際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
BAB II

                             TINJAUAN PUSTAKA



A. Masalah kadar albumin pada pasien bedah

        Protein Energi Malnutrisi (PEM) sering dijumpai dibangsal-bangsal bedah

   (Bistrian, 1974). Satu survai populasi pasien bedah disebuah rumah sakit

   pendidikan mendapat 1 dari 5 pasien mengalami PEM (Pattigrew, 1984). Pada

   pasien bedah umum dengan penyakit gastrointestinal mayor, 1 dari 2 sampai 3

   pasien memperlihatkan bukti PEM, walaupun derajatnya mungkin ringan dan

   tidak bermakna klinis (Hill, 2000).

        Gizi yang adekuat memegang peranan penting dalam proses penyembuhan

   dan memperpendek masa rawat semakin disadari. Masalah Protein Energy

   Malnutrition (PEM) banyak terdapat di rumah sakit-rumah sakit yang lebih

   dikenal dengan istilah iatrogenic malnutrition. (Daldiyono,1998).

        Keadaan malnutrisi saat ini masih tinggi angka kejadiannya di bangsal-

   bangsal bedah RSUP Dr Kariadi Semarang sesuai hasil survey pendahuluan

   yang sudah termuat di latar belakang masalah. Angka kejadian hypoalbumin di

   A2 sebesar 56% dan A3 sebesar 51,6%.

        Penilaian status gizi yang digunakan untuk mengetahui prevalensi

   malnutrisi di rumah sakit pada umumnya adalah dengan cara antropometri dan

   pemeriksaan biokimia yaitu kadar serum albumin. Kadar serum albumin dan

   kolesterol, terutama HDL, dapat menjadi predictor kematian di rumah sakit,

   infeksi nosokomial dan lama rawat inap. Ketepatan penilaian status gizi akan

   menghasilkan ketepatan dalam intervensi gizi sehingga mempercepat proses
penyembuhan (Susetyowati, 2006). Kadar albumin berubah sesuai dengan status

   hidrasi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta metabolisme protein (Purba,

   2006).

B. Kebutuhan gizi pasien bedah

        Pembedahan pada dasarnya merupakan tindakan invasive yang akan

   merusak struktur jaringan tubuh, dimana pada masa setelah operasi terjadi suatu

   fase metabolisme baik anabolisme maupun katabolisme (Riou et al, 1992).

   Pasien yang menjalani operasi beresiko mengalami malnutrisi akibat menjalani

   puasa, stress operasi, dan peningkatan metabolisme yang terjadi (Pennington, et

   al. 2000).

        Nutrisi perioperatif adalah nutrisi yang diberikan pada pra bedah , durante,

   dan pasca bedah. Tujuan nutrisi perioperatif adalah untuk mencapai hasil yang

   optimal dari operasi, dan mengurangi morbiditas operasi diantaranya infeksi

   luka operasi, penyembuhan luka yang lambat, pneumonia, dan sepsis. Tujuan

   bantuan nutrisi pada pasien bedah adalah menyediakan kalori, protein, vitamin,

   mineral, dan trace element yang adekuat untuk mengkoreksi kehilangan

   komposisi tubuh dan untuk mempertahankan keadaan normal dari zat-zat gizi

   tersebut. Salah satu kebutuhan kalori pasien bedah adalah menggunakan

   formulasi Harris Benedict, yang menghitung pemakaian basal energi

   expenditure ( BEE):

     BEE (laki-laki ) = 66,4 + 13,7 W + 5 H  6,7 A

     BEE ( wanita ) = 665 + 9,6 W + 1,8 H  4,6 A

     Kebutuhan kalori sehari adalah = BEE X factor aktifitas X factor stress
Faktor aktifitas untuk pasien rawat jalan 1,25 ; pasien bed rest 1,15 dan

   dengan ventilator 1,10. Faktor stress pada pasien bedah bervariasi, untuk bedah

   minor dengan operasi elektif adalah 1,0  1,2 ; pada bedah mayor 1,3  1,55

   (landt, 2002).

                                     Tabel 2.1.
              Kebutuhan protein berdasarkan tingkat stress pasien bedah
                                                                Kebutuhan protein
                          Tingkat Stress
                                                              (g/kg berat badan/hari)
    Stress ringan (bedah elektif)                                      1  1,2
    Stress sedang (masa penyembuhan paska bedah)                     1,5  1,75
    Stress tinggi (pembedahan dengan malnutrisi preoperasi)           1,5  2
                                     Sumber : Land (2002)

C. Nutrisi pre bedah

        Persiapan pre bedah penting sekali untuk memperkecil risiko operasi karena

   hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada penilaian keadaan

   penderita dan persiapan pre bedah. Dalam persiapan inilah ditentukan adanya

   indikasi atau kontraindikasi operasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah,

   dan ditetapkan waktu yang tetap untuk melaksanakan pembedahan. (jong,1997).

        Pemberian diet pre bedah harus mempertimbangkan keadaan umum pasien,

   macam pembedahan (mayor atau minor), sifat operasi (segera atau elektif) dan

   ada tidaknya penyakit penyerta. Pengkajian status gizi pre bedah sangat

   diperlukan untuk menentukan perlu tidaknya dukungan nutrisi, yang dapat

   berupa suplementasi nutrisi oral, enteral nutrisi maupun paranteral nutrisi.

   Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan

   hipoalbuminemia adalah: hipermetabolisme akibat stress (penyakit, infeksi,

   tindakan medik dan bedah), pasien DM terutama dengan ulkus dan gangren,

   gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, penyakit saluran cerna,
perioperatif, kasus bedah digestive, keganasan, anoreksia nervosa, luka bakar,

  geriatric dan penyakit-penyakit kronis(Hill, 2000).

D. Albumin

       Albumin merupakan komponen protein yang terbesar dari plasma darah,

  yaitu lebih dari separuhnya. Protein ini disintesa oleh hati. Dalam serum darah

  albumin merupakan protein yang memegang tekanan onkotik terbesar untuk

  mempertahankan cairan vaskuler, membantu metabolisme dan transportasi obat-

  obat, anti peradangan, anti oksidan, keseimbangan asam basa, mempertahankan

  integritas mikrovaskuler sehingga mencegah kuman masuk dari usus ke

  pembuluh darah dan efek anti koagulasi. Penurunan kadar albumin dalam darah

  (hipoalbuminemia) mengakibatkan cairan keluar dari pembuluh darah, keluar ke

  dalam jaringan menyebabkan terjadinya oedema. Selanjutnya, banyak

  penurunan pada syntesis di hepar merupakan kompensasi yang besar dengan

  penurunan katabolisme. Waktu paruhnya cukup panjang yaitu 19  22 hari

  (Marzuki S, 2003).

       Albumin serum akan meningkat pada keadaan : pasca infuse albumin, dan

  dehidrasi (peningkatan hemoglobin dan hematokrit).Sedangkan albumin serum

  akan menurun pada keadaan : (a) gangguan sintesa albumin (penyakit hati,

  alcoholism, malabsorbsi, starvasi penyakit kronis), (b) kehilangan albumin

  (sindroma nefrotic, luka bakar, dll.), (c) status gizi jelek, akibat rasio albumin

  dan globulin rendah (peradangan kronik, penyakit kolagen, kakeksia, infeksi

  berat).
Prinsip pemeriksaan: Spektrofotometrik Reagent Bromo Cresol Green (BMC)

     Nilai rujukan            : 3,4  5,0 g/dl, 52  68% dari protein total

                              < 2,8 g/dl termasuk defisiensi.

                                     Tabel 2.2
              Interpretasi untuk memperkirakan defisiensi albumin serum
          Subject                 Deficient           Low         Acceptable
       Infant 0-11 bulan             -                <2,5             2.5
       Anak1-5tahun                <2,8               <3,0             3,0
       Ana6-17tahun                <2,8               <3,5             3,5
       Dewasa                      <2,8               <2,8-3,5         3,5
       Hamil trimester 1           <3,0                <3,0-3,9        4,0
       Hamil trimester 2& 3        <3,0                <3,0-3,4        3,5
                               Sumber : ASDI dan RSDK (2006)

        Kadar albumin dalam serum tergantung pada tiga proses yang dinamik,

   yaitu sintesa, degradasi dan distribusi.

        Penelitian terdahulu yang terkait upaya peningkatan kadar albumin dalam

   darah oleh Salman(1999) yaitu pemberian putih telur. Putih telur yang kental dan

   kokoh berbentuk albumin (Buckle et al, 1999). Komposisi zat gizi putih telur per

   100 gram berat bahan mengandung 10,8 gram protein dan 95% nya merupakan

   albumin (DKBM, 1984).

        Sintesa albumin terjadi di hati dengan jumlah sekitar 13,6 gram per hari,

   dengan waktu paruh albumin dalam tubuh sekitar 14  20 hari. Beberapa factor

   dapat mempengaruhi sintesis albumin antara lain gizi, lingkungan, hormon dan

   adanya suatu penyakit.

E. Therapi hipoalbuminemia

   1. Therapi diet

           Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan

      mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta

      mencegah seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah
komplikasi. Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi

karena apabila asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi

pembongkaran protein tubuh untuk diubah menjadi sumber energi sehingga

beresiko memperburuk kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena itu pada

pasien-pasien hypoalbumin khususnya dan pasien bedah pada umumnya di

RSUP Dr Kariadi diberikan diet TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih

telur, ekstra ikan gabus, dan atau MPT.

    Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and

Coconut. Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada

tahun 1973. Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang

pertama kali dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat

di Uganda (Afrika) dengan hasil yang memuaskan. Manfaat modisco yang

paling utama adalah untuk mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat

dan mudah. Karena modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta

mudah dicerna oleh usus manusia. Modisco juga dapat membantu

mempercepat penyembuhan penyakit sehingga biaya pengobatan menjadi

lebih ringan (Sudiana & Acep, 2005).

    Kombinasi MPT komposisinya antara lain: agar-agar dengan variasi

rasa, putih telur ayam, gula pasir, susu skim dengan berat 80 gr. Tujuan

utama MPT digunakan untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah.

MPT diberikan pada pasien-pasien bedah yang hypoalbumin (<3gr/dl)

dengan waktu pemberian 2x perhari (pk.10.oo dan 16.oo wib) selama 7 s/d

10 hari. Pembuatan Modisco Putih Telur ( MPT ) sesuai standar pelayanan

gizi di RSUP Dr. Kariadi dilakukan oleh tenaga SMKK Boga dan produksi
dilaksanakan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Kariadi, sedangkan distribusi MPT

   ke pasien oleh tenaga pramusaji IRNA bedah. Namun sampai sekarang

   belum ada pembuktian peningkatan kadar albumin dalam darah sesuai yang

   diharapkan.(Sumber: Standar Pelayanan Instalasi Gizi RSUP. Dr. Kariadi

   Semarang).

2. Therapi Medis

       Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait

   dengan hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan

   transfusi FFP dan atau human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi

   tersebut pada kasus yang kadar albumin dalam darah  2,5 gr/dl (Hill, 2000).

   Namun kedua therapi medis tersebut perlu beberapa pertimbangan antara

   lain : pertimbangan harga yang cukup mahal, tidak mudah untuk

   mendapatkannya khususnya untuk pasien dengan status kelas III /

   jamkesmas.

3. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin

       Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun

   therapi diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi

   tersebut sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya:

   sebagai conselor, educator, kolaborator, dan advocator. Karena perawat

   merupakan petugas kesehatan yang selalu berada di samping pasien 24 jam,

   sehingga baik buruknya kondisi / status keshatan pasien perawatlah yang

   pertama kali mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi dengan pihak

   terkait (medis, gizi, fisiotherapi, dll).
Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting

      diantaranya: memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi

      hypoalbumin, memonitor distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien

      dan benar-benar dikonsumsi pasien dengan benar . Setelah yakin suplemen

      dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian dilanjutkan peran perawat untuk

      mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia. Salah satu indikator

      keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah meningkatnya

      kadar serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses

      penyembuhan    penyakit    dan   kepulangan       pasien    sehingga    akan

      memperpendek LOS.

F. Kerangka teori


       Gangguan                                     Therapi Medis :
      Fungsi Hati
                                                     FFP
                                                     Human
                                                       albumin
       Malnutrisi

      Luka Bakar


        Tumor /              Penurunan Kadar Albumin                   Albumin
        Kanker                    (Hipoalbumin)                      dalam darah


        Kasus
        Bedah

       Gangguan
        fungsi                                  Therapi Gizi :
                                                       TKTP
        ginjal
                                                       Ekstrak putih telur
                                                       Ekstrak ikan
                                                        gabus
                                                       Ekstrak MPT


                      (Sumber : Purba dan Susetyowati, 2006)
G. Kerangka konsep


              Pemberian therapi                     Albumin
              modisco putih telur                   dalam darah



H. Variabel penelitian

   1. Variabel Dependen / Terikat :

       Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar albumin dalam darah.

   2. Variabel Independen / Bebas :

       Variabel independent adalah suplementasi modisco putih telur ( MPT )

I. Hipotesis penelitian :

   Ada pengaruh pemberian suplementasi Modisco Putih Telur ( MPT ) terhadap

   peningkatan kadar albumin dalam darah pada pasien

More Related Content

Jtptunimus gdl-supriyanta-5290-3-babii

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah kadar albumin pada pasien bedah Protein Energi Malnutrisi (PEM) sering dijumpai dibangsal-bangsal bedah (Bistrian, 1974). Satu survai populasi pasien bedah disebuah rumah sakit pendidikan mendapat 1 dari 5 pasien mengalami PEM (Pattigrew, 1984). Pada pasien bedah umum dengan penyakit gastrointestinal mayor, 1 dari 2 sampai 3 pasien memperlihatkan bukti PEM, walaupun derajatnya mungkin ringan dan tidak bermakna klinis (Hill, 2000). Gizi yang adekuat memegang peranan penting dalam proses penyembuhan dan memperpendek masa rawat semakin disadari. Masalah Protein Energy Malnutrition (PEM) banyak terdapat di rumah sakit-rumah sakit yang lebih dikenal dengan istilah iatrogenic malnutrition. (Daldiyono,1998). Keadaan malnutrisi saat ini masih tinggi angka kejadiannya di bangsal- bangsal bedah RSUP Dr Kariadi Semarang sesuai hasil survey pendahuluan yang sudah termuat di latar belakang masalah. Angka kejadian hypoalbumin di A2 sebesar 56% dan A3 sebesar 51,6%. Penilaian status gizi yang digunakan untuk mengetahui prevalensi malnutrisi di rumah sakit pada umumnya adalah dengan cara antropometri dan pemeriksaan biokimia yaitu kadar serum albumin. Kadar serum albumin dan kolesterol, terutama HDL, dapat menjadi predictor kematian di rumah sakit, infeksi nosokomial dan lama rawat inap. Ketepatan penilaian status gizi akan menghasilkan ketepatan dalam intervensi gizi sehingga mempercepat proses
  • 2. penyembuhan (Susetyowati, 2006). Kadar albumin berubah sesuai dengan status hidrasi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta metabolisme protein (Purba, 2006). B. Kebutuhan gizi pasien bedah Pembedahan pada dasarnya merupakan tindakan invasive yang akan merusak struktur jaringan tubuh, dimana pada masa setelah operasi terjadi suatu fase metabolisme baik anabolisme maupun katabolisme (Riou et al, 1992). Pasien yang menjalani operasi beresiko mengalami malnutrisi akibat menjalani puasa, stress operasi, dan peningkatan metabolisme yang terjadi (Pennington, et al. 2000). Nutrisi perioperatif adalah nutrisi yang diberikan pada pra bedah , durante, dan pasca bedah. Tujuan nutrisi perioperatif adalah untuk mencapai hasil yang optimal dari operasi, dan mengurangi morbiditas operasi diantaranya infeksi luka operasi, penyembuhan luka yang lambat, pneumonia, dan sepsis. Tujuan bantuan nutrisi pada pasien bedah adalah menyediakan kalori, protein, vitamin, mineral, dan trace element yang adekuat untuk mengkoreksi kehilangan komposisi tubuh dan untuk mempertahankan keadaan normal dari zat-zat gizi tersebut. Salah satu kebutuhan kalori pasien bedah adalah menggunakan formulasi Harris Benedict, yang menghitung pemakaian basal energi expenditure ( BEE): BEE (laki-laki ) = 66,4 + 13,7 W + 5 H 6,7 A BEE ( wanita ) = 665 + 9,6 W + 1,8 H 4,6 A Kebutuhan kalori sehari adalah = BEE X factor aktifitas X factor stress
  • 3. Faktor aktifitas untuk pasien rawat jalan 1,25 ; pasien bed rest 1,15 dan dengan ventilator 1,10. Faktor stress pada pasien bedah bervariasi, untuk bedah minor dengan operasi elektif adalah 1,0 1,2 ; pada bedah mayor 1,3 1,55 (landt, 2002). Tabel 2.1. Kebutuhan protein berdasarkan tingkat stress pasien bedah Kebutuhan protein Tingkat Stress (g/kg berat badan/hari) Stress ringan (bedah elektif) 1 1,2 Stress sedang (masa penyembuhan paska bedah) 1,5 1,75 Stress tinggi (pembedahan dengan malnutrisi preoperasi) 1,5 2 Sumber : Land (2002) C. Nutrisi pre bedah Persiapan pre bedah penting sekali untuk memperkecil risiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada penilaian keadaan penderita dan persiapan pre bedah. Dalam persiapan inilah ditentukan adanya indikasi atau kontraindikasi operasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah, dan ditetapkan waktu yang tetap untuk melaksanakan pembedahan. (jong,1997). Pemberian diet pre bedah harus mempertimbangkan keadaan umum pasien, macam pembedahan (mayor atau minor), sifat operasi (segera atau elektif) dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pengkajian status gizi pre bedah sangat diperlukan untuk menentukan perlu tidaknya dukungan nutrisi, yang dapat berupa suplementasi nutrisi oral, enteral nutrisi maupun paranteral nutrisi. Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan hipoalbuminemia adalah: hipermetabolisme akibat stress (penyakit, infeksi, tindakan medik dan bedah), pasien DM terutama dengan ulkus dan gangren, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, penyakit saluran cerna,
  • 4. perioperatif, kasus bedah digestive, keganasan, anoreksia nervosa, luka bakar, geriatric dan penyakit-penyakit kronis(Hill, 2000). D. Albumin Albumin merupakan komponen protein yang terbesar dari plasma darah, yaitu lebih dari separuhnya. Protein ini disintesa oleh hati. Dalam serum darah albumin merupakan protein yang memegang tekanan onkotik terbesar untuk mempertahankan cairan vaskuler, membantu metabolisme dan transportasi obat- obat, anti peradangan, anti oksidan, keseimbangan asam basa, mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga mencegah kuman masuk dari usus ke pembuluh darah dan efek anti koagulasi. Penurunan kadar albumin dalam darah (hipoalbuminemia) mengakibatkan cairan keluar dari pembuluh darah, keluar ke dalam jaringan menyebabkan terjadinya oedema. Selanjutnya, banyak penurunan pada syntesis di hepar merupakan kompensasi yang besar dengan penurunan katabolisme. Waktu paruhnya cukup panjang yaitu 19 22 hari (Marzuki S, 2003). Albumin serum akan meningkat pada keadaan : pasca infuse albumin, dan dehidrasi (peningkatan hemoglobin dan hematokrit).Sedangkan albumin serum akan menurun pada keadaan : (a) gangguan sintesa albumin (penyakit hati, alcoholism, malabsorbsi, starvasi penyakit kronis), (b) kehilangan albumin (sindroma nefrotic, luka bakar, dll.), (c) status gizi jelek, akibat rasio albumin dan globulin rendah (peradangan kronik, penyakit kolagen, kakeksia, infeksi berat).
  • 5. Prinsip pemeriksaan: Spektrofotometrik Reagent Bromo Cresol Green (BMC) Nilai rujukan : 3,4 5,0 g/dl, 52 68% dari protein total < 2,8 g/dl termasuk defisiensi. Tabel 2.2 Interpretasi untuk memperkirakan defisiensi albumin serum Subject Deficient Low Acceptable Infant 0-11 bulan - <2,5 2.5 Anak1-5tahun <2,8 <3,0 3,0 Ana6-17tahun <2,8 <3,5 3,5 Dewasa <2,8 <2,8-3,5 3,5 Hamil trimester 1 <3,0 <3,0-3,9 4,0 Hamil trimester 2& 3 <3,0 <3,0-3,4 3,5 Sumber : ASDI dan RSDK (2006) Kadar albumin dalam serum tergantung pada tiga proses yang dinamik, yaitu sintesa, degradasi dan distribusi. Penelitian terdahulu yang terkait upaya peningkatan kadar albumin dalam darah oleh Salman(1999) yaitu pemberian putih telur. Putih telur yang kental dan kokoh berbentuk albumin (Buckle et al, 1999). Komposisi zat gizi putih telur per 100 gram berat bahan mengandung 10,8 gram protein dan 95% nya merupakan albumin (DKBM, 1984). Sintesa albumin terjadi di hati dengan jumlah sekitar 13,6 gram per hari, dengan waktu paruh albumin dalam tubuh sekitar 14 20 hari. Beberapa factor dapat mempengaruhi sintesis albumin antara lain gizi, lingkungan, hormon dan adanya suatu penyakit. E. Therapi hipoalbuminemia 1. Therapi diet Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta mencegah seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah
  • 6. komplikasi. Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi karena apabila asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi pembongkaran protein tubuh untuk diubah menjadi sumber energi sehingga beresiko memperburuk kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena itu pada pasien-pasien hypoalbumin khususnya dan pasien bedah pada umumnya di RSUP Dr Kariadi diberikan diet TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra ikan gabus, dan atau MPT. Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and Coconut. Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun 1973. Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama kali dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda (Afrika) dengan hasil yang memuaskan. Manfaat modisco yang paling utama adalah untuk mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat dan mudah. Karena modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah dicerna oleh usus manusia. Modisco juga dapat membantu mempercepat penyembuhan penyakit sehingga biaya pengobatan menjadi lebih ringan (Sudiana & Acep, 2005). Kombinasi MPT komposisinya antara lain: agar-agar dengan variasi rasa, putih telur ayam, gula pasir, susu skim dengan berat 80 gr. Tujuan utama MPT digunakan untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah. MPT diberikan pada pasien-pasien bedah yang hypoalbumin (<3gr/dl) dengan waktu pemberian 2x perhari (pk.10.oo dan 16.oo wib) selama 7 s/d 10 hari. Pembuatan Modisco Putih Telur ( MPT ) sesuai standar pelayanan gizi di RSUP Dr. Kariadi dilakukan oleh tenaga SMKK Boga dan produksi
  • 7. dilaksanakan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Kariadi, sedangkan distribusi MPT ke pasien oleh tenaga pramusaji IRNA bedah. Namun sampai sekarang belum ada pembuktian peningkatan kadar albumin dalam darah sesuai yang diharapkan.(Sumber: Standar Pelayanan Instalasi Gizi RSUP. Dr. Kariadi Semarang). 2. Therapi Medis Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan transfusi FFP dan atau human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi tersebut pada kasus yang kadar albumin dalam darah 2,5 gr/dl (Hill, 2000). Namun kedua therapi medis tersebut perlu beberapa pertimbangan antara lain : pertimbangan harga yang cukup mahal, tidak mudah untuk mendapatkannya khususnya untuk pasien dengan status kelas III / jamkesmas. 3. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun therapi diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai conselor, educator, kolaborator, dan advocator. Karena perawat merupakan petugas kesehatan yang selalu berada di samping pasien 24 jam, sehingga baik buruknya kondisi / status keshatan pasien perawatlah yang pertama kali mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi dengan pihak terkait (medis, gizi, fisiotherapi, dll).
  • 8. Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting diantaranya: memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi hypoalbumin, memonitor distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien dan benar-benar dikonsumsi pasien dengan benar . Setelah yakin suplemen dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian dilanjutkan peran perawat untuk mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia. Salah satu indikator keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah meningkatnya kadar serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses penyembuhan penyakit dan kepulangan pasien sehingga akan memperpendek LOS. F. Kerangka teori Gangguan Therapi Medis : Fungsi Hati FFP Human albumin Malnutrisi Luka Bakar Tumor / Penurunan Kadar Albumin Albumin Kanker (Hipoalbumin) dalam darah Kasus Bedah Gangguan fungsi Therapi Gizi : TKTP ginjal Ekstrak putih telur Ekstrak ikan gabus Ekstrak MPT (Sumber : Purba dan Susetyowati, 2006)
  • 9. G. Kerangka konsep Pemberian therapi Albumin modisco putih telur dalam darah H. Variabel penelitian 1. Variabel Dependen / Terikat : Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar albumin dalam darah. 2. Variabel Independen / Bebas : Variabel independent adalah suplementasi modisco putih telur ( MPT ) I. Hipotesis penelitian : Ada pengaruh pemberian suplementasi Modisco Putih Telur ( MPT ) terhadap peningkatan kadar albumin dalam darah pada pasien