2. Sejarah Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap
sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini
dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya.
Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi
kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitu kereta Singa Barong. Kereta ini saat ini
tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Didalamnya
terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja.
Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh [[Pangeran Mas Mochammad Arifin II]
(cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun
1506. Ia bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya
bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar
Panembahan Pakungwati I. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti
Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549
dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau diabadikan dan
dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati
yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.
5. KERATON KASEPUHAN yang terletak di Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk,
Kota Cirebon merupakan keraton yang pertama sekali didirikan sekitar abad ke 13. Sebagai
pusat pemerintahan Kesultanan Cirebon pada masa itu.
Sebagai Keraton Kesultanan Cirebon yang pertama, Keraton Kasepuhan memiliki sejarah yang
paling panjang dibanding ketiga keraton lainnya. Keraton ini juga memiliki wilayah kekeratonan
yang terluas, wilayah kekeratonannya mencapai lebih dari 10 Ha. Keraton ini terletak di
selatan alun-alun dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di sebelah barat alun-alun.
Pada masa awal didirikannya yang pertama kali dibangun adalah bangunan Keraton
Pakungwati I. Keraton Pakungwati dibangun menghadap ke arah Laut Jawa dan membelakangi
Gunung Ciremai. Bangunan ini terdapat disebelah timur bangunan Keraton Pakungwati II.
Banyak sejarah penting yang tersimpan di dalam keraton ini, serta benda peninggalan yang
terdapat didalamnya seperti: sebuah tandu berbentuk makhluk berkepala burung dan
berbadan ikan. Hal ini melambangkan Setinggi-tingginya seorang pemimpin dalam
kepemimpinannya tetap harus mampu melihat dan menyelami keadaan setiap rakyat yang
berada dibawahnya.
Rentetan perjalanan panjang dalam membangun sebuah pemerintahan pada masa itu.
Keraton Kasepuhan sebagai keraton yang pertama ada di Cirebon. Hal ini menunjukan betapa
besar peran serta pengaruh budaya Cirebon dalam membangun ekonomi pada masa
pemerintahan Kesultanan saat itu.
10. Pemisahan
Pada masa pemerintahan Sunan Syeh Syarief, juga diterapkan aturan yang tegas mengenai lelaki dan perempuan. Keraton
atau tempat kediaman untuk perempuan tidak boleh bercampur dengan lelaki. Bahkan, di dalam area keraton terdapat satu
tempat khusus yang tidak boleh dikunjungi kaum perempuan, termasuk istri Sunan sekalipun.
Tempat khusus dan sakral itu bernama Patilasan Pangeran Cakrabuwana Sunan Gunung Jati. Pada pintu masuk patilasan, jelas
tertulis Wanita tidak boleh masuk. Dalam tempat ini, Syekh Syarief dan putra mahkota menyebarkan ajaran agama Islam
kepada semua lelaki yang tinggal di keraton.
Konon, Patilasan Pangeran Cakrabuwana ini memang tidak boleh tersentuh oleh kaki perempuan. Apabila ada perempuan
yang berani masuk, maka ia keluar membawa petaka. Bisa-bisa, perempuan tersebut gila atau hilang kesadaran.
Dulu sempat seorang pengunjung wanita masuk ke dalam keraton Patilasan Cakrabuwana. Tidak lama, wanita itu hilang
kesadaran. Jadi, sampai sekarang kami melarang pengunjung wanita masuk ke tempat sakral tersebut, ujar abdi dalam
keraton Ferry Jamaladdin.
Di bagian kanan Patilasan Cakrabuwana terdapat Patilasan Keraton Dalem Agung Pakungwati. Tempat tersebut dibangun
khusus bagi permaisuri, dayang-dayang, dan kaum perempuan. Dulunya, keraton Pakungwati ini sangat asri dan indah. Konon
para putri Sunan dan permaisuri memiliki ruang pemandian yang besar. Permaisuri dan putri bisa menghabiskan waktu
berjam-jam untuk berendam dan mempercantik diri.
Sayangnya, keraton Pakungwati kini tak ubahnya seperti ruang kosong yang penuh dengan reruntuhan bebatuan. Tidak ada
tanda-tanda pemeliharaan dari pemerintah daerah atas tempat bersejarah ini. Kamar sang permaisuri dan tempat pemandian
pun tinggal puing-puing.
Bila dilihat dari kondisi keraton Kasepuhan, memang tidak jelas terbaca makna atau nilai sejarahnya. Namun, saat melihat ke
dalam tempat penyimpanan benda-benda bersejarah barulah terasa. Ternyata, Sunan gemar mengoleksi benda berharga. Di
area keraton, terdapat dua museum, yakni Museum Benda Kuno dan Museum Kereta Kencana Singa Barong.
Museum Benda Kuno, diisi oleh barang-barang pemberian dari kerabat Sunan. Keris berbagai jenis dan alat debus dari
Banten, masih tersimpan di museum ini. Alat musik gamelan yang dulu dipakai oleh para penghibur Sunan juga masih tertata
rapi.