Dokumen tersebut merupakan laporan tentang bencana lumpur Lapindo yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur. Laporan ini menjelaskan penyebab terjadinya bencana lumpur Lapindo yaitu kelalaian Lapindo Brantas Inc dalam melakukan pemasangan casing selama kegiatan pengeboran minyak. Bencana ini memberikan dampak besar bagi masyarakat sekitar dalam hal kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian, serta sarana publik. Namun demikian
4. Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang
dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala
rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk
limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di
antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau
berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (Limbah B3).
5. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang
berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena
rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas
kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus.
Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu
atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi,
bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan
toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
7. Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan
kegiatan pemboran ini dengan
membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka
membuat prognosis dengan mengasumsikan zona
pemboran mereka di zona Rembang dengan target
pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka
membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujungnya. Alhasil, mereka merencanakan
memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu
gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada.
Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang
karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama
pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari
formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out)
tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo
(Medici).
8. Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo
mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh
formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya
lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke
lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo
kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha
menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga
dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out
Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran
berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang
terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas
antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di
kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan
banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan.
Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur
disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha
mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil.
Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan
di sumur itu sendiri.
9. Berdasarkan pengujian
toksikologis di 3
laboratorium terakreditasi
(Sucofindo, Corelab dan
Bogorlab) diperoleh
kesimpulan ternyata lumpur
Sidoarjo tidak termasuk
limbah B3 baik untuk bahan
anorganik seperti Arsen,
Barium, Boron, Timbal,
Raksa, Sianida Bebas dan
sebagainya, maupun untuk
untuk bahan organik seperti
Trichlorophenol,
Chlordane, Chlorobenzene,
Chloroform dan
sebagainya. Hasil pengujian
menunjukkan semua
parameter bahan kimia itu
berada di bawah baku mutu.
Beberapa hasil pengujian
Baku Mutu
Parameter
Hasil uji maks
Arsen
0,045 Mg/L
5 Mg/L
Barium
1,066 Mg/L
100 Mg/L
Boron
5,097 Mg/L
500 Mg/L
Timbal
0,05 Mg/L
5 Mg/L
Raksa
0,004 Mg/L
0,2 Mg/L
Sianida Bebas
0,02 Mg/L
20 Mg/L
(PP Nomor 18/1999)
2 Mg/L (2,4,6 Trichlorophenol)
Trichlorophenol
0,017 Mg/L
400 Mg/L (2,4,4
Trichlorophenol)
10. Kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene dalam lumpur
Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang batas
bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya
kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) tersebut
telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan:
•Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan)
•Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak
langsung dengan kulit
•Kanker
•Permasalahan reproduksi
•Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan
kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan
lingkungan mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan
nanti 5-10 tahun kedepan. Dan yang paling berbahaya
adalah keberadaan PAH ini akan mengancam kehidupan
anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar
semburan lumpur Lapindo beserta ancaman terhadap
kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei 2009 atau tiga
tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya
korban sakit atau meninggal akibat lumpur tersebut.
11. Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar
maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo,
melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti
tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
•Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat
desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat
untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi
sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulanAgustus 2006, luapan
lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon,
dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa
dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur
dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
•Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara
lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan
padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki
Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7
ekor kijang.
12. Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur,
diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur.
Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu
tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat
tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan
beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian
Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006,
mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi yang
sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan volume
lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang jelas.
Badan Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi.
Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun meluap
ke segala arah, mengotori sekitarnya.
13. Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS)
memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul
jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol terendam,
dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta. Ini
adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka
pendek.
Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk
memadamkan lumpur berikut menanggulangi
dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim
terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah
ahli dari beberapa universitas terkemuka. Di antaranya,
para pakar dari ITS, Institut Teknologi Bandung,
dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani
penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario
pemadaman. Tujuan jangka pendeknya adalah
memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat
untuk jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas
tanah.
14. Dari karya tulis diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
•Dari banyak pendapat ahli diketahui bahwa bencana lumpur lapindo ini disebabkan
oleh kelalaian yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc. Pihak Lapindo Brantas Inc
tidak melakukan pemasangan casing sesuai dengan spesifikasi standar teknis
pengeboran, sehingga mengakibatkan terjadinya blow out atau semburan lumpur.
•Bencana lumpur lapindo ini juga memberikan banyak dampak, tidak hanya pada
masyarakat sekitar namun juga pada aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hal ini
dilihat dari banyaknya warga yang kehilangan tempat tinggal, lapangan pekerjaan, dan
sarana pendidikan. Bukan hanya itu, warga sekitar juga kesulitan untuk mendapatkan
air bersih, listrik, dan jaringan telepon. Selain itu juga masih ada pula pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh bencana ini. Namun dibalik semua dampak negatif
tersebut masih ada pula dampak positif yang bisa didapat dari terjadinya bencana ini.
Dampak positif itu yaitu pembuatan batu bata dan genteng dari lumpur lapindo serta
pembuatan baterai dengan lumpur lapindo yang telah memenangkan juara juara kedua
dari kompetisi Technopreneurship Pemuda 2012.
15. Nama kelompok
Andam dinillah a.
…………………………………………………………………………(03)
andri siswantoro
…………………………………………………………………………(04)
Dinafil Ardillah
………………………………………………………………………..(13)
Putra dani a.
THE END
………………………………………………………………………..(30)
Penanggung jawab
Putra dani a.
Editor
Andam dinillah a.