ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
TULISAN YANG USANG
Aku menggosokkan kedua telapak tanganku, mencoba mengusir dingin yang mulai
merasuki tubuhku karena sudah hampir sejam aku termenung bersama keheningan malam,
terutama di cuaca hujan seperti ini.
Aku melongokkan kepala karena mendadak sebuah suara merdu menyelinap ke dalam
kamarku, aku bangkit dari tempatku duduk, mencoba mencari darimana asal suara tersebut.
Entah kenapa semakin jauh aku melangkah, suara itu ikut menjauh, hingga lama-kelamaan
tubuhku terasa ringan dan mataku terasa berat, segala sesuatunya disekitarku pun menjadi
menggelap.
Aku membuka mata perlahan, cahaya terang menusuk mataku, tunggu dulu, dimana aku?
Aku menggelengkan kepalaku, mencoba mengumpulkan kesadaran, tapi yang kulihat tetap
sama, putih dan asing.
"Baguslah kamu sudah sadar, nak.."
Aku menoleh ke arah sumber suara,
Seorang kakek renta menghampiriku, diberikannya padaku sebuah kertas usang dan aku pun
menerimanya.
"Bacalah, nak.."
Aku membuka lipatan kertas usang itu, percuma, tidak terbaca karena terlalu usang dan berdebu,
"Apa ini, Kek?" tanyaku, seharusnya aku merasa heran karena berhadapan dengan orang yang
tidak kukenal sebelumnya, anehnya, aku merasa akrab dengan situasi ini,
Kakek renta tersenyum, menepuk pelan pundakku, "Kau mau kakek ceritakan sebuah kisah,
nak?"
"Kisah apa, kek?"
Beliau mengambil nafas sebelum memulai ceritanya, "Begini, nak.. Pada zaman dahulu kala,
bumi ini dikuasai oleh ruh kegelapan, dimana-mana ada kejahatan, cahaya menghilang,
kebodohan pun merajalela.."
Kakek tersebut berhenti sebentar,
Tiba-tiba aku merasa dunia di sekitarku berguncang, "Ada apa?" tanyaku panik,
Kakek tua itu menepuk pundakku, "Nanti kau akan tahu , nak.. Tolong temukan buku asal kertas
usang itu berada dan dunia akan kembali normal.."
"Tapi.. Kek.." Belum sempat aku meneruskan perkataanku, kakek tersebut menghilang,
beberapa saat kemudian, aku merasa tubuhku melayang-layang di sebuah dimensi lain,
Dari tempatku berada, aku dapat melihat bumi yang kuhuni diselimuti oleh sebuah kabut hitam,
"Apa yang terjadi?" gumamku,
Aku terus melayang-layang tanpa arah hingga di satu sudut, mendadak gravitasi menekan
tubuhku dan aku terjatuh ke tanah,
Aku berdiri sembari mengusap punggungku yang terasa sedikit sakit, "Dimana aku?"
Aku memandang sekitarku, sebuah tanah kosong yang kering, aku menelan ludah, aku tidak
tahu tempat ini,
"Bismillahirrahmanirrahiim.. Jangan panik.." aku menenangkan diriku sendiri, mencoba-coba
mencari petunjuk dimana tepatnya aku berada,
Dapat kulihat sebuah istana megah, dan mendadak aku mendapat ide, mungkin aku bisa
mencoba bertanya ke sana.
Aku melangkah menjauh dari tempatku jatuh,
"Jalanmu akan dipenuhi rintangan, tapi jangan takut, nak.. Kau tidak akan pernah berjalan
sendirian.."
Aku dapat mendengar suara kakek tua, tapi dimana ia? Ah, mungkin hanya angan-anganku saja
karena kakek tua tadi sudah menghilang.
Aku melangkah lebih jauh ketika seseorang dengan jubah hitam menghadangku, "Jangan
melangkah lebih jauh!" suara beratnya mengancamku,
"Kenapa?"
Sosok itu mengacungkan telunjuknya padaku, "Kau akan berada dalam bahaya kalau menuju ke
kastil itu!"
"Tapi.." aku ragu sesaat,
sosok itu menatap kertas yang kupegang dengan pandangan takut, "A.. apa itu??" tanyanya,
Aku diam,
"APA ITU?" ia berteriak,
Aku menunjukkan kertas yang kupegang padanya, matanya terbelalak lebar sebelum mendadak
lenyap tak berbekas,
Aku mulai heran, apa yang sebenarnya terjadi?
Mendadak sebuah pemikiran terlintas dalam benakku, "Tunggu dulu.." aku menatap kertas
usang di tanganku, "Tadi kakek memintaku menyatukan kertas usang ini ke tempat mulanya,
kan? Apa jangan-jangan..." aku menatap kastil di atas bukit, "Jangan-jangan buku itu berada
disana?"
Aku melangkahkan kaki lagi sebelum berhenti, "Tadi sosok hitam itu memintaku menjauh dari
kastil bukan? Bahaya apa yang menungguku?"
Jantungku berdebar, menatap hutan dengan pohon-pohon hitam tanpa daun yang terlihat sangat
seram, "Jangan takut.. jangan takut.." aku meyakinkan diriku sendiri,
Satu langkah,
Ya, hanya dibutuhkan satu langkah menuju hutan itu sebelum salah satu batang pohonnya
bergerak dan melemparku hingga jatuh berdebum, aku bangkit, menahan rasa sakit, maju
selangkah lagi, batang pohon lainnya menggores tubuhku, sakit.
Tidak, aku tidak boleh menyerah, aku harus tetap melangkah, kakek sudah memberiku wasiat
dan aku harus menepati wasiatnya,
Butuh waktu lama untuk melewati hutan seram tersebut, namun aku berhasil.
Tapi begitu satu tantangan terlalui, tantangan lainnya muncul, aku memandang goa di depanku,
di pintu goa tersebut , banyak ular berjajar,
Aku mengucap basmalah, menutup mataku sejenak sebelum memasuki goa,
Kukira ular-ular itu akan segera menggigitku begitu aku melangkahi mereka, tapi nyatanya
ular-ular tersebut hanya bergerak tenang, seolah-olah aku tidak ada.
Aku dapat melihat ujung goa ini, aku melangkahkan kakiku cepat-cepat, mendadak, ular besar
menghadang jalanku, lidahnya terjulur-julur seolah hendak memakanku,
Aku mundur selangkah,
Ular itu maju selangkah, tubuhnya yang besar melilitku, aku mulai sesak nafas, tanganku meraih
kertas usang yang berada di sakuku, kutarik keluar kertas usang itu dan mengangkatnya,
seketika, ular itu lenyap, seperti sosok pertama di depan hutan tadi,
Aku menenangkan nafasku yang memburu, istana tinggal beberapa langkah,
Sosok hitam yang pertama kutemui muncul di hadapanku, ia menampakkan senyum sinis,
tubuhnya melayang-layang di atasku, tawanya menggema bagai cicitan burung gagak,
Aku menutup telingaku dari suara yang memekakkan itu,
"Kau berhasil melewati tantangan yang kuberikan.." ucapnya dingin di sela-sela tawanya,
Seluruh tubuhku merinding,
"Tidakkah kau takut kepadaku?" tanya sosok hitam itu,
Aku menguatkan kakiku yang bergetar karena andrenalinku memompa terlalu cepat, "Tidak!"
ucapku mantap,
"Kau seharusnya takut kepadaku.."
Sosok hitam itu membesar, menyelubungi dunia di sekitarku, aku merasa nafasku sesak, aku
berlari, istana adalah tujuanku,
sosok hitam itu menghadangku, mencekik leherku,
"Lepaskan.." geramku,
Aku menggenggam erat kertas usang yang diberikan kakek,
Tawa sosok hitam itu menjadi-jadi,
Aku menutup mataku, kuhentakkan tubuhku sekuat mungkin hingga terpental menjauhi sosok
hitam itu, aku berlari lebih cepat, tanganku meraih gagang pintu istana, di tengah istana, aku
bisa bernafas dengan normal,
"Alhamdulillah.." ucapku pelan, mengusap peluh di dahiku,
Aku dapat melihat sebuah buku tergeletak di hadapanku, 'Al-Qur'an' itulah yang tertulis di
sampulnya, aku membukanya dan melihat ada sebuah halaman yang robek, kulihat kertas yang
berada di genggamanku, menyatukannya dengan buku tersebut,
Buku tersebut melayang, terbuka dengan sendirinya sebelum mengeluarkan cahaya yang
menyilaukan, saking silaunya, aku kembali melayang-layang di udara seperti saat pertama kali
aku bertemu kakek tua,
"Terima kasih, nak.."
Suara kakek tua itu bergema,
"Kau telah menyelamatkan bumi dan isinya.."
Aku tersenyum, meskipun aku tidak bisa melihat kakek tua itu, aku yakin beliau pasti sedang
tersenyum sekarang,
Aku menunduk ke bawah, dapat kulihat perlahan kegelapan yang menyelimuti bumi
menghilang.
KRIIING!! BRUKK!!
"Aduh.."
Aku mengucek mataku,
Aku mengulet, kenapa rasanya sakit sekali? Aku mengusap punggungku, rupanya aku terjatuh
dari kasur.
"Bangun!! Kau bisa terlambat ke sekolah!!" aku mendengar suara ibuku berteriak,
Tiba-tiba aku tertawa kecil, "Ternyata.. hanya mimpi.."

More Related Content

selemebar kertas usang

  • 1. TULISAN YANG USANG Aku menggosokkan kedua telapak tanganku, mencoba mengusir dingin yang mulai merasuki tubuhku karena sudah hampir sejam aku termenung bersama keheningan malam, terutama di cuaca hujan seperti ini. Aku melongokkan kepala karena mendadak sebuah suara merdu menyelinap ke dalam kamarku, aku bangkit dari tempatku duduk, mencoba mencari darimana asal suara tersebut. Entah kenapa semakin jauh aku melangkah, suara itu ikut menjauh, hingga lama-kelamaan tubuhku terasa ringan dan mataku terasa berat, segala sesuatunya disekitarku pun menjadi menggelap. Aku membuka mata perlahan, cahaya terang menusuk mataku, tunggu dulu, dimana aku? Aku menggelengkan kepalaku, mencoba mengumpulkan kesadaran, tapi yang kulihat tetap sama, putih dan asing. "Baguslah kamu sudah sadar, nak.." Aku menoleh ke arah sumber suara, Seorang kakek renta menghampiriku, diberikannya padaku sebuah kertas usang dan aku pun menerimanya. "Bacalah, nak.." Aku membuka lipatan kertas usang itu, percuma, tidak terbaca karena terlalu usang dan berdebu, "Apa ini, Kek?" tanyaku, seharusnya aku merasa heran karena berhadapan dengan orang yang tidak kukenal sebelumnya, anehnya, aku merasa akrab dengan situasi ini, Kakek renta tersenyum, menepuk pelan pundakku, "Kau mau kakek ceritakan sebuah kisah, nak?" "Kisah apa, kek?" Beliau mengambil nafas sebelum memulai ceritanya, "Begini, nak.. Pada zaman dahulu kala, bumi ini dikuasai oleh ruh kegelapan, dimana-mana ada kejahatan, cahaya menghilang, kebodohan pun merajalela.." Kakek tersebut berhenti sebentar, Tiba-tiba aku merasa dunia di sekitarku berguncang, "Ada apa?" tanyaku panik,
  • 2. Kakek tua itu menepuk pundakku, "Nanti kau akan tahu , nak.. Tolong temukan buku asal kertas usang itu berada dan dunia akan kembali normal.." "Tapi.. Kek.." Belum sempat aku meneruskan perkataanku, kakek tersebut menghilang, beberapa saat kemudian, aku merasa tubuhku melayang-layang di sebuah dimensi lain, Dari tempatku berada, aku dapat melihat bumi yang kuhuni diselimuti oleh sebuah kabut hitam, "Apa yang terjadi?" gumamku, Aku terus melayang-layang tanpa arah hingga di satu sudut, mendadak gravitasi menekan tubuhku dan aku terjatuh ke tanah, Aku berdiri sembari mengusap punggungku yang terasa sedikit sakit, "Dimana aku?" Aku memandang sekitarku, sebuah tanah kosong yang kering, aku menelan ludah, aku tidak tahu tempat ini, "Bismillahirrahmanirrahiim.. Jangan panik.." aku menenangkan diriku sendiri, mencoba-coba mencari petunjuk dimana tepatnya aku berada, Dapat kulihat sebuah istana megah, dan mendadak aku mendapat ide, mungkin aku bisa mencoba bertanya ke sana. Aku melangkah menjauh dari tempatku jatuh, "Jalanmu akan dipenuhi rintangan, tapi jangan takut, nak.. Kau tidak akan pernah berjalan sendirian.." Aku dapat mendengar suara kakek tua, tapi dimana ia? Ah, mungkin hanya angan-anganku saja karena kakek tua tadi sudah menghilang. Aku melangkah lebih jauh ketika seseorang dengan jubah hitam menghadangku, "Jangan melangkah lebih jauh!" suara beratnya mengancamku, "Kenapa?" Sosok itu mengacungkan telunjuknya padaku, "Kau akan berada dalam bahaya kalau menuju ke kastil itu!" "Tapi.." aku ragu sesaat, sosok itu menatap kertas yang kupegang dengan pandangan takut, "A.. apa itu??" tanyanya,
  • 3. Aku diam, "APA ITU?" ia berteriak, Aku menunjukkan kertas yang kupegang padanya, matanya terbelalak lebar sebelum mendadak lenyap tak berbekas, Aku mulai heran, apa yang sebenarnya terjadi? Mendadak sebuah pemikiran terlintas dalam benakku, "Tunggu dulu.." aku menatap kertas usang di tanganku, "Tadi kakek memintaku menyatukan kertas usang ini ke tempat mulanya, kan? Apa jangan-jangan..." aku menatap kastil di atas bukit, "Jangan-jangan buku itu berada disana?" Aku melangkahkan kaki lagi sebelum berhenti, "Tadi sosok hitam itu memintaku menjauh dari kastil bukan? Bahaya apa yang menungguku?" Jantungku berdebar, menatap hutan dengan pohon-pohon hitam tanpa daun yang terlihat sangat seram, "Jangan takut.. jangan takut.." aku meyakinkan diriku sendiri, Satu langkah, Ya, hanya dibutuhkan satu langkah menuju hutan itu sebelum salah satu batang pohonnya bergerak dan melemparku hingga jatuh berdebum, aku bangkit, menahan rasa sakit, maju selangkah lagi, batang pohon lainnya menggores tubuhku, sakit. Tidak, aku tidak boleh menyerah, aku harus tetap melangkah, kakek sudah memberiku wasiat dan aku harus menepati wasiatnya, Butuh waktu lama untuk melewati hutan seram tersebut, namun aku berhasil. Tapi begitu satu tantangan terlalui, tantangan lainnya muncul, aku memandang goa di depanku, di pintu goa tersebut , banyak ular berjajar, Aku mengucap basmalah, menutup mataku sejenak sebelum memasuki goa, Kukira ular-ular itu akan segera menggigitku begitu aku melangkahi mereka, tapi nyatanya ular-ular tersebut hanya bergerak tenang, seolah-olah aku tidak ada. Aku dapat melihat ujung goa ini, aku melangkahkan kakiku cepat-cepat, mendadak, ular besar menghadang jalanku, lidahnya terjulur-julur seolah hendak memakanku, Aku mundur selangkah,
  • 4. Ular itu maju selangkah, tubuhnya yang besar melilitku, aku mulai sesak nafas, tanganku meraih kertas usang yang berada di sakuku, kutarik keluar kertas usang itu dan mengangkatnya, seketika, ular itu lenyap, seperti sosok pertama di depan hutan tadi, Aku menenangkan nafasku yang memburu, istana tinggal beberapa langkah, Sosok hitam yang pertama kutemui muncul di hadapanku, ia menampakkan senyum sinis, tubuhnya melayang-layang di atasku, tawanya menggema bagai cicitan burung gagak, Aku menutup telingaku dari suara yang memekakkan itu, "Kau berhasil melewati tantangan yang kuberikan.." ucapnya dingin di sela-sela tawanya, Seluruh tubuhku merinding, "Tidakkah kau takut kepadaku?" tanya sosok hitam itu, Aku menguatkan kakiku yang bergetar karena andrenalinku memompa terlalu cepat, "Tidak!" ucapku mantap, "Kau seharusnya takut kepadaku.." Sosok hitam itu membesar, menyelubungi dunia di sekitarku, aku merasa nafasku sesak, aku berlari, istana adalah tujuanku, sosok hitam itu menghadangku, mencekik leherku, "Lepaskan.." geramku, Aku menggenggam erat kertas usang yang diberikan kakek, Tawa sosok hitam itu menjadi-jadi, Aku menutup mataku, kuhentakkan tubuhku sekuat mungkin hingga terpental menjauhi sosok hitam itu, aku berlari lebih cepat, tanganku meraih gagang pintu istana, di tengah istana, aku bisa bernafas dengan normal, "Alhamdulillah.." ucapku pelan, mengusap peluh di dahiku, Aku dapat melihat sebuah buku tergeletak di hadapanku, 'Al-Qur'an' itulah yang tertulis di sampulnya, aku membukanya dan melihat ada sebuah halaman yang robek, kulihat kertas yang berada di genggamanku, menyatukannya dengan buku tersebut, Buku tersebut melayang, terbuka dengan sendirinya sebelum mengeluarkan cahaya yang
  • 5. menyilaukan, saking silaunya, aku kembali melayang-layang di udara seperti saat pertama kali aku bertemu kakek tua, "Terima kasih, nak.." Suara kakek tua itu bergema, "Kau telah menyelamatkan bumi dan isinya.." Aku tersenyum, meskipun aku tidak bisa melihat kakek tua itu, aku yakin beliau pasti sedang tersenyum sekarang, Aku menunduk ke bawah, dapat kulihat perlahan kegelapan yang menyelimuti bumi menghilang. KRIIING!! BRUKK!! "Aduh.." Aku mengucek mataku, Aku mengulet, kenapa rasanya sakit sekali? Aku mengusap punggungku, rupanya aku terjatuh dari kasur. "Bangun!! Kau bisa terlambat ke sekolah!!" aku mendengar suara ibuku berteriak, Tiba-tiba aku tertawa kecil, "Ternyata.. hanya mimpi.."