1. qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwe
rtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty
FILSAFAT CROWDSOURCING,
PERUBAHAN INSTAN FILSAFAT
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuio
PERSONAL KE ARAH
UNIVERSAL
pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
Dipresentasikan untuk
Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pembina : Prof. M. Dimyati
dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjk
Oleh:
Soetam Rizky Wicaksono
NIM : 110121609138
S3 TEP - PPS UM
lzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvb
nmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw
ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
2. Kata Pengantar
Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa, bahwa makalah untuk mata kuliah
filsafat ilmu ini akhirnya dapat terselesaikan. Meski banyak kelemahan dan kekurangan yang
terjadi dalam makalah ini, tetapi sangat diharapkan bahwa isi dari makalah ini dapat
memperluas wawasan yang ada di dalam bidang filsafat.
Makalah dengan tema filsafat secara personal, nasional dan universal yang kemudian
diejawantahkan oleh penulis menjadi sebuah judul yang mengangkat keberadaan filsafat
crowdsourcing yang muncul di era kebangkitan net generation dan sebagai akibat dari
perkembangan teknologi di bidang sistem informasi saat ini, sengaja dilakukan oleh penulis
mengingat bidang keilmuan yang digeluti penulis saat ini berada di lingkup bidang sistem
informasi khususnya untuk bidang aplikasi web.
Namun demikian bukan berarti bahwa isi dari makalah ini hanya akan dapat dipahami
oleh orang-orang yang berada di lingkup bidang sistem informasi, sebab dengan pembahasan
yang bersifat universal, maka diharapkan para pembaca, khususnya dosen pembina dan kolega
kelas A mata kuliah filsafat ilmu dapat memahami dengan cepat dan akurat.
Sumbangsih berupa saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan dan
perbaikan di masa mendatang, khususnya dalam pemahaman mengenai filsafat ilmu. Semoga
makalah ini dapat memberikan khazanah baru dalam bidang filsafat ilmu bagi para
pembacanya. Selamat berkontemplasi dan selamat berkarya.
Malang, November 2011/ Dzulhijah 1423 H
Soetam Rizky Wicaksono
3. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
I. Pendahuluan
Tak bisa dipungkiri bahwa fenomena perkembangan teknologi informasi saat ini
sangat berpengaruh terhadap perkembangan keilmuan secara global. Secara otomatis, hal
tersebut juga dapat dipastikan berpengaruh kepada bidang ilmu filsafat yang dipastikan
dengan adanya perkembangan teknologi akan dapat menembus batasan ruang dan waktu.
Generasi yang ada saat ini, dijuluki sebagai net generation yang didefinisikan sebagai
generasi yang lahir setelah tahun 1980-an dan sesungguhnya lebih cerdas namun
menginginkan hasil yang lebih cepat atau secara instan (Beyers, 2009). Tentu saja hal
tersebut juga berpengaruh terhadap perkembangan filosofi yang ada di masa kini, saat
sebuah filsafat tidak hanya lagi bersifat personal, tetapi juga tidak bisa lagi dibatasi dalam
satu area negara atau nasional, tetapi lebih bersifat global dan universal.
Filosofi yang dimiliki secara personal bukanlah sesuatu hal yang tidak penting
secara pragmatis, sebab kepemilikan seseorang terhadap filosofi personal telah terbukti
secara empiris dapat meningkatkan produktifitas orang tersebut di dalam raihan hidup serta
pekerjaan yang dijalani (Stilman et al, 2010:1). Ini membuktikan bahwa seseorang memang
seharusnya memiliki filosofi personal di tiap dirinya masing-masing.
Dengan kaitan bahwa filosofi personal adalah hal yang penting dimiliki oleh tiap
orang di dalam raihan hidup serta perjalanan hidup yang harus dijalani, sedangkan di sisi
lain filosofi yang bersifat personal telah bermetamorfosa menjadi sebuah filosofi yang
dalam sekejap mata berubah menjadi filosofi global. Maka tak pelak lagi, filosofi yang saat
ini berkembang di lingkungan net generation adalah sebuah filosofi yang terbentuk dari
model crowdsourcing, yakni sebuah model yang pengetahuan didalamnya terbentuk dari
berbagai jenis dan tipe orang yang secara sengaja maupun tidak sengaja berkumpul di
sebuah lingkungan sosial berbasis online (Borst, 2010).
Model crowdsourcing yang secara instan dapat menghasilkan sebuah panduan
filosofi baru juga sekaligus secara langsung dapat mengubah filosofi personal seseorang jika
di dalam sebuah lingkup sosial terdapat seseorang yang menjadi panutan dan dianggap
superior di dalam pengungkapan filsafah kehidupan. Superioritas panutan tersebut pada
akhirnya dapat melahirkan sebuah ideologi baru yang tidak lagi terbatas dengan kondisi
ruang dan waktu, tetapi seketika akan berlaku secara global (Freeden, 2003).
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.1
4. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
Hal tersebut berarti bahwa model crowdsourcing di dalam lingkungan sosial berbasis
online telah menafikan anggota komunitasnya dari perbedaan ras, agama, etnis,
kewarganegaraan ataupun perbedaan lainnya yang sering menjadi batasan dalam anutan
filosofi seseorang. Sebagai contoh, filosofi mengenai penafian Tuhan yang berkembang
menjadi ideologi komunis kini tidak hanya berkembang di sebuah negara komunis seperti
Kuba atau Korea Utara, tetapi dengan munculnya beragam situs online yang menawarkan
filosofi keduniaan sebagai penghambaan utama maka secara tidak sadar para partisipan di
dalam situs tersebut bisa jadi akan memiliki kesepahaman yang sama mengenai komunisme
yang juga sekaligus menjadikan filsafah hidup secara personal yang mereka anut juga
menjadi berubah arah.
Dari uraian tersebut, maka makalah ini berusaha membahas mengenai fenomena
perubahan pembentukan filosofi personal yang terjadi pada dekade kedua di abad 21, yakni
pada saat net generation telah dikuasai oleh teknologi berbasis online yang menyebabkan
terbentuknya sebuah lingkungan sosial berbasis global, dan akibatnya menjadikan filosofi
yang sebelumnya bersifat personal dan akhirnya berkembang pesat menjadi bersifat
universal dengan bantuan model crowdsourcing didalamnya.
II. Kajian Pustaka
Filsafat yang bisa didefinisikan sebagai usaha untuk mencari kebijaksanaan dalam
hidup (Syam, 2006:10), bisa menjadi sebuah perenungan yang didalamnya akan membawa
manusia ke dalam sebuah hakikat pemaknaan hidup. Upaya manusia dalam berfilsafat
sesungguhnya terdorong oleh perasaan bahwa seseorang seharusnya mengetahui dengan
pasti bahwa dirinya tidak mengetahui tentang apapun (the one thing I know is that I know
nothing), sehingga didalamnya terbersit keinginan untuk mencari tahu mengenai makna
hidup (Pessin, 2009:26).
Filsafat yang dianut seseorang dipastikan akan berbeda satu sama lain, meski
ideologi yang dianut kerap sama. Karena secara personal, filsafat hidup bisa bergantung
kepada pengalaman yang telah dilalui serta cara menghadapi krisis yang dilalui dalam hidup.
Keberadaan filsafat secara personal atau lazim disebut sebagai eksistensialisme tersebut
juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang dihadapi oleh tiap orang di dalam perjalanan
hidupnya (Flynn, 2006:24-25).
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.2
5. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
Dalam perjalanan hidup manusia, secara personal manusia akan terpengaruh dengan
filsafat yang dia miliki baik dari sisi pekerjaan ataupun pengetahuan yang diperoleh (Stilman
et al, 2010). Selain itu, filsafat secara personal juga akan mempengaruhi perilaku manusia
sebagai mahluk bermoral, seperti halnya pendapat David Hume dalam teori science of man
yang mengasumsikan bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman sehingga moral
manusia dapat dipengaruhi oleh penerapan ilmu (Abqary, 2009:2).
Perjalanan hidup seorang manusia, meski telah disebutkan akan mempengaruhi
filsafat hidup yang ia miliki dan ia anut, tidak akan sepenuhnya menjadikan seorang manusia
menjadi tertutup terhadap filsafat yang berkembang di dunia luar selain dunia yang ia jalani
saat ini. Hal ini dikarenakan bahwa manusia modern yang hidup pada saat ini dinyatakan
memiliki ciri keterbukaan aku sebagai sebuah mahluk sosial yang memiliki tugas,
kebebasan serta tanggung jawab terhadap dunia, sesama manusia serta Tuhan
(Leenhouwers, 1988 :85-87).
Hal tersebut berarti menyatakan bahwa filsafat personal seseorang dapat secara
pelan-pelan ataupun drastis berubah sesuai dengan lingkungan yang ia tempati. Perubahan
tersebut bisa juga tidak terjadi, sebab kodrat manusia adalah sebagai mahluk yang memiliki
kemampuan untuk berkehendak dan memilih di dalam perjalanan hidupnya (Leahy,
1989:145). Tetapi di satu sisi, bahwa tindakan yang dilakukan seseorang dipastikan
merupakan manifestasi dari filsafat hidup yang ia miliki, mengingat bahwa filosofi lebih
berfokus kepada cara yang tepat untuk bertindak dibandingkan sebuah kumpulan abstrak
dari kebenaran teori (Flynn, 2006:1).
Jika ditarik lebih lanjut, dari kumpulan filsafat secara personal dan terbuka bagi
publik yang kemudian dimiliki oleh para penguasa sebuah negara atau pemerintahan, maka
secara otomatis filsafat tersebut akan bersifat nasional dan menjadi sebuah ideologi yang
dianut dalam sebuah negara (Freeden, 2003). Filsafat negara yang selanjutnya menjadi
sebuah dasar negara menjadi sebuah sistem yang filsafat dan ideologi yang melembaga
yakni dalam wujud sistem kenegaraan sehingga mampu memandu tatanan kebangsaan
suatu negara (Syam, 2006:32).
Tiap negara dipastikan memiliki filsafat negara yang berbeda, seperti halnya yang
terjadi pada sebuah filsafat personal. Hal tersebut disebabkan perjalanan hidup dan
kelahiran sebuah negara yang dipastikan berbeda satu sama lain dan mempengaruhi filsafat
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.3
6. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
nasional yang dimiliki tiap negara (Syam, 2006). Namun demikian dengan adanya
perkembangan teknologi di bidang sistem informasi yang menembus batas ruang dan waktu
saat ini telah mempengaruhi penerapan filsafat nasional dalam sebuah negara.
Penembusan batas ruang dan waktu oleh berbagai jenis jejaring sosial yang semakin
meledak penggunaannya saat ini, menjadikan fenomena internet yang mengutamakan
aktifitas dan interaksi sosial dibanding personal atau lazim disebut sebagai Web 2.0 menjadi
sebuah manifestasi filsafat net generation saat ini (Jones, 2008).Fenomena sosiologis Web
2.0 yang membentuk sebuah komunitas yang bisa secara sengaja atau tidak sengaja
menetapkan sebuah tujuan yang sama dan umumnya bersifat temporer, telah membentuk
sebuah model baru dalam pencarian sumber belajar yang dinamakan crowdsourcing (Borst,
2010).
Crowd yang dapat diartikan sebagai kumpulan manusia jika dipandang dari sisi
sosiologis dibagi menjadi empat jenis yakni (Blumer ,1972:12-13): casual crowd (jika
kumpulan tersebut terbentuk dan kemudian bubar secara normal, misal: kumpulan orang di
sebuah taman), conventionalized crowd ( jika kumpulan tersebut terbentuk akibat adanya
tujuan yang sama dan bertindak dalam sebuah keseragaman, misal: penonton yang secara
otomatis sama-sama memberi dukungan dalam sebuah pertandingan olahraga), acting
crowd (kumpulan manusia yang secara tidak sengaja terbentuk akibat ketertarikan terhadap
sesuatu, misal: sekumpulan orang yang melihat sebuah kecelakaan di jalan) dan yang
terakhir adalah expressive crowd (kumpulan manusia yang tidak memiliki tujuan sama
namun memiliki emosi yang sama dalam suatu waktu, misal: saat seorang pencopet
tertangkap, maka akan dipukuli secara beramai-ramai, meski beberapa orang hanya
memukul karena meluapkan emosi terhadap hal lain di dalam kehidupannya).
Dalam konteks ini, komunitas yang terbentuk secara online dan menerapkan model
crowdsourcing didalamnya bisa jadi tergolong ke dalam expressive crowd pada saat awal,
namun di perkembangan selanjutnya dapat secara cepat berubah menjadiconventionalized
crowd atau acting crowd. Perilaku yang terjadi dalam komunitas dan ditindaklanjuti secara
kolektif secara alamiah akan merasuk ke dalam individu yang ada didalamnya dan menjadi
sebuah arah kehidupan yang baru atau new order of life (Blumer, 1972:16).
Crowdsourcing yang menempatkan berbagai sumber ilmu di dalam sebuah wahana
baru secara online dan seringkali diwarnai ketidaksahihan sumber tersebut malah
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.4
7. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
menjadikan para anggota komunitas didalamnya menjadikan hasil kumpulan sumber ilmu
tersebut menjadi sesuatu yang sangat benar (Borst, 2010). Hal ini disebabkan kodrat
manusia yang disebut sebagai mahluk terbuka secara horizontal yang menjadikan manusia
menganggap dirinya sebagai bagian dari sebuah kumpulan spesies yang turut mengambil
bagian dalam kodrat manusia yang sama dengan manusia yang lain (Leenhouwers,
1988:268). Dan secara naluriah, seseorang akan selalu mencari alternatif di dalam
mengembangkan keilmuan yang ia miliki sebagai sebuah pencarian yang bersifat alamiah
(Abqory, 2009:14).
Universalitas filsafat yang saat ini terjadi juga harus diakui sebagai sebuah alternatif
pencarian kebenaran dan keilmuan yang saat ini dianggap tiada lagi batas yang akan dapat
memenjarakan seseorang dalam mencari alternatif pembaruan suatu ilmu (Abqary,
2009:11). Secara universal, dikatakan pula bahwa seluruh manusia yang percaya akan Tuhan
dengan seluruh dirinya (bukan hanya dengan keilmuannya) akan menganggap bahwa kita
semua akan mencintai manusia dan menghargai pendapat manusia tanpa memandang ras,
keyakinan serta kelas, bangsa maupun agama (Gandhi, 1988). Sehingga seseorang tidak
selayaknya lagi memandang filsafat seseorang yang berbeda bangsa, agama maupun ras
sebagai penghalang dalam menerapkan filsafat tersebut sebagai sebuah filsafat personal.
Ini berarti bahwa keuniversalan sebuah filsafat saat ini, terutama di kalangan net
generation, seringkali dipengaruhi dari efek perjalanan online seseorang. Sebagai contoh
radikal, pencarian mengenai filsafat hidup seorang teroris bisa jadi terjadi karena yang
bersangkutan terlalu sering melakukan perjalanan online (browsing) dan menjadi partisipan
aktif dalam berbagai situs yang bersifat ekstrim terhadap kehidupan beragama ataupun
ketidaksetujuan terhadap falsafah negara yang ia tempati (Jones, 2008).
Dengan melihat fenomena yang saat ini terjadi dalam keuniversalan filsafat saat ini
yang menjadi pengejawantahan dari keterbukaan filsafat personal maka tidak bisa
dipungkiri bahwa perkembangan teknologi di bidang sistem informasi saat ini telah
mengubah paradigma pemerolehan filsafat hidup seseorang. Dan dengan adanya globalisasi
Web 2.0 yang semakin merasuk ke net generation, maka filsafat secara universal telah
menjadi sebuah pergumulan dan kontemplasi instan dari sebuah komunitas yang
menerapkan model crowdsourcing didalamnya.
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.5
8. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
III. Pembahasan
Filsafat hidup seseorang yang pada masa lalu dianggap sangat personal dari sisi
eksistensialisme, dan bahkan seringkali dianggap sebagai sesuatu yang mungkin tidak perlu
diketahui oleh orang lain (Flynn, 2003), saat ini telah berubah posisi. Tren Web 2.0 yang
menjadikan para partisipan aktif didalamnya menjadi seorang freak mind blogging (Jones,
2008) malah mengubah paradigma bahwa filsafat hidup seseorang seharusnya
disebarluaskan serta jika bisa harus ditanggapi atau bahkan dianut oleh sekumpulan
partisipan aktif lainnya.
Keberadaan situs jejaring sosial yang semakin menguat dari waktu ke waktu dan
merasuk ke dalam kehidupan para manusia di lingkup net generation, tanpa disadari telah
membuat sebuah aliran filsafat yang diperbarui di dalam kehidupan manusia. Kemungkinan
juga bahwa sesungguhnya aliran filsafat tersebut hanyalah pengejawantahan model baru
dari aliran yang sudah ada. Sebagai sumber pencarian keilmuan, filsafat yang muncul di
dalam lingkup tren Web 2.0 dan terbentuk akibat adanya model crowdsourcing bisa
digolongkan ke dalam sebuah metode pencarian keilmuan yang menggabungkan antara
rasionalisme dan empirisme.
Hal tersebut didasari oleh adanya aliran rasionalisme yang mengandalkan ide yang
abstrak dan digabungkan dengan aliran empirisme yang memprioritaskan pengalaman
sebagai sumber pengetahuan (Hooner & Hunt, 1978:100-105). Gabungan dari kedua aliran
tersebut implementasinya tersurat pada model crowdsourcing yang terjadi saat ini, yakni
pada saat rasionalisme seseorang yang secara abstrak diungkapkan ke dalam sebuah situs
(baik berupa situs blog, jurnal pribadi, semi komersial ataupun jejaring sosial), dianggap
sebagai sebuah bukti empiris oleh para partisipan aktif didalamnya.
Sebagai contoh, jika pada sebuah situs jejaring sosial yang berupa forum, terdapat
seseorang yang berasal dari Indonesia berusaha mengungkapkan filsafat pribadinya yang
dipengaruhi oleh filsafat negara yakni mengenai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
selanjutnya ditanggapi secara antusias oleh partisipan lain yang berasal dari negara Kuba
yang dalam perjalanan hidupnya sangat dipengaruhi oleh ajaran komunis. Maka yang terjadi
bahwa partisipan asal Kuba akan mengasumsikan kata Adil sebagai sebuah azas sama rata
sama rasa dan secara positif menanggapi mengenai butir filsafat tersebut.Tetapi di satu sisi,
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.6
9. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
seorang partisipan aktif yang berasal dari Amerika Serikat dan memahami filsafat Pancasila
serta membenci negara Kuba akan secara negatif menentang tanggapan tersebut.
Dari perdebatan kecil tersebut, pada akhirnya muncul sebuah filsafat baru yang
menetapkan bahwa kata Adil lebih mengarah ke justice bukan equal. Tentu saja hal tersebut
terbentuk dari model crowdsourcing yang bisa dikatakan sebagai sebuah kontribusi dari
berbagai partisipan aktif yang ada dalam situs tersebut yang sekaligus juga secara tidak
sadar memberikan pengaruh terhadap partisipan lain yang secara pasif mengikuti diskusi
tersebut. Hasil dari diskusi yang secara riil para pesertanya tidak pernah bertatap muka
secara langsung, tidak mengenal secara personal dan bahkan tidak mengetahui nama asli
dari para partisipan tersebut, malah dapat menjadikan seorang partisipan (aktif ataupun
pasif) memiliki filsafat hidup personal yang baru di dalam kehidupannya.
Dari contoh sekilas tersebut dapat dikatakan bahwa filsafat yang muncul dari
implementasi model crowdsourcing yang saat ini berkembang berdasarkan tren Web 2.0,
menjadikan filsafat personal yang sebelumnya hanya dimiliki oleh seseorang dan
dipengaruhi oleh filsafat nasional dari negara yang ia tempati dapat secara cepat dan tepat
menyebar ke berbagai belahan dunia lain dan menjadi sebuah filsafat yang bersifat
universal.
Contoh lain adalah tulisan bersifat pribadi yang mengungkapkan filsafat hidup
seseorang di dalam sebuah situs pribadi atau blog, bisa jadi secara tidak sadar akan
mempengaruhi orang lain yang menganggap bahwa sang penulis lebih superior
dibandingkan dirinya sendiri. Situs para motivator yang mengungkapkan filsafat hidup yang
mungkin sebelumnya tidak pernah terpikir oleh para partisipan secara mendadak menjadi
sebuah acuan hidup yang seringkali telah terbersit sebelumnya di bidang religi. Contoh
nyata dari kasus ini seperti tulisan yang dibuat para motivator seperti Mario Teguh, Andre
Wongso atau Kafi Kurnia yang seringkali menjadi sebuah filsafat personal bagi para
simpatisannya. Contoh lainnya adalah tulisan seorang dosen yang mengungkapkan filsafat
hidupnya di blog, dan secara tidak sadar mempengaruhi filsafat hidup para mahasiswa aktif
yang mengikuti kelas dosen tersebut.
Sebagai sebuah filsafat universal yang terbentuk dari hasil model crowdsourcing,
maka tidaklah mungkin hasil tersebut diklaim menjadi sebuah filsafat yang diciptakan oleh
seseorang saja. Tidak ada lagi teori filsafat baru yang diasumsikan dengan seseorang seperti
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.7
10. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
layaknya filsafat di masa lampau, sebagai contoh filsafat dari Plato, filsafat dari Descartes
atau filsafat dari Locke. Tetapi saat ini yang mungkin muncul dari hasil filsafat crowdsourcing
tersebut adalah filsafat dari blog si X, filsafat dari forum Kaskus atau filsafat yang muncul
dari group Facebook.
Tetapi di sisi lain, kebebasan mengungkapkan filsafat dari pendapat pribadi juga bisa
menjadi bumerang bagi kehidupan sosial bermasyarakat di sebuah negara. Seperti yang
telah dijabarkan sebelumnya di bab kajian pustaka, bahwa filsafat hidup personal bisa
dengan cepat berubah dan berevolusi menjadi radikal pada saat seseorang secara sengaja
atau tidak menjadi partisipan di sebuah situs yang sesat dalam berfilsafat.
Kelemahan lain yang timbul akibat implementasi filsafat crowdsourcing ini adalah
semakin menguatnya ciri net generation yang sesungguhnya dianggap lebih cerdas
dibandingkan generasi sebelumnya, tetapi selalu mengharapkan hasil yang serba instan dan
cepat (Beyers, 2009). Dengan adanya filsafat crowdsourcing, maka situs mesin pencari
seperti Google, Yahoo ataupun Bing menjadi dewa baru dalam pencarian filsafat hidup.
Meski secara empiris, para partisipan sesungguhnya tidak mengalami secara langsung
pengalaman hidup yang seharusnya menjadi sumber dari pencarian keilmuan, tetapi dengan
adanya berbagai situs video streaming seperti YouTube, menjadikan para partisipannya
seakan-akan telah mengalami pengalaman tersebut secara virtual.
Dari sebuah filsafat personal yang berbasis pengalaman hidup secara empiris dari
seseorang yang kemudian menguat menjadi sebuah filsafat bersifat nasional akibat adanya
kesamaan lingkungan tempat hidup, maka saat ini filsafat yang secara universal dianut
banyak orang dengan menisbikan batas ruang dan waktu, secara cepat tercipta berkat
adanya kemajuan teknologi di bidang sistem informasi. Mengacu kepada kelebihan yang
bisa menjadikan seseorang dapat berfilsafat secara instan di dunia virtual, maka filsafat
crowdsourcing tidak lagi menjadi sebuah tren di masa kini, tetapi secara nyata dapat
membantu para net generation mencari pemaknaan hidup tanpa harus melampaui proses
kontemplasi yang panjang dan berliku.
Namun dengan melihat kelemahan yang ada di dalam proses berfilsafat seara
crowdsourcing, maka seperti halnya sebuah pisau bermata dua, para partisipan yang masih
tergolong sebagai net generation memang diharapkan lebih waspada terhadap
pengungkapan filsafat oleh seseorang. Selain itu juga wajib diwaspadai asal dari sumber
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.8
11. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
filsafat tersebut, sebelum para partisipan atau simpatisannya menjadikan filsafat tersebut
sebagai ideologi yang dianut agar tidak terjerumus ke jalan pemikiran yang dianggap salah.
IV. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dihasilkan tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara
lain:
1. Perkembangan teknologi di bidang sistem informasi telah menerbitkan sebuah tren Web
2.0 yang tidak hanya bisa ditinjau dari perkembangan secara teknis, tetapi lebih dilihat
dari fenomena crowdsourcing yang muncul dari hasil perilaku freak mind blogging yang
merasuki sebagian besar golongan net generation.
2. Model crowdsourcing yang muncul dari tren Web 2.0 memunculkan keberadaan filsafat
crowdsourcing yang secara instan dihasilkan dari pemikiran berbagai orang lintas budaya
dan lintas negara yang terlibat sebagai partisipan di dalam komunitas berbasis online
sehingga menembus batas ruang dan waktu untuk mengubah sebuah filsafat personal
bermetamorfosa menjadi filsafat yang bersifat universal.
3. Keberadaan filsafat crowdsourcing layaknya sebuah pisau bermata dua yang memiliki
keunggulan sekaligus kelemahan didalamnya. Keunggulan dari filsafat ini yang
menjadikan net generation menjalani kontemplasi instan serta memunculkan filsafat
personal ke arah yang lebih baik dibarengi dengan kelemahan dari filsafat crowdsourcing
yang juga dapat secara radikal merevolusi jalan pikiran seseorang menjadi ekstrem dan
tidak lagi sesuai dengan ajaran agama ataupun menentang budaya lokal.
4. Manusia sebagai mahluk sosial yang tidak hanya menjadi mahluk individu, secara
naluriah merasakan dirinya sebagai bagian dari sebuah komunitas (dengan menganut
filsafat hidup dari filsafat crowdsourcing atau mengkombinasikannya dengan
pengalaman hidup), sekaligus secara alamiah ingin diakui keberadaannya dengan
mengungkapkan filsafah personal yang ia miliki ke berbagai situs dan menjadi partisipan
aktif dalam pembentukan filsafat crowdsourcing.
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.9
12. Filsafat Crowdsourcing, Perubahan Instan Filsafat Personal Ke Arah Universal
V. Daftar Pustaka
Abqary, Qusthan. 2009. Melawan Fasisme Ilmu. Penerbit Kelindan
Beyers, R. N. . 2009. A Five Dimensional Model for Educating the Net Generation.
Educational Technology & Society, 12 (4), hal. 218227
Blumer, Helbert. 1972. Forms of Crowd and Mass Behaviour dalam Crowd and Mass
Behaviour(ed. Helen MacGill Hughes). American Sociological Association
Borst, Irma. 2010. Understanding Crowdsourcing, ERIM PhD Series in Research in
Management, Erasmus Universiteit Rotterdam: Rotterdam
Flynn, Thomas. 2006. Existensialism, a very short introduction. Oxford University Press
Freeden, Michael. 2003. Ideology, a very short introduction. Oxford University Press
Gandhi, Mahatma. 1988. Semua Manusia Bersaudara (terjemahan Kustiniyati Mochtar).
Yayasan Obor Indonesia
Hooner, Stanley .M & Thomas C. Hunt. 1978. Metode dalam Mencari Pengetahuan:
Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan dalam IlmuDalam Perspektif
(terjemahan Jujun S. Suriasumantri). Penerbit Gramedia
Leahy, Louis. 1989. Manusia, Sebuah Misteri. Penerbit Gramedia
Jones, Bradley L. 2008. Web 2.0 Heroes : Interviews with 20 Web 2.0 Influencers. Wiley
Publishing
Leenhouwers, P. 1988. Manusia dalam Lingkungannya (terjemahan oleh K.J. Veeger M.A).
Penerbit Gramedia
Pessin, Andrew. 2009. The 60-second Philosopher - Expand your mind on a minute or so a
day. One World - Oxford
Stilman, Tyler F et al. 2010. Personal Philosophy and Personnel Achievement: Belief in Free
Will Predicts Better Job Performance. Social Psychological and Personality Science
2010, 1(1) hal. 43-50
Syam, Muhammad Noor. 2006. Filsafat Ilmu, FIP Universitas Negeri Malang
Soetam Rizky 110121609138 S3 TEP PPS UM Hal.10