Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan kencing yang dapat disebabkan oleh melemahnya otol dasar panggul, gangguan saraf, atau efek obat. Dokumen ini membahas definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, dan penanganan inkontinensia urin.
1 of 14
Downloaded 37 times
More Related Content
Inkontinensia urin
1. Inkontinensiaurin
Dosen : Ns. Ifon Driposwana S,Kep
oleh :
Kelompok 2
Fitri Nur Cahyanti
Desfi Ardila
Nofkal Sutiyo
A2a Keperawatan
SekolahTinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Padang
2015/2016
2. definisi
Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan kencing.
Inkontinensia adalah pelepasan urin yang tidak terkontrol dalam jumlah yang cukup
banyak,sehingga dapat dianggap sebagai kondisi yang disebabkan karena usia (setiyono,
2001)
3. etiologi
melemahnya otot dasar panggul, adanya kontraksi
(gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih,
gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-
obatan, produksi urin meningkat atau adanya
gangguan kemampuan/keinginan ke toilet, produksi
urin berlebih .
4. Klasifikasi Inkontinensia Urin
1. Inkontinensia urin akut ( Transient incontinence ) :
Inkontinensia urin ini terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6
bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem
iatrogenic dimana menghilang jika kondisi akut teratasi.
Penyebabnya dikenal dengan akronim Diappers yaitu : delirium,
infeksi dan inflamasi, atrophic vaginitis, psikologi dan
pharmacology, excessive urin production (produksi urin yang
berlebihan), restriksi mobilitas dan stool impaction (impaksi feses).
5. 2. Inkontinensia urin kronik ( Persisten ) : Inkontinensia urin ini tidak berkaitan
dengan kondisi akut dan berlangsung lama ( lebih dari 6 bulan ).
penyebab : menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan karena
kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor.
Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan menjadi beberapa tipe
a. Inkontinensia urin tipe stress
ini terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di
dalam perut, melemahnya otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen.
Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari,
atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
b. Inkontinensia urin tipe urge
Timbul pada keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, yang mana otot
ini bereaksi secara berlebihan. ditandai dengan ketidak mampuan menunda berkemih
setelah sensasi berkemih muncul
6. c. Inkontinensia urin tipe overflow
Pada keadaan ini urin mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak di
dalam kandung kemih, umumnya akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah.
Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera
pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat.
Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing ( merasa urin masih tersisa di
dalam kandung kemih ), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
d. Inkontinensia tipe campuran (Mixed)
merupakan kombinasi dari setiap jenis inkontinensia urin di atas. Kombinasi
yangpaling umum adalah tipe campuran inkontinensia tipe stress dan tipe urgensi
atau tipe stress dan tipe fungsional
7. Patofisiologi
Pengendalian kandung kemih dan sfingter diperlukan agar terjadi pengeluaran urin
secara kontinen. Pengendalian memerlukan kegiatan otot normal diluar kesadaran dan
yang didalam kesadaran yang dikonrdinasi oleh refleks urethrovsien urinaris. Bila terjadi
pengisian kandung kencing tekanan didalam kandung kemih meningkat. Otot detrusor
(lapisan yang tiga dari dinding kencing) memberikan respon dengan relaksasi agar
memperbesar volume daya tampung. Bila sampai 200 ml urin daya rentang reseptor
yang terletak pada dinding kandung kemih mendapat rangsangan. Stimulus
ditransmisikan lewat serabut reflek eferen ke lengkungan pusat refleks untuk
meksitrurisasi. Impuls kemudian disalurkan melalui serabut eferen dari lengkungan
refleks ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor. Sfinkter interna yang
dalam keadaan normal menutup, serentak bersama sama membuka dan urin masuk ke
uretra posterior. Relaksasi sfinkter eksterna dan otot pariental mengkuti dan isi
kandung kemih keluar. Pelaksanaaan kegiatan refleks bisa mengalami interupsi dan
berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls inhibitor dari pusat kortek yang
berdampak kontraksi diluar kesadaran dan sfinkter eksterna. Bila disalah satu bagian
mengalami kerusakan maka akan dapat mengakibatkan inkontenensia
8. Manifestasi klinis
1. Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya.
Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.
2. Inkontinensia urgensi: Manifestasinya dapat berupa perasaan ingin
kencing yang mendadak ( urge ), kencing berulang kali ( frekuensi ) dan
kencing di malam hari ( nokturia ).
3. Enuresis diagnostik : 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun
mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan
sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya kandung kemih yang tidak
stabil.
4. Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara
lemah, menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi
abdominoperineal), fistula (menetes terus-menerus), penyakit neurologis
(disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya diabetes)
dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.
9. komplikasi
•Masalah kulit : dapat menyebabkan ruam,infeksi kulit,
dan luka (ulkus kulit) dari kulit yg selalu basah.
•Infeksi saluran kemih
11. ANALISA DATA
ANALISA ETIOLOGI M.K D.K
Data subjektif:
Pasien mengeluh keluar
kencing saat tertawa,
bersin dan batuk, sering
kencing sekitar 2 jam
sekali
Data obyektif :
setiap kali ada
peningkatan tekanan
intra abdomen urine
pasien menetes keluar
Degenerative sel
Kehilangan sensasi dan
reflexs sfingter
MK: Inkontinensia
urin
Terjadiparalisis pada
saluran perkemihan
Penurunansaluran
system perkemihan
Inkontinensia urin
stress
Inkontinensia urin stress b/d
perubahan degenerative pada otot
pelvis dan struktur pendukungnya
yang dihubungkan usia lanjut.
Data subjektif:
Pasien malu, dan
merasa tidak nyaman
dengan hal itu sehingga
dia tidak mau bergaul
dengan teman-2nya
sesama lansia.
Data objektif :
-
Interaksi social dan
hambatan
Gangguan konsepdiri
Pasien merasa malu
Pengeluaran urinyang
terlalu sering
Interaksi sosial,
hambatan
Interaksi sosial, hambatan b/d
gangguan konsep diri
12. INTERVENSI
No Diagnosa Intervensi Rasional
1. Inkontinensia urin stress b/d perubahan
degenerative pada otot pelvis dan struktur
pendukungnya yang dihubungkan usia
lanjut.
Tujuan:
a. Menunjukkan kontinensia urin.
b. Keadekuatan waktu untuk mencapai
kamar kecil antara urgensi dan
pengeluaran urin.
c. Pakaian dalam tetap kering
sepanjang hari
d. Mampu berkemih secara mandiri.
Kriteria Hasil:
Kontinensia urin. Mempertahankan
frekuensi berkemih lebih dari 2 jam.
Lakukan latihan otot dasar panggul
Lakukan perawatan inkontinensia urin
Identifikasi penyebab inkontinensia
multifaktorial
Memperkuat otot pubotogsigeal dengan
kontraksi volunteer berulang.
untuk meningkatkan kontinensia urin dan
untuk mempertahankan intregitas kulit
perineal.
Untuk mengetahui penyebab
inkontinensia urin
2. Interaksi sosial, hambatan b/d gangguan
konsep diri
Tujuan:
a. Menunjukkan penampilan peran
b. Menunjukkan keterlibatan sosial
Kriteria Hasil:
a. Keterampilan interaksi sosial:
penggunaan perilaku interaksi sosial yang
efektif.
b. Keterlibatan sosial:interaksi sosial
individu yang sering dengan orang lain,
kelompok atau organisasi
Tingkatankan sosialisasi
Kaji pola interaksi antara pasien
dengan orang lain
Untuk meningkatkan interaksi pasien
dengan orang lain
Untuk mengetahui pola interaksi pasien
dengan orang lain
13. IMPLEMENTASI
Diagnosa Keperawatan Implementasi
Inkontinensia urin stress b/d perubahan
degenerative pada otot pelvis dan struktur
pendukungnya yang dihubungkan usia lanjut.
mengidentifikasi penyebab inkontinensia
multifaktorial
Inkontinensia urin stress b/d perubahan
degenerative pada otot pelvis dan struktur
pendukungnya yang dihubungkan usia lanjut.
melakukan perawatan inkontinensia urin
Inkontinensia urin stress b/d perubahan
degenerative pada otot pelvis dan struktur
pendukungnya yang dihubungkan usia lanjut.
melakukan perawatan inkontinensia urin
Inkontinensia urin stress b/d perubahan
degenerative pada otot pelvis dan struktur
pendukungnya yang dihubungkan usia lanjut.
melakukan latihan otot dasar panggul
Inkontinensia urin stress b/d perubahan
degenerative pada otot pelvis dan struktur
pendukungnya yang dihubungkan usia lanjut.
melakukan perawatan inkontinensia urin
Interaksi sosial, hambatan b/d gangguan
konsep diri
Mengkaji pola interaksi antara pasien dengan
orang lain
Meningkatankan sosialisasi
14. EVALUASI
S : Pasien mengatakan bahwa tidak mengeluarkan urin
pada saat bersin dan tertawa.
O: Setiap ada peningkatan tekanan intra abdomen urin
pasien tidak menetes.Pasien mengeluarkan urin lebih dari 2
jam sekali.
A: Masalah teratasi
P: Masalah teratasi pasien pulang.