Seni rupa modern di Indonesia bermula pada abad ke-18 di bawah penjajahan Belanda. Peran seni berubah dari sakral menjadi ekspresi individual. Pada 1938, PERSAGI didirikan untuk mengembangkan seni lukis nasionalis. Masa setelahnya seni terus berkembang dengan didirikannya lembaga pendidikan seni pertama seperti ASRI dan ITB. Pada 1975, seni rupa baru muncul sebagai bentuk eksperimen dan pemberontakan ter
1 of 2
Download to read offline
More Related Content
Latar belakang kemunculan seni rupa modern
1. LATAR BELAKANG KEMUNCULAN SENI
RUPA MODERN
LATAR BELAKANG KEMUNCULAN SENI RUPA MODERN
Seni rupa modern di Indonesia dirintis sejak abad ke 18 Masehi atau pada masa
Kolonialisme Belanda. Ada perubahan yang cukup mendasar pada fungsi kesenian di zaman
modern daripada masa sebelumnya. Pada masa traditional, pencipta karya seni selalu
dihubungkan dengan fungsi sakral, seperti pembuatan patung nenek moyang, pendirian candi,
masjid, dan lain – lain yang semuanya ditunjukkan untuk mendorong semangat beribadah.
Adapun di zaman modern, nilai - nilai kreativitas dan estetika menjadi dasar
penciptaan. Dorongan akan kebebasan berekspresi dan pengaruh individualisme Barat pun
muncul. Karya - karya seni rupa banyak beralih fungsinya yang awal dikontribusikan untuk
kepentingan ibadah atau sakral, kepentingan tradisi atau untuk memenuhi fungsi sosial lainnya,
berubah menjadi seni yang berfungsi individual yaitu sebagai media ekspresi murni estetis bagi
para senimannya. Seni rupa modern adalah seni rupa yang tidak terbatas pada kebudayaan suatu
adat atau daerah, namun tetap berdasarkan sebuah filosofi dan aliran-aliran seni rupa. Ciri-cirinya
adalah Konsep penciptaannya tetap berbasis pada sebuah filosofi , tetapi jangkauan
penjabaran visualisasinya tidak terbatas. Tidak terikat pada pakem-pakem tertentu.
Karya seni rupa yang banyak dibicarakan di zaman modern adalah karya seni lukis.
Berbeda dengan seni lukis traditional, seni lukis modern bersifat tarditional. Pengertiannya
adalah bahwa seni lukis modern telah melepaskan diri dari tata cara yang sudah ada dan lebih
bersifat membentuk kepercayaan dan kepribadian seseorang Perintis pertama seni lukis modern
dilakukan oleh Raden Saleh Syarif Bustaman sepulang dari studinya di Eropa meskipun
sebenarnya terjadi secara tidak disengaja. Hampir setengah abad kemudian muncullah bentuk
seni lukis Indonesia yang dikenal dengan nama Indonesia Jelita atau Mooi Indie atau disebut
juga Hindia Molek.
Nama Mooi Indie pada dasarnya untuk menamai tipe karya dan pengarahan tema seni
lukis Hindia Belanda pada tahun 1925 - 1938. Bisa dikatakan pelukis - pelukis Mooi Indie adalah
Abdullah Suryo Subroto ( 1878 - 1941 ) yang merupakan putra Dr Wahidin Sudirohusodo,
Wakidi, M. Pirngadi, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah, Trijoto Abdullah, dan pelukis -
pelukis keturunan Cina seperti Lee Man Fong dan Oui Tiang Boen. Juga ada sebagian dari
kalangan pelukis barat seperti Lee Mayeur, Walter Spies, Rudolf Bonet, Van Mooyen, Max
Fleischer, Duchatel, Carel Dake, Isaac Israel, J.Frank, Hofker, dan Ernest Desentje.
Pada tahun 1938, muncul sebuah perkumpulan seniman lukis yang mendasari gerakannya
dengan jiwa nasionalisme yang tinggi. perkumpulan seniman lukis tersebut disebut PERSAGI.
Para anggota yang tergabung didalamnya saling mendidik satu sama lain tanpa bekal metode
yang benar. Kelompok ini memang tidak mementingkan teknik, namun lebih mementingkan isi
jiwa. Anggota PERSAGI antara lain adalah Agus Jaya ( Ketua ), S. Sujoyono ( juru bicara ), L.
Sutiyoso, Rameli, Latief, Hebert Hutagalung, Abdul Salam, Otto Jaya, Emiria Sunasa dan
2. Surono. Tujuan PERSAGI tersebut adalah mengembangkan seni lukis dikalangan masyarakat
Indonesia dangan mencari corak Indonesia baru. Salah satu tokohnya, Sujoyono melarang
para generasi muda untuk menjadi seniman penjiplak. Ia terkenal dengan ungkapannya bahwa
seni adalah jiwa ketok.
Masa setelah PERSAGI adalah masa pendudukan Jepang yang berlangsung antara tahun
1942 – 1945 Jepang mendirikan Poetra ( Poesat Tenaga Rakjat ) dimana kesenian diberi
kesempatan luas untuk tumbuh. Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggalnya
yang kemudian dilanjutkan dengan adanya pameran gabungan karya - karya Affandi dan Basuki
Abdullah serta pelukis - pelukis lainnya. Setelah peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 dicatat
sebagai masa pendirian sanggar - sanggar. Pertumbuhan seni rupa berjalan terus hingga tahun
1950 dimana lahir lembaga - lembaga pendidikan kesenian formal seperti Akademi Seni Rupa (
ASRI ) Yogyakarta dan Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang kemudian menjadi bagian
Seni Rupa ITB yaitu sebuah lembaga yang khusus mendidik calon seniman dan guru gambar.
Sekitar tahun 1975, muncullah karya - karya seni rupa baru yang tidak lagi dapat disebut
sebagai seni lukis dalam arti umum. Pada pameran tahun 1975 tersebut, kehadiran seni rupa baru
itu disambut dengan tanggapan kurang positif, bahkan cemoohan oleh para seniman, masyarakat,
juga kaum kritisi seni rupa. akan tetapi, sebagai sesuatu yang baru sebenarnya hal tersebut
merupakan kewajaran. Pameran seni rupa baru tahun 1975 merupakan sikap pemberontakan
terhadap kemapanan seni dan seniman yang ada. Karya - karya seni rupa yang baru itu
cenderung bersigat eksperimental atau memberi pengalaman yang baru dari apa yang telah ada.
Konsep berkarya juga tidak hanya mencari sisi lain yang berbeda, tetapi bermaksud pula
memenuhi tuntutan zaman dan situasi yang berkembang. Di dalam grup seni rupa baru ini
tercatat nama - nama seperti Harsono, Nanik Mirna, Siti Adiyati Subangun, Ris Purwono, S.
Prinka, Bonyong Munni Ardhi, dan Jim Supangkat. Munculnya gerakan seni rupa baru tersebut
memberi keleluasaan kepada seniman muda untuk berekspresi. Gerakan tersebut memunculkan
seniman muda yang potensial dibeberapa kota di Indonesia seperti Agus Kamal dan Ivan Sagito .