1. DATA INTERNASIONAL, NASIONAL, DAN JEMBER
MENGENAI PATAH TULANG DAN LBP
PADA LANSIA
LAPORAN
oleh
Kelompok 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
2. DATA INTERNASIONAL, NASIONAL, DAN JEMBER
MENGENAI PATAH TULANG DAN LBP
PADA LANSIA
LAPORAN
diajukan guna memenuhi Laporan mata kuliah Keperawatan Komunitas II
Pembina Mata Kuliah: Ns. Latifa Aini S., M.Kep. Sp.Kep.Kom
oleh
Zulfa Makhatul Ilmi 122310101024
Sungging Pandu Wijaya 122310101025
Lina Nur Khumairoh 122310101029
Aris Kurniawan 122310101033
Yulfa Intan Lukita 122310101034
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
3. Data Internasional, Nasional, dan Jember mengenai Patah Tulang
dan LBP pada Lansia
1. Data Internasional
a. Kejadian Patah Tulang/Fraktur
Pada tahun 2007, International Osteoporosis Foundation (IOF)
memperkirakan sekitar 150 juta penduduk berusia di atas 50 tahun di seluruh
dunia terdeteksi menderita osteoporosis dan berisiko mengalami fraktur. Satu dari
tiga wanita di dunia berisiko mengalami osteoporosis, sedangkan pada pria hanya
satu kasus dari 50 orang pria. Hal ini diduga berkaitan dengan adanya masa
menopause pada wanita yang dapat mempengaruhi penurunan massa tulang.
Di Amerika Serikat, secara etnik dikatakan bahwa golongan kulit putih
lebih sering mengalami patah tulang daripada golongan kulit hitam. Di antara
wanita kulit putih yang hidup hingga usia 80 tahun, hampir 50% memiliki
kemungkinan akan mengalami patah tulang osteoporosis pada tulang punggung,
panggul, dan lengan bawah. Di Amerika Serikat, insiden patah tulang lebih tinggi
pada orang kulit putih dan lebih rendah untuk kelompok-kelompok etnis lainnya.
Pada perempuan kulit putih, risiko patah tulang panggul adalah 1 dari 6 wanita
sedangkan risiko diagnosis kanker payudara adalah 1 dari 9 wanita.
Menurut Kanis, seorang tokoh WHO dalam bidang osteoporosis, jumlah
patah tulang osteoporotik meningkat dengan cepat. Pada tahun 1990, di seluruh
dunia terjadi 1,7 juta kasus patah tulang panggul. Angka ini diperkirakan
mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya usia
harapan hidup.
Untuk tahun 2000, terdapat sekitar 9 juta kasus baru patah tulang karena
osteoporosis di dunia. Sekitar 1,6 juta berada di panggul, 1,7 juta berada di lengan
bawah, dan 1,4 juta orang mengalami patah tulang belakang. Pada tahun 2007,
IOF memperkirakan sekitar 150 juta penduduk berusia di atas 50 tahun di seluruh
dunia terdeteksi menderita osteoporosis dan berisiko mengalami fraktur yang
dapat melumpuhkan dan menurunkan kualitas hidup.
4. Menurut data yang diperoleh dari IOF, pada tahun 2000, di Eropa, terdapat
sekitar 4 juta kasus patah tulang baru, dengan 8 fraktur setiap menit atau 1 fraktur
setiap 8 detik. Jumlah patah tulang osteoporosis diperkirakan sekitar 3,79 juta.
Pada tahun 2010, di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 12 juta orang berusia di
atas 50 tahun akan mengalami osteoporosis dan 40 juta lainnya memiliki massa
tulang yang rendah. WHO memperkirakan, pada tahun 2050 sekitar 50% kasus
patah tulang panggul di seluruh dunia akan terjadi di Asia.
Satu dari tiga wanita di dunia berisiko mengalami osteoporosis, sedangkan
pada pria hanya satu kasus dari lebih 50 orang pria. Menurut data IOF tahun 2009,
di Inggris, diperkirakan 1 dari 2 wanita dan 1 dari 5 pria akan mengalami patah
tulang setelah usia 50 tahun. Sebuah survei yang dilakukan oleh The United States
National Health and Nutrition Survey (NHANES) tahun 2000 menunjukkan,
prevalens osteoporosis pada wanita Amerika non-Hispanik (kulit putih) adalah
27% (50-59 tahun), 32% (60-69 tahun), dan 41% (≥ 70 tahun). Penelitian
sebelumnya yang dialakukan Rochester pada tahun dan tempat yang sama
menunjukkan prevalens yang lebih rendah pada wanita kulit hitam, yakni 14,8%
(umur 50-59 tahun), 21,6% (umur 60-69 tahun), 38,5% (70-79 tahun), dan 70 %
(≥ 80 tahun).
World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2050
sebanyak 50% kasus patah tulang panggul di seluruh dunia akan terjadi di Asia.
Pada tahun 2004 IOF melaporkan, di Malaysia, Age Sex Specific Morbidity Rate
(ASSMR) patah tulang panggul pada lansia pria dan wanita usia diatas 50 tahun
masing-masing adalah 88 dan 218 per 100.000 populasi; di Thailand, ASSMR
patah tulang panggul pada lansia pria dan wanita usia diatas 50 tahun masing-masing
adalah 114 dan 289 per 100.000 populasi; di Hongkong, kejadian patah
tulang panggul meningkat 200% dalam kurun waktu 20 tahun dan sekitar 10
lansia mengalami patah tulang panggul setiap harinya; di Singapura, dalam 3
dekade, ASSMR patah tulang panggul pada wanita usia diatas 50 tahun meningkat
5 kali lipat yakni dari 75 menjadi 405 per 100.000 populasi, sedangkan pada pria
usia diatas 50 tahun meningkat dari 103 menjadi 152 per 100.000 populasi.
5. Umumnya, ras campuran Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi,
sedangkan ras kulit putih khususnya keturunan dari Eropa Utara, memiliki massa
tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada diantara
keduanya. Kita tidak mengetahui mengapa ras Afrika-Amerika memiliki massa
tulang tertinggi, tapi kita tahu mereka memiliki rangka tulang yang besar.
Kemungkinan jarak tempat tinggal dari garis khatulistiwa berkaitan dengan risiko
patah tulang. Misalnya, wanita kulit putih yang memiliki warna kulit terang dan
tinggal jauh dari garis khtulistiwa di negara-negara seperti Swedia atau Norwegia
memiliki risiko patah tulang yang tinggi. Sebaliknya, wanita Afrika yang berkulit
gelap memiliki risiko patah tulang yang cukup rendah.
Kehilangan massa tulang pada wanita lebih besar dibandingkan pria. Hal ini
disebabkan karena pada masa menopause wanita mengalami kehilangan massa
tulang yang lebih besar dibanding pria pada usia yang sama. Dengan demikian,
menopause merupakan suatu risiko terjadinya fraktur. Banyaknya kehilangan
massa tulang pada wanita, selain disebabkan pertambahan usia dihubungkan juga
dengan penurunan kadar estrogen dalam darah karena penurunan fungsi ovarium.
b. Kejadian LBP (Nyeri Punggung Bawah)
Di Inggris dilaporkan prevalensi nyeri punggung bawah (LBP) pada
populasi lebih kurang 16.500.000 per tahun, yang melakukan konsultasi ke dokter
umum lebih kurang antara 3-7 juta orang. Penderita nyeri punggung bawah yang
berobat jalan berkisar 1.600.000 orang dan yang dirawat di Rumah Sakit lebih
kurang 100.000 orang.Dari keseluruhan nyeri punggung bawah, yang mendapat
tindakan operasi berjumlah 24.000 orang pertahunnya. Di Amerika Serikat
dilaporkan 60-80% orang dewasa pernah mengalami nyeri punggung bawah,
keadaan ini menimbulkan kerugian yang cukup banyak untuk biaya pengobatan
dan kehilangan jam kerja.
Sebuah studi cross sectional di Denmark dilakukan dengan subjek berusia
12-41 tahun didapatkan bahwa angka kejadian nyeri punggung bawah meningkat
tajam pada usia remaja (lebih awal terjadi pada anak perempuan daripada anak
laki-laki). Sedangkan di Australia angka kejadian nyeri punggung bawah lebih
6. sering terjadi pada usia dewasa. Dimana 20,7% dari populasi perempuan dan 21%
dari populasi di Australia mengalami nyeri punggung bawah.
Berdasarkan data yang di dapat di Negara India bahwa persentase
keparahan LBP pada laki-laki dan perempuan yaitu kategori berat (48,32% dan
53,64%), moderat (45,63% dan 33,77%), lumpuh (3,35% dan 8,68%), dan
katagori minimal (2,68% dan 2,64%). Pada usia 40-45 tahun menunjukkan bahwa
perempuan memiliki persentase lebih tinggi daripada laki-laki dengan nyeri saat
berjalan, duduk, tidur, dalam kehidupan sosial dan dalam aktivitasnya. Alasan
yang didapatkan bahwa laki-laki memiliki kegiatan fisik di tempat kerja dan
kekuatan otot yang lebih besar daripada perampuan. Kemudian pada rentang usia
46-50 dan 51-55 tahun didapatkan bahwa laki-laki memiliki persentase yang leih
besar terhadap LBP daripada perempuan. Namun pada rentang usia 56-60 tahun
perempuan memiliki persentase yang lebih tinggi pada semua variabel daripada
laki-laki, hal ini juga dirasakan dengan keluhan lemah pada otot perut dan
degenerasi lumbal.
Dengan demikian, semakin lanjut usia, maka semakin besar risiko
terkenanya nyeri punggung bawah. Orang berusia lanju tterjadi penurunan fungsi-fungsi
tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastisseperti diwaktu
muda. Angka kejadian nyeri punggung bawah lebih banyak terjadi pada wanita
karena wanita mengalami menstruasi dan proses menopause yang menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon esterogen.
Semakin bertambahnya usia maka tingkat nyeri yang dirasakan dan jumlah
lansia dengan LBP semakin meningkat terutam dengan usia diatas 65 tahun. Rata-rata
LBP dialami oleh semua jenis kelamin namun secara garis besar perempuan
menjadi lebih tinggi angka kejadian terhadap LBP. Salah satu hal yang dapat
menyebabkan hal ini adalah menopouse. Menopouse menyebabkan perempuan
meproduksi sedikit hormon esterogen yang salah satu fungsinya yaitu menjaga
kepadatan tulang. Apabila hormon ini sedikit di produksi dan kurang dari
kebutuhan tubuh maka risiko LBP menjadi lebih besar yang diperparah oleh
pekerjaan yang berat atau duduk terlalu lama. Gaya hidup pu mempengaruhi
risiko seseorang mendapat LBP. LBP adalah keluhan patogik yang berhubungan
7. dengan umur, mulai berkurangnya fungsi tubuh akan meningkaykan risiko LBP
pada seorang lansia.
2. Data Nasional
a. Kejadian Patah Tulang/Fraktur
Peningkatan jumlah lansia terjadi baik di negara maju maupun di negara
sedang berkembang. Gejala menuanya struktur penduduk (ageing population)
juga terjadi di Indonesia. Jika pada tahun 1990 jumlah lansia hanya sekitar 11 juta
maka pada tahun 2020 jumlah itu diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 29
juta, dengan peningkatan dari 6,3% menjadi 11,4% dari total populasi.
Data Departemen Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2005, populasi
penduduk berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia mencapai 18,4 juta orang. Dari
jumlah itu, 19,7% diantaranya menderita fraktur. Berdasarkan hasil Analisis Data
Risiko Osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan Fonterra
Brands Indonesia tahun 2006 menyatakan, 2 dari 5 orang di Indonesia memiliki
risiko osteoporosis menderita fraktur. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi dunia,
yakni 1 dari 3 orang berisiko menderita osteoporosis. Hal ini juga didukung oleh
Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia
(Perosi) tahun 2007, osteoporosis pada wanita di atas 50 tahun mencapai 32,3%
sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28,8%.
Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia mengalami
fraktur, jumlah ini akan bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020 dengan usia
harapan hidup mencapai 70 tahun Di Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau
sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis. Lima provinsi dengan
risiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatra Selatan (27,75%), Jawa Tengah
(24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%),
Kalimantan Timur (10,5%). Prevalensi wanita yang menderita osteoporosis di
Indonesia pada golongan umur 50-59 tahun yaitu 24% sedang pada pria usia 60-
70 tahun sebesar 62%.
Proses penuaan akan berkaitan dengan proses degeneratif tubuh dengan
segala penyakit yang terkait, termasuk gangguan mobilitas dan alat gerak. Dengan
8. demikian, golongan lansia ini akan memberikan masalah kesehatan khusus yang
memerlukan bantuan pelayanan kesehatan tersendiri. Dengan usia lanjut dan sisa
kehidupan yang ada, kehidupan lansia terisi dengan 40% masalah kesehatan.
Penyakit tulang dan patah tulang menjadi salah satu sindroma geriatrik,
dalam arti angka kejadiannya dan akibatnya pada Lansia cukup bermakna.
Dengan bertambahnya usia, terjadi peningkatan hilangnya tulang secara linear/
berbanding lurus. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5-1% per tahun dari berat
tulang pada wanita paska menopause dan pria > 80 tahun. Sepanjang hidup tulang
mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel-sel osteoklas) dan pembentukan
(dilaksanakan oleh sel-sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga
tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan (proses
remodelling). Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan
sangat cepat pada usia remaja. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan perusakan tulang oleh kedua jenis sel tersebut. Apabila hasil
akhir perusakan (resorbsi/destruksi) lebih besar dari pembentukannya (formasi)
maka akan timbul osteoporosis.
b. Kejadian LBP (Nyeri Punggung Bawah)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2007, jumlah lansia di
Indonesia mencapai 18,96 juta orang, dari jumlah tersebut 11,16% di antaranya
berada di Provinsi Jawa tengah atau peringkat nomor dua daerah paling tinggi
jumlah lansianya setelah Yogyakarta (Media Indonesia Nasional, 2009). Nyeri
punggung bawah atau Low Back Pain (LBP)merupakan manifestasi keadaan
patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian
pinggang atau yang ada di dekat pinggang. (Idyan, 2007). LBP sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70-
85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya.
Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalensi rata-rata
30%. (Tjahjono,2001).
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah
9. menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita
13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di
Indonesia berkisar antara 3-17%. ( Sadeli, 2001). Pada studi pendahuluan
didapatkan jumlah lansia kecamatan Kandangserang adalah 5.393. Kasus LBP
bulan Januari sampai dengan Juli tahun 2010 di Puskesmas Kandangserang
menempati peringkat pertama dalam 10 besar penyakit. Terdapat 498 kasus dari
total kasus penyakit 2.479 yang berarti kasus LBP adalah 20, 08 %, dan kasus
pada lansia sebesar 372 yang berarti 74% dari total kasus LBP di Puskesmas.
Terdapat 14 posyandu lansia, tetapi belum ada yang mengadakan senam lansia.
(Catatan tahunan Puskesmas Kandangserang). Sedangkan pada puskesmas yang
melaksanakan senam lansia yaitu Puskesmas Kusuma Bangsa didapat data hanya
36 kasus pada bulan yang sama. (Catatan tahunan Puskesmas Kusuma Bangsa).
Low Back Pain (LBP) menjadi salah satu keadaan patologik yang sering
terjadi pada negara industri, Indonesia termasuk di dalamnya. Banyaknya lansia
dan kasus LBP di Indonesia menandakan bahwa tingkat kesehatan penduduk
Indonesia masih kurang. Lansia dengan LBP dijumpai di setiap daerah di
Indonesia. LBP yang merupakan keadaan patologik yang berhubungan dengan
umur dapat disebabkan oleh gaya hidup masa muda yang kurang baik. Indonesia
yang merupakan negara industri dan juga agraris secara garis besar menuntut
masyarakat untuk bekerja kasar dengan menggunakan tenaga yang ekstra. Dalam
hal ini otot dan tulang memiliki beban yang lebih, selain itu pekerjaan yang
menuntut seseorang untuk sering duduk juga berpengaruh pada LBP. Seiring
bertambahnya usia massa tulang semakin berkurag yang tidak di imbangi dengan
nutrisi yang baik dan pekerjaan yang berat membuat angka kejadian LBP di
Indonesia semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah lansia di Indonesia.
Hal ini membuat lansia di Indonesia menjai lansia yang kurang produktif.
10. 3. Data Jember
a. Kejadian Patah Tulang/Fraktur
?????
c. Kejadian LBP (Nyeri Punggung Bawah)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Velina Sylviani mahasiswa
S1 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember terhadap hubungan
posisi bekerja petani lansia dengan resiko terjadinya nyeri punggung bawah di
wilayah kerja Puskesmas Sumberjambe Kabupaten Jember didapatkan bahwa
skor posisi bekerja petani lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberjambe rata-rata
sebesar 90,60. Data posisi bekerja petani lansia dikategorikan berdasarkan cut
of point data, yang dilakukan untuk mempermudah interpretasi data menjadi
posisi bekerja ergonomi untuk responden yang memiliki skor < 90,60 dan posisi
bekerja tidak ergonomi untuk responden yang memiliki skor >90, 60. Skor resiko
terjadinya nyeri punggung bawah pada petani lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumberjambe Kabupaten Jember rata-rata sebesar 106,91. Data resiko terjadinya
nyeri punggung bawah juga dikategorikan berdasarkan cut of point data, sehingga
didapatkan hasil responden yang memiliki skor < 106,91 dianggap sebagai
responden yang tidak beresiko terjadi nyeri punggung bawah dan responden yang
memiliki skor >106,91 dianggap sebagai responden yang memilik resiko terjadi
nyeri punggung bawah.
Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan bahwa penduduk di area
Puskesmas Sumberjambe yang notabene sebagai petani memiliki risiko LBP lebih
besar karena posisi saat bertani menuntut untuk membungkukkan badan sehingga
ada beban berat yang ditanggug oleh tulang dan otot punggung yang diperparah
oleh waktu bekerja yang panjang serta rutin. Pada lansia massa tulang dan otot
berkurang yang diperparah dengan pekerjaan yang berat membuat risiko LPB
pada lansia di area Sumberjambe tinggi. Keluhan seperti pegal dan linu pada area
11. punggung sering menjadi alasan lansia untuk datang ke Puskesmas. Keluhan
tersebut sangatlah mengganggu dimana lansia terutama di pedesaan masih harus
bekerja dengan alasan kebutuhan hidup. Keluhan yang tidak segera diatasi maka
akan menyebabkan penurunan produktivitas lansia yang apabila hal tersebut
menjadi kronis akan menyebabkan munculnya keadaan patologik lain pada lansia.
12. DAFTAR PUSTAKA
Koley, Shyamal, dkk. 2008. Severity if Disability in Elderly Patients with Low
Back Pain in Amritsar, Punjab. [serial online]
http://www.krepublishers.com/02-Journals/T-Anth/Anth-10-0-000-08-
Web/Anth-10-4-000-08-Abst-PDF/Anth-10-4-265-08-455-Koley-S/Anth-
10-4-265-08-455-Koley-S-Tt.pdf [diakses pada tanggal 19 September
2014, pukul 14.40 WIB].
Panduwinata, Widya. 2014. Peranan Magnetic Resonance Imaging dalam
Diagnosis Nyeri Punggung Bawah Kronik. [serial online].
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_215Peranan%20Magnetic%20Res
onance%20Imaging%20dalam%20Diagnosis%20Nyeri%20Punggung%20
Bawah%20Kronik.pdf. [diakses pada tanggal 19 September 2014, pukul
14.30 WIB].
Sylviani, Velina. 2014. Hubungan Posisi Bekerja Petani Lansia dengan Risiko
Terjadinya Nyeri Punggung Bawah di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumberjambe Kabupaten Jember. [serial online]
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/56896/Velina%20
Silviyani_1.pdf?sequence=1 [diakses pada tanggal 19 September 2014,
pukul 15.09 WIB].
Tamher, S & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Yanra, Effenciosa Putri. 2013. Gambaran Penderita Nyeri Punggung Bawah di
Poliklinik Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi. [serial online].
http://journal.unja.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/900/807.
[diakses pada tanggal 19 September 2014, pukul 14.27 WIB].
Wulan, Amien Dyah N. 2011. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Low
Back Pain pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kandangserang
Kabupaten Pekalongan. [serial online]
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-
amiendyahn-6144 [diakses pada tanggal 19 September 2014, pukul
14.45 WIB].