ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Judul Buku : Ilmu Pendidikan
Pengarang : Drs. Tatang S., M.Si
Penerbit : Pustaka Setia (Bandung)
Tahun Terbit : 2012
Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Christian
Radiafilsan
7616121144
2. David
Parlindungan
7616121133
3. Dian Nataly P
7616121129
Dosen : Prof. Dr. Madha Komala, M.Pd
Daftar Isi
BAB 12
PROBLEM MANAJEMEN
PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH
Prinsip Pengelolaan Pendidikan
UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang berlaku 1 Januari 2013
Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat
dilakukan dengan melakukan reformasi
pendidikan. Model reformasi yang ditawarkan
akhir-akhir ini adalah model Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS). MBS adalah salah satu bentuk
restrukturisasi dan desentralisasi sekolah dengan
mengubah sistem sekolah dalam melakukan
kegiatannya.
Berdasarkan MBS, tugas-tugas manajemen sekolah
ditetapkan menurut karakteristik dan kebutuhan sekolah
itu sendiri. Oleh karena itu, warga sekolah memiliki
otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas
penggunaan sumber daya sekolah guna memecahkan
masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas
pendidikan yang efektif demi perkembangan jangka
panjang sekolah (Yin Cheong Cheng, 1996:44).
Desentralisasi Komponen Manajemen
Menurut Wohlstetter dan Mohrman, terdapat 4 sumber daya yang harus didesentralisasikan, yakni :
1. Kekuasaan/kewenangan (power/authority)
2. Pengetahuan (knowledge)
3. Informasi (information)
4. Penghargaan (reward)
Manfaat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
•Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh
langsung kepada siswa, orangtua, dan guru.
•Sumber daya lokal dapat diberdayakan secara optimal.
•Efektif dalam melakukan pembinaan siswa, seperti
kehadiran, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah,
moral guru, dan iklim sekolah.
•Adanya perhatian bersama dan partisipasi dalam
membuat keputusan, pemberdayaan guru, manajemen
sekolah, rancang ulang sekolah, perubahan perencanaan.
Konsesus Otonomi dan Manajemen Berbasis Sekolah
Masalah
Bank Dunia (1998: xi, 69-73) dalam salah satu laporannya
mengungkapkan sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi
pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik
pendidikan. Para pengelola sekolah tidak memiliki banyak
kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri.
Semua kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah
umumnya diadakan di tingkat pusat atau sebagian di instansi vertikal
dan sekolah hanya menerima apa adanya. Muatan kurikulum
pendidikan disekolah adalah urusan pusat, sedangkan kepala
sekolah dan guru hanya melaksanakannya sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.
Kelemahan MBS, antara lain :
• Keputusan pusat sering kurang sesuai dengan kebutuhan sekolah
• Administrasi berlebihan yang disebabkan banyaknya lapisan birokrasi
menyebabkan kelambanan dalam menangani setiap permasalahan, sehingga
kinerja sekolah menjadi kurang optimal.
• Proses pendidikan dijalankan dengan undermanaged sehingga menghasilkan
tingkat efektivitas dan efisiensi yang rendah
•Sekolah tidak mandiri. Terjadi penyumbatan bahkan pemasungan demokrasi
• Pengaturan yang bersifat birokratik lebih dominan dari pada tanggung jawab
profesional, sehingga kreativitas sekolah pada umumnya dan guru pada
khususnya terpasung.
Pemecahan
Penerapan MBS merupakan strategi untuk meningkatkan pendidikan
dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari
pusat ke tingkat sekolah.
Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen
yang menempatkan sekolah sebagai unit pengambil keputusan penting
tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan
kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, siwa dan
orangtua atas proses pendidikan di sekolah untuk mengedepankan kerja
sama diantara berbagai pihak yang lebih dikenal dengan istilah collaborative
school management (lihat Caldwell dan Spink, 1988).
Selain itu, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai
anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan
bukan di tingkat daerah apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orangtua
dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu,
MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi
siswa.
Kritik Terhadap Sistem MBS
Dalam implementasinya, MBS sepenuhnya bergantung pada tingkat
kemauan dan kesungguhan setiap pelaku pendidikan dalam menjalankan
sistem. Perlu ditegaskan bahwa pendidikan yang sedang dijalani saat ini
tidaklah hanya sekadar menjalankan sistem yang sudah ditetapkan, tetapi
semua pihak (terkhususnya guru-guru) berkewajiban untuk
mengembalikan karakteristik pendidikan yang bermartabat, yaitu
pendidikan yang Pancasilais dan berpihak kepada rakyat.
Faktor lain yang memengaruhi iklim organisasi pendidikan adalah
manajemen. Manajemen harus ditekankan pada masalah tanggung jawab,
pembagian kerja dan efisiensi. Manajemen yang sesuai dengan konsep,
fleksibel (menyesuaikan perubahan yang ada), serta didukung nilai-nilai
yang baik ditentukan oleh dedikasi, keahlian dan otoritas serta
akuntabilitas seorang manajer. Dedikasi menunjukkan pengabdian
mereka pada organisasi. Adapun keahlian yang diperoleh melalui
pendidikan merupakan bekal dalam bekerja disamping otoritas (Pidarta,
2004: 34).
Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah pembentukan ‘komite
sekolah’ (KS) dan ‘dewan pendidikan’ (DP) yang dianggap sebagai
perwakilan masyarakat dan orangtua. Pembentukan ini meniru konsep
‘school governance’ yang diterapkan di Barat. Untuk menjalankan
fungsi advisory, supoorting, monitoring, mediatoring, diperlukan
orang-orang yang berdedikasi penuh, meluangkan waktunyanya
untuk mengurusi suatu masalah/perkara yang bukan menjadi
pekerjaan utamanya.

More Related Content

Kelompok 3 buku 2

  • 1. Judul Buku : Ilmu Pendidikan Pengarang : Drs. Tatang S., M.Si Penerbit : Pustaka Setia (Bandung) Tahun Terbit : 2012 Disusun Oleh : Kelompok 3 1. Christian Radiafilsan 7616121144 2. David Parlindungan 7616121133 3. Dian Nataly P 7616121129 Dosen : Prof. Dr. Madha Komala, M.Pd
  • 3. BAB 12 PROBLEM MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH Prinsip Pengelolaan Pendidikan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1 Januari 2013 Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan melakukan reformasi pendidikan. Model reformasi yang ditawarkan akhir-akhir ini adalah model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS adalah salah satu bentuk restrukturisasi dan desentralisasi sekolah dengan mengubah sistem sekolah dalam melakukan kegiatannya.
  • 4. Berdasarkan MBS, tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, warga sekolah memiliki otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber daya sekolah guna memecahkan masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi perkembangan jangka panjang sekolah (Yin Cheong Cheng, 1996:44).
  • 5. Desentralisasi Komponen Manajemen Menurut Wohlstetter dan Mohrman, terdapat 4 sumber daya yang harus didesentralisasikan, yakni : 1. Kekuasaan/kewenangan (power/authority) 2. Pengetahuan (knowledge) 3. Informasi (information) 4. Penghargaan (reward)
  • 6. Manfaat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah •Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada siswa, orangtua, dan guru. •Sumber daya lokal dapat diberdayakan secara optimal. •Efektif dalam melakukan pembinaan siswa, seperti kehadiran, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah. •Adanya perhatian bersama dan partisipasi dalam membuat keputusan, pemberdayaan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, perubahan perencanaan.
  • 7. Konsesus Otonomi dan Manajemen Berbasis Sekolah Masalah Bank Dunia (1998: xi, 69-73) dalam salah satu laporannya mengungkapkan sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya. Muatan kurikulum pendidikan disekolah adalah urusan pusat, sedangkan kepala sekolah dan guru hanya melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.
  • 8. Kelemahan MBS, antara lain : • Keputusan pusat sering kurang sesuai dengan kebutuhan sekolah • Administrasi berlebihan yang disebabkan banyaknya lapisan birokrasi menyebabkan kelambanan dalam menangani setiap permasalahan, sehingga kinerja sekolah menjadi kurang optimal. • Proses pendidikan dijalankan dengan undermanaged sehingga menghasilkan tingkat efektivitas dan efisiensi yang rendah •Sekolah tidak mandiri. Terjadi penyumbatan bahkan pemasungan demokrasi • Pengaturan yang bersifat birokratik lebih dominan dari pada tanggung jawab profesional, sehingga kreativitas sekolah pada umumnya dan guru pada khususnya terpasung.
  • 9. Pemecahan Penerapan MBS merupakan strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen yang menempatkan sekolah sebagai unit pengambil keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, siwa dan orangtua atas proses pendidikan di sekolah untuk mengedepankan kerja sama diantara berbagai pihak yang lebih dikenal dengan istilah collaborative school management (lihat Caldwell dan Spink, 1988). Selain itu, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orangtua dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi siswa.
  • 10. Kritik Terhadap Sistem MBS Dalam implementasinya, MBS sepenuhnya bergantung pada tingkat kemauan dan kesungguhan setiap pelaku pendidikan dalam menjalankan sistem. Perlu ditegaskan bahwa pendidikan yang sedang dijalani saat ini tidaklah hanya sekadar menjalankan sistem yang sudah ditetapkan, tetapi semua pihak (terkhususnya guru-guru) berkewajiban untuk mengembalikan karakteristik pendidikan yang bermartabat, yaitu pendidikan yang Pancasilais dan berpihak kepada rakyat. Faktor lain yang memengaruhi iklim organisasi pendidikan adalah manajemen. Manajemen harus ditekankan pada masalah tanggung jawab, pembagian kerja dan efisiensi. Manajemen yang sesuai dengan konsep, fleksibel (menyesuaikan perubahan yang ada), serta didukung nilai-nilai yang baik ditentukan oleh dedikasi, keahlian dan otoritas serta akuntabilitas seorang manajer. Dedikasi menunjukkan pengabdian mereka pada organisasi. Adapun keahlian yang diperoleh melalui pendidikan merupakan bekal dalam bekerja disamping otoritas (Pidarta, 2004: 34).
  • 11. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah pembentukan ‘komite sekolah’ (KS) dan ‘dewan pendidikan’ (DP) yang dianggap sebagai perwakilan masyarakat dan orangtua. Pembentukan ini meniru konsep ‘school governance’ yang diterapkan di Barat. Untuk menjalankan fungsi advisory, supoorting, monitoring, mediatoring, diperlukan orang-orang yang berdedikasi penuh, meluangkan waktunyanya untuk mengurusi suatu masalah/perkara yang bukan menjadi pekerjaan utamanya.