Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2017 - Bahasa Indonesia (tata kelola internet / internet governance). Situs: igf.id. E-mail: contact [at] igf.id. Pengunggah: donnybu.id
1 of 8
Download to read offline
More Related Content
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2017 - Bahasa Indonesia (tata kelola internet / internet governance)
1. 85 Modul Pengantar Tata Kelola Internet (Lanjut ke Halaman 8)
RINGKASAN DIALOG
NASIONAL ID-IGF 2017
PENGANTAR
Dialog Nasional
Forum Tata Kelola
Internet Indonesia
adalah bagian
penting di dalam
perkembangan era
digital dan memang
sudah seharusnya kegiatan diskusi publik ini lebih sering
diadakan. Harapannya adalah bahwa akan banyak lagi
para pemilik kepentingan untuk dapat bergabung dan
juga memberikan suara mereka didalam forum demikian
dikatakan oleh Dirjen Aplikasi dan Informatika, Kementerian
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Semuel
Abrijani Pangerapan dalam Rapat Pleno pembukaan acara
Dialog Nasional ID-IGF pada tanggal 27 Oktober 2017 lalu
di Jakarta Internasional Expo, Kemayoran.
Beliau juga menjelaskan beberapa hal mengenai
pembahasan di dalam keranjang dialog. Dimana beliau juga
berharap agar keranjang pembahasan ditambahkan dengan
keranjang politik (mengingat di dalam era transformasi
digital ini, banyak terjadi gesekan yang mengakibatkan
bergesernya norma norma di dalam masyarakat) dan juga
etika tentang bagaimana memanfaatkan teknologi di era
digital ini agar teknologi justru dapat dimanfaatkan guna
mencerdaskan bangsa menjadi lebih baik lagi.
Sesuai dengan tema yang diangkat kali ini mengenai
Transofrmasi Digital; Siapkah Indonesia?, Semuel juga
menyinggung mengenai standar-standar yang perlu
diterapkan oleh Indonesia. Dengan melihat perkembangan
dunia digital yang melibatkan banyak kepentingan mulai
dari segi ekonomi, hukum dan regulasi, infrastruktur juga
sosial budaya, maka diharapakan ke depannya para
pemangku kepentingan lain yang mempunyai gairah dan
keinginan untuk mendiskusikan mengenai standarisasi
dapat duduk bersama untuk bisa membentuk sebuah forum
diskusi mengenai hal terkait. Diharapkan hasil-hasil diskusi
dapat menjadi masukan kepada pemerintah untuk dapat
diterapkan dan dijadikan kerangka kerja nyata.
Transformasi Digital:
Siapkah Indonesia?
www.igf.id
27 Oktober 2017, JIExpo Kemayoran, Jakarta
Urgensi Perlindungan Data
Pribadi dalam Membangun
Ekonomi Digital Indonesia
EKONOMI
Panelis (urut abjad): Helni M. Jumhur (Telkom
University), Sherly Haristya (ICT Watch), Syafi-
ra Auliya (CIPG) Moderator: Lintang Setianti
(ELSAM). Rapporteur: Leonardus K. Nugroho
(ELSAM)
Sesi #1
UU Perlindungan Data Pribadi adalah hal yang
sangat dibutuhkan untuk mencapai visi Indonesia
2020. Banyak negara sudah sadar akan pentingnya
Perlindungan Data Pribadi, termasuk menyediakan
regulasi yang kuat, regulator yang mumpuni dan
masyarakat melek privasi.
Bagi entitas bisnis, termasuk UMKM, kepercayaan
konsumen adalah kunci bagi pertumbuhan bisnis.
Tanpa perlindungan data pribadi, pertumbuhan
bisnis bahkan dalam konteks antar negara
(perdagangan) akan terhambat. Hanya saja para
pelaku bisnis online di Indonesia juga belum
mengimplementasikan kebijakan perlindungan data
pribadi. Sebagian bahkan menimpakan tanggung
jawab ini pada konsumen.
Ada 3 hal yang perlu dilakukan: Kerangka regulasi
yaitu Perlu didefinisikan ketat dan menerapkan
batasan yang mampu melindungi konsumen
namun tidak membatasi inovasi. Regulator yaitu
apasitas institusi dalam menegakkan dan menindak
pelanggaran PDP perlu diperkuat dan yang terakhir
meningkatkan kesadaran warga. Walaupun
perlindungan data pribadi bukan satu-satunya faktor
penentu pencapaian visi Indonesia 2020, namun
perlindungan data pribadi adalah elementer untuk
mendorong dan memastikan pertumbuhan ekonomi
tercapai.
(Lanjut ke Halaman 8)
1
2. 86
Modul Pengantar Tata Kelola Internet
Transformasi Digital Sistem Referensi
Expert/Knowledge Person Secara
Online-Sebuah Kajian/Penjajakan
Panelis (urut abjad): Endang
Djuano (Universitas Trisakti),
Izmir Eka Putra (KADIN).
Moderator: Tinuk Andriyanti
Asianto (PANDI). Pelapor:
Laila Ayu Karlina (ICT Watch)
Di era digital ini, ada kebutuhan
untuk membuat marketplace yang
menawarkan transfer knowledge,
sistem rekomendasi ahli. Dalam
mengembangkan sistem ini,
transfer knowledge memiliki
batasan yang perlu diperhatikan.
Misalnya keamanan data pribadi,
apakah data yang akan dibagikan
merupakan data yang boleh
dibagikan untuk umum atau tidak.
Untuk mengembangkan marketplace
2
INFRASTRUKTUR
Sesi #1
khusus transfer knowledge, kita
membutuhkan profiling pengguna
internet.
Saat ini, perusahaan besar sudah
melakukan profiling tentang data
kita tanpa kita sadari. Waktunya
kita sekarang membuat profiling
untuk tujuan yang lebih positif dan
berguna untuk masyarakat luas.
Untuk memutuskan marketplace
transfer knowledge berjalan
dengan baik,
diperlukan komitmen dan waktu
dari para ahli. Pengembangan
marketplace transfer knowledge
dapat dimulai dengan hal yang
spesifik sesuai keahlian dan
mengutamakan kearifan lokal
yang kita miliki karena ekosistem
penting untuk mendukun
berkembangkanya sistem ini.
HUKUM
Sesi #1
Internet of Things: Konektivitas, Produktivitas,
Pengendalian dan Model Kebijakan.
Pemerintah harus memberi
respon yang memadai terhadap
IOT di Indonesia IOT selalu
dikaitkan dengan smart city, smart
car, dan lainnya. Semua bidang
pekerjaan akan tergantikan
oleh IOT, maka semua bidang
harus menyesuaikan. Untuk
keselamatan anak dalam IOT,
semua pihak harus turun tangan
terutama dalam hal literasi
media, karena semua pihak
bertanggung jawab, contohnya:
memasukkan literasi digital ke
kurikulum pendidikan. Akademik,
peneliti, bisnis, industry,
pemerintah, dan masyarakatlah
yang menciptakan inovasi yang
akan mampu membangkitkan
perekonomian bangsa.
Panelis (urut abjad): Agus Pambagio (Akademisi Kebijakan), Kanisius
Karyono (Univ. Multimedia Nusantara). Moderator: Shita Laksmi
(Diplo Foundation). Rapporteur: Alvidha S. (Sekretariat ID-IGF)
2
3. 87 Modul Pengantar Tata Kelola Internet
SOSIAL
Sesi #1
Peta Jalan Literasi Digital
Panelis (urut abjad): Diena (GNLD
Siberkreasi), Mustika Wati (Pustakawan
DPR), Wien Muldian (Kemendikbud
RI). Moderator: Ade Farida (Kedubes
Amerika Serikat) Rapporteur: Dhestari
(Kemenkumham RI)
Pemakaian gadget semakin meningkat sampai
142% dibanding jumlah penduduk. Membangun
literasi digital di masyarakat berarti membangun
masyarakat yang lebih fokus pada circle of
control lebih memperhatikan kepada kebutuhan
diri tanpa membuang waktu dalam circle of
concerdn. Hal ini harus dimulai sejak masa
kanak-kanak dengan pendekatan yang relevan.
Internet menyamarkan arti kebutuhan primer
skunder: pulsa lebih prioritas daripada makan
bergizi (pelajar perempuan) Tingkat perceraian
pun saat ini meningkat karena semakin tipinya
wilayah provasi dan tingginya perselingkuhan
dunia maya. Jejak digital di Internet menjadi
issue yang hangat dan belum tuntas, terutama di
Indonesia.
Hak untuk dilupakan (rights to be forgotten)
perlu dibahas lebih mendalam karena seseorang
berhak untuk menghapus cerita masa lalunya
tetapi disaat yang sama hak ini juga bisa
dimanfaatkan oleh seorang pelaku criminal
untuk menghapus sejarahnya. Perempuan
merupakan pengguna internet terbanyak tapi
masih minim dalam literacy digital (privacy, daya
guna, dll) sehingga gerakan literasi digital perlu
secara khusus menaikkan tingkat kematangan
perempuan dalam hal ini.
SOSIAL
Sesi #2
Gerakan
Literasi Digital
Panelis (urut abjad): Diena (GNLD
Siberkreasi), Mustika Wati (Pustakawan DPR),
Wien Muldian (Kemendikbud RI). Moderator:
Ade Farida (Kedubes Amerika Serikat)
Rapporteur: Dhestari (Kemenkumham RI)
Hoax, cyberbullying, berita palsu dan beragam konten
negative masih terus bertebaran di dunia digital. Korban
pun mulai muncul walau pemerintah sudah mengeluarkan
banyak peraturan untuk melindungi warganya. Begitu
derasnya hoa, bahkan peraturan tersebut pun dijadikan
hoax utuk menakuti netizen berekspresi.
Rumah baca perpustakaan memerlukan regulasi
tentang literasi di daerah karena kurangna apresiasi
dari pemerintah atau komunitas perpustakaan.
Posisi komunitas digital dalam masyarakat Indonesia
memerlukan peran pemerintah dan komunitas, serta
mapping gerakan literasi nasional (sekolah, masyarakat,
budaya, Bahasa dan sastra, keluarga, satu guru, satu
buku) yang sudah dibuat. Gerakan Literasi Nasional
harus dapat menggerakkan seluruh lapisan masyarakat
melalui konten digital yang positif. Bersama-sama
kolaborasi di seluruh lapisan masyarakat untuk cerdas
memanfaatkan teknologi melalui pendidikan literasi.
3
4. 88
Modul Pengantar Tata Kelola Internet
INFRASTRUKTUR
Sesi #2
Neutral Network
Operator Or Open
Access Policy
Banyak asosiasi mendukung adanya
pemerataan infrastrukutr internet di
Indonesia dengan konsep neutral,
jaringan ini mampu memberikan peluang
usaha bagi seluruh provider yang ada.
Dengan adanya regulasi dari pemerintah,
kebutuhan internet dengan kewajiban
IPTEK bagi masyarakat ke depannya
degan konsep neutral mengurangi
persaingan usaha tak sehat.
HUKUM
Dengan adanya regulasi dari pemerintah, kebutuhan internet
dengan kewajiban IPTEK bagi masyarakat ke depannya degan
konsep neutral mengurangi persaingan usaha tak sehat. Dengan
konsep fiber, kita sediakan pipe kosong dengan melengkapi dan
menyediakan internet di seluruh wilayah Indonesia. Kita harus
mempunyai pemerataan atau bandwith yang sama tanpa adanya
intervensi pada provider raksasa.
Panelis (urut abjad): Henry K. Soemartono (APJII), Joseph
Lembayung (Bali Tower), Kanaka Hidayat (NEUSAT), Nonot
Harsono (Mastel Institute), Thomas Dragono (PT. Mega
Akses Perdana). Moderator: Bambang Sumaryo (ISOC
Indonesia). Rapporteur: Pramirvan Datu (ISOC Indonesia)
Sesi #2
Urgensi Pengaturan Data Privasi:
Keseimbangan Antara Perlindungan
dan Pemantauan Teknologi
Panelis (urut abjad): Dr. Sinta Dewi (Univ.
Padjajaran), Justi Kusumah (K&K Advocates),
Semmy Pangerapan (KOMINFO RI), Wahyudi
Djafar (ELSAM). Moderator: Miftah Fadhli (ELSAM)
Rapporteur: Riska Carolina (ELSAM)
Era digital adalah era transparansi yang harus dipahami
masyarakat Indonesia secara keseluruhan bukan hanya
dari pemerintah saja namun juga kontribusi masyarakat
dan pelaku bisnis di dalamnya untuk membentuk suatu
perangkat hukum yang melindungi kebebasan berekspresi
warga negara. Maka dari itu dibutuhkan undang-undang
yang mengakomodir perlindungan data pribadi yang
menjamin hal tersebut (UU PDP) karena saat ini data
menjadi common good yang diinginkan oleh semua orang
karena data adalah power.
Perlunya peta jala integrase UU
Perlindungan Data Pribadi yang
berkesesuaian pada standar
internasional yakni HAM, melibatkan
actor-aktor terkait di dalanya seperti
pemerinta, masyarakat dan pelaku
bisnis serta pembentukan badan
independen yang menampung
aspirasi masyarakat. Semoga
tahun depan Undang-Undang
Perlindungan Data Pribadi dapat
disahkan da segera diberlakukan
untuk kepentingan kita bersama.
Dengan konsep fiber, kita sediakan pipe kosong dengan melengkapi
dan menyediakan internet di seluruh wilayah Indonesia. Kita harus
mempunyai pemerataan atau bandwith yang sama tanpa adanya
intervensi pada provider raksasa.
4
5. 89 Modul Pengantar Tata Kelola Internet
Monopoli
Multinasional Dibalik
Agenda E-Commerce
Panelis (urut abjad): Bhima
Yudistira (INDEF), I Nyoman
(Kominfo), Margiyono (Komisaris
Telkom), Olisias Gultom (IGJ).
Moderator: Rachmi Hertanti (IGJ).
Rapporteur: Maulana (IGJ)
Isu E-Commerce merupakan isu yang
sangat kompleks bukan hanya bicara
perdagangan namun bicara digital. Investasi
dalam startup bisnis e-commerce masih
didominasi oleh asing. Startup di Indonesia
yang paling banyak ada e-commerce dan
investasi pun sudah mencapai billion, juga
paling berkembang pesat. E-commerce
di Indonesia belum mencapai 2% bahkan
di Amerika sudah mencapai 5%, namun
nilainya sangat besar.
Persentase investasi asing didominasi
Jepang hingga 63%. E-Commerce akan
berpengaruh terhadap perdagangan bebas.
Problem nasional belum punya consensus
bahkan pemerintah sendiri belum punya
pandangan mengenai cara menghadapi
e-commerce
Pergeseran nilai perusahaan yang tadinya
berbasis komoditas, kini berbasis digital.
Dan angka ekonomi digital cuku besar,
sayangnya Inonesia belum cukup memadai
dalam hal teknologi dibanding negara
lain dan juga problem lainnya adalah
regulatory framework. Yang dikhawatirkan
kemudian bila muncul e-commerce adalah
menurunnya tingkat tenaga kerja dalam
berbagai sektor dan fenomena ekonomi
digital dibarengi dengan e-money dan yang
menikmati e-commerce adalah perbankan.
Penerapan regulasi di Indonesia sudah
mulai ada dan membaik, namun penerapan
teknis yag masih belum memadai.
EKONOMI
Sesi #2
Membangun
Infrastruktur & Ekonomi Digital
Berbasis Kerakyatan
Panelis (urut abjad): Anang Latief (BP3TI),Bima Laga
(idEA), Sofyan Lusa (Kemenko Perekonomian), Tjatur
(Kumparan). Moderator: Indriyatno Banyumurti (ICT
Watch). Rapporteur: Sherly Haristya (ICT Watch)
Tantangan terbesar di Indonesia adalah bagaimana membawa
usaha kecil dinas, tetapi juga UMKM dan usaha informal
(misalkan pedagang keliling), selain itu juga tantanga dalam
kesiapan produksi lokal. Usaha pemerintah Indonesia
di dalam menggenjot kebutuhan infrastruktur koneksi
internet di daerah terpencil. Tantangan berikutnya adalah
bagaimana memanfaatkan infrastruktur ini untuk memajukan
kesejahterasaan masyarakat. Tantangan berikutnya setelah
internet dan ekonomi digital tersedia dan berjalan adalah
mengedukasi masyarakat agar melek digital supaya tercipta
pertumbuhan dan manfaat ekonomi yang inklusif
EKONOMI
Sesi #3
Dalam sesi open mic, dengan membawa sub tema Startup
Untuk Rakyat dan menghadirkan 8 figur startup: Enda Nasution
(Gerakan 1000 Startup), Yekti Hesti (independen.id), Faldo Maldini
(pulangkampuang.com), A. Ahmad Fauzi (Billion Apps), Luthfi Idiyono
(tambo.co.id), Yosep Prayogi (tempo.co), Andika Firnanda (privatQ),
M. Isa Iombu (selasar.com). Para speaker dari masing masing
startup diberi waktu 10 menit untuk presentasi di sesi ini.
Inti dari paparan para startup adalah mengedepankan teknologi
digital. Di mana dengan dengan kemajuan dunia digital dan juga
adanya kemajuan infrastruktur dalam pembangunan internet yang
lebih baik lagi di Indonesia khususnya, maka segala hal menjadi lebih
mudah. Bahkan para startup ini telah dapat menciptakan lapangan
pekerjaan hanya dengan menggunakan internet dan kemajuan digital
tadi. Dengan mengambil contoh yang sama yang disebutkan oleh
Bapak Semuel dalam sesi pembukaan , yaitu berkembangan starup
layanan taksi online yang berkembang hanya dalam hitungan yang
tidak lama dan dengan modal yang tidak terlalu besar untuk memulai.
Inti yang disebutkan oleh para startup dalam sesi ini adalah
penggunaan teknologi digital yang tepat guna, kerjasama atau
kolaborasi dan komunikasi.
Mengingat kemajuan teknologi digital erat kaitannya dengan
perkembangan internet, maka para startup mencoba untuk mengajak
para pemula atau generasi Z (lebih muda dari kaum milenial) untuk
dapat mengedepankan potensi diri dalam pemggunaan digital
dan internet itu sendiri. Mereka (para startup) menjelaskan bahwa
5
6. 90
Modul Pengantar Tata Kelola Internet
INFRASTRUKTUR
Sesi #3
Penyiapan SDM
Dalam Rangka
Transformasi
Digital
Panelis (urut abjad): Edi Purwanto (Indotelko), Iin Mulyani
(SMK Wikrama Bogor), Sofi Fachri (BNSP), Teguh
Prasetya (MASTEL). Moderator: Yudho Giri Sucahyo (UI).
Rapporteur: Osvan W (ISOC Indonesia)
SDM Indonesia hampir di semua sektor
tidak memiliki daya saing. Sertifikasi
profesi baru dimulai dengan intensif
dengan dibentuknya BNSP. Lulusan
SMK seharusnya masuk kategori
level 2 (contoh: operator), tetapi
ekspektasi industry dituntut sampai
kualifikasi SMK menghasilkan SDM
yang berkompeten dengan beberapa
strategi di antaranya digitalisasi
pengelolaan pendidikan, pemagangan
guru di industry, dukungan internet,
mengecilkaan gap antara keterampila
di sekolah yang diharapkan industry.
Tantang terbesarnya yaitu memperkecil
gap keterampilan di sekolah dengan
industri adalah SDM guru IT yang
kompeten.
LSP menjembatani kompentensi SDM dengan kebutuhan industry
dengan standar kompentensi/sertifikasi yang relevan dengan kebutuhan
dan dapat disetarakan dengan standar kompetensi nasional dan
internasional. Pilar Indonesia Digital Inclusion yang penting salah satunya
adalah local content yang produktif. Dilakukan percepatan di semua pilar.
Sektor usaha telematika individual perlu juga perlindungan aturan atau
regulasi tidak hanya usaha telematika berbentuk badan. Keluhan dari
masyarakat sosial dalam UKM adalah minimnya SDM di bidang teknologi
informasi terutama di daerah-daerah. Harapan kepada pemerintah untuk
memberikan dukungan berupa pelatihan-pelatihan. Keluhan dari telco
dalam internet, banyak hal yang
perlu diketahui, dari sekedar opload
dan download. Yaitu potensi untuk
mencari peluang yang lebih besar,
contoh menampilkan kemampuan
pribadi (seperti menulis, belajar
mengembangkan aplikasi, dan lain
sebagainya) untuk bisa disalurkan dan
agar potensi diri bisa meraih perhatian
publik yang berselancar di internet
untuk mengenal kita. Dan Hal lain yag
tidak kalah penting adalah ketekunan
dan kemauan diri untuk berkembang
dan terus belajar.
Summary:
Open Mic
SOSIAL
Sesi #3 Dampak dari Pesat
dan Cepatnya
Transformasi Digital
Panelis (urut abjad): Nafi Putrawan
(Cybers Group), Putu Lexman
Pendit (RMIT University Australia),
Ramya Prajna Sahisnu (Think.
web). Moderator: Yuli Asmini
(KOMNAS HAM). Rapporteur:
Khairunnisa Fathonah (DPD-RI)
Digital Literacy adalah respon kita terhadap perkembangan teknologi,
bagaimana kita menggunakan media untuk mendukung masyarakat
dalam kemampuan membaca serta meningkatkan keinginan masyarakat
untuk membaca. Gap digital literacy terjadi pada laki-laki dan perempuan
(resiko: digital ekonomi tidak sustain), kantor (resiko low performance),
masyarakat desa (resiko ekonomi tidak rata), UKM (resiko rendahnya
adopsi), usia produktif (resiko rendahnya penyerapan tenaga kerja)
Gap antar orang tua dan anak: komunikasi menjadi kurang baik, anak
kurang beretika dan banyaknya info yang tidak akurat. Yang perlu
dilakukan adalah: latihan memilah informasi, latihan belajar mandiri dan
latihan menggunakan teknologi.
6
7. 91 Modul Pengantar Tata Kelola Internet
HUKUM
Sesi #3
Tanggung Jawab Intermediary dalam
Pemanfaatan Teknologi Internet: Arah
Kebijakan di Indonesia
Panelis (urut abjad): Adzkar Muhsinin (Peneliti Senior ELSAM), Dr. Sinta
Dewi (Univ. Padjajaran), Semmy Pangerapan (KOMINFO RI). Moderator:
Wahyudi Djafar (ELSAM) Rapporteur: Riska Carolina (ELSAM)
Konten didistribusikan oleh intermediaries degan peran sebagai pemberi
akses, penampug, pentransmisi dari pihak ketiga. Dalam konteks hak asasi
manusia perantara internet memiliki peran penting dalam ekosistem digital.
Korporasi masuk menjadi pelaku pelanggaran HAM bersama dengan negara,
maka hal tersebut terkait dengan prinsip panduan tentang bisnis dan ham
= kewajiban negara untuk melindungi, tanggun jawab korporasi untuk
menghormati ham.
Pasal 40 ayat 2a adalah mengenai literasi
yang tetap berjalan seiring berjalannya
waktu. Sehingga jika literasi meningkat
maka pelarangan dari peraturan akan
turun. Perlu adanya keseimbangan antara
proteksi dan freedom of expression
harus diperhatikan dalam pembentukan
pengaturan.
Harus ada beberapa kesadaran bagi startup
yaitu: database di Indonesia, mendaftarkan
sistem elektonik ke Kementerian Kominfo,
business model yang tidak menjual data
pribadi serta memiliki database officer yang
bertanggungjawab terhadap data konsumen.
Diharapkan di masa depan user harus lebih
aware terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran dan memanfaatkan asosiasi
legal untuk perlindungan data pribadi. Ketika
data pribadi diberikan kepada public, berarti
kemudian data tersebut menjadi data public,
untuk itu perlu adanya right to be forgotten yaitu
hak individu untuk meminta kepada penyimpan
data atau informasi pribadi agak dihapus
aksesnya.
Penggunaan internet terbesar di Indonesia
adalah untuk media sosial (97,4%), youtube
dan e-commerce. Ada 3 pilar keberhasilan unuk
transaksi e-commerce yaitu trust, security dan
privacy. Masyarakat Indonesia belum sadar
mana yang merupakan privasi yang harus
dilindungi, seringkali persetujuan diberikan
tanpa konsumen tahu data akan digunakan
untuk apa. Di Indonesia belum ada undang-
undang mengenai perlindungan data pribadi
dan berharap semoga akan terealisasi.
Panelis (urut abjad): Debora Rosaria
(bukalapak), Evandri Pantouw (Indexa Law),
Mediodecci Lustarini (Kominfo), Miftah Fadhli
(ELSAM). Moderator: Farhanah (KEMUDI).
Pelapor: Indriani Widyastuti (KEMUDI)
YOUTH ID-IGF
Syarat dan Ketentuan
(tidak) Berlaku
Dalam konteks pengaturan media
ada no regulation, self regulation, co
regulation, da direct regulation. Namun,
regulasi Indonesia belum ditentukan jenis
pengaturan secara lengkap mengeai
tanggung jawab pihak ketiga. Perlu ada
beberapa tanggung jawab korporasi yang
bersifat exploitative denan parameter local
(localizing human rights) atau lainnya
tergantung negara menyikapinya. Tidak
ada pembatasan umur di Indonesia, namun
ada pelarangan untuk menjaga ketertiban
intermediaries liability jika tidak ada upaya
yang dilakukan oleh pemerintah.
7
8. 92
Modul Pengantar Tata Kelola Internet
STATISTIK DIALOG
NASIONAL ID-IGF 2017
(Berdasarkan Daftar Hadir)
Total Peserta: 477
(44%) 209
Perempuan
268 (56%)
Laki-laki
Kelompok Pemangku Kepentingan:
Pelajar/ Mahasiswa (35%):166 orang
Dosen/ Guru (10%):46 orang
Pemerintah (16%):77 orang
Komunitas Teknologi (9%):44 orang
CSO (13%):62 orang
Media (4%):20 orang
Sektor Bisnis (13%): 62 orang
PENGANTAR
perusahaan ini hanya mengandalkan teknologi digital
dan mereka telah mampu menghidupkan serta
memberdayakan sumber daya masyarakat luas tanpa
harus masyarakat tersebut mendirikan atau bahkan
mempunya bagian (aset) di dalamnya dan perusahaan
online tersebut terus meningkat baik dari segi ekonomi
maupun pemberdayaan masyarakat secara luas. Hal
ini memang banyak di tentang, terutama karena belum
adanya peraturan dan UU yang mengatur pergerakan
usaha tersebut, namun tidak dapat dihindari karena
perkembangan teknologi digital itu tadi. Justru,
pemerintah diharapkan dapat memberikan payung
hukum yang jelas dan juga standarisasi kepada para
startup tersebut agar inovasi tetap berjalan dan terjaga
di dalam perkembangannya.
Sementara itu, Sanjaya, Deputy Director General Asia
Pacific Network Information Centre (APNIC) juga
hadir dalam dialog nasional ini mewakili kalangan
teknis. Tujuan kami mengawal dialog nasional
ini adalah menjaga agar pembicaraannya realistis.
Karena saat membahas internet, maka harus tahu cara
kerjanya internet seperti apa. Kalau tidak tahu maka
pembicaraannya jadi mengambang, ujarnya. Menurut
Sanjaya, terkait internet Indonesia, ada dua hal yang
perlu ditingkatkan, yaitu akses, di mana masih terbatas
52%. Hal lain adalah keamanan dan proteksi, yang
sangat penting untuk dibenahi. Sebab jika tidak, maka
orang tidak percaya dengan transformasi digital.
Naveed Haq, Regional Development Manager Internet
Society Asia Pacific (ISOC APAC) mengatakan bahwa
diskusi-diskusi sejenis ini juga banyak berlangsung di
negara-negara Asia Pasifik lain. ISOC APAC merupakan
organisasi global yang juga mempromosikan
kebijakan-kebijakan yang mendukung akses universal
bagi semua orang di seluruh dunia.
Sedangkan Irwin Day, Anggota Multistakeholder
Advisory Group (MAG) Indonesia Internet Governance
Forum, menyatakan bahwa dia sangat mendukung
ID-IGF. Dukungan itu terutama karena prinsip-prinsip
yang disepakati, seperti keterbukaan, kebebasan
arus informasi, dan pengelolaan transparansi yang
demokratis oleh multistakeholder. Irwin ingin agar
semua yag terlibat tidak melupakan prinsip-prinsip
tersebut walau kelak dunia digital indonesia sudah
bertransformasi.
Lanjutan dari halaman 1
8
Panelis (urut abjad): Irwin Day (MAG), Naveed
Haq (ISOC ASPAC), Sanjaya (APNIC). Moderator:
Shita Laksmi (DIPLO)