際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
KONTAMINASI PESTISIDA PADA SAYURAN DAN IMPLIKASINYA PADA
KESEHATAN MASYARAKAT SUMATERA UTARA
Pestisida diaplikasikan ke tanaman pangan di lahan pertanian berpotensi meninggalkan
residu berbahaya. Pestisida Organoklorin secara khusus dapat persisten pada tanaman pangan
untuk periode yang dipertimbangkan. Jika tanaman pangan disemprot dekat sebelum panen tanpa
masa tunggu yang sesuai, bahkan residu organofosfat dapat berkelanjutan hingga pangan di
tangan konsumen (Bull, 1992). Peningkatan populasi urban dan permintaan akan pangan telah
mengkatalisis penggunaan pestisida kimia untuk produksi pangan (Amoah, Drechsel, Abaidoo
and Ntow, 2006).
Sayur-sayuran ditumbuhkan secara luas di areal pertanian di Sumatera Utara, dan
ditemukan dengan porsi besar dari makanan penduduk Sumatera rata-rata. Sayuran adalah sangat
penting untuk kesehatan dan untuk diet seimbang, sebaik penambahan varietas, ketertarikan dan
rasa untuk menu tersebut. Namun sayur-sayuran juga menarik rentang besar hama dan penyakit,
dan mensyaratkan manajemen hama yang intensif. Petani yang menanam sayuran masih
mengandalkan pestsida dalam mengontrol hama dan penyakit tanaman. Bahkan pemerintah
beberapa tahun yang lalu membuat kebijakan dalam pelaksanaan intensifikasi pertanian.
Pemerintah bermurah hati memberi subsidi pengadaan pestisida hingga mencapai 80% sehingga
harga pestisida di pasaran menjadi sangat murah. Tidak itu saja, termasuk jenis pestisida yang
digunakan, hingga keputusan penggunaannya (jadwal aplikasi) diatur oleh pemerintah. Program
penyuluhan pertanian pun merekomendasikan aplikasi pestisida secara terjadwal dengan sistem
kalender, tanpa memperhatikan ada atau tidak ada hama yang menyerang tanaman di lapangan.
Sehingga frekuensi penyemprotan menjadi lebih intensif, dan bisa dilakukan setiap minggu
sepanjang musim tanam. (Warlinson Girsang, 2009). Kadang-kadang petani menyemprotkan
pestisida sehari sebelum panen untuk menjual sayuran yang good-looking. Praktek ini, secara
spesifik, mengekspos konsumen ke pestisida.
Terkadang masih dipikirkan bahwa residu dipecah jika makanan dicuci dengan
semestinya dan dimasak, hal ini tidak selalu menjadi kasus. Pencucian dan memasak bisa
mengurangi residu pestisida pada makanan; pendidihan hanya bisa menghilangkan 35-60%
residu organofosfat dan 20-25% residu organoklorin (Bull, 1992). Residu di atas batas toleransi
sangat mungkin terjadi pada makanan yang dimasak. Konsumsi makanan terkontaminasi adalah
suatu rute pemaparan manusia ke residu pestisida yang penting, dan mungkin posisi level resiko
kesehatan masyarakat (MacIntosh dkk., 1996). Tujuan studi ini, demikian, adalah untuk
menetapkan level residu pestisida pada sayuran dari pasar-pasar atau lahan yang ada di Sumatera
Utara dan mengestimasi resiko kesehatan kanker dan non kanker dikarenakan pemaparan sayursayuran untuk populasi orang dewasa di propinsi ini, komunitas pertanian sayuran di Sumatera
Utara yang dapat dicatat.
I.

PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan ini akan dibahas beberapa topik mengenai pestisida dan
kerugian adanya residu pestisida bagi kesehatan masyarkat. Pestisida adalah bahan kimia untuk
membunuh hama (insekta, jamur dan gulma). Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi :
-

Insektisida (pembunuh insekta)
-

Fungisida ( pembunuh jamur)

-

Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu)

Pestisida

telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman

dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk,
kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara
nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan
pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena
disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah
diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya
toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga.
Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida banyak
digunakan dinegara berkembang, sedangkan herbisida banyak digunakan dinegara yang sudah
maju. Dalam beberapa data Negara-negara yang banyak menggunakan pestisida adalah sebagai
berikut
-

Amerika Serikat 45%

-

Eropa Barat 25%

-

Jepang 12%

-

Negara berkembang lainnya 18%
Dari data tersebut terlihat bahwa negara berkembang seperti Indonesia, penggunaan pestisida

masih tergolong rendah. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan
pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun
makhluk hidup lainnya.
1.1.Klasifikasi Pestisida dan Mekanisme Toksisitasnya
Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi menurut jenis
bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka pestisida dapat dipelajari efek
toksiknya

terhadap

manusia

maupun

makhluk

hidup

lainnya

dalam

bersangkutan.

Klasifikasi

Bentuk Kimia

Bahan active

Keterangan

lingkungan

yang
1. Insektisida

Botani

Nikotine
Pyrethrine
Rotenon
Carbaryl
Carbofuran
Methiocorb

Carbamat

Organophosphat

Organochlorin

Herbisida

Aset anilid
Amida
Diazinone
Carbamate
Triazine
Triazinone
Inorganik

Fungisida

Benzimidazole
Hydrocarbonphenolik

Tembakau
Pyrtrum
toksik kontak
toksik sistemik
bekerja pada
lambung
juga moluskisida
toksik kontak
toksik kontak,
sistemik

Thiocarb
Dichlorovos
Dimethoat
Palathion
Malathion
Diazinon
Chlorpyrifos
DDT
Lindane
Dieldrin
Eldrin
Endosulfan
gammaHCH

toksik kontak
toksik kontak
kontak dan ingesti
kontak, ingesti
persisten
persisten
kontak, ingesti
kontak, ingesti

Atachlor
Propachlor
Bentazaone
Chlorprophan
Asulam
Athrazin
Metribuzine
Metamitron
Bordeaux mixture
Copper oxychlorid
Mercurous chloride
Sulfur
Thiabendazole
Tar oil

Sifat residu
Kontak

Toksin kontak
Protektan
Proteoktan

Protektan, sistemik
Protektan, kuratif

A. Organophosphat
Lebih dari 50.000 komponen organophosphate telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas
insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja dewasa ini. Semua
produk organophosphate tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan
penggunaannya

untuk

membunuh

serangga.

Beberapa

jenis

insektisida

digunakan untuk
keperluan medis misalnya fisostigmin, edroprium dan neostigmin yang digunakan utuk aktivitas
kholinomimetik

(efek

seperti asetyl kholin).

Obat tersebut digunakan untuk pengobatan

gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigmin juga digunakan untuk antidotum
pengobatan toksisitas ingesti dari substansi antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant,
atrophin dan sebagainya). Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek
langsung untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler
pada bola mata.
a) struktur komponen organophosphate
Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan
tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal
synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang
sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian
berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik
terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta..
Nama

Tetraethylpyrophosphate (TEPP)

Parathion

Malathion

Sarin

b) Mekanisme toksisitas

Structure
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat
menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan
kematian pada orang dewasa.

Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam

plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara
normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat,
mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan
nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala
keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi enzim
tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

Tabel 1. Nilai LD50 insektisida organofosfat
Komponen
Akton
Coroxon
Diazinon
Dichlorovos
Ethion
Malathion
Mecarban
Methyl parathion
Parathion
Sevin
Systox
TEPP

LD50 (mg/Kg)
146
12
100
56
27
1375
36
10
3
274
2,5
1

c) Gejala keracunan
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat
bergantung

pada

adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh

stimulasi.saraf pusat maupun perifer.
Tabel 2. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.
Efek

Gejala

1. Muskarinik

-

2. nikotinik

3. sistem saraf pusat

Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)
Kejang perut
Nausea dan vomitus
Bradicardia
Miosis
Berkeringat
Pegal-pegal, lemah
Tremor
Paralysis
Dyspnea
Tachicardia
Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
Sakit kepala
Emosi tidak stabil
Bicara terbata-bata
Kelemahan umum
Convulsi
Depresi respirasi dan gangguan jantung
Koma

Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya
stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada
mata dan otot polos.
B. Carbamate
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya
daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat
efektif untuk membunuh insekta.
Strukrure Carbamate insektisida

Name

Physostigmine

Structure
Carbaryl

Temik

Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar
(calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen
aktifnya adalah SevineR.
Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim
achE dihambat dan mengalam karbamilasi.

Dalam bentuk ini enzim mengalami karbamilasi

C. Organochlorin
Organokhlorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa kelompok
yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer

dan pertama kali disinthesis

adalah Dichloro-diphenyl-trichloroethan atau disebut DDT.

Tabel 3. Klasifikasi insektisida organokhlorin
Kelompok

Komponen

Cyclodienes

Aldrin,

Chlordan,

Dieldrin,

Heptachlor,

endrin, Toxaphen, Kepon, Mirex.
Hexachlorocyclohexan

Lindane

Derivat Chlorinated-ethan

DDT
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, wlaupun komponen kimia ini
sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada
neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah
merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan
patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat
menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk
manusia adalah 300-500 mg/Kg.
DDT

dihentikan

penggunaannya

sejak

tahun

1972,

tetapi penggunaannya masih

berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat
terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut:
Nausea, vomitus
Paresthesis pada lidah, bibir dan muka
Iritabilitas
Tremor
Convulsi
Koma
Kegagalan pernafasan
Kematian

More Related Content

Kontaminasi pestisida pada sayuran dan implikasinya pada kesehatan masyarakat sumatera utara

  • 1. KONTAMINASI PESTISIDA PADA SAYURAN DAN IMPLIKASINYA PADA KESEHATAN MASYARAKAT SUMATERA UTARA Pestisida diaplikasikan ke tanaman pangan di lahan pertanian berpotensi meninggalkan residu berbahaya. Pestisida Organoklorin secara khusus dapat persisten pada tanaman pangan untuk periode yang dipertimbangkan. Jika tanaman pangan disemprot dekat sebelum panen tanpa masa tunggu yang sesuai, bahkan residu organofosfat dapat berkelanjutan hingga pangan di tangan konsumen (Bull, 1992). Peningkatan populasi urban dan permintaan akan pangan telah mengkatalisis penggunaan pestisida kimia untuk produksi pangan (Amoah, Drechsel, Abaidoo and Ntow, 2006). Sayur-sayuran ditumbuhkan secara luas di areal pertanian di Sumatera Utara, dan ditemukan dengan porsi besar dari makanan penduduk Sumatera rata-rata. Sayuran adalah sangat penting untuk kesehatan dan untuk diet seimbang, sebaik penambahan varietas, ketertarikan dan rasa untuk menu tersebut. Namun sayur-sayuran juga menarik rentang besar hama dan penyakit, dan mensyaratkan manajemen hama yang intensif. Petani yang menanam sayuran masih mengandalkan pestsida dalam mengontrol hama dan penyakit tanaman. Bahkan pemerintah beberapa tahun yang lalu membuat kebijakan dalam pelaksanaan intensifikasi pertanian. Pemerintah bermurah hati memberi subsidi pengadaan pestisida hingga mencapai 80% sehingga harga pestisida di pasaran menjadi sangat murah. Tidak itu saja, termasuk jenis pestisida yang digunakan, hingga keputusan penggunaannya (jadwal aplikasi) diatur oleh pemerintah. Program penyuluhan pertanian pun merekomendasikan aplikasi pestisida secara terjadwal dengan sistem kalender, tanpa memperhatikan ada atau tidak ada hama yang menyerang tanaman di lapangan. Sehingga frekuensi penyemprotan menjadi lebih intensif, dan bisa dilakukan setiap minggu sepanjang musim tanam. (Warlinson Girsang, 2009). Kadang-kadang petani menyemprotkan pestisida sehari sebelum panen untuk menjual sayuran yang good-looking. Praktek ini, secara spesifik, mengekspos konsumen ke pestisida. Terkadang masih dipikirkan bahwa residu dipecah jika makanan dicuci dengan semestinya dan dimasak, hal ini tidak selalu menjadi kasus. Pencucian dan memasak bisa mengurangi residu pestisida pada makanan; pendidihan hanya bisa menghilangkan 35-60% residu organofosfat dan 20-25% residu organoklorin (Bull, 1992). Residu di atas batas toleransi sangat mungkin terjadi pada makanan yang dimasak. Konsumsi makanan terkontaminasi adalah suatu rute pemaparan manusia ke residu pestisida yang penting, dan mungkin posisi level resiko kesehatan masyarakat (MacIntosh dkk., 1996). Tujuan studi ini, demikian, adalah untuk menetapkan level residu pestisida pada sayuran dari pasar-pasar atau lahan yang ada di Sumatera Utara dan mengestimasi resiko kesehatan kanker dan non kanker dikarenakan pemaparan sayursayuran untuk populasi orang dewasa di propinsi ini, komunitas pertanian sayuran di Sumatera Utara yang dapat dicatat. I. PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini akan dibahas beberapa topik mengenai pestisida dan kerugian adanya residu pestisida bagi kesehatan masyarkat. Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur dan gulma). Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : - Insektisida (pembunuh insekta)
  • 2. - Fungisida ( pembunuh jamur) - Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu) Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida banyak digunakan dinegara berkembang, sedangkan herbisida banyak digunakan dinegara yang sudah maju. Dalam beberapa data Negara-negara yang banyak menggunakan pestisida adalah sebagai berikut - Amerika Serikat 45% - Eropa Barat 25% - Jepang 12% - Negara berkembang lainnya 18% Dari data tersebut terlihat bahwa negara berkembang seperti Indonesia, penggunaan pestisida masih tergolong rendah. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya. 1.1.Klasifikasi Pestisida dan Mekanisme Toksisitasnya Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam bersangkutan. Klasifikasi Bentuk Kimia Bahan active Keterangan lingkungan yang
  • 3. 1. Insektisida Botani Nikotine Pyrethrine Rotenon Carbaryl Carbofuran Methiocorb Carbamat Organophosphat Organochlorin Herbisida Aset anilid Amida Diazinone Carbamate Triazine Triazinone Inorganik Fungisida Benzimidazole Hydrocarbonphenolik Tembakau Pyrtrum toksik kontak toksik sistemik bekerja pada lambung juga moluskisida toksik kontak toksik kontak, sistemik Thiocarb Dichlorovos Dimethoat Palathion Malathion Diazinon Chlorpyrifos DDT Lindane Dieldrin Eldrin Endosulfan gammaHCH toksik kontak toksik kontak kontak dan ingesti kontak, ingesti persisten persisten kontak, ingesti kontak, ingesti Atachlor Propachlor Bentazaone Chlorprophan Asulam Athrazin Metribuzine Metamitron Bordeaux mixture Copper oxychlorid Mercurous chloride Sulfur Thiabendazole Tar oil Sifat residu Kontak Toksin kontak Protektan Proteoktan Protektan, sistemik Protektan, kuratif A. Organophosphat Lebih dari 50.000 komponen organophosphate telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja dewasa ini. Semua produk organophosphate tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga. Beberapa jenis insektisida digunakan untuk
  • 4. keperluan medis misalnya fisostigmin, edroprium dan neostigmin yang digunakan utuk aktivitas kholinomimetik (efek seperti asetyl kholin). Obat tersebut digunakan untuk pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigmin juga digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari substansi antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant, atrophin dan sebagainya). Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek langsung untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler pada bola mata. a) struktur komponen organophosphate Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.. Nama Tetraethylpyrophosphate (TEPP) Parathion Malathion Sarin b) Mekanisme toksisitas Structure
  • 5. Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
  • 6. Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi. Tabel 1. Nilai LD50 insektisida organofosfat Komponen Akton Coroxon Diazinon Dichlorovos Ethion Malathion Mecarban Methyl parathion Parathion Sevin Systox TEPP LD50 (mg/Kg) 146 12 100 56 27 1375 36 10 3 274 2,5 1 c) Gejala keracunan Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.
  • 7. Tabel 2. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat. Efek Gejala 1. Muskarinik - 2. nikotinik 3. sistem saraf pusat Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD) Kejang perut Nausea dan vomitus Bradicardia Miosis Berkeringat Pegal-pegal, lemah Tremor Paralysis Dyspnea Tachicardia Bingung, gelisah, insomnia, neurosis Sakit kepala Emosi tidak stabil Bicara terbata-bata Kelemahan umum Convulsi Depresi respirasi dan gangguan jantung Koma Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos. B. Carbamate Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta. Strukrure Carbamate insektisida Name Physostigmine Structure
  • 8. Carbaryl Temik Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR. Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE dihambat dan mengalam karbamilasi. Dalam bentuk ini enzim mengalami karbamilasi C. Organochlorin Organokhlorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah Dichloro-diphenyl-trichloroethan atau disebut DDT. Tabel 3. Klasifikasi insektisida organokhlorin Kelompok Komponen Cyclodienes Aldrin, Chlordan, Dieldrin, Heptachlor, endrin, Toxaphen, Kepon, Mirex. Hexachlorocyclohexan Lindane Derivat Chlorinated-ethan DDT
  • 9. Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, wlaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg. DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: Nausea, vomitus Paresthesis pada lidah, bibir dan muka Iritabilitas Tremor Convulsi Koma Kegagalan pernafasan Kematian