Badan Kepegawaian Negeri yang
menuntut kesetaraan status dan kewe-
nangan.
Sementara itu pihak kehakiman
mencoba mengorganisir diri dengan
membentuk Ikatan Hakim. Mereka
mencoba menanggapi proses Kejak-
saan. Dan segi politis lkatan Hakim
memiliki kelemahan karena tidak ikut
sertanya para hakim agung didalamnya.
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKATEDISI OKTOBER 2004 110
5. Aninrt Smtoso :Polifik Hrrkum ....................
dari kekuasaan kehakiman dan bagian
dari eksekutif.
Ikatan Hakim pimpinan Menteri
Kehakiman Lukman Wiriadinata,
telah gaga1 memperoleh persetujuan
pemerintah mengenni skala gaji yang
terpisah dan lebih tinggi untuk para
hakim. 'Ierjadilah aksi mogok para
hakim. Mahkamah militcr yang hamgir
semuanya hakim dari kalangan sipil,
dikecualikan dari pemogokan untuk
menghindari kesulitan dengan militel.
Para hakim niengalihkan media
perjuangannya ke Majelis Konstituante.
Mereka memandang Majelis tersebut
lebih layalc sebagai tempat
meniapatkan persoalan. Dua hakim
ngung menyusun usulan pasal-pasal
konstitusi tentang organisasi dan
kekuasaan kehakinian. Usulan yang
paling radikal agar Mahkamah Agung
diberi wewenang konstitusional untuk
meninjau kembali semua undang-
undang yang dibutit badan legislatif.
Usulan itu suatu lompatan konseptual
karena pengadilan Indonesia dan
Belanda tidak pemah memiliki
kekuasaan semacam itu.
Keinginan hakim adanya sebuah
badan kehakiman mempakan cabang
pemerjntahan ketiga yang sepenuhnya
mandiri dan kual akhirnya terpenuhi.
Sayangnya Majelis Konstituante
dibubarkan Presiden Soekamo dengan
Dekrit Presiden 1959. Para hakim
sangat kecewa, cita-eitanya untuk
mendapstkan kekuasaan judisial tidak
tercapai.
Rupa-mpanya persoalan politik
dirasa lebih penting daripada persoalan
pembaharuan hukum. Sistem politik
Indonesia setelah merdeka kurang
memberi tempat pada kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan tersebut hanya
diberi peranan kecil dalani peme-
rintahan dan masyarakat.
3. Polisi versus Penuntut
Dalam tuhuh eksekutif terjadi
persaingan yang lebih rumit. Perse-
lisihan antara kejaksaan dengan
kepolisian mempakan perebutan
kekuasaan dan kewenangan hukum.
Motif utamanya sama dengan per-
selisihan antara kehakiman dan
kejaksaan.
Pada 'zaman kolonial Belanda,
kepolisian secara organisatoris adalah
bagian dari Kementerian Dalam Negeri
dan tunduk dibawah pamong praja.
Dalam tugas represifnya, kepolisian
berada dibawah perintah kejaksaan.
Kesemuanya dibawah ' kordinasi
Procureur General yang memiliki
kewenangan fungsi-fungsi preventif
dan represif kepolisian kolonial.
Procureur General mempertanggung-
jawabkan organisasi kepolisian ter-
adap Kementerian Dalam Negeri.
Pada tahun 1946 Perdana Menteri
Syahrir ') mengalihkan kepolisian dari
Kementerian Dalam Negeri ke Kantor
Perdana Menteri. Pihak kepolisian
menganggapnya sebagai suatu
pengakuan khusus terhadap arti
31 lbid,hal. 53.
HUKOMDAN DINAMIKA MASYARAKAT EDISI OKTOBER 2004
I
112
- -
6. Arnnn Sanloso :Polilik ffukum ....................
Iitik
dan
litik
ang
aan
nya
me-
jadi
rse-
gan
ltan
um.
per-
dan
~da,
ilah
geri
,aja.
sian
%an.
nasi
iliki
:ntif
iial.
mg-
ter-
Iten
dari
ntor
sian
uatu
arti
pentingnya kepolisian. Tindakan
pcrdana Mentcri itu dcngan Sanpa
merubah / meninjau kembali dua
undang-undang yang mengatur
organisasi dan kewenangan kepolisian
yang diatur dalam HIR dan RO.
Akhirnya posisi kepolisian dikem-
alikan lagi dibawah Kementerian
Dalam Nege~ipada tahun 1950.
Memet Tanuwidjaja 4, seorang
penvira kepolisian yang duduk di
parlemen mencoba memanfaatkan
parlemen dan Majelis Konstituante
untuk memperkuat status kepolisian.
Sementara itu Kementerian Kehakiman
dan Dalam Negeri bermaksud mema-
sukkan kepolisian dibawah wewe-
nangnya. Pihak lain mengharap
kepolisian dibawah Perdana Menteri
atau membentuk kementerian baru,
yakni Kementerian Keamanan yang
dipimpin Jaksa Agung.
Kepolisian memilih dibentuknya
Kementerian Kepolisian tidak
menyetujui dibawah kekuasaan siapa-
pun. .4lasannya : sejak revolusi
kepolisian memegang peranan besar
dalam pembangunan nasional dan
kesejahteraan masyarakat lewat
pemeliharaan keamanan dalam negeri.
Keinginan kepolisian kandas karena
tidak mendapat persetujuan.
I
Persatuan jaksa menyerang
konsep empat kekuasaan pemerintahan
dari P3 RI (Organisasi kepolisian
waktu itu). Persatuan jaksa menuduh
kepolisian telah bertentangan dengan
Ibid, hal. 54.
sistem konstitusional RI. Angkatan
kepolisian yang berdiri sendiri tanpa
pengawasan akan membahayakan
pelaksanaan hak azasi warga negara. Di
luar negeri tidak ditemui contoh yang
mendukung pendirian P.3.RI menuntut
wewenang Jaksa Agung , uctuk
melakukan pengawasan atas badan
kepolisian.
Kabinet Wongsnnegoro mem-
bentuk panitia untuk menetapkan posisi
kepolisian dalam struktur pemerintahan
dan menyusun rancangan undang-
undang yang menenlukan kekuasaan
kepolisian.
Kepolisian menginginkan dim
pembahan drastis dalam undang-
undang.
Pertama :tugas preventif dalam
bekerja sama dengan pejabat-pejabat
pamong praja, tanpa dibawah
pengarahan mereka.
Kedua : tugas represif dalam
pemeriksaan pendahuluan dalam
perkara pidana Kejaksaan bertugas
sebagai perantara bagi kepolisian untuk
mengirim perkara ke pengadilan.
Penmdang-undangan kolonial me-
genai kekuasaan kepolisian sangat
ketinggalan zarnan dan tidak dapat
dilaksanakan. Keinginan kepolisian
ditentang Oemar Seno Adji dari
kejaksaan dan Jaksa Agung Soeprapto.
Pada tahun 1956, Menteri
Kehakiman Mulyatno 6, merancang
undang-undang yang menempatkan
51 Ibid, hal. 56.
6) Ibid, hat. 58.
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT EDISI OKTOBE.? 2004 113
7. Saksa Agung dibawah' Menteri
Kehakiman. Ironisnya ide itu ditolak
oleh Persatuan jaksa, alasannya :
rancangan undang-undang tersebt~t
akan memberi peluang campur tangan
politik terhadap lernbaga kejaksaan.
Posisi Jaksa gun^ hams ditentukan
Majelis Konstituante. Pembahan
kekuasaan dan posisi Jaksa Agung
hams dibarengi dengan peninjadan
kembali selun~hprosedur pidana.
Perjuangan kepolisian berhasil
ketika Kabinet Djuanda menyetujui
usulan P3 RI Kepolisian memperoleh
kenienterian sendiri dengan kckuasaan
prosedural yang terpisah.
Pertentangan kejaksaan dengan
kcpolisian pada hakekatnya mempakan
penvujudan arus besar pembahan
politik dan konstitusi yang bergejolak
di Indonesia. Presiden Soekarno lewat
keputusannya rnenetapkan Jaksa
Agung mempunyai kekuasaan atas
nama Presiden / Panglima Tertinggi,
menlberi perintah langsung kepada
anggota kepolisian negara dan polisi
niiliter. Kepolisian negara dan polisi
militer tidak mau bekejasama dengan
kejaksaan.
Jaksa Agung Gunawan 7i
melakukan transformasi badan
.penuritut umum seyenuhnya dari
sebuah lenibaga yang mandiri menjadi
alat eksekutif. Presiden Soekarno mem-
perluas peranan kejaksaan. Kejaksaan
dipisahkan dari Kementerian Keha-
kiman dan dibentuk Departemen
'1 ibid, hal. 60,
Kejaksaan dengan Gunawan sebagai
menterinya.
Pada tahun 1961 rencana undang-
undang kcpolisian dan penuntut umum
diajukan ke parlemen. Hal itu ditentang
Gunawan. Menteri kepolisian diberi
kekuasaan tugas preventif dan represif.
Kekuasaan kepolisian bukan termasuk
kekuasaan kejaksaan. Kejaksaan diberi
tugas pengawasan dan kordinasi
terbatas untuk melakukan penyelidikan
dan penangkapan ' yang diemban
bersama-sama pihak kepolisian.
Selanjutnya Departernen Pe-
nuntut Umum dialihkan tanggung
jawab kordinasinya dari Kementerian
Pertahanan ke Kenenterian Dalam
Negeri. Dalam transisi sosial politik
yang cepat setelah revolusi hanya
menghasilkan perselisihan dalam
memperebutkan status diantara sesama
penegak hukum. Mereka kurang
memperhatikan keadilan sebagai
sasaran utama suatu lembaga penegak
hukum,
B. FAKTOR PENYEBAB TER-
JADINYA KETEGANGAN
UNSUR KEKUASAAN KEHA-
KIMAN
Faktor-faktor penyebab kete-
gangan tersebut terkait dengan
persoalan beban pekejaan, tanggung
jawab, azas konstitusional yang di
dorong oleh pejuangan mempe-
rebutkan status dan prestise (uraian sub
A Bab 111).
NIIKOM DAN DINAMIKA MASYARAKATEDISI OKTOBER 2004 114
C. PE
BA
DE
SA
kekua:
memb
bidang
lahirn
~eha
revisi'
hukui
!
D. q
!
GBH
add
add
1!
jI
1
1
I
I
iMatt
Itulisi
Ihukl
I
men
ten{
dan
I
8. ~agai
lang-
mum
)tang
iberi
resif.
asuk
iberi
inasi
likan
nban
Pe-
:ung
xian
alam
Aitik
anya
alam
iama
rang
~agai
egak
ER-
:AN
HA-
tete-
lgan
sung
; di
npe-
I sub
-
114
C. PERUBAHAN KONSEPSI
BARU ATAS MATERl PER-
DEBATAN UNSUR KEKUA-
SAAN KEHAKIMAN
Materi perdebatan dari unsur
kekuasaan kehakiman ternyata
rnembawa perubahan konsepsi baru di
bidang politik hukum. Terbukti dengan
lahimya Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian dan
revisi HIR men,jadi RIB di bidang
liukum acara pidana.
D. KERANGKA PIKIR POLITIK
HUKUM DI INDONESIA
Unsur sistem hukum menurut
GBHN 1973-1978 (substansi menurut
Padmo Wahyono dan Teuku Moh.
Radhie), meliputi :
- Materi hukum,
- Aparatur hukum,
- Sarana dan prasarana hukum,
- Kesadaran hukum,
- Pelayanan hukum,
- Kepastian hukum,
- Keadilan hukum.
Materi hukum yang terkait dalam
tulisan Daniel S. Lev adalah mencakup
hukum acara HIR dan IR yang
merupakan sumber pertentangan
diantara elemen kekuasaan kehakiman.
Aparatur hukum yang menjadi fokus
kajian kekuasaan kehakiman tersebut
adalah hakim, jaksa dan polisi sebagai
institusi penegakan hukum. Per-
tentangan antara kehakiman, kejaksaan,
dan kepolisian berkenaan dengan
persoalan prestise dan status dalam
pembagian kekuasaan substantif. Status
kepolisian pada zaman kolonial
Belanda, dimasa kemerdekaan (1945-
1958) tetap dibarvah kordinasi
Kementerian Dalam Negeri yang
sehari-hari diwakili pamong praja.
Perubahan selanjutnya menjadi bagian
dari kekuasaan Jaksa Agung
(Kepulusan Presiden Soekarno sctelah
Dekrit Presiden 1959). Kemandirian
I1olri baru d~pe~olehsetelah terbitnya
Undang-Undang Kepolisian.
Hal itu berpengan~h terhadap
fingsi dan tugas Polri yang semula
tanpa kewenangan penyidikan dan
penangkapan dalam pemeriksaan
pendahuluan, kini bersama kejaksaan
melakukan tugas dan fungsi selaku
panyidik. Organisasi kepolisian hanya
nrempunyai hubungan kordinasi
dengan kejaksaan, bukan hubungan
komando. Masing-masing dibawah
Departemen yang berbe:da.
Kejaksaan pada zaman kolonial
berdasar HIR dan IR hnnya benvcnang
dibidang penyidikan. Sedangkan
kewenangan menyusuu dakwaan dan
requisitoir ada ditangan hakim. Alasan
yang mendasari pengaturan itu adalah
faktor rendahnya pendidikan jaksa,
mereka belum mampu membuat
dakwaan dan requisitoir dengan rnuatan
yuridis yang akurat. Pertentangan
antara kejaksaan dengan kehakiman
diwamai argumentasi : beban kel.ja,
tanggung jawab dan azas konsti-
tusional.
HUKUM DAN DlNAMlKA MASYARAKAT EDlSl OKTOBER 2004
I
I15
9. Aamr Snrrtoso :Politik Hokum ....................-
I Keberhasilan perjuangan kejak-
scan diperoleh ketika diterbitkan
undang-undang tentang Kejaksaan
(1961). Status kemandirian kejaksean
terungkap dari perubahan fungsi
sebagai penyusun dakwaan dan
requisitoir dengan kewajiban mem-
perhatikan saran-saran hakim apabila
tcrdapat kekurangan dalam perumusan
yuridisnya. '
Status kehakiman menjadi lebih
mantab ketika mecdapat penguat dari
Undang-Undang Kekuasaan Keha-
kiman, disamping pengaturan konsti-
tusional dalam UUD 1945. Dari ketiga
materi perdebatan tentang status unsur
penegakan hukum, alasan azas
konstitusional yang dapat diterima oleh
penentu kebijakan.
Pelayanan hukum sebagai unsur
sistem hukum, nampak dari pem6ahan
sistem pengorganisasian elernen pene-
gakan hukum. Sistem pengorganisasian
tersebut tercemlin dalam revisi
terhadap beberapn ketentuan HIR
mcnjadi RIB (Rc~glemen It~doncsifl
yang diperhaharui). Kemandirian
badan kepolisian, kejaksaan dan keha-
kiman dalam status, fungsi dan tugas
serta kewenangan yuridis tertata. Hal
itu relatif akan membawa keuntungan
bagi para pencari keadilan.
Kepastian hukum tenvujud dalam
semakin tertatanya secara kelembagaan
unsur-unsur kekuasaan kehakiman.
Produk Undang-Undang Kepolisian,
kejaksaan dan kehakiman lebih
menjamin kepastian hukum pengorga-
nisasian lembaga penegakan hukum
dimata masyarakat.
Unsur keadilan hukum tercemin
dari mekanisme penyidikan, pengge-
ledahan, penyitaan, penangkapan,
penuntutan, pemeriksaan persidangan
dan pemutusan perkara serta eksekusi.
Kesemuanya telah tertata sesuai fungsi,
tugas dan kewenangan berdasarkan
kekuatan pengaturan undang-undang
nasional.
Sarana prasarana guna mencapai
keadilan adalah dengan tersedianya
saluran upaya hukum banding, kasasi
dan peninjauan kembali.
Kesadaran hukum lembaga legis-
latif, eksekutif dan yudikatif kelihatan
dari pejuangan masing-masing ins-
tituasi tersebut lewat cara-cara
konsepsional dan saluran kelembagaan
dan digunakannya undang-undang
sehagai media mencapai keputusan
politik.
Tulisan Daniel S. Lev
menyangkut politik hukum. Politik
hukum disini sesuai dengan pendapat
Teuku Moh. Radhie, yang meliputi
unsur :
- Pemyataan kehendak penguasa
negara,
- Tentang hukum yang berlaku di
wilayah negara,
- Mengenai arah kemana hukum 1
hendak dikembangkan.
Pemyataan kehendak tersebut
diungkapkan oleh : Organisasi Ikatan
Hakim, Kejaksaan, P3 RI, Perdana
Menteri, hienteri Dalam Negeri,
HUilUM DAN DlNAMlKA MASYARAKAT EDISI OKTOBER 2004
I
1I6
- -- --
10. ukum
xmin
ngge-
wan,
mgan
:kusi.
mgsi,
arkan
~dang
capai
ianya
:asasi
legis-
hatan
ins-
I-cara
lgaan
~dang
tusan
Lev
olitik
dapat
liputi
pasa
:u di
lkum
sebut
katan
rdana
:geri,
-
116
Alnan Sonloso :Poliiik Hukuin ....................
Menteri Kehakiman, Ketua Mahkamah
Agung, Jaksa Agung, Parlemen dan
presiden, UUD. Meteri pemyataan
kehendak tersebut tentang status, tugas,
fungsi dan kewenangan substantif
badan kehakiman, kejaksaan dan
kepolisian. Diantara pejabat negara
yang termasuk kualifikasi penguasa
negara adalah : Dewan Konstituante
(yang gaga1 sebelum mengambil
keputusan DPR (Parlemen)), Presiden
dan DPR, Presiden dan .Mahkamah
Agung. Selebihnya diantara pejabat-
pejabat dan organisasi-organisasi
tersebut diatas hanyalah sekedar
kelompok penekan yang mendorong
keputusan politik dari penguasa negara.
Sedangkan bentuk hukum yang
dipakai dasar kebijakan meliputi :
UUD 1945, Undang-Undang Tentang
Kekuasaan Kehakiman, Kejaksaan dan
Kepolisian, Keputusan Presiden
Tentang Kekuasaan Jaksa Agung.
Mengenai HIR, IR, RO justru
merupakan produk politik hukum
kolonial yang direvisi dalam masa
kemerdekaan.
Hukum yang berlaku di wilayah
negara yang terkandung dalam politik
hukum adalah mengenai ilndang-
Undang Kekuasaan Kehakiman,
Kejaksaan dan Kepolisian, disamping
RIB. Ke arah mana hukum hendak
dikembangkan nampak dari upaya
menata pluralisme hukum warisan
kolonial ke arah unifikasi hukum di
bidang hukum formil (hukum acara
pidana).
Unsur politik dalam tulisan
Daniel S. Lev masuk kajian ihnu
hukuni tata negara bagian darl ~lmu
hukum. Hal itu sesuai dengan pendapat
Burbens, yang menyatakan bahwa
obyek ilmu hukum tata negara adalah
sistem pengambilan keputusan negara
sebagaimana distrukturkan dalam
hukum positip. Keputusan negara yang
dimaksud meliputi keputusan MPR,
Presiden bersama DPR. Sedangkan
struktur hukum posit~pd~siniterdm
dari Undang-Undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, Undang-
Undang tentang Kejaksaan, dan
Undang-Undang tentang Kepolis~an
Muatan tulisan Daniel S. Lev
seperti dinyatakan AM. Donner
berobyekkan penerobosan kenegaraan
dengan hukum. Bentuk penerohosan
kenegaraan nampak sewaktu kekuasaan
politik nasional menyimpang~kewe-
nangan konstitusional badan kehakl-
man (lewat Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970) dengan tidak membeil
hak uji materiil kepada Mahkamah
Agung, menggantinya dengan
"henienming"
KESIMPULAN
Rerdasarkan pcmb;~hasatlbub-
bab terdahulu dapat disimpulka~~hal-
hal, sebagai berikut :
A. Perselisihan tlinntara komponen
kekuasaan kehakiman dipengaruhi
arus besar perubahan kondisi
politik dari zaman kolonial hingga
pasca revolusi kemerdekaan R1.
H U K U M DAY DlNAMlKA MASYARAKATEDlSl OKTOBER 2004 117
11. Aiiinn Smroso :Politik Hukum ....................
Dianiara pihak yang s a h g her-
selisih paham mempersoalkan
status, fungsi, tugas dan kewe-
nangan masing-masing dalam
kerangka pengaturan konstitusi.
Mereka menghendaki perubahan di
luar kerangka po1it.k hukum
kolonial yang kurang menjamin
posisi mereka di :.lam kemer-
dekaan.
B Faktor yang melupakan penyebab
ketegangan diantara unsur-unsur
kekuasaan kehskisnan adalah per-
soalan beban pekejaan, tanggung
jawab dan azas 1:onstitusional yang
didorong oleh perjuangan mempe-
rebutkan status dm prestise.
C Materi perdebatan diantara unsur
kekuasaan kehakiman membawa
pembahan konsepsi barn dibidang
hukum (lahimya Undang-Undang
Kekilasaan Kehakiman, Kejaksaan,
Kepolisian sena revisi HIR menjadi
RIB). Terutama hukum acara
p~dana.
D. Materi penulison Daniel S. Lev
termasuk politik hukum. Sepanjang
politik hukum tersebut temtang
dalam bentut: undang-undang,
maka unsur kekuasaan kehakiman
yang menjadi folcus pembahasan
Daniel S. Lev, dapat diterima oleh
kerangka pikir politik hukum
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
- Daniel S. Lev (1990), Hukunt dun
Politik di Indonaia,
Kesinambungan dun
Perubahan, LP3ES, Jakarta.
- Pudjosewojo (1983), ' Pedoman
Pelajaran Tata Hukum
Indonesia, Aksara Baru,
Jakarta.
- Mahfud, Moh, MD (2001), Politik
Hrtkum di Indonesia,.
LP3ES, Jakarta.
- Bagir Manan (2091), Politiki
Hukum Otonomi Daerah,
Unpad, Bandung.
- Soemantri, HR (2002), Materi
Kuliah Politik Hukum,
Program Magister Ilmu
Hukum, UNTAG, Semarang.
Ind
-
A !
A1
Ar
As
D,
Fl
Fl
H
H
Ir
.I(
K
K
HUKUM DAN'DINAMIKA MASYARAKAT EDISI OKTOBER 2004~ -- . -. - 118. .___-.-A . ,,