1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan
produksi yang cukup tinggi sejalan dengan meluasnya areal perkebunan
khususnya untuk wilayah Riau, sehingga banyak kita temukan tanaman kelapa
sawit yang merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan daerah Riau
yang limbahnya kurang tereksplor dengan baik oleh masyarakat desa khususnya
petani kelapa sawit. Sejalan dengan hal ini, perlu adanya usaha lebih lanjut untuk
memanfaatkan limbah sawit kearah yang lebih bermanfaat dan mampu
menghasilkan nilai ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya petani
kelapa sawit itu sendiri.
Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu produk sampingan (byproduct) berupa padatan dari industri pengolahan kelapa sawit. Ketersediaan
tandan kosong kelapa sawit cukup signifikan bila ditinjau berdasarkan rerata
nisbah produksi tandan kosong kelapa sawit terhadap total jumlah tandan buah
segar (TBS) yang diproses dengan rerata produksi tandan kosong kelapa sawit
adalah berkisar 22% hingga 24% dari total berat tandan buah segar yang diproses
di Pabrik Kelapa Sawit.
Salah satu upaya dalam memanfaatkan limbah sawit yang jumlahnya
cukup melimpah itu adalah dengan menjadikan limbah dari kelapa sawit tersebut
yaitu tandan sawit sebagai bahan baku dalam pembuatan asap cair sebagai
perlindungan terhadap kayu yang dikenal dengan istilah pengawetan kayu, yakni
memasukkan bahan alami yang berpotensi sebagai bahan pengawet kayu
sehingga kerusakan terhadap manusia dan lingkungan akibat penggunaan bahanbahan sintetis yang terus menerus dapat dihindari, merupakan bahan pengawet
kayu yang ramah lingkungan, mudah didapat dan diolah serta terjangkau oleh
masyarakat sehingga merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dan perlu
diteliti dengan seksama.
2. 2
2. Peluang
Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak dan
belum merusak kayu represif dan untuk pengawetan kayu yang sudah terpasang.
Cara pengawetan inihanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu
akan dipakai tidak hebat atau ganas (Barty et al, 1995).
3. Tantangan
Tantangan yang saya hadapi dalam hal ini adalah pada saat melakukan
penelitian tersebut harus dengan hati-hati karena sangat berbahaya.
4. Hambatan
Boraks adalah senyawa dengan nama Natrium Tetraborat (Na2B4O7)
yang mengandung tidak kurang dari 99 % dan tidak lebih 105,0 %
Na2B4O7.10H2O dengan sifat: hablur transparan, tidak berbau, warna putih sangat
sedikit larut dalam air dingin tetapi lebih larut dalam air panas. Besar daya
pengawet mungkin disebabkan senyawa aktif asam borat. Senyawa borat ini
dikenal sebagai bahan yang mampu membunuh bakteri pembusuk, walaupun
belum ada penelitian yang khusus mengemukakan hal tersebut (Yuliana, 2002).
Menurut (Handayani, 2008) boraks bila menguap di udara, berupa gas
yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang
hidung, tenggorokan, dan mata. Dampak Akut : efek pada kesehatan manusia
langsung terlihat : seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah,
rasa terbakar, sakit perut dan pusing. Dampak Kronik : efek pada kesehatan
manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang :
iritasi kemungkin parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal,
pankreas, system saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat
menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen
(menyebabkan kanker). Menggunakan kayu dengan bahan pengawet kimia seperti
formalin, efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang, karena terjadi
akumulasi formalin dalam tubuh.
3. 3
5. Prospek ke Depan
Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau pada tahun 2003 tercatat seluas
1.486.989 ha, yang proporsinya terdiri dari Perkebunan Negara 106.142 ha,
Perkebunan Besar swasta 548.009 ha dan milik perorangan/rakyat 832.838 ha,
yang pada tahun 2004 terjadi perluasan mencapai 1.510.835 ha (Statistik
Perkebunan, 2003) atau tambahan seluas 25.000 ha.
Pembukaan
lahan
perkebunan
kelapa
sawit
secara
besar-besaran
menimbulkan kekhawatiran terjadinya pencemaran lingkungan akibat hasil
samping dan limbah kelapa sawit. Limbah kelapa sawit dapat digolongkan
menjadi limbah perkebunan kelapa sawit. Limbah perkebunan kelapa sawit
adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat
pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit. Jenis limbah
ini antara lain kayu, pelepah dan gulma. Limbah pada hasil pengolahan kelapa
sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan tempurung kelapa sawit
(Edhy, 2004).
Limbah batang sawit yang selama ini menjadi persoalan serius bagi pengelola
kebun ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku produk furnitur dan kayu
pertukangan. Potensi ini belum diketahui orang padahal bisa dijadikan bahan
baku industri pengolahan kayu, stok limbah kayu kelapa sawit sangat melimpah.
Limbah yang tidak pernah diperhitungan sebelumnya bisa dijadikan bahan baku
alternatif ditengah kondisi kelangkaan bahan baku kayu. Pada Tabel 1 terlihat
beberapa potensi limbah batang kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sehingga
mempunyai nilai ekonomi yang tidak sedikit (Husin, 2004).
6. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang
berupa rancangan acak lengkap (RAL) 5 kali ulang lalu dilakukan uji
laboratorium untuk mengetahui kandungan asap cair tersebut.
4. 4
7. Anggaran Biaya
Anggaran rancangan biaya adalah sebagai berikut :
No
Uraian
Rincian Anggaran yang Diusulkan
I
Alat dan Bahan
Uraian
Unit
Satuan
Biaya
Jumlah (Rp)
a. Sewa alat pirolisis
1
set
3.000.000
3.000.000
b. Sewa alat lab lainnya
1
set
1.900.000
1.900.000
c. Beli gas
3
buah
150.000
450.000
d. Beli selang
20
meter
4.000
80.000
e. Beli parang
4
buah
28.000
112.000
f. Beli Ember
5
buah
26.000
130.000
g. Beli Botol
10
buah
7000
70.000
h.
2
Paket
30.000
60.000
6
buah
7500
45.000
1
buah
278.000
278.000
k. Analisis data
1
Paket
750.000
750.000
l. Dokumentasi
1
paket
270.000
270.000
Alat tulis
i. Dirigen
j. Tabung
Penyemprot
(Sprayer)
m. Biaya tak terduga
Total Jumlah
Terbilang: Delapan Juta Tiga Ratus Enam Puluh Lima Ribu
500.000
8.365.000
5. 5
8. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dilakukan di Lab Kimia FMIPA
Universitas Riau untuk menguji kandungan asap cair.
9. Evaluasi
Proses pembuatan asap cair salah satunya menggunakan tandan kosong
kelapa sawit yang merupakan produk sampingan (by-product) berupa padatan
dari industri pengolahan kelapa sawit. Di dalam tandan kosong kelapa sawit
tersebut terdapat kandungan asap cair, asap cair tersebut memiliki kandungan
fenol berperan untuk mengawetkan kayu secara alami.
10. Tim Pelaksana
1.
Ketua Pelaksana
: Dede Suhendra
2. Bendahara
: Ayu Lestari
3.
: Peri Desko Putra
Anggota Pelaksana
4. Anggota Pelaksana
5.
: Oktavia Surya Indra
Peneliti Kandungan Asap Cair : Abdy Kaumiyah
6. 6
11. Penutup
Pengawetan kayu pada dasarnya merupakan tindakan pencegahan
(preventive), berperan untuk meminimalkan atau meniadakan kemungkinan
terjadi cacat yang disebabkan OPK, bukan pengobatan (curative) yang diilakukan
dalam rangka pengendalian mutu atau kualitas, mencakup kualitas bahan baku
dan produk serta memperpanjang umur pakai kayu. Biasanya penggunaan
pengawet kayu mengacu pada penggunaan pestisida (bahan kimia pengawet)
yang dimasukkan ke dalam kayu (Barly,1990). Dalam hal ini, persyaratan bagi
bahan pengawet kayu antara lain harus memiliki sifat efikasi terhadap OPK,
mampu menembus ke dalam kayu dan tidak mudah luntur atau terikat di dalam
kayu, tetapi beberapa jenis bahan pengawet larut air bersifat korosif (Kadir dan
Barly, 1974). Istilah bahan pengawet kayu sekarang termasuk bahan kimia atau
kombinasi bahan yang dapat mencegah kerusakan kayu terhadap satu atau
kombinasi antara; pelapukan (decay), serangga (termite), binatang laut (marine
borer), api (fire), cuaca (weathering), penyerapan air dan reaksi kimia (Anonim,
1976).