1. Apakah meminta maaf begitu sulit hingga aku berat untuk melakukannya? Ataukah hanya
karena rasa tinggi hati yang kumiliki terlalu besar hingga menutupi telinga hatiku akan
bisikan perubahan menuju kebaikan? Tapi satu yang kurasakan dengan pasti, aku merasa
bersalah dan kecewa sambil mengutuki diriku sendiri saat tiada orang di sekelilingku.
Mengapa tak menyegerakan melakukan kebaikan? Bukankah sudah jelas dinyatakan dalam
ayat-ayat suci Al Quran beserta hadits-hadits soheh bahwa orang yang berlomba untuk
melakukan kebaikan akan di cintai oleh Allah? Apa aku tak mau di cintai oleh-Nya?
Astaghfirullahaladzim
Mungkin sebuah quotes yang menyatakan bahwa maklumlah manusia tiada yang sempurna
perlu dilakukan suatu revisi dan amandemen secara jeli dan teliti. Pernyataan ini sering
dijadikan sebagai alasan mendasar untuk menutupi segala bentuk perbuatan salah yang
pernah kita perbuat. Bahkan membuat hati kita merasa tak perlu meminta maaf pada yang
lain karena sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Ingatkah kalian dengan salah satu hadits
(maaf lupa baca dimana) Dosa yang besar bisa menjadi kecil bila kita senantiasa berdzikir
dan memohon ampun karenanya, akan tetapi dosa kecil akan menjadi besar apabila dianggap
biasa saja oleh pelakunya. Wallahualam.
Aku merasa sedih ketika berbagai macam amal yang pernah ataupun sedang aku lakukan di
kait-kaitkan dengan perilaku ataupun perkataanku yang memang kadang-kadang tidak
mencerminkan seorang muslim yang baik dan benar. Seakan-akan amal itu tidak akan pernah
bisa merubah seseorang menjadi lebih baik. Padahal jelas bahwa dalam salah satu hadits
soheh disebutkan pula bahwa sholat yang baik dan benar akan bisa menjaga perilaku pelaku
sholat. Aku sangat ingin mencapai kebaikan sholat tersebut. Mereka menegurku dengan kata-
kata yang tak bisa kujelaskan secara rinci, tapi yang pasti bagiku itu sakit, sedih, kecewa, dan
membuatku merasa bahwa umur yang kugunakan selama ini tiada guna manfaatnya. Apalagi
bagi orang sepertiku, orang yang masih terlalu awam untuk mengerti dan memahami masalah
tingkatan amal perbuatan yang hanya mengharap ridho Allah semata. Aku masih takut akan
api neraka dan masih berharap untuk menumpuk pahala demi meraih surga-Nya.
Mungkin dulu saat aku masih remaja, aku akan segera membenci dan memilih untuk menjauh
dari orang-orang yang telah menyakitiku. Tapi sekarang aku ingin berubah, aku ingin tetap
bergaul dengannya, merubah sikapku agar dia bisa menerimaku, aku berusaha untuk kembali
dekat dengannya sangat ingin berbincang-bincang dengannya, bersenda gurau layaknya
masa-masa indah yang pernah kita lalui bersama. Namun dia menyambutku dengan begitu
dingin. Tatapan yang seakan-akan menganggapku tiada didepannya walau jarak kami hanya
setengah meter saat berpapasan di jalan.