Surat Terbuka NGO Indonesia Kepada Pemerintah Republik Indonesia, Pembeli, Pemberi Dana, dan Pengguna Produk Perusahaan Terkait Kebakaran Hutan di Indonesia
1 of 3
Download to read offline
More Related Content
Join open letter cso final
1. Page 1 of 3
SURAT TERBUKA NGO INDONESIA KEPADA PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA, PEMBELI, PEMBERI DANA DAN PENGGUNA PRODUK
PERUSAHAAN TERKAIT KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA
Sudah lebih 100 hari masyarakat di Sumatera dan Kalimantan menderita karena banjir
kabut asap yang tak terkendali, dan mengandung zat kimiawi sulfurdioksida, Ozon, Karbon
Monoksida dan Nitrogendioksida yang berpotensi merusak kesehatan, terutama saluran
pernapasan, paru-paru dan mata. Tercatat, index pencemaran udara di Riau pada akhir
September lalu mencapai 984, dimana angka itu jauh melampaui ambang batas dan sangat
berbahaya. Di Palangkaraya bahkan, pada Tanggal 25 September indeks pencemaran
mencapai 2.300, yang membuat masyarakat harus menggunakan masker didalam rumah.
Dampak dari kabut asap ini, sekolah sekolah di Riau, Sumsel, Jambi, dan Palangkaraya
harus diliburkan selama beberapa hari, 32 ribu orang di Sumsel, 26 ribu di Palangkaraya,
25 Ribu di Riau, dan puluhan ribu di propinsi lainnya menderita Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA). Bahkan, 3 orang balita di Sumatera Selatan dalam sepekan terakhir
meninggal dunia akibat ISPA.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan,
sampai dengan pekan Kedua Oktober 2015, total hutan dan lahan terbakar mencapai 1,7
juta hektare. Dari 1,7 juta areal terbakar itu, di Kalimantan 770 ribu ha, 35,9% di antaranya
lahan gambut. Sedangkan di Sumatera, areal terbakar seluas 593 ribu ha, 45,9% di
antaranya lahan gambut, dan 221.704 ha areal terbakar berada di Sumatera Selatan (Sindo,
11/10).
Data satelit NOAA, Terra dan Aqua menunjukkan bahwa kebakaran tersebut banyak terjadi
dalam konsesi perusahaan perusahaan besar. Di Riau misalnya, salah satu perusahaan
terafiliasi dengan raksasa industry kertas Asia Pulp and Paper (APP), PT. Satria Perkasa
Agung (SPA), menurut Direktur WALHI Riau, Riko Kurniawan, sepanjang tahun 2014
kabakaran di PT.SPA mencapai 1.000 hektar, dan tahun ini kembali terbakar sekitar 100
hektar. Kebakaran dalam konsesi APP di Riau juga terjadi di konsesi mereka yang lain
yaitu PT. Arara Abadi, PT. Ruas Utama Jaya (966 Ha), PT. Suntara Gajah Pati (1200 Ha),
PT. Sakato Pratama Makmur (1500 Ha) dan Bukit Batu Hutani Alam. Konsesi APP di
Jambi PT. WKS dan PT. TMA dan di Sumatera Selatan, PT.Tripupa Jaya, PT.Rimba
Hutani Mas, PT. Sebangun Bumi Andalasi
, PT. Bumi Andalas Permai dan PT. Bumi Mekar
Hijau juga tak luput dari kabakaran. Empat perusahaan terakhir menerima Preventive
Measures Notice dari Pemerintah Singapore atas potensi pelanggaran Transboundary
Haze Pollution Act. PT. Bumi Mekar Hijau, bahkan sekarang sudah ditetapkan sebagai
JMG-South Sumatra
2. Page 2 of 3
tersangka oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, atas kebakaran lebih dari 60.000ii
hektar pada tahun 2014, dan sebagian besar merupakan lahan gambut.
Diluar APP, kebakaran hutan berulang juga terjadi dalam konsesi Asia Pacific Resources
International (APRIL), adalah PT. Sumatera Riang Lestari (1000 Ha), PT. Rimba Paranap
Indah dan RAPP.
Selain di sector HTI, kebakaran hutan juga massive terjadi didalam konsesi atau pemasok
perusahaan besar perkebunan sawit yang punya komitmen zero burning policy, tergabung
dalam IPOP Indonesian Palm Oil Pledge dan anggota RSPO Roundtable Sustainable
Palm Oil seperti Golden Agri Resources, Wilmar, dan CARGIL. Temuan Greenpeace
menunjukkan bahwa konsesi milik anggota RSPO bertanggung jawab atas 39% dari total
titik api perkebunan sawit di Riau selama periode Januari hingga Juni 2013iii
. Ada enam
perusahaan terafiliasi dengan Wilmar Group yang wilayah konsesinya terbakar di Kalteng.
Hal ini diakui oleh Komisaris Wilmar Master Parulian Tumanggor.iv
Sementara yang
terkait dengan GAR, ada 3 perusahaan yang terkait dengan kebakaran hutan yaitu PT Agro
Lestari Sentosa, PT Mitratama Abadi Makmur, dan PT Satya Kisma Usaha. Dan yang
terkait dengan Cargil adalah PT. Hindoli di Sumselv
.
Baik APP, APRIL dan semua raksasa perkebunan sawit tersebut sama-sama berdalih dan
menolak konsesi dan pemasoknya terkait dengan kebakaran hutan, dan menyalahkan pihak
ketiga sebagai pelakunya. Padehal UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 sudah jelas
mengatakan bahwa Pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran
hutan di areal kerjanya.
Atas kebakaran hutan yang tak terkendali dan penderitaan masyarakat akibat kebakaran
tersebut, kami bersikap sebagai berikut :
1. Mendesak pemerintah untuk menghentikan pemberian izin baru HTI dan
perkebunan sawit, dan merasionalisasi luasan konsesi perkebunan sawit dan Hutan
Tanaman Industri yang sudah ada saat ini.
2. Kebakaran hebat dalam 2 perusahaan pulp dan paper terbesar di Indonesia, APP
dan APRIL tersebut, membuat banyak pihak yakin, terutama NGO yang bertanda
tangan dalam surat ini, bahwa pelaksanaan komitmen zero deforestation dan
sustainability kedua perusahaan tersebut telah gagal dalam pencegahan kebakaran
hutan dalam konsesi dan pemasok mereka.
3. Keanggotaan RSPO yang melekat pada keempat raksasa perkebunan sawit tersebut
tidak berdampak pada pencegahan kebakaran dalam konsesi dan pemasok mereka.
Untuk itu kami mendesak RSPO untuk menindak tegas anggotanya yang terkait
dengan kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, dan meningkatkan standar
kebijakan pengelolaan kebun sawit sehingga mampu mencegah kebakaran lahan.
4. Mendesak pemerintah untuk tidak ragu dalam melakukan penegakan hukum karena
selama ini penegakan hukum lingkungan sangat lemah, dimana pelaku kerap bebas
3. Page 3 of 3
dari jeratan hukum dan atau prosesnya terhenti ditengah jalan. Penegakan hukum
atas kebakaran hutan yang terjadi saat ini sangat penting untuk efek jerah dan upaya
pencegahan kebakaran hutan tidak terulang pada tahun-tahun mendatang.
5. Mendesak kepada semua konsumen, pembeli, dan pemberi dana kepada perusahaan
terlibat kebakaran hutan seperti APP, APRIL, GAR, WILMAR, dan CARGIL
untuk menghentikan semua kerjasama dan atau tidak menggunakan produk mereka,
sampai adanya perbaikan yang terbukti dan evaluasi pelaksanaan komitmen
tersebut dari pihak independen. Hal ini penting untuk membantu perusahaan
tersebut agar secara serius menjalankan komitmen zero deforestation-nya, dan
melindungi masyarakat Indonesia dari bahaya akibat kebakaran hutan dan gambut
pada masa yang akan datang.
Demikianlah surat ini kami buat, semoga dapat menjadi pertimbangan pihak-pihak terkait.
Hormat kami,
1. TUK Indonesia, Norman Jiwan
2. HAKA, Farwiza Farhan
3. JMGJ Rudiansyah
4. JMG South Sumatra, Sudarto
5. PUSAKA, Andre Barahimin
6. KSPPM, David Rajagukguk
7. Linkar Borneo, Agus Sutomo
8. PADI, Ahmad SJA
9. HaKI, Aidil Fitri
10. Persatuan Petani Jambi, Aidil Putra
11. Jikalahari, Woro Supartinah
i
NEA sends notice to 4 Indonesian firms with suspected links to fires,
http://www.channelnewsasia.com/news/singapore/nea-sends-notice-to-4/2149996.html,
http://www.channelnewsasia.com/news/singapore/nea-issues-notice-to/2160760.html,
http://www.channelnewsasia.com/news/singapore/nea-sends-notice-to-6th/2187688.html
ii
Statistik Peyebaran hotspot tahun 2014 Propinsi Sumatera Selatan, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera
Selatan, Palembang Januari 2015.
iii
Greenpeace tuding RSPO kurang bertaji, http://sawitindonesia.com/tata-kelola/greenpeace-tuding-rspo-
kurang-bertaji
iv
Kebakaran Lahan Sinar Mas Group dan Wilmar Group,
http://www.gatra.com/fokus-berita-1/166810-kebakaran-lahan-sinar-mas-group-dan-wilmar-group
v
Korporasi poembakar hutan, http://www.mongabay.co.id/2015/10/06/berikut-korporasi-korporasi-di-
balik-kebakaran-hutan-dan-lahan-itu/