3. Budaya politik Indonesia sampai saat ini
belum mengalami perubahan. Hal ini dapat
dimengerti, karena menurut hukum-hukum
perkembangan masyarakat, perubahan yang
menyangkut kebudayaan cenderung berjalan
lambat.
4. Sedangkan di sisi lain, sistem politik
Indonesia sudah beberapa kali berubah, yaitu
dari sistem politik demokrasi liberal ke sistem
politik terpimpin dan terakhir beralih ke
sistem politik demokrasi Pancasila.
5. Budaya politik yang berlaku dalam ketiga
sistem politik ini cenderung tetap. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini dipaparkan kesimpulan
sementara tentang budaya politik Indonesia.
7. Di satu sisi rakyat Indonesia masih
ketinggalan dalam menggunakan hak dan
menjalankan tanggung jawabnya, hal ini
mungkin disebabkan oleh ketertutupan dari
kebudayaan luar, pengaruh penjajahan,
pengaruh feodalisme, bapakisme, dan
primordialisme.
8. Sedangkan di sisi lain, para elit politik
menunjukan partisipasi aktifnya dalam
kegiatan politik. Dengan demikian jelas
terlihat bahwa budaya politik Indonesia
merupakan budaya politik campuran yang
diwarnai oleh besarnya pengaruh budaya
politik parokial-kaula.
10. Hal ini dapat dilihat melalui indikatornya
berupa sikap mementingkan kepentingan
daerah, suku, dan agamanya. Misalnya, pada
proses pemilihan kepala daerah, masyarakat
cenderung memilih calon kepala daerah yang
berasal dari daerahnya (putra asli daerah)
daripada calon yang berasal dari luar
daerahnya, tanpa melihat kualitas atau
kemampuan yang dimilikinya
12. Salah satu indikatornya adalah munculnya
sifat bapakisme atau sikap asal bapak senang
dalam setiap hal. Budaya tersebut saat ini
sudah mulai berkurang untuk birokrasi tingkat
pusat, akan tetapi di tingkatan lebih bawah
budaya tersebut masih berkembang. Misalnya,
sebagian masyarakat cenderung memilih
partai politik yang sesuai dengan pilihan
atasanya dengan pertimbangan supaya
mendapat perhatian lebih
13. Uraian tadi merupakan gambaran nyata
budaya politik masyarakat Indonesia saat ini.
Meskipun tingkat partisipasi politik sudah
mulai meningkat, tidak berarti budaya
partisipan secara murni telah terwujud,
melainkan budaya tersebut merupakan
campuran budaya politik partisipan dengan
parokial kaula.