Laporan ini memberikan ringkasan tentang observasi kelas IV B di SD Negeri No. 064984. Kelas ini memiliki 21 siswa dan proses pembelajaran matematika di kelas ini diamati. Guru memberikan penjelasan tentang perkalian dua suku di papan tulis sebelum menyuruh siswa maju satu persatu untuk mengerjakan soal. Metode mengajar ini dinilai kurang efektif karena menyebabkan kelas menjadi tidak kondusif.
3. Profil Sekolah
• Nama Sekolah : SD Negeri No. 064984
• Alamat Sekolah : Jalan Kapten Muslim No.
240 B Kecamatan Medan Helvetia
• Akreditasi Sekolah : A
• Digunakan Sejak : Tahun 1978
4. Situasi Fisik Sekolah
• Terdapat Halaman
• Jumlah Kelas : 14 Ruangan
• Rumah Ibadah : 1 Musollah
• Perpustakaan : 1
• UKS : 1
• Kantin : 1
• Koperasi : 1
• Kamar Mandi : 6
- Perempuan : 3
- Laki – Laki : 3
• Gudang : 1
5. Laporan Observasi
Profil Kelas
• Hari / Tanggal Observasi : Kamis, 3 April 2014
• Kelas yang di Observasi : IV B
• Mata Pelajaran : Matematika
• Nama Guru yang Mengajar: Ibu Rana
• Waktu Observasi : 13.15 – 14.30 (75 Menit)
• Jumlah Siswa
- Laki – Laki : 11 Orang
- Perempuan : 10 Orang
• Alat Observasi : Pena, Buku Catatan, dan Jam
• Media Pembelajaran
- Guru : Spidol dan White Board
- Siswa : Pena, Buku Catatan, Buku Panduan
6. Situasi Fisik Kelas
• Kursi : 37 Buah
• Kursi Guru : 1 Buah
• Meja : 20 Buah
• Meja Guru : 1 Buah
• Lemari : 2 Buah
• Jam Dinding : 1 Buah
• Penghapus : 1 Buah
• Kalender : 1 Buah
• Papan Absen : 1 Buah
• Hiasan Dinding : 11 Buah
• Gambar : 1 Buah (Burung Garuda)
• Stop Kontak : 1 Buah
• Lampu : 2 Buah
• Pintu : 2 Buah
• Jendela : 15 Buah
• Ukuran Kelas : 6 x 6 Meter
7. Deskripsi Kelas
• Kelas yang menjadi bahan observasi kami
adalah kelas IV B, didalam kelas itu terdapat
21 orang siswa yang terdiri dari 11 orang siswa
laki – laki dan 10 orang siswa perempuan.
• Ruangan kelas tersebut memiliki luas 6 x 6
meter.
• Tata Letak ruangan di dalam kelas tersebut
yaitu meja dan kursi disusun 4 banjar dengan
masing – masing banjarnya terdapat 5 buah
meja dan di setiap meja ada 2 buah kursi.
Meja dan kursi untuk guru terletak di depan
kursi banjar ketiga.
8. • Sebelah kiri meja guru terdapat 2 buah
lemari, di belakang meja guru terdapat 1
buah papan white board.
• Di atas white board terdapat gambar
burung garuda saja, namun tidak terdapat
gambar presiden dan wakil presiden.
• Di atas gambar burung garuda terdapat 1
buah jam dinding berwarna kuning
keemasan.
9. • Ruangan kelas tersebut di penuhi dengan
hiasan dinding yang merupakan hasil karya
dari para siswa dan siswi kelas itu, yaitu
berupa 10 buah puisi dan 1 buah mengenai
struktur matahari dan gerhana matahari.
• Ada 2 buah pintu di dalam kelas IV B, pintu
1 yang merupakan pintu utama terletak di
samping meja banjar pertama, sedangkan
pintu 2 itu merupakan pintu yang
menghubungkan antara kelas IV B dan kelas
IV A.
10. Hasil Observasi
Kelas yang menjadi bahan observasi kami adalah kelas
IV B. Proses belajar mengajar sebenarnya dimulai pada
pukul 13.00, namun dikarenakan pada saat itu sedang hujan
deras, maka guru yang mengajar di dalam kelas itu sedikit
terlambat. Selama kurang lebih 10 menit, akhirnya guru
yang mengajar itu datang.
Kemudian tanpa membuang waktu ia langsung memulai
pembelajaran. Pertama ia menjelaskan mengenai cara
mengerjakan perkalian dua suku di papan tulis, pada saat
itu sedang berlangsung pembelajaran matematika.
Setelah selesai menerangkan materi dan memberikan
beberapa buah contoh, guru itu menyuruh muridnya untuk
maju ke depan satu persatu untuk mengerjakan soal yang
sudah ia buat di papan tulis. Dengan jumlah murid yang
tidak terlalu banyak, maka semua murid mendapat
gilirannya masing-masing.
11. Setelah semua muridnya mendapat giliran untuk
mengerjakan tugas ke depan, kemudian ia juga memberikan
pekerjaan rumah untuk para muridnya yang akan
dikumpulkan ketika masuk pelajaran matematika
selanjutnya.
Cara belajar yang seperti itu jika menurut kami dan
menurut buku yang telah dipelajari mungkin akan kurang
efektif dan bisa saja memang tidak efektif. Karena apa?
Karena dengan menyuruh satu per satu murid maju ke
depan dan mengerjakan soal, maka murid yang belum atau
yang sudah mengerjakan soal akan menjadi ribut dan kelas
menjadi tidak kondusif. Masing-masing murid memiliki
kegiatannya sendiri, seperti yang kami perhatikan, ada yang
bercerita dengan temannya yang lain, ada yang hanya
bengong, ada yang menulis hal yang tidak menyangkut
pelajaran, dan lain sebagainya.
12. Disini cara berbicara guru tidaklah terlalu formal,
tetapi masih dalam kaidahnya dan masih sopan, tidak hanya
asal berbicara dan menerangkan. Tidak ada bahasa yang
kasar yang kami dengar, tidak ada juga yang sampai memaki
murid walaupun memang ada beberapa murid yang terlalu
ribut dan tidak memperhatikan ke depan kelas.
Sorot mata sang guru juga tidak ada tatapan
merendahkan atau seperti men-judge rendah oranglain,
walaupun kami ada disana untuk mengobservasi ataupun ada
murid yang membuat keributan. Hanya saja ketika
keributan memang sudah melewati batas, maka sang guru
hanya sedikit menatap tegas dan memanggil nama murid
yang membuat keributan.
Ketika dengan cara memanggil pun sang murid tidak
mengindahkannya, maka yang dilakukan sang guru adalah
memberi sebuah punishment. Tetapi apakah keributan
berhasil diminimalisir? Jawabannya adalah iya, tetapi hanya
berkisar lima menit dan setelah itu keributan kembali
terjadi.
13. Respon murid terhadap gurunya sangat kami
acungi jempol. Karena pada saat guru menerangkan
dan mulai bertanya, hampir satu kelas menjawab
pertanyaan guru dengan semangat dan dengan suara
yang lantang. Saat soal pertama dibuat dan ditanyakan
siapa yang mau maju ke depan juga hampir semua
murid mengacungkan telunjuknya dan berlomba-lomba
ingin maju dan mengerjakan soal ke depan kelas.
14. Analisis Dengan Teori Belajar
1. Teori Penguatan Skinner
Skinner mengidentifikasikan tiga komponen penting dari
perubahan perilaku, yaitu :
a. Kesempatan dimana perilaku terjadi
b. Perilaku itu sendiri
c. Konsekuensi dari perilaku
Respon sering diberikan pada lingkungan untuk menghasilkan
konsekuensi yang berbeda, dan konsekuensi tertentu menimbulkan
pengulangan respon. Sebagai contoh seorang wanita memakai gaun
yang indah ketika akan pergi dengan pacarnya kemudian
mengharapkan mendapatkan sebuah pujian atas penampilannya. Bila
itu terjadi maka konsekuensi dari perilaku tersebut akan adanya
peningkatan frekuensi dari perilaku berbusana. Skinner menamakan
respon ini sebagai berpenguat. Penguatan adalah konsekuensi yang
meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi atau
penguat meningkatkan frekuensi respons.
15. Pada kelas IV B, guru memberikan reinforcement kepada
murid di dalam kelas. Di mana ketika guru menyuruh muridnya
untuk mengerjakan soal yang ia berikan di depan kelas (stimulus),
ternyata ada murid yang ribut dan ketika ia di suruh
mengerjakan soal tersebut tetapi ia tidak dapat menjawabnya
(respon) setelah itu guru memberikan reinforcement dari
perilakunya yaitu dengan memberikan reinforcement negatif bagi
murid yang ribut sehingga tidak dapat menjawab soal. Sedangkan
untuk siswa yang diam dan memperhatikan temannya yang sedang
mengerjakan soal di depan kelas (reinforcement positif).
Pada proses pembelajaran yang dilakukan, guru memberikan
reinforcement di mana reinforcement positif dapat menguatkan
perilaku dan akan meningkatkan frekuensi dari perilaku sehingga
murid yang selalu memperhatikan temannya yang sedang
mengerjakan soal di depan akan mempertahankan perilakunya.
Sedangkan bagi murid yang ribut sehingga tidak dapat menjawab
soal diberikan reinforcement negatif dan hukuman dengan
harapan siswa menghilangkan perilaku tersebut.
16. Teknik kontrol yang paling umum adalah hukuman
(Skinner, 1953). Niat dari tindakan ini adalah untuk
mereduksi frekuensi perilaku tertentu. Dari perspektif
pengkondisian penguatan perilaku mungkin dihukum dengan
dua cara :
1. Penghilangan penguat positif. Ini adalah model hukuman
dimana ketika seseorang berperilaku buruk maka
lingkungan langsung mengarahkan ketidaksetujuan atas
perilaku tersebut.
2. Penambahan penguatan negatif. Model hukuman ini adalah
dengan memberikan tambahan penguatan negatif pada
situasi dimana saat perilaku tersebut terjadi.
17. 2. Teori Vygotsky
a. Asumsi Vygotsky
Ada 3 klaim dalam inti pandangan Vygotsky, yaitu :
 Keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis
dan diinterpretasikan secara developmental
 Kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan
bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis
untuk membantu dan mentransformasi aktivitas mental.
 Kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan
dipengaruhi oleh later belakang sosio kultural.
b. Scaffolding
Teknik untuk mengubah level bantuan untuk belajar.
Seorang guru atau murid yang lebih pandai atau mampu
menyesuaikan jumlah bimbingan sesuai dengan kinerja
murid.
18. c. Zone of Proximal Development (ZPD)
Istilah Vygotsky untuk serangkaian tugas yang terlalu
sulit dikuasai anak secara sendirian tetapi dapat dipelajari
dengan bantuan dari orang dewasa atau anak yang lebih
mampu.
Sebagai contoh, ketika guru menyuruh murid untuk
mengerjakan soal didepan kelas, ada seorang murid yang
belum mengerti dan ia bertanya kepada teman sebangkunya
yang sudah mengerti. Setelah berulang-ulang diajarkan
oleh temannya, akhirnya ketika ia disuruh maju kedepan
untuk mengerjakan soal ia dapat menjawabnya dengan
benar.
d. Bahasa dan Pemikiran
Vygotsky percaya bahwa anak-anak menggunakan
bahasa bukan hanya untuk komunikasi sosial, tetapi juga
untuk merencanakan, memonitor perilaku mereka dengan
caranya sendiri.