2. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan > 500 juta orang di
seluruh dunia akan menderita DM
di tahun 2030
3 dekade terakhir, prevalensi
diabetes di Indonesia meningkat
secara substansial, dan menjadi
salah satu negara di antara 7 negara
teratas di dunia untuk kejadian dan
prevalensi DM
3. KLASIFIKASI DM
DMTipe 1 Kelainan autoimun yang menyerang sel beta pancreas
peningkatan glukagon pada sel alfa pancreas sebagai kompensasi
DMTipe 2 Kelainan pada reseptor insulin karena terjadi resistensi
insulin
DM Gestasional Terjadi pada trimester 2 atau 3, dimana sebelum
kehamilan tidak terdapat DM
MODY Maturity onset diabetes of the young
LADA Latent Autoimun Diabetes on Adult
Pankreatitis, Glukokortikoid, HIV
9. PRINSIP TATALAKSANA
TUJUAN JANGKA
PENDEK
TUJUAN JANGKA
PANJANG
TUJUAN AKHIR
Menurunkan
morbiditas dan
mortalitas DM
Mencegah dan
menghambat
progresivitas
penyulit
mikroangipati dan
makroangiopati
Menghilangkan
keluhan DM
Memperbaiki
kualitas hidup
Mengurangi risiko
komplikasi akut
11. PROGNOSIS
Tergantung dari kepatuhan pasien, serta bagaimana klinisi melakukan edukasi
Penting nya 5 pilar tatalaksana DM
Edukasi
Aktifitas fisik
Diet seimbang
Obat teratur
Monitor
KONTROL DENGAN KETAT!!!! -> Prognosis Baik
12. HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah <70 mg/dL,
atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis.
Whipples triad :
Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang rendah
Gejala berkurang dengan pengobatan
Sumber : Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia, 2019
Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam, panduan praktik klinis, 2016
15. KLASIFIKASI HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat
Pasien tidak membutuhkan
bantuan orang lain untuk
pemberian glukosa per-oral
Pasien membutuhkan bantuan orang
lain untuk pemberian glukosa
intravena, glukagon, atau resusitasi
lainnya
Sumber : Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia, 2019
16. TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA RINGAN
1. Pemberian konsumsi makanan tinggi glukosa (KH sederhana)
2. Glukosa 15-20g (2-3 sdm gula pasir) yang dilarutkan dalam air
3. Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer 15 menit setelah
pemberian terapi
Jika masih hipoglikemia ulang pemberian glukosa
Jika kadar gula darah telah normal pasien diminta untuk makan atau
konsumsi snack untuk mencegah hipoglikemia berulang
Sumber : Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia, 2019
17. TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA BERAT
1. Hentikan obat anti-diabetes
2. Terapi parenteral :
Dextrose 10% 150mL, atau
Dextrose 40% 25mL
3. Periksa gula darah tiap 15-30 menit setelah pemberian IV dengan target 70 mg/dL
Jika belum mencapai target ulang prosedur
Jika mencapai target berikan pemeliharaan dextrose 10% (kec 100 mL/jam)
4. Glukagon 1mg IM dapat diberikan sebagai alternatif lain terapi hipoglikemia
Sumber : Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia, 2019
18. PENCEGAHAN HIPOGLIKEMIA
1. Edukasi tentang tanda & gejala hipoglikemia, penanganan sementara, dan hal lain yang harus dilakukan
2. Anjurkan melakukan pemantauan glukosa darah mandiri, khususnya bagi pengguna insulin atau obat
oral golongan insulin sekretagog
3. Edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi, tentang : dosis, waktu mengonsumsi, efek
samping
4. Bagi dokter :
Evaluasi berkala tentang status kesehatan pasien
Evaluasi program pengobatan yang diberikan dengan memperhatikan jadwal makan, kegiatan olah
raga, atau adanya penyakit penyerta yang memerlukan obat lain yang mungkin berpengaruh
terhadap glukosa darah
Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih kecil kemungkinan menimbulkan hipoglikemia
Sumber : Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia, 2019
19. KRISIS HIPERGLIKEMIA
Krisis hiperglikemia mencakup ketoasidosis diabetik (KAD) dan status
hiperglikemia hiperosmolar (SHH) merupakan komplikasi metabolik akut pada
pasien DM.
Terjadi akibat defisiensi insulin dan hormon counterregulatory (glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormone).
SHH terjadi akibat defisiensi insulin yang relatif terhadap kebutuhan insulin sehingga
menimbulkan hiperglikemia berat dan dehidrasi menyebabkan kondisi hiperosmolalitas.
KAD terjadi jika defisiensi insulin tidak hanya menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi,
tetapi juga menyebabkan produksi keton meningkat dan asidosis metabolik.
Sumber : Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam, panduan praktik klinis, 2016
20. Sumber : Clinical endocrinology and diabetes at a glance, 2017
KETOASIDOSIS
DIABETIKUM
22. KRISIS HIPERGLIKEMIA
KAD
GD yg tinggi (300-600 mg/dL)
Tanda & gejala asidosis (+)
Plasma keton (+) kuat
Osmolaritas plasma (300-320
mOs/mL) & anion gap
HHS
GD yg sangat tinggi (600-1200
mg/dL)
Tanda & gejala asidosis (-)
Plasma keton (+/-)
Osmolaritas plasma sangat (330-380
mOs/mL) & anion gap N atau sedikit
Sumber : Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia, 2019
24. TATALAKSANA
Tujuan terapi krisis hiperglikemia mengkoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari :
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kadar gula darah
Gangguan asam basa
Mengatasi faktor pencetus
Bagian utama terapi KAD, SHH :
Pemberian cairan
Koreksi elektrolit dan asam basa
Terapi insulin
Sumber : Konsensus Penggunaan Insulin, PERKENI, 2015
28. TATALAKSANA
Sumber : Konsensus Penggunaan Insulin, PERKENI, 2015
Pengobatan umum :
Antibiotik yang adekuat
Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
Heparin bila ada DIC
32. STATUS LOKALIS
PEDIS SINISTRA
Look : a/r pedis sinistra terdapat
gangrene pada digiti 3 hingga dorsum
pedis, kemerahan sekitar (+), pus (+),
deformitas (-)
Feel : akral hangat, CRT < 2s
Move : ROM pada digiti 3 pedis sinistra
terbatas
- Kehilangan sensasi pada kaki hingga
setinggi maleolus
34. Prevalensi PAD 9,5% pada pasien
DM National Health and
Nutrition Examination Survey
(NHANES)
Pada negara berkembang, diabetes
merupakan penyebab utama kasus amputasi
non-traumatik, sekitar 1% dari orang
dengan diabetes mengalami amputasi
ekstrimitas bawah.
Diabetic Foot Disease
42. CHRONIC ARTERIAL INSUFFICIENCY
Non limb threatening : klaudikasio intermiten
Limb threatening : ulcer, gangrene, rest pain
Proses gradual memberikan waktu bagi tubuh untuk
melakukan kompensasi
Key Concept: Collateral Circulation
Terbukti secara objektif dan gejala > 2 minggu
44. KLASIFIKASI
Brunicardi F, Dunn D, Hunter J, Andersen D et al. Schwartz's principles of surgery. New York: McGraw-Hill Education; 2015.
45. CRITICAL LIMB ISCHEMIA
Keadaan lebih serius dari PAD, merupakan spektrum terakhir dari chronic
limb ischemia (Rutherford 4-6 / Fontaine III IV)
Gejala paling sering ischemic rest pain
Tidak ditemukan pulsasi nadi pada tungkai bawah
Infeksi berupa luka terbuka, infeksi kulit, ulkus tidak membaik hingga
gangren
Resiko tinggi kehilangan ektrimitas
46. CRITICAL LIMB ISCHEMIA
Kriteria diagnosis CLI
Ischemic pain at rest
Tissue loss :
A. ulkus
B. gangrene
ABI 0.4
Ankle systolic pressure 0,5 mmHg
Toe systolic pressure 30 mmHg
47. EVALUASI
DIAGNOSTIK Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri
S Site
O Onset
C Character
R Radiation
A Association
T Timing/Duration
E Exacerbating & alleviating factors
S - Severity
49. EVALUASI
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Inspeksi :
Luka/ulcer pada ekstrimitas
Hair loss
Kulit kering dan mengkilap
Hipertrofi kuku
Critical limb ischemia : kaki memucat pada elevasi
Edema
50. EVALUASI
DIAGNOSTIK
Palpasi :
Temperatur
Pulsasi : femoral, popliteal, dorsalis pedis,
posterior tibial
Tenderness
Capillary RefillTime
Sensori dan motor
Auskultasi : Bruit pada arteri femoral
51. PEMERIKSAAN ABI
Metode yang mudah dilakukan dan non invasif
Nilai normal ABI 0.9 - 1.29
Intermittent claudication ABI 0.5 - 0.9
Pain at rest ABI < 0.4
Impending gangrene ABI < 0.3
Sensitivitas ABI untuk mendeteksi PAD 80% to 95%
Spesifisitas 95% to 100%
54. Ulkus ulkus terinfeksi infeksi dalam
osteomyelitis amputasi/kematian
Pada pasien DM sebagian besar akibat neuropati perifer
Ulceration
56. Wagner Ulcer Classification System
Grade Lesi
0 Tidak ada lesi terbuka, bisa terdapat deformitas ataupun
selulitis
1 Ulkus diabetik superfisial (ketebalan parsial atau total)
2 Ulkus hingga ke ligamen, tendon, kapsul sendi, fascia dalam,
tanpa abses atau osteomyelitis
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis, atau sepsis sendi
4 Gangrene terlokalisasi ada sebagian forefoot atau tumit
5 Gangrene ekstensif dari keseluruhan kaki
61. Ulkus besar dan dalam
Ulkus di atas tonjolan tulang
Ulkus dengan penyembuhan lama
Tulang terekspos
Infeksi rekuren
Destruksi tulang pada foto polos
Resiko Tinggi Osteomyelitis
62. Kerusakan sendi weight-
bearing total yang bersifat
kronik progresif yang
ditandai dengan kerusakan
tulang, resorpsi tulang, dan
pada akhirnya deformitas
(rocker bottom foot).
63. STAGE 0
(PRODROMAL)
Stage 1
(Acute-Develop
ment)
Stage 2
(Subacute-Coale
s
cence)
Stage 3
(Chronic-Reconst
r
kaki bengkak & panas setelah trauma, nadi masi
teraba, rontgen normal, edema sumsum tulang
dan mikrofraktur pada MRI
trauma repetitif peningkatan aliran darah
kerusakan tulang. Perbedaan suhu >2C
dibandingkan kaki kontralateral, deformitas,
kerusakan tulang dan sendi pada rontgen
suhu turun, tetapi kaki masih hangat & edema,
kerusakan tulang ekstensif pada rontgen
resolusi inflamasi, suhu normal, bone remodelling
64. TATALAKSANA
1. Offloading dengan total contact cast (TCC) selama 4-6
bulan (sampai inflamasi mereda)
2. Therapeutic footwear yang disesuaikan dengan
deformitas (Stage 3)
3. Pembedahan reseksi tulang (osteomyelitis),
mengkoreksi deformitas yang tidak dapat diakomodasi
dengan therapeutic footwear atau deformitas yang
menyebabkan rekurensi ulser
65. Laboratorium:
GDS, GDP, HbA1c
CBC dengan differential count
Panel lipid
Jika ada infeksi Kultur pus setelah debridement.
Jika ada tanda sepsis Kultur darah
Pemeriksaan Penunjang
66. Pencitraan
Foto rontgen pedis deformitas, destruksi,
gas di jaringan lunak, benda asing radioopak
CT-scan / MRI pedis evaluasi gangguan
tulang yang tidak terlihat dari rontgen, curiga
osteomyelitis
Evaluasi vaskularisasi: USG Doppler CT-
angiografi (gold standard) atau MRA
Pemeriksaan Penunjang
67. 1.Atasi infeksi antibiotik
Pemilihan antibiotik berdasarkan: etiologi, derajat keparahan, faktor pasien (alergi,
harga)
Mild, moderate:Antibiotik 1-2 minggu
Beberapa moderate, severe:Ab 3 minggu
Awalnya parenteral oral setelah gejala membaik
Tatalaksana
69. 2. Jika diperlukan: angioplasty, open bypass untuk memperbaiki aliran darah
3. Perawatan luka
Debridement jaringan nekrotik, memotong tepi hiperkeratotik.
Lingkungan luka dijaga tetap lembab dengan wound dressing.
Jika luka granular dan setingkat dengan kulit sekitar skin graft, skin flap.
4. Indikasi Operasi:
Abses
Compartment syndrome
Nekrosis jaringan lunak
Osteomyelitis
5.Amputasi
Tatalaksana
71. Periksa sepatu sebelum menggunakannya
Cuci kaki setiap hari
Jaga kaki lembab dengan krim (kecuali sela jari kaki)
Jangan berjalan tanpa alas kaki baik di dalam maupun luar
ruangan
Inspeksi kaki sendiri: kemerahan, blister, callus, ulkus, edema,
kering, kuku
Edukasi
73. THANKYOU !
TAKE HOME MASSAGE
- Monitoring pasien DM bukan hanya GD, perhatikan
Komplikasi Organ
- Deteksi Dini terhadap komplikasi organ ( mikrovaskular
dan makrovaskular )
Editor's Notes
https://www.aafp.org/afp/2013/0301/p337.html
Diabetic Ketoacidosis: Evaluation and Treatment American family physician
https://www.aafp.org/afp/2017/1201/p729.html
Hyperosmolar Hyperglycemic State
https://www.aafp.org/afp/2017/1201/p729.html
Hyperosmolar Hyperglycemic State
Pemeriksaan fisik sama dengan pemeriksaan fisik pada PAD hanya ditambahkan