1. PENGGUNAAN METODA GEOLISTRIK
PADA EKSPLORASI BATUBARA
Eddy Ibrahim*)
*)
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya,
Jalan Raya Prabumulih, Ogan Ilir, Indralaya
E-Mail : eddy_ibrahim@yahoo.com
Abstrak
Penggunaan metoda geolistrik dalam eksplorasi batubara masih merupakan suatu
hal yang baru. Dari beberapa pengukuran Geolistrik yang dilakukan pada lokasi seam
batubara yang reguler secara lateral, dipping bed dan seam batubara yang berundulasi
secara lateral dapat jelas dideterminasi geometri seam batubara. Konfigurasi elektroda
Wenner yang digunakan dalam pengukuran dan pemrosesan hasilnya berupa inversi 2-D
ternyata hanya dapat mendeterminasi geometri yaitu ketebalan lapisan batubara tanpa
menghasilkan informasi lokal didalam lapisan batubara.
Kata kunci : Seam batubara, informasi struktur, konfigurasi Wenner, inversi 2D
Abstract
Application of geoelectric method in coal exploration still are a new matter, but
from field experiments performed at coal seams in place which is reguler laterally,
dipping bed and coal seams which is irregular laterally, the geoelectric method can
provide information about coal seams. The thickness of coal seam laterally with Wenner
configuration was imaged clearly but the profile cannot provide locally information in
coal seams.
Keywords: Coal seam, structural information, Wenner configuration, 2D inversion
1. PENDAHULUAN
Penggunaan metoda geolistrik dalam eksplorasi batubara juga tidak terlalu umum
disebabkan karakteristik lapisan yang melingkupi seam batubara juga keterbatasan
informasi yang diperoleh yaitu resolusi sedangkan penetrasinya sendiri sangat tergantung
dari sifat media yang dilaluinya dan bentangan dari kedua elektroda arus. Perangkat
pengukuran geolistrik dapat dilihat pada gambar 1.
2. Tulisan ini secara singkat memberikan gambaran metoda geolistrik diatas didalam
penentuan ketebalan lapisan batubara hasilnya cukup jelas tetapi hanya menampakkan
informasi geometri seam batubara sedangkan informasi didalam batubara sulit
diinterpretasi seperti kandungan air dan lain-lain.
2. METODA GEOLISTRIK
Prinsip dasar metoda ini adalah sebagai berikut : arus listrik diinjeksikan kedalam
bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial untuk tiap jarak elektroda
diukur dan dicatat melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengumpulan data berupa
arus listrik yang diinjeksikan dan beda potensial yang dihasilkan dari variassi jarak
elektroda arus dan elektroda potensial (faktor geometri) dapat diperoleh variasi harga
tahanan jenis masing- masing lapisan dibawah titik ukur.
Adapun ilustrasi pengukuran geolistrik 2-D dilapangan seperti gambar 2.
Gambar 1. Perangkat pengukuran geolistrik Naniura
(home made)
3. Sistem akuisisi geolistrik 2-D yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara
Wenner seperti gambar 3.
Gambar 3. Cara Wenner dalam operasi geolistrik
3. HASIL
3.1.1. Lokasi tambang Air Laya
Adapun penyelidikan di ketiga tempat untuk tambang Air Laya terletak pada
satu formasi yaitu Suban seams, dimana peringkat batubaranya adalah Bituminuous.
Untuk jelasnya sketsa lokasi seperti gambar 11. Pelaksanaan pengukuran ditiga tempat
adalah sebagai berikut :
Singkapan batubara dibawahnya ada lapisan clay (interburden) di lokasi A
Gambar 2. Ilustrasi cara akuisisi dasar dalam operasi
geolistrik 2-D
4. Adapun objek fisik berupa singkapan tersebut (gambar 12) yaitu ketebalan
lapisan batubaranya adalah 2.5 M sedangkan lapisan dibawahnya ( interburden ) yaitu
lempung tidak diukur ketebalannya dimana posisi kedua antenna pada saat pengukuran
langsung diatas singkapan batubara. Adapun hasil akuisisi dengan menggunakan cara
konfigurasi Wenner yang telah diproses menggunakan software RES2DINV 3.2
tergambarkan di dalam gambar 13.
Pengukuran geolistrik 2-D pada
lokasi yang sama (A) juga dilakukan
dengan menggunakan konfigurasi
Wenner, adapun hasil akuisisi dan
inversinya dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14 . Profil dari inversi resistivitas 2-D dengan events yang
menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 12
Singkapan batubara miring
dibawahnya ada lapisan clay
(interburden) di lokasi B
Untuk lapisan batubara yang
miring (dipping bed) akuisisi juga
dilakukan dengan cara (a ) pada lokasi
yang berdekatan seperti pada gambar 12
Coal
Interburden
Coal
Interburden
5. dan 13 dimana posisi kedua antenna
diatas singkapan batubara.
Akuisisi geolistrik 2-D pada
lokasi yang sama juga dilakukan dengan
menggunakan konfigurasi Wenner,
adapun hasil akuisisi dan inversinya
dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14 . Profil dari inversi resistivitas 2-D dengan events yang
menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 12
Pengukuran yang dilakukan pada bentuk
geometri lapisan yang terdiri dari lapisan
lempung (overburden), lapisan
batubara dan lapisan lempung
(interbuden) yang secara lateral
maupun vertikal menampakkan bentuk
yang tidak rata dimana ketebalan lapisan
atas (overburden) adalah 2.6 M
Gambar 12. Seam batubara miring
Lokasi ukur
Coal
Clay
Coal
Clay
23 0
6. sedangkan lapisan batubaranya 4.35 M
juga dilakukan dengan cara pendugaan
refleksi dengan posisi kedua antenna 30
cm diatas singkapan batubara, Adapun
gambar lokasi pengukuran dan hasilnya
dengan panjang
lintasan ukur adalah 7.2 M dapat dilihat
pada gambar 15,16 dan 17.
Pelaksanaan akuisisi geolistrik 2-
D pada lokasi yang sama juga dilakukan
dengan menggunakan konfigurasi
Wenner, adapun hasil akuisisi dan
inversinya dapat dilihat pada gambar 18.
Gambar 18 . Profil dari inversi resistivitas 2-D dengan events yang
Menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 15
Gambar 15. Geometri lapisan yang diukur terdiri
overburden ( 2.6 M), lapisan batubara
( 4.35 M ) dan interburden tidak diukur
Overburden
Coal
Arah Ukur
Coal
Overburden
7. Pengukuran yang dilakukan pada
lapisan batubara yang secara lateral
maupun vertikal menampakkan bentuk
yang berundulasi dimana ketebalan
lapisan atas (overburden) adalah 3.9 M
sedangkan lapisan batubaranya 5.20 M
juga dilakukan dengan cara pendugaan
refleksi dimana posisi kedua antenna
langsung diatas singkapan. Adapun
gambar lokasi pengukuran dan hasilnya
dengan panjang lintasan ukur adalah 10
M dapat dilihat pada gambar 19 dan 20.
Gambar 19 . Lapisan batubara yang berundulasi secara lateral
Tebal overburden : 3.9 M; Coal seam : 5.20 M
Pelaksanaan akuisisi geolistrik 2-
D pada lokasi yang sama juga dilakukan
dengan menggunakan konfigurasi
Wenner, adapun hasil akuisisi dan
inversinya dapat dilihat pada gambar 21.
Gambar 21 . Profil dari inversi resistivitas 2-D dengan events yang
Menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 19
Coal
Overburden
Arah Ukur
Overburden
Coal
Interburden
8. 4. PEMBAHASAN
Dari pengukuran yang dilakukan
dengan menggunakan frekuensi antena
yang berbeda yaitu :
Pengukuran dalam skala
laboratorium dengan letak sampel
batubara sub-bituminuous 15 cm
dibawah permukaan serta posisi
sampel ditegakkan (didalam
keranjang plastik) menggunakan
frekuensi antena 1 GHz jelas sekali
dapat tercitrakan hampir sempurna
terutama dengan penggunaan
instantaneous amplitude.
Untuk singkapan batubara dengan
ketebalan 2.5 meter menggunakan
frekuensi antena 100 MHz dapat
mendeterminasi dengan jelas
ketebalan lapisan batubara dan
terlihatnya kontras vertikal antara
kedua lapisan dimana lapisan
lempung menunjukkan nilai
amplitudo yang rendah ( lihat scale
bar ) terutama pada penggunaan
instantaneous amplitude.
Sedangkan pada amplitudo ril jelas
terlihat adanya penguatan- penguatan
nilai- nilai amplitudo secara lokal
dimana diduga mencerminkan
adanya variasi kandungan air di
lapisan batubara. Penggunaan
instantaneous phase tidak
dilakukan pada singkapan ini karena
secara riil amplitudo masih dapat
dibedakan antara lapisan batubara
dengan lapisan lempung. Untuk hasil
inversi dengan menggunakan metoda
geolistrik resistivitas jelas hanya
dapat mendeterminasi ketebalan
lapisan tanpa dapat memberikan
informasi lokal yang ada dilapisan
batubara.
Pengukuran dipping bed singkapan
dilakukan dengan menggunakan
frekuensi antena 200 MHz dimana
jelas terlihat profil kemiringan seam
batubara terutama pada penggunaan
instantaneous phase, jelas terlihat
sequence refleksi radar yang
menunjukkan pola- pola perlapisan
baik pada batubara maupun lempung,
dimana lempung jelas
memperlihatkan pola- pola yang
tidak teratur. Inversi geolistrik 2-D
yang dihasilkan hanya dapat
mendeterminasi struktur lapisan.
Pengukuran yang dilakukan pada
geometri lapisan yaitu lapisan batu
lempung (overburden), lapisan
batubara dan lapisan lempung dan
pasir (interburden) dengan
menggunakan frekuensi antena 100
MHz, resolusinya kurang tajam
untuk determinasi batas antara
lapisan batubara dengan kedua
lapisan yang melingkupinya
disebabkan karena lapisan lempung
sangat terstruktur (consolidated)
sehingga energi yang dirambatkan ke
lapisan batubara cukup rendah,
sehingga determinasi batas bawah
dengan lapisan interburden kurang
dapat didefinisikan. Determinasi
batas kurang dapat dicerminkan baik
riil amplitudo, maupun
instantaneous amplitude dan
intantaneous phase. Kurang kontras
pada riil amplitudo antara lapisan
penutup (lapisan batu lempung keras
dan kompak serta terstruktur) dan
kurang terdefinisikan lagi antara
lapisan batubara dengan lapisan
antara yaitu interburden (lapisan
lempung keras dan bercampur pasir)
dikarenakan kurangnya perbedaan
permitivitas yaitu lapisan batubara
mempunyai permitivitas yang rendah
(kecepatan tinggi) dimana sangat
resistif sedangkan lapisan penutup
mempunyai permitivitas yang hampir
sama dikarenakan terstruktur dan
9. lempung yang telah membatu
sehingga menghasilkan kecepatan
tinggi (permitivitas rendah) sehingga
lapisan ini menjadi bersifat resistif
pernyataan ini ditunjang hasil
pengukuran geolistrik 2- D pada
lokasi ini dimana arus listrik tidak
dapat mencapai bidang batas atas
lapisan batubara dengan lapisan
antara dibawahnya karena sangat
resistif lapisan penutup. Kesimpulan
diatas berarti bahwa kecepatan
gelombang radar untuk frekuensi
antena diatas 100 MHz adalah tidak
tergantung pada frekuensi dan hanya
tergantung pada permitivitas listrik
dan permeabilitas magnetik dan ini
ditunjang hasil penelitian P.M.
Reppert et.al., 2000. Seperti pada
gambar 22. Disamping itu antena
yang diposisikan pada ketinggian
tertentu ternyata mempengaruhi
energi yang diradiasikan kebawah
permukaan.
Geolistrik 2-D dimana hasil
inversinya pada lokasi ini hanya
memendeterminasi batas lapisan
batubara dengan lapisan atas
(overburden).
Pada pengukuran singkapan batubara
dengan seam batubara yang
berundulasi dengan menggunakan
frekuensi antena 50 MHz dimana
secara umum, riil amplitudo masih
dapat mendeterminasi lapisan
overburden tetapi batas bawah
antara lapisan batubara dengan
interburden tidak terdefinisi. Pada
lokasi ini jelas lempung tidak
membatu dan tidak terkonsolidasi
(un-consolidated) sehingga jelas
pelemahan energi (ter-absorbsi)
terlihat pada ril amplitudo yang
melewati lapisan ini, tetapi energi
yang ditransmisikan masih cukup
tinggi sehingga masih dapat
menembus bidang batas antara
lapisan batubara dengan lapisan
dibawahnya (interburden). Sehingga
penggunaan intantaneous phase
masih dapat mendeterminasi dengan
jelas batas antara lapisan batubara
dengan overburden maupun
interburden. Hasil inversi geolistrik
2-D pada lokasi ini hanya
memberikan informasi lapisan
batubara secara sebagian
10. dikarenakan lapisan penutup
(overburden) sangat konduktif
sehingga arus yang didistribusikan
kebawah tidak menghasilkan
informasi yang diinginkan.
5. KESIMPULAN
Dari hasil- hasil pengukuran
yang dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa GPR adalah metoda efektif
apabila konduktivitas lapisan disekitar
batubara adalah tinggi. Tetapi untuk
pengukuran lapisan batubara tanpa
lapisan penutup, maka GPR akan dapat
memberikan informasi ketebalan
maupun variasi kandungan air secara
baik dikarenakan lapisan batubara
bersifat resistif. Penggunaan akuisisi
GPR dengan posisi kedua antena
langsung diatas permukaan
pengukuran maka akan menghasilkan
response yang lebih baik dibandingkan
dengan penggunaan posisi kedua
antena pada ketinggian tertentu diatas
permukaan yang akan diukur.
Keuntungan metoda GPR adalah dapat
menggunakan variasi frekuensi antena
untuk pengukuran.
Pengukuran dengan metoda
geolistrik secara umum dapat
mendefinisikan geometri lapisan
batubara terutama pada lapisan batubara
tidak ada lapisan penutup. Tetapi untuk
ada lapisan penutup metoda ini kurang
dapat mendeterminasi ketebalan lapisan
batubara, terutama untuk lapisan penutup
yang sangat tebal dan konduktip.
Metoda ini kurang dapat memberikan
informasi yang terkandung dilapisan
batubara terutama kandungan air, tetapi
informasi struktural dilapisan batubara
agak dapat didefinisikan walaupun tidak
jelas.
UCAPAN TERIMAKASIH
Kerja yang telah dilakukan ini dibantu
oleh Laboratorium Fisika Bumi ITB dan
PT Tambang Batubara Bukit Asam serta
proyek Due-Like Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada,
Direksi PTBA, DR. Bagus Endar NH,
DR. Surono, Ir. Fajar, Aziz Koswara, ST,
Muslim Nugraha, Ssi, Karlan Ssi,
Yonathan Ssi dan seluruh yang
membantu yang tidak bisa disebutkan
satu persatu dalam penyelesaian tulisan
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Annan A.P., Waller W.M., Strangway
D.W., Rossiter J.R.,Redman J.P. and
Watts R.D. 1975. The electromagnetic
Response of a low-loss, 2-layer
dielectric earth for horizontal electric
dipole excitation, Geophysics 40, 286-
298.
Annan A.P., 2001. Ground Penetrating
Radar Workshop Notes, Sensors &
Software, Ontario, Canada.
David C.N. 1999. The directional
dependence of the ground penetrating
radar response on the accumulation
zones of temperate Alpine glacier, First
Break 17, 249-259.
Gestel J.V. and Stoffa P.L., 1999. Multi-
configuration ground penetrating radar
data. 69th
SEG meeting, Houston, USA,
Expanded Abstracts, 540-543.
Ibrahim E, Hendrajaya L, Handayani G,
Fauzi U, Islam S., 2003a. Determination
Study of Coal Seams Thickness by
Using GPR Method, JCJ 2003, The 32nd
11. IAGI and the 28th HAGI Annual
Convention and Exhibition, Expanded
Abstracts.
Ibrahim E, Hendrajaya L, Handayani G,
Fauzi U, Islam S., 2003b. Estimation
Study of Total Moisture Variability in
Coal Seams Laterally by Using GPR
Method, JCJ 2003, The 32nd IAGI and
the 28th
HAGI Annual Convention and
Exhibition, Expanded Abstracts.
Jol. H.M., 1995. Ground penetrating
radar antennae frequencies and
transmitter powers compared for
penetration depth, resolution and
reflection continuity, Geophysical
Prospecting 43, 693-709.
Lehman F., Boerner D.E., Holliger K.
and Green A.G. 2000. Multicomponent
georadar data : some important
implications for data acquisition and
processing. Geophysics 65, 1542-1552.
Miwa T., Sato M, and Niitsuma H. 1999.
Subsurface fracture measurement with
polarimetric borehole radar. IEEE
Transaction Geoscience and Remote
Sensing 37, 828-837.
Noon D.A., 1996. Stepped-frequency
radar design and signal processing
enhances ground penetrating radar
performance, Ph.D. diss, University of
Queensland.
Tjia M.O., 1997. Teori Elektrodinamika
Klasik, Departemen Fisika, FMIPA,
Institut Teknologi Bandung.