Teks membahas hubungan antara Islam dan perkembangan modern. Islam mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan ajaran dasarnya. Namun, Islam juga waspada terhadap pengaruh negatif modernisasi seperti materialisme. Islam menganjurkan modernisasi yang sesuai dengan nilai-nilai agama.
1 of 4
More Related Content
Islam dan dunia kontemporer
1. ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER<br />Sesungguhnya,Islam pun tak luput memperhatikan masalah modernisasi dan perkembangan.Di sisi lain,Islam mencapai ketinggian derajat karena senantiasa konsisten pada kemurnian ajaran atau penjagaan atas kemurnian peninggalan-peninggalan sejarahnya.Berbagai tesis yang menentang kenyataan tersebut gagal karena berbagai bukti. Bukti-bukti tersebut sekaligus mencakup pengertian muaasyrah atau modern menurut Islam.<br />Pertama, jika dipandang dari esensi ajarannya, Islam mampu menyumbangkan banyak hal kepada kehidupan untuk berbagai zaman dan kondisi yang mengelilingannya. Di samping itu, nilai-nilai universal yang dikandungnya pun sesuai dengan perkembangan zaman, serta dinamika pemikiran, sosial, dan kultural. Kedua, dipandang dari bukti-bukti sejarah, kapan Islam pernah mengalami stagnasi ketika harus berhadapan dengan perkembangan, pertumbuhan, dan dinamika sejarah? Islam tidak akan pernah mengalami hal itu sebab stagnasi tidak akna pernah terjadi kecuali pada hal-hal yang disikapi dengan kejumudan seperti yang kita saksikan dalam peradaban Barat. Kondisi seperti itu dapat kita lihat dalam praktik ilmu pengetahuan, nasionalisme, dan lain-lain. Dalam Islam kita tidak akan pernah menyaksikan hal seperti itu karena Islam membuka pintu lebar-lebar untuk ilmu pengetahuan melalui ajakan untuk berpikir, merenung, meneliti, berusaha, serta berperadaban. Sementara, dalam pemikiran kristen hal semacam itu merupakan sesuatu yang baru karenanya, wajar saja jika dikalangan meraka muncul konflik antara agama dan sains, muncul sekularisasi dan pemikiran dikotomis, terjadi klarifikasi yang tegas antara dimensi spritual dengan dimensi material, aliran materialisme dan ateisme berapa diatas angin, dan akhirnya terjadi pemisahan antara ilmu dan amal. Itu semua terjadi secara ketat dalam peradaban dan pemikiran Barat. Sehingga timbullah berbagai konflik.<br />Tak mungkin dipungkiri, Islam sangat menghargai kemodernan perkembangan dinamika sejarah, perubahan dan keterbukaan, disis lain, Islam menetapkan berbagai aturan dan hukum agar dalam perubahan yang bagaimana pun esensi dan eksistensi Islam yang totalitas dan komprehensip tetap terjaga tanpa diwarnai kondisi yang pecah belah dan kacau balau. Terutama untuk nilai-nilai material dan spiritual yang mengakar pada tauhid, bertanggungjawab atas tugas individual serta komitmen terhadap akhlak serta nilai-nilai ukhrawi. Karena itulah, modernisasi serta kemajuan dalam islam tidak berdiri diatas kehampaan dan tidak didominasi oleh dimensi material. Setiap gerakan Islam harun menyangkut dimensi material maupun manawiyah-nya, dan berakar pada paradigma ketuhanan murni. Ketebukaan yang dimaksud Islam adalah keterbukaan yang diatur dan terprogram berdasarkan nilai-nilai Islami sehingga mampu membendung keleburan nilai-nilai Islam kedalam nilai-nilai lain serta tidak berdampak pada penapian identitas Islam sendiri.<br />Sebagian orang yang membicarakan modernisasi dan kemajuan tidak memahami ketentuan serta pandangan Islam yang sudah jelas. Pandangan terhadap Islam cenderung tergesa-gesa. Padahal, sikap sepertiitu dapat merusak sistem dan bangunan Islam. Mereka hanya berbicara berdasarkan pemikiran Barat yang cenderung materialistis dan antropolsentris. Hal itu terjadi terutama pada kumpulan teori relatif yang dikedepankan oleh para filosof dan kemudian hancur karena berhadapan dengan nilai-nilai kontemporer. Pada hakikatnya, Islam merupakan sistem ketuhanan dalam persepektip kemanusiaan yang berwawasan universal, yang berdiri diatas nilai absolut dan fleksibel. Kalaupun kita melihat upacara pengembangan sariat, bahasa dan nilai-nilai yang bersifat tetap, itu hanyalah tesis westernisasi yang akan menghancurkan kaidah-kaidah khusus dalam segi kemasyarakatan dan kemanusiaan. Itulah perbedaan antara manhaj rabbani (Islam) dan manhaj manusiawi (Barat).<br />Islam mengakui keberadaan dan manfaat modernisasi selama tidak keluar dari aturan dan hukum-hukum yang berlaku. Namun, Islam akan tetap waspada sekaligus menghindari kerusakan dimasyarakat dan penyelewengan akibat modernisasi. Islam pun tidak sejutu pada tergelincirnya peradaban manusia dalam bentuk materialisme dan kehancuran sosial. Mereka yang mengharapkan pengakuan Islam atas ekstensi dalam masyarakat yang rusak adalah mereka yang berkubang dalam kebatilan. Yang diharapkan Islam adalah masyarakat yang adil dan berkeinginan bertemu dengan manhaj Allah.<br />Fleksibelitas, toleransi, dan moderat Islam terbatas pada aplikasi tidak melampaui batas-batas konsepsi dan ajaran. Tesis-tesis yang ingin menggantikan konsepsi Islam dengan berbagai konsep lain akan sia-sia. Kaidah pokok masyarakat Islam akan membangun dirinya sendiri atas dasar kebenaran untuk mendirikan peradaban baru Islam.<br />Pencampuran manhaj Barat dan manhaj Islam seperti yang telah dilakukan sebagian bangsa Islam dalam bentuk sekularisme, nasionalisme, sosialisme, serta usaha-usaha penggabungan nilai-nilai kontradiktif dengan peluralistik akan melahirkan kerusakan yang fatal. Percobaan-percobaan di Turki, Indonesia, serta negara-negara lain yang memasukan paham demokrasi, nasional, liberal, fasis, dan sosal mengalami kegagalan. Pada dasarnya, tidak ada ideologi selain Islam yang toleran, adil, terbuka dan sekaligus mampu memberikan sumbangan melalui fitrah dan ilmu. Negara manapun yang mengikuti ideologi-ideologi selain Islam tidak akan mempu mewujudkan kemajuan yang hakiki. Negara tersebut akan terus menjadi negara pengekor.<br />Sampai kapanpun, kebudayaan Eropa akan tetap manjadi kulit pada permukaan masyarakat, sementara Islam akan kokoh mengakar. Jelas sekali, dari asal-usulnya pun Barat bukanlah kebudayaan internasional yang universal seperti yang terjadi sekarang ini. Kebudayaan tersebut telah gagal beraksi diluar negaranya sendiri, sebab landasannya adalah nilai-nilai dan manhaj, Yunani kristen yang paganistik.<br />Selama 50 tahun, Turki pernah masuk kedalam lingkaran westernisasi. Namun, negara tersebut sama sekali hanya menjadi boneka Barat tanpa mampu menyumbangkan teknologi. Nyatakanlah segala sesuatu yang lepas ruh Islam harus berhenti sampai tahap seperti itu.<br />Paraa pengamat mengatakan mengekor kebudayaan Barat tidak akan memberikan dampak positif bagi Arab dan umat Islam. Bahkan sebaliknya, justru akan banyak mendukung perwujudan kepentingan Barat, yaitu mendominasi dunia Islam.<br />Peradaban Barat terbentuk atas prinsip metode eksperimen Islam. Namun, ada penerapannya,Barat telah melampaui hakikat peradaban yang sarat dengan pilar-pilar rahmat, manusiawi, keadilan yang stribusional, perhatian terhadap unsur lahir, serta pendayagunaan kekayaan yang dianugrahkan Allah untuk kepentingan pembangunan, perbaikan, dan perdamaian. Kebudayaan Barat telah menutup mata dari anugrah yang hakiki, bahkan mengingkari hubungannya dengan Tuhan. Mereka tidak perduli terhadap persoalan manawiyah dan hanya berkonsentrasi terhadap penguasaan alam dengan cara merusak, menciptakan peperangan, dan mengadakan perlombaal senjata.<br />Kerusakan dan kejatuhan Barat terjadi karena dua penyebab berikut. Pertama, sikap tidak perduli Barat terhadap hakiki dimensi ketuhanan dalam kebudayaan dan masyarakatnya. Kedua, hancurnya nilai-nilai kepribadian, kemanusiaan,molaritas, tersebarnya kehidupan permisif, seksualitas, dan hedonistik.<br />Pada kondisi kebudayaan dan masyarakat Barat yang mengalami berbagai kegagalan, sebenarnya merupakan kesempatan bagi Islam untuk memacu kkekuatan atau potensi Islam dalam rangka memperkokoh penampilannya. Cepat atau lambat, Islam akan berkembang dan meluas dalam peningkatan jumlah penduduk, kekayaan, dan potensi masyarakatnya. Dari sini, Islam akan mampu membuktikan ketinggian peradaban dunianya.<br />Dan dari sisi ini pula produk kebudayaan dan peradaban Barat akan tumbuh dalam frame, manhaj, dan bertanggungjawab. Mereka akan mampu memahami sikap Tuhannya dan sadar atas anugrah-Nya. Mereka akan bersedia membangun masyarakat berdasarkan nilai-nilai ketuhanan serta membentuk suatu peradaban yang manusiawi, mulia dan toleran atas dasar persaudaraan saling memberi, dan penuh rahmat.<br />