1. KEKURANGAN KALORI DAN
PROTEIN (KKP)
Disusun oleh :
Dina Marselina
Ely Rahmayani Sirait
Reza Oktarama Putra
Rizki Rahma Sari
Topan Ardian
Wira Nico Sempaty
5. • Protein merupakan zat gizi yang sangat
penting dan paling erat hubungannya
dengan proses-proses kehidupanProtein
• keadaan kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari, sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi
KKP
6. Menurut
WHO–NCHS
Berdasarkan
KMS balita
•KEP Ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80 %
dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70-
80% baku median WHO-NCHS.
•KEP Sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS
dan/atau BB/TB 60-70% baku median WHO-NCHS.
•KEP Berat bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS
dan/atau BB/TB <60%baku median WHO-NCHS.
•KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS
terletak pada pita warna kuning diatas garis merah atau
BB/U 70-80% baku median WHO-NCHS.
•KEP sedang bila hasil penimbangan BB pada KMS berada
dibawah garis merah (BGM) atau BB/U 70-80% baku
median WHO-NCHS.
•KEP berat bila hasil penimbangan BB/U < 60% baku
median WHO-NCHS pada KMS tidak ada garis pemisah
KEP berat dan KEP sedang
Klasifikasi
7. EPIDEMIOLOGI
• Prevalensi gizi kurang telah menurun dari 31 % pada tahun 1991 menjadi 18,4 % pada
tahun 2007 dan 17,9 % pada tahun 2010. Menurut Riskesdas 2010, sebanyak 13,3
persen anak balita masih ditemukan kurus dan sangat kurus sehingga perlu dilakukan
penanggulangan yang spesifik di daerah rawan.
• Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan
laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan
data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%.
Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa
propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa
Tenggara Barat.
• Marasmus-kwashiorkor paling sering terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun,
karena pada periode ini kebutuhan energi meningkat dan kemungkinan terjadinya
peningkatan infeksi virus dan bakteri
8. PENYAKIT AKIBAT KKP
Marasmus dengan gejala : sangat kurus,
berat badan sekitar 60% dari berat
badan ideal menurut umur, muka
berkerut seperti orang tua. Kulit di
daerah pantat juga berlipat-lipat. Anak
tampak pasif tanpa perhatian terhadap
sekitarnya (apatis) dan kalau lipatan
kulit dijepit dan ditarik diantara jari
peemriksa, tidak terasa ada jaringan
lemak subkutan. 2
Kwashiorkor dengan gejala : Rambut kepala
halus dan jarang, berwarna kemerahan kusam.
Rambut mudah dicabut. Edema lebih
memperkuat diagnosa kwashiorkor. Lipatan kulit
yang yang ditarik diantara jepitan jari kita
memberi kesan masih adanya jaringan lemak
subkutan. Berat badan anak sebenarnya diawah
berat ideal, tetapi sering tersamar oleh edema,
sehingga tidak menunjukkan adanya penurunan
berat badan yang signifikan. 5
9. PENEGAKAN DIAGNOSA
Diagnosis awal KKP ditegakkan berdasarkan tanda
dan gejala klinis serta pengukuran antropometri.
Anak didiagnosis KKP apabila : 6
•BB/TB<-3 SD atau < 60% dari median (marasmus), BB/TB >-3 SD
atau >60% dari median (kwarshiorkor) dan BB/TB < -3SD
(marasmik kwarshiorkor).
•Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
10. • Jika pengukuran BB/TB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis untuk
mendiagnosa KKP berupa anak tampat sangat kurus dan tidak mempunyai
jaringan lemak bawah kulit. Terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan
paha, tulang iga terlihat jelas dengan atau tanpa adanya edema. Anak-
anak dengan BB/U <60% belum tentu menderita gizi buruk karena anak
tersebut mungkin berperawakan pendek sehingga tidak terlihat sangat kurus.
PENEGAKAN DIAGNOSA
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorik : terutama
Hb dan albumin
(Temuan yang
signifikan dalam
kwashiorkor meliputi
hipoalbuminemia (10-
25 g / L))
Anthropometrik : BB/U
(berat badan menurut
umur), TB/U (tinggi
badan menurut umur),
LLA/U (lingkar lengan
atas menurut umur),
BB/TB (berat badan
menurut tinggi
badan), LLA/TB
(lingkar lengan atas
menurut tinggi badan
12. • Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase
transisi, dan fase rehabilitasi
PENATALAKSANAAN
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 Mulai Pemberian makanan
7 Tumbuh kejar (Meningkatkan Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
13. • Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada penderita KEP
berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, penderita terlihat lemah, suhu tubuh rendah.
Jika penderita sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan
makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika penderita tidak dapat makan (tetapi masih
dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika penderita mengalami gangguan
kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke rumah sakit.
• Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360C. Cara yang
dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di
dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat
bernafas. Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu di dekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi
sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran
suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu
anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian
rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia
PENATALAKSANAAN
14. • Ketidakseimbangan elektrolit pada pasien KKP memicu terjadinya edema dan, untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Hal
ini dapat diterapi dengan pemberian makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
Dan untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila penderia KEP bisa
makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral (Zn, Cuprum,
Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak.
• Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk
secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas
PENATALAKSANAAN
15. UMUR ATAU BERAT
BADAN
KOTRIMOKSASOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 kali sehari selama 5 hari
AMOKSISILIN
Beri 3 kali sehari
untuk 5 hari
Tablet dewasa Tablet Anak
20 mg trimetoprim +
100 mg
sulfametoksazol
Sirup/5ml
40 mg trimeto
prim + 200 mg
Sulfametok sazol
Sirup
125 mg
per 5 ml
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg)
¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 Kg)
½ 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg)
1 3 7,5 ml 10 ml
DOSIS ANTIBIOTIK
16. • Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faal penderita sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah penderita dirawat dan
dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal saja.
• Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila penderita
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
PENATALAKSANAAN
17. • Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
• Energi : 100 kkal/kg/hari
• Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
• Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
• Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu
lemah berikan dengan sendok/pipet
• Pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
• Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi
(Fe). Tunggu sampai berat badan penderita mulai naik (biasanya pada minggu ke 2).
Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
PORSI DIET FASE STABILISASI
18. • Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml)
PORSI DIET FASE TRANSISI
19. • Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
• Protein 4-6 gram/kg bb/hari
PORSI DIET FASE REHABILITASI
20. PEMANTAUAN DAN EVALUASI RAWAT JALAN DAN
RAWAT INAP
Pemantauan Rawat
Jalan
•Status gizi
•Konsumsi makanan
•Pemeriksaan Klinis
Evaluasi Rawat Jalan
•Dilakukan selama 6
bulan untuk anak
yang mengikuti
program pelayanan
anak gizi buruk.
•Evaluasi program
satu tahun sekali:
mencakup jumlah
anak yang mengikuti
program, lulus, Drop
Out (DO), dan
meninggal
Pemantauan Rawat
Inap
•Pemantauan
merupakan kegiatan
pengawasan
sekaligus penilaian
secara periodik
dengan
menggunakan form
pemantauan
(checklist), mengacu
pada Buku
Pemantauan Gizi
Buruk
Evaluasi Rawat Inap
•Terhadap proses
pelaksanaan dan
hasil kegiatan PPG.
•Secara berkala
setiap 6 bulan sekali
21. Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya KKP pada anak usia balita (bawah 5 tahun)
menurut Sjahmin M merupakan gabungan dari beberapa tindakan pencegahan seperti berikut:
8
• Pemberian air susu ibu (ASI) secara baik dan tetap disertai pengawasan berat badan bayi
secara teratur dan terus menerus.
• Menghindari pemberian makanan buatan kepada anak untuk mengganti air susu sepanjang
ibu masih mampu menghasilkan ASI terutama di bawah usia enam bulan.
• Dimulainya pemberian makanan tambahan mengandung berbagai macam zat gizi (kalori,
protein, vitamin, dan mineral) secara lengkap sesuai dengan kebutuhanmulai bayi mencapai
usia 6bulan.
• Pemberian kekebalan melalui imunisasi guna melindungi anak dari kemungkinan menderita
penyakit tertentu
• Melindungi anak dari kemungkinan menderita diare (muntaber) dan kekurangan cairan
(dehidrasi) dengan jalan menjaga kebersihan menggunakan air masak untuk minum, dan
mencuci alat pembuat susu dan makan bayi serta penyediaan oralit.
• Mengatur jarak kehamilan agar ibu cukup waktu untuk merawat dan mengatur makanan
bayinya terutama pemberian ASI
PENCEGAHAN
22. • Kekurangan Kalori dan Protein (KKP) merupakan keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi. KKP sendiri sering dijumpai pada
anak usia prasekolah. Penyakit kurang kalori dan protein ini pada dasarnya
terjadi karena defisiensi energi dan defisiensi protein disertai susunan
hidangan yang tidak seimbang. Penyakit KKP terutama menyerang anak-
anak yang sedang tumbuh dan dapat pula menyerang orang dewasa
yang biasanya kekurangan makanan secara menyeluruh. Dalam proses
pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase
transisi, dan fase rehabilitasi. Kita sebagai Petugas kesehatan harus terampil
memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase
KESIMPULAN