Budaya suku Madura erat dengan tradisi keagamaan dan sifat keras serta tegas. Empat figur penting yaitu bapak, ibu, guru, dan pemimpin pemerintahan. Stigma terkuat adalah kekerasan fisik dalam caraok yang diselesaikan melalui proses rekonsiliasi. Celurit memiliki makna filosofis sebagai pelengkap dan untuk membela agama, harga diri, keluarga, dan pendidikan.
1 of 13
More Related Content
IslāM Dan CāRõK
1. Islām dan Cārõk (membaca dengan kearifan lokal) Shofiyullāh Mz Fak. Ushuluddin UIN Su-Ka
2. Madhữrā Masyarakat Madura dikenal memiliki budaya yang khas, unik, stereotipikal, dan stigmatik. Budaya Madura adalah budaya yang lekat dengan tradisi religius. Suku Madura memiliki karakter terbuka kepada perubahan. Pribadi yang keras dan tegas adalah bentuk lain dari kepribadian umum yang dimiliki suku Madura.
3. 4 Figur Panutan: Buppā ` (bapak) Babbu ` (ibu) Guru (kiai) Rāţõ (Pemimpin Pemerintahan) Kepada ke empat figur utama itulah kepatuhan hierarkis orang-orang Madura menampakkan wujudnya dalam kehidupan sosial budaya mereka.
4. Cārõk: Stigma Budaya Stigma yang paling kuat dan menonjol pada kelompok etnik Madura adalah kekerasan fisik yang bermuara pada adu-ketangguhan dengan bersenjatakan clurit. Tindakan kekerasan itu kemudian dikenal populer dengan istilah Cārõk Cārõk adalah cara/jalan terakhir ketika harga diri orang Madura merasa terhina.
5. The rule of Cārõk: Proses rekonsiliasi dengan mengirimkan negosiator ( hakam ) dari kedua kubu Bila deadlock , disepakati format penyelesaian dan lokasinya, apakah Cārõk one by one atau antar kelompok Pelaku Cārõk sudah mendapat restu dan diikhlaskan oleh keluarganya untuk terbunuh ( lang élāngan ) Tidak boleh dari belakang ( nyĕlĕp ) Kalau mati tengadah boleh balas dendam, tapi kalau mati telungkup persoalan dianggap tuntas.
6. Celurit Sejarah tentang carok selalu diindentikkan dengan senjata celurit yang sampai saat ini masih menjadi ciri khas orang Madura. Makna filosofis celurit: 1. Bentuknya yang seperti tanda tanya, menunjukkan bahwa orang Madura selalu tidak puas terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.
7. 2. Diletakkan di pinggang samping kiri, sebagai pelengkap karena tulang rusuknya laki-laki kurang satu. 3. Dipergunakan untuk membela agama/kiai ( hifdz al-dīn ), harga diri/kehormatan ( hifdz `ird ), istri/keluarga ( hifdz al-nasl ), harta kekayaan ( hifdz al-māl ) dan intelektual/pendidikan ( hifdz al-`aql ).
8. Arti Prĕb ё san : ètèmbëng potè mata ango`an potè tõlang (daripada hidup menanggung perasaan malu, lebih baik mati berkalang tanah) orĕng laké maté acārok, rĕng biné maté arémbi` (laki-laki mati karena carok, perempuan mati karena melahirkan)
9. mon tă’ bëngâl acārok jë’ ngako rĕng Madhûrë (jika tidak berani carok jangan mengaku sebagai orang Madura) mon kёrras pa-akërrés (jika mampu dan kompeten untuk berkompetisi maka harus wibawa, kharismatik, dan efektif layaknya sebilah keris)
10. Permissifitas Budaya Kekerasan yang makin Massif: Sebuah Tugas Bersama Penguatan 4 figur; Buppa’, Babbu’, Guru ben Rato sebagai panutan dengan menjalankan tugas dan kewajiban secara amanah. Orang tua harus maksimal dalam peran tarbiyatul ula dan aula Guru,Dosen,Kiai melaksanakan main task -nya sebagai pendidik dan pangajar Pejabat Pemerintah menjadi abdi dan pangayom masyarakat bukan sebaliknya.
11. CELURIT EMAS roh-roh bebunga yang layu sebelum semerbak itu mengadu ke hadapan celurit yang ditempa dari jiwa. celurit itu hanya mampu berdiam, tapi ketika tercium bau tangan yang pura-pura mati dalam terang dan bergila dalam gelap ia jadi mengerti: wangi yang menunggunya di seberang, meski ia menyesal namun gelombang masih ditolak singgah ke dalam dirinya.
12. nisan-nisan tak bernama bersenyuman karena celurit itu akan menjadi taring langit, dan matahari akan mengasahnya pada halaman-halaman kitab suci. celurit itu punya siapa? amin!