slide ini di buat dalam perkuliahan hukum kontrak atau contract drafting, pada masa perkuliahan semester 7 tahun 2011, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Jurusan HUKUM BISNIS SYARIAH
1 of 18
Downloaded 62 times
More Related Content
Kontrak
1. Penyelesaian Sengketa
Kontrak Melalui Jalur Non-
litigasi
Ira Chandra Puspita Primita Anggraeni
Nur Hotimah Indah Nailufar
Erry Fitrya Yunizar Prajamufti
Satria Wardhani
2. ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA
Alternatif Penyelesaian Sengketa (termasuk arbitrase) dapat diberi batasan
sebagai sekumpulan prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberi
alternatif atau pilihan suatu tata cara penyelesaian sengketa melalui bentuk
arbitrase agar memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak. Secara
umum, tidak selalu dengan melibatkan intervensi dan bantuan pihak ketiga
yang independent yang diminta membantu memudahkan penyelesaian
sengketa tersebut
ADR atau Alternative Dispute Resolution sering diartikan sebagai alternative
to litigation dan alternative to adjudication. Hal ini tentu saja menimbulkan
implikasi yang berbeda. Pengertian yang pertama menjadi acuan seluruh
penyelesaian sengketa diluar pengadilan, termasuk arbitrase, sedangkan
pada pengertian kedua, maka ADR hanya mencakup mekanisme
penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, seperti
negosiasi, mediasi, konsoliasi dan tidak termasuk arbitrase.
3. Dengan demikian, jelaslah yang dimaksud dengan
ADR (Alternative Dispute Resolution) atau
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah suatu
pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan
berdasarkan kesepakatan para pihak dengan
menyampingkan penyelesaian sengketa secara
litigasi di pengadilan. Dalam UU No. 30 Tahun
1999, terdapat sekurangnya ada lima macam cara
penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
4. ADR dan perjanjian
Dalam penyelesaian sengketa, ADR berintikan
bahwa para pihak yang bersengketa memiliki niat
untuk menyelesaikan permasalahannya di luar
pengadilan dengan cara dan ketentuan yang
disepakati oleh kedua belah pihak. Dan
kesepakatan para pihak tersebut terdiri atas
penyelesaian-penyelesaian sengketa untuk
dilaksanakan di kemudian hari dan dituang
dalam bentuk perjanjian. Hal ini bertujuan untuk
menjaga agar sengketa ter-isolasi untuk
menunggu penyelesaiannya yang sudah
ditetapkan dengan cara-cara tertentu.
5. Dalam Blacks Law Dictionary yang dikutip oleh Gunawan
Widjaja, pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu
tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak
tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang
merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya
kepada kliennya untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan
kliennya tersebut. Peran konsultan dalam menyelesaikan
perselisihan atau sengketa yang ada tidaklah dominan sama
sekali. Konsultan hanyalah memberikan pendapat
(hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk
selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa
tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun
adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk
merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang
dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
6. Pada prinsipnya, yang dimaksud dengan negosiasi adalah suatu
proses tawar menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu
kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi di antara para
pihak. Negosiasi dilakukan baik karena telah ada sengketa diantara
para pihak, maupun hanya karena belum ada kata sepakat
disebabkan belum pernah dibicarakan masalah tersebut. Negosiasi
dilakukan oleh seorang negosiator. Mulai dari negosiasi yang paling
sederhana dimana negosiator tersebut adalah para pihak yang
berkepentingan sendiri. Sampai kepada menyedia negosiator
khusus, atau memakai lawyer sebagai negosiator.
Dalam Pasal 5 UU No.30 Tahun 1999 dapat dikatakan bahwa pada
prinsipnya segala sesuatu yang menurut Undang- Undang yang
berlaku dapat diadakan perdamaian dapat pula dinegosiasikan.
Suatu negosiasi berhasil apabila terdapat kompromi atas posisi-
posisi para pihak yang antara lain dapat diukur dengan nilai uang.
Pendekatan Problem Solving dalam negosiasi menekankan
pencapaian apa sebenarnya yang dikehendaki kedua belah pihak
dan mencari hal-hal yang dapat memuaskan kedua belah pihak.
Pendekatan dilakukan sebagai ganti dari pendekatan untuk
keuntungan salah satu pihak atas pihak lainnya (Rajagukguk, 2001).
7. MEDIASI
Menurut Munir Fuady : Mediasi adalah suatu proses
negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar
yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan
solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara
memuaskan bagi kedua belah pihak
Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah
dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan
netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka memperoleh kesepakatan dengan
memutuskan. Menurut rumusan Pasal 6 ayat (3) UU No.30
Tahun 1999, Mediasi adalah merupakan suatu proses
kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang
dilakukan oleh para pihak. Dari ketentuan Pasal 6 ayat
(3) UU No.30 Tahun 1999 itu juga dikatakan bahwa atas
kesepakatan tertulis para pihak yang bersengketa atau
beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau
lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator
8. KONSILIASI
Seperti halnya konsultasi, negosiasi, maupun mediasi, UU No.30 Tahun
1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas
pengertian atau definisi dari konsiliasi. Jika mengacu kepada asal
kata konsiliasi yaitu conciliation dalam bahasa Inggris yang
berarti perdamaian dalam bahasa Indonesia, maka dapat dikatakan
bahwa pada prinsipnya konsiliasi merupakan perdamaian.
Konsiliasi sebagai proses penyelesaian sengketa yang melibatkan
pihak ketiga yang netral dan tidak memihak dengan tugas sebagai
fasilitator untuk menemukan para pihak agar dapat dilakukan
penyelesaian sengketa. Konsiliator dalam menjalankan tugasnya
harus mengetahui hak dan kewajiban para pihak, kebiasaan
bisnis, sehingga dapat mengarahkan penyelesaian sengeta dengan
berpegang kepada prinsip keadilan, kepastian dan objektivitas dari
setiap kasus tertentu.
9. Tugas dari konsiliator seperti juga
mediator hanyalah sebagai pihak
fasilitator untuk melakukan
komunikasi diantara pihak sehingga
dapat ditemukan solusi oleh para
pihak. Pihak konsiliator hanya
melakukan tindakan- tindakan seperti
mengatur waktu dan tempat
pertemuan para pihak, mengarahkan
subjek pembicaraan, membawa pesan
dari satu pihak kepada pihak lain jika
pesan tersebut tidak mungkin
disampaikan langsung, dan lain-lain.
Sementara pihak mediator melakukan
lebih jauh dari itu. Namun, keputusan
dan persetujuan terhadap keputusan
perkara tetap terletak penuh di
tangan para pihak yang bersengketa.
10. PEMBERIAN PENDAPAT HUKUM
Pemberian pendapat hukum yang dalam hal ini adalah Lembaga Arbitrase
merupakan suatu masukan bagi para pihak dalam menyusun atau memuat
kontrak yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban para pihak, maupun
dalam memberikan penafsiran ataupun pendapat terhadap salah satu atau
lebih ketentuan dalam kontrak yang telah dibuat oleh para pihak. Rumusan
Pasa 52 UU No.30 Tahun 1999 menyatakan bahwa para pihak dalam suatu
perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga
arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Pendapat
hukum ini bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan
tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kontrak pokok.
Pendapat hukum ini juga bersifat akhir (final) sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 53 UU NO.30 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa:
terhadap pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum.
Adanya berbagai alternatif penyelesaian sengketa dalam kontrak dagang
mempermudah para pelaku bisnis dalam menghadapi sengketa dagang. Pada
saat ini sudah harus ditinggalkan pembuatan kontrak yang tradisional dan
beralih kepada model-model kontrak modern ynag mencantumkan
penyelesaian sengketa melalaui forum non litigasi. Para konsultan hukum atau
advokat disarankan agar kliennya dalam membuat kontrak dagang selalu
mencantumkan cara penyelesaian sengketa dengan memasukkan beberapa
pilihan. Misalnya dalam kontrak mensyaratkan bahwa dalam hal timbul
sengketa hubungan dengan perikatan tersebut, para pihak pertama- tama akan
mencoba menyelesaikannya dengan cara negosiasi atau mediasi. Jika upaya ini
11. Selain 5 cara diatas, terdapat upaya
koordiansi, yaitu upaya yang dilakukan oleh
pihak yang memiliki otoritas tertentu untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang
melibatkan banyak pihak agar terhindar dari
penanganan yang tumpang tindih.
12. PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI PILIHAN
DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
Di kalangan dunia bisnis, umumnya lebih mendayagunakan arbitrase sebagai alternatif
penyelesaian sengketa bisnis yang ter adi diantara para pihak, daripada
j
penyelesaiannya melalui lembaga litigasi atau peradilan. Hal ini ter adi karena saat
j
sekarang ini ada suatu tendensi bahwa hampir di setiap kontrak dagang
mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui arbitrase, dimana arbitrase
merupakan suatu lembaga penyelesaian sengketa yang sedang populer dan paling
dianjurkan untuk digunakan dibandingkan dengan lembaga penyelesaian sengketa
lainnya.
Dalam menentukan cara penyelesaian sengketa tersebut, tentunya banyak
pertimbangan yang mendasari para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai
upaya penyelesaian sengketa yang akan atau sedang dihadapi. Namun
demikian, kadang kala pertimbangan para pelaku bisnis dalam memilih lembaga
arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa para pihak tidaklah sama, karena
itu perlu diketahui dasar pertimbangan para pihak yang bersengketa dalam memilih
arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa dalam kontrak dagang. Secara
umum dalam alinea keempat Pen jelasan Umum UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan dalam lembaga arbitrase mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan.
13. Kelebihan-kelebihan
Arbitrase
(1) Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak.
(2) Dapat dihindarkan kelambatan yang
diakibatkan karena hal prosedur dan
administrative.
(3) Para pihak dapat memilih arbiter yang
menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman, serta latar
belakang yang cukup mengenai masalah yang
disengketakan, jujur dan adil.
(4) Para pihak dapat menentukan pilihan hukum
untuk menyelesaikan masalah serta proses
dan tempat penyelenggaraan arbitrase.
(5) Putusan arbiter merupakan putusan yang
mengikat para pihak dan dengan melalui tata
cara (prosedur) sederhana saja ataupun
langsung dapat dilaksanakan.
14. Dasar pertimbangan para pihak memilih
penyelesaian sengketa melalui arbitrase:
(1) Sistem hukum dan pengadilan setempat asing bagi mereka.
(2) Pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan hakim-hakim
negara berkembang tidak menguasai sengketa-sengketa dagang
yang melibatkan hubungan-hubungan niaga dan keuangan
internasional yang rumit.
(3) Pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan akan memakan waktu yang lama
dan ongkos yang besar.
(4) Keengganan pengusaha asing untuk menyelesaikan sengketa di
depan pengadilan bertolak dari anggapan bahwa pengadilan
akan bersikap subjektif kepada mereka karena sengketa
diperiksa dan diadili bukan berdasarkan hukum mereka, oleh
hakim yang bukan dari negara mereka.
(5) Penyelesaian sengketa di pengadilan akan mencari siapa yang
salah dan siapa yang benar, dan hasilnya akan dapat
merenggangkan hubungan dagang diantara mereka, sedangkan
putusan melalui arbitrase dianggap dapat melahirkan putusan
yang kompromistis yang dapat diterima oleh kedua belah
pihak yang bersengketa.
15. Kelebihan arbitrase dibandingkan dengan
pengadilan konvensional :
1. Prosedur tidak berbelit dan 10. Keputusan arbitrase umumnya dapat
keputusan dapat dicapai dalam diberlakukan dan dieksekusi oleh
waktu relative singkat. pengadilan dengan sedikit atau tanpa
2. Biaya lebih murah. review sama sekali.
3. Dapat dihindari expose dari 11. Proses/prosedur arbitrase lebih
keputusan di depan umum. mudah dimengerti oleh masyarakat
4. Hukum terhadap prosedur dan luas.
pembuktian lebih rileks. 12. Menutup kemungkinan untuk dilakukan
5. Para pihak dapat memilih hukum Forum Shopping
mana yang akan diberlakukan oleh 13. Ketidakpercayaan para pihak pada
arbitrase. Pengadilan Negeri
6. Para pihak dapat memilih sendiri 14. Prosesnya cepat
para arbiter. 15. Merupakan putusan akhir (final) dan
7. Dapat dipilih para arbiter dari mengikat (binding)
kalangan ahli dalam bidangnya. 16. Biaya lebih murah
8. Keputusan dapat lebih terkait 17. Bebas memilih hukum yang
dengan situasi dan kondisi. diberlakukan
9. Keputusannya umumnya final dan 18. Eksekusinya mudah
binding (tanpa harus naik banding 19. Kepekaan arbiter
atau kasasi).
20. Kecenderungan yang modern
16. Kelemahan Arbitrase
(1) Tidak mudah untuk mengajak para 10. Kurangnya unsure Finalty.
pelaku bisnis menyelesaikan 11. Kurangnya power untuk menggiring para
sengketanya kepada arbiter. pihak ke settlement.
12. Kurangnya power untuk menghadirkan
(2) Klausul arbitrase yang sudah barang bukti, saksi, dan lain-lain.
dicantumkan dalam kontrak selalu 13. Kurangnya power untuk hal law
diingkari salah satu pihak dengan enforcement dan eksekusi keputusan.
berbagai dalih. 14. Dapat menyembunyikan dispute dari
(3) Pengingkaran hakim terhadap norma Public Security.
hukum yang sudah dinyatakan secara 15. Tidak dapat menghasilkan solusi yang
bersifat preventif.
tegas Undang- Undang. 16. Kemungkinan timbulnya keputusan yang
(4) Masih ada keengganan para pihak untuk paling bertentangan satu sama lain
menyisihkan biaya yang harus dipikul karena tidak ada system precedent
dalam proses arbitrase. terhadap keputusan sebelumnya, dan
juga karena unsur fleksibilitas dari
(5) Pelaksanaan putusan arbitrase masih arbiter. Karena itu, keputusan arbitrase
juga berkaitan dengan pengadilan. tidak predektif.
(6) Dalam arbitrase tidak dikenal 17. Kualitas keputusannya sangat
bergantung pada kualitas para arbiter
putusan-putusan yang mengikat arbiter itu sendiri, tanpa ada norma yang cukup
sebelumnya (seperti dalam ilmu hukum untuk menjaga standard mutu keputusan
dikenal yurisprudensi). arbitrase. Oleh karena itu, sering
dikatakan An arbitration is as good
(7) Dalam forum arbitrase internasional arbitrators.
masih sulit untuk mempertemukan 18. Berakibat kurangnya upaya untuk
sengketa hukum yang berbeda sistem mengubah system pengadilan
hukumnya dari negara msing-masing. konvensional yang ada.
(8) Hanya baik dan tersedia dengan baik 19. Berakibat semakin tinggi rasa
permusuhan kepada pengadilan
terhadap perusahaan-perusahaan
bonafide.
(9) Due Process Kurang terpenuhi.
17. Tahap-tahap penyelesaian
sengketa di luar pengadilan
(secara non-litigasi)
1. Tahap persiapan
2. Tahap mempelajari kasus posisi
3. Tahap perundingan
4. Tahap perumusan hasil
5. Tahap pendaftaran
6. Tahap pelaksanaan hasil kesepakatan