ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 512
PCP (Pneumonia Pneumocystis)
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: info@spiritia.or.id Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknyaAnda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Apa PCP Itu?
Pneumonia Pneumocystis (PCP) ada-
lah infeksi oportunistik (IO) paling umum
pada orang terinfeksi HIV. Tanpa peng-
obatan, lebih dari 85% orang dengan HIV
pada akhirnya akan mengembangkan
penyakit PCP. PCP menjadi salah satu
pembunuh utama Odha. Walau PCP
hampir selalu dapat dicegah dan diobati,
penyakit ini tetap menyebabkan kematian
pada kurang lebih 10% kasus.
Saat ini, dengan tersedianya terapi
antiretroviral (ART), angka PCPmenurun
secara dramatis. Sayangnya, PCP masih
umum pada Odha yang terlambat mencari
pengobatanataubelummengetahuidirinya
terinfeksiHIV.Sebenarnya,30-40%Odha
akan mengembangkan PCP bila mereka
menunggusampaijumlahCD4-nyakurang
lebih50.CaraterbaikuntukmencegahPCP
adalah dengan tes HIV untuk mengetahui
infeksinya lebih dini.
PCP disebabkan oleh jamur yang ada
dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu
jamur tersebut disebut Pneumocystis
carinii, tetapi para ilmuwan sekarang
memakai nama Pneumocystis jiroveci,
namun penyakit masih disingkatkan
sebagai PCP. Sistem kekebalan yang
sehat dapat mengendalikan jamur ini.
Namun, PCP menyebabkan penyakit
pada orang dewasa dan anak dengan
sistem kekebalan yang lemah.
Jamur Pneumocystis hampir selalu
berpengaruh pada paru, menyebabkan
bentuk pneumonia (radang paru). Orang
dengan jumlah CD4 di bawah 200
mempunyai risiko paling tinggi meng-
alami penyakit PCP. Orang dengan
jumlah CD4 di bawah 300 yang telah
mengalami IO lain juga berisiko. Sebagi-
an besar orang yang mengalami penyakit
PCP menjadi jauh lebih lemah, ke-
hilangan berat badan, dan kemungkinan
mengembangkan penyakit PCP lagi.
Tanda pertama PCP adalah sesak napas,
demam, dan batuk tanpa dahak. Siapa pun
dengangejalainisebaiknyasegeraperiksa
ke dokter. Namun, semua Odha dengan
jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya
membahaspencegahanPCPdengandokter,
sebelum mengalami gejala apa pun.
Bagaimana PCP Diobati?
Selama bertahun-tahun, antibiotik
dipakai untuk mencegah PCP pada pasien
kanker dengan sistem kekebalan yang
lemah. Tetapi baru pada 1985 sebuah
penelitian kecil menunjukkan bahwa
antibiotik juga dapat mencegah PCP pada
Odha.
Obat yang sekarang dipakai untuk
mengobati PCP mencakup kotrimok-
sazol, dapson, pentamidin, dan atova-
kuon.
Kotrimoksazol (TMP/SMX) (lihat
Lembaran Informasi (LI) 535) adalah
obat anti-PCP yang paling efektif. Ini
adalah kombinasi dua antibiotik: tri-
metoprim (TMP) dan sulfametoksazol
(SMX).
Dapson (LI 533) serupa dengan kotri-
moksazol. Dapson kelihatan hampir
seefektif kotrimoksazol melawan PCP.
Pentamidin adalah obat hirup yang
berbentuk aerosol untuk mencegah
PCP. Pentamidin juga dipakai secara
intravena (IV) untuk mengobati PCP
aktif.
Atovakuon adalah obat yang dipakai
pada kasus PCP ringan atau sedang oleh
orang yang tidak dapat memakai
kotrimoksazol atau pentamidin.
Berdasarkan sebuah penelitian kecil,
bila terapi baku tidak berhasil, pasien
mungkin dapat memakai trimekstrat
digabung dengan asam folinik.
Dapatkah PCP Dicegah?
Cara terbaik untuk mencegah PCP
adalah dengan memakai ART. Orang
dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat
mencegah PCP dengan memakai obat
yang juga dipakai untuk mengobati PCP.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 950
dan LI 951.
Cara yang lain untuk mengurangi risiko
PCP adalah dengan tidak merokok.
Perokok terinfeksi HIV mengembangkan
PCP 2-3 kali lebih cepat dibandingkan
Odha yang tidak merokok. Satu peneli-
tian menemukan bahwa perokok yang
sudah berhenti sedikitnya selama satu
tahun tidak mengembangkan PCP lebih
cepat dibandingkan non-perokok.
ART dapat meningkatkan jumlah CD4
kita. Jika jumlah ini melebihi 200 dan
bertahan begitu selama tiga bulan,
mungkin kita dapat berhenti memakai
obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun,
karena pengobatan PCP adalah murah
dan mempunyai efek samping yang
ringan, beberapa peneliti mengusulkan
pengobatan sebaiknya diteruskan hingga
jumlah CD4 di atas 300. Kita harus
berbicara dengan dokter kita sebelum
kita berhenti memakai obat apa pun
yang diresepkan.
Obat Mana yang Paling Baik?
Kotrimoksazol adalah obat yang paling
efektif melawan PCP. Obat ini juga
murah, dan dipakai dalam bentuk pil, satu
atau dua pil sehari.
Namun, bagian SMX dari kotrimoksa-
zol merupakan obat sulfa dan hampir
separuh orang yang memakainya meng-
alami reaksi alergi, biasanya ruam kulit,
kadang-kadang demam. Sering kali, bila
penggunaan kotrimoksazol dihentikan
sampai gejala alergi hilang, lalu peng-
gunaan dimulai kembali, masalah alergi
tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang
berat dapat diatasi dengan memakai
desensitisasi. Pasien mulai dengan
takaran obat yang sangat rendah dan
kemudian meningkatkan takarannya
hingga takaran penuh dapat ditahan (lihat
LI 951). Mengurangi dosis menjadi tiga
pil seminggu mengurangi masalah alergi
kotrimoksazol, dan tampak sama ber-
hasil.
Karena masalah alergi yang disebabkan
oleh kotrimoksazol serupa dengan efek
samping dari beberapa obat antire-
troviral, sebaiknya penggunaan kotri-
moksazol dimulai seminggu atau lebih
sebelum mulaiART. Dengan cara ini, bila
alergi muncul, penyebab lebih mudah
diketahui.
Dapson menyebabkan lebih sedikit
reaksi alergi dibanding kotrimoksazol,
dan harganya juga agak murah. Biasanya
dapson dipakai dalam bentuk pil tidak
lebih dari satu pil sehari. Namun dapson
kadang kala lebih sulit diperoleh di
Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan
bulanan ke klinik yang mempunyai
nebulizer, mesin yang membuat kabut
obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup
secara langsung ke dalam paru. Prosedur
ini memakan waktu kurang lebih 30-45
menit. Kita dibebani harga obat tersebut
ditambah biaya klinik. Pasien yang
memakai pentamidin aerosol akan
mengalami PCP lebih sering dibanding
orang yang memakai pil antibiotik.
Garis Dasar
Hampir semua peristiwa PCP, salah
satu penyakit pembunuh utama para
Odha, dapat diobati – dan dapat dicegah
dengan obat murah yang mudah dipakai.
ART dapat menahan jumlah CD4 kita
tetap tinggi. Jika jumlah CD4 kita turun
di bawah 300, kita sebaiknya membahas
penggunaan obat pencegah PCP dengan
dokter kita. Siapa pun dengan jumlah
CD4 di bawah 200 seharusnya memakai
obat anti-PCP.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 515TheAIDS
InfoNet 16 April 2014

More Related Content

Lembar informasi

  • 1. Yayasan Spiritia Lembaran Informasi 512 PCP (Pneumonia Pneumocystis) Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: info@spiritia.or.id Situs web: http://spiritia.or.id/ Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknyaAnda berkonsultasi dengan dokter. Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org Apa PCP Itu? Pneumonia Pneumocystis (PCP) ada- lah infeksi oportunistik (IO) paling umum pada orang terinfeksi HIV. Tanpa peng- obatan, lebih dari 85% orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Walau PCP hampir selalu dapat dicegah dan diobati, penyakit ini tetap menyebabkan kematian pada kurang lebih 10% kasus. Saat ini, dengan tersedianya terapi antiretroviral (ART), angka PCPmenurun secara dramatis. Sayangnya, PCP masih umum pada Odha yang terlambat mencari pengobatanataubelummengetahuidirinya terinfeksiHIV.Sebenarnya,30-40%Odha akan mengembangkan PCP bila mereka menunggusampaijumlahCD4-nyakurang lebih50.CaraterbaikuntukmencegahPCP adalah dengan tes HIV untuk mengetahui infeksinya lebih dini. PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis carinii, tetapi para ilmuwan sekarang memakai nama Pneumocystis jiroveci, namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP. Sistem kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP menyebabkan penyakit pada orang dewasa dan anak dengan sistem kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu berpengaruh pada paru, menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 mempunyai risiko paling tinggi meng- alami penyakit PCP. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagi- an besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, ke- hilangan berat badan, dan kemungkinan mengembangkan penyakit PCP lagi. Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak. Siapa pun dengangejalainisebaiknyasegeraperiksa ke dokter. Namun, semua Odha dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahaspencegahanPCPdengandokter, sebelum mengalami gejala apa pun. Bagaimana PCP Diobati? Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai untuk mencegah PCP pada pasien kanker dengan sistem kekebalan yang lemah. Tetapi baru pada 1985 sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat mencegah PCP pada Odha. Obat yang sekarang dipakai untuk mengobati PCP mencakup kotrimok- sazol, dapson, pentamidin, dan atova- kuon. Kotrimoksazol (TMP/SMX) (lihat Lembaran Informasi (LI) 535) adalah obat anti-PCP yang paling efektif. Ini adalah kombinasi dua antibiotik: tri- metoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMX). Dapson (LI 533) serupa dengan kotri- moksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif kotrimoksazol melawan PCP. Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif. Atovakuon adalah obat yang dipakai pada kasus PCP ringan atau sedang oleh orang yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin. Berdasarkan sebuah penelitian kecil, bila terapi baku tidak berhasil, pasien mungkin dapat memakai trimekstrat digabung dengan asam folinik. Dapatkah PCP Dicegah? Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan memakai ART. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP. Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 950 dan LI 951. Cara yang lain untuk mengurangi risiko PCP adalah dengan tidak merokok. Perokok terinfeksi HIV mengembangkan PCP 2-3 kali lebih cepat dibandingkan Odha yang tidak merokok. Satu peneli- tian menemukan bahwa perokok yang sudah berhenti sedikitnya selama satu tahun tidak mengembangkan PCP lebih cepat dibandingkan non-perokok. ART dapat meningkatkan jumlah CD4 kita. Jika jumlah ini melebihi 200 dan bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin kita dapat berhenti memakai obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP adalah murah dan mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan pengobatan sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300. Kita harus berbicara dengan dokter kita sebelum kita berhenti memakai obat apa pun yang diresepkan. Obat Mana yang Paling Baik? Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga murah, dan dipakai dalam bentuk pil, satu atau dua pil sehari. Namun, bagian SMX dari kotrimoksa- zol merupakan obat sulfa dan hampir separuh orang yang memakainya meng- alami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-kadang demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai gejala alergi hilang, lalu peng- gunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan memakai desensitisasi. Pasien mulai dengan takaran obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan takarannya hingga takaran penuh dapat ditahan (lihat LI 951). Mengurangi dosis menjadi tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama ber- hasil. Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan efek samping dari beberapa obat antire- troviral, sebaiknya penggunaan kotri- moksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum mulaiART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyebab lebih mudah diketahui. Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol, dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di Indonesia. Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik yang mempunyai nebulizer, mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit. Kita dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang memakai pil antibiotik. Garis Dasar Hampir semua peristiwa PCP, salah satu penyakit pembunuh utama para Odha, dapat diobati – dan dapat dicegah dengan obat murah yang mudah dipakai. ART dapat menahan jumlah CD4 kita tetap tinggi. Jika jumlah CD4 kita turun di bawah 300, kita sebaiknya membahas penggunaan obat pencegah PCP dengan dokter kita. Siapa pun dengan jumlah CD4 di bawah 200 seharusnya memakai obat anti-PCP. Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 515TheAIDS InfoNet 16 April 2014