Mengoptimalkan Potensi Diri dalam Memilih Calon Legislatif Indonesia
Ringkasan:
Makalah ini membahas pentingnya mengoptimalkan potensi ruhani dan akal ketika memilih calon legislatif Indonesia. Potensi ruhani meliputi hati dan ruh yang dapat membedakan kebaikan dan keburukan. Potensi akal adalah keistimewaan manusia untuk berpikir dan memutuskan. Makalah ini mengajak memilih calon yang dapat memimpin dengan
1 of 12
Download to read offline
More Related Content
Makalah ikpdn rakhmi
1. 0
MAKALAH
Mengoptimalkan Potensi Diri dalam memilih Calon Legislatif
Indonesia
Rakhmi Vegi Arizka
IKATAN KELUARGA PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH CABANG KAIRO MESIR
Bld. 15/605 El-Tayaran St. Rabaa El Adawea Nasr City Cairo Egypt
2. 1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah Taala yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada pemakalah dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Adapun tergagasnya pembuatan makalah ini adalah untuk menindak lanjuti materi
acara tentang Konvensi Kepenulisan dan Meningkatkan Gairah Riset dan Diskusi yang
disampaikan oleh Ka Shofwan Najmu dan Ka Baits El-Abror di Sekretariat IKPDN cabang
Kairo pada tanggal 14 Maret 2013. Dalam kesempatan ini pemakalah mengucapkan
terimakasih kepada pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah. Terutama kepada Kak
Baits El-Abror yang telah memberi pemakalah kesempatan untuk mencoba membuat
makalah dan kepada Kak Dzul Ikrom yang telah memotivasi pemakalah selaku anak baru
untuk berani menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan.
Pemakalah sangat menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna terutama mengenai masalah dalam
penyampaian bahasa dan struktur isi makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat pemakalah harapkan dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Amin
Wassalamualaikum wr.wb
Kairo, 25 Maret 2014
Rakhmi Vegi Arizka
3. 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Bab I Pendahuluan
I.1. Latar Belakang 3
I.2. Tujuan 4
Bab II Pembahasan
II.1. Potensi Ruhaniyah dan Potensi Akal 5
II.2. Korelasi antara Potensi Ruhaniyah dan Akal terhadap Pemilihan Legislatif 9
Bab III Penutup
III.1. Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 11
4. 3
BAB I
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah Taala dengan bentuk yang
sebaik-baiknya dan diberi suatu keistimewaan yaitu akal yang membedakan manusia dengan
makhluk ciptaan Allah Taala lainnya. Begitu kuasanya Allah Taala yang menciptakan
manusia dengan segala bentuk rupa jasmani, sikap, karakter yang berbeda antara satu dan
yang lainnya bahkan agama yang menurut mereka benar adanya.
Dalam perspektif Islam, penciptaan manusia yang begitu mulia menjadikan dirinya
terpilih oleh Allah Taala sebagai khalifah di bumi sehingga antara sesama ciptaan Allah
Taala yaitu manusia dan bumi mempunyai korelasi yang erat dimana manusia pasti
membutuhkan segala yang berada di bumi untuk terus bertahan hidup dan juga bumi yang
membutuhkan manusia untuk menjaga eksisitensi ekosistem yang ada dengan mengolah
sumber daya yang tersedia di bumi dengan baik.
Terlepas dari peran manusia sebagai khalifah ternyata ada peran lain yang ditujukkan
oleh Allah Taala terhadap penciptaan manusia yaitu hakikat manusia mengolah bumi dengan
cara mereka yang akan menunjukkan apakah mereka turut berperan sebagai abid (hamba
Allah Taala) ataukah mereka berperan sebaliknya. Apakah mereka bisa melakoni peran
mereka dengan menggunakan ruh, hati dan akal secara optimal ataukah sebaliknya yaitu,
tidak menggunakan ruh, hati dan akalnya secara optimal sehingga dapat menyakiti dirinya
sendiri dan juga pencipta-Nya juga berpaling dan mencinta kepada Tuhan yang lain.
Islam membahas perkara diatas dengan menyebutkan bahwa ruh, hati dan akal yang
akan mendukung peran manusia di bumi ini merupakan potensi dasar manusia yang
dianugerahkan oleh Allah Taala. Tetapi, fenomena yang ada saat ini kebanyakan manusia
bahkan umat islam sendiri tidak menyadari potensi dasar tersebut. Pada akhirnya dalam ranah
politik banyak para calon legislatif yang menghamba kepada Tuhan dengan melakukan
ritual mistik ataupun sejenisnya guna terpilih untuk duduk di kursi empuk DPD-RI atau
semacamnya.
5. 4
Dalam makalah ini pemakalah ingin lebih spesifik membahas potensi dasar manusia
yang berupa potensi ruhaniyah, hati dan akal dalam menanggapi fenomena yang saat ini
sedang naik daun yaitu pemilihan calon legislatif Indonesia sehingga terlintaslah judul
makalah ini yaitu, Mengoptimalkan potensi Diri dalam Memilih Calon Legislatif
Indonesia.
I.2 Tujuan
Peran warga negara yang menetap di sebuah negara demokrasi selayaknya
mengetahui hak-nya untuk mengeluarkan aspirasi dan juga memilih para calon legislatif
untuk kebaikan negaranya di masa depan nanti. Makalah ini disusun untuk memotivasi kita
dalam memilih calon legislatif dengan kaca mata islami yaitu dengan mengoptimalisasikan
potensi diri yang telah di anugerahkan Allah Taala kepada kita.
Dalam penulisan makalah ini juga, pemakalah bertujuan agar para pembaca dapat
memilih para pemimpin bangsa yang baik sehingga bisa memimpin kita untuk lebih
mendekat dan mencinta kepada Sang Pemimpin sebenarnya yaitu Allah Taala.
Oleh karena itu, dalam pembahasan ini pemakalah akan mengerucutkan masalah
menanggapi fenomena yang sedang naik daun yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif
pada tanggal 9 April 2014, dimana selayaknya kita manusia yang telah diberi berbagai
kenikmatan oleh Allah Taala berupa potensi-potensi dasar bisa menggunakannya secara
optimal ketika memilih para calon Anggota DPR-RI, DPD-RI, dan DPRD Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Tetapi, tujuan terpenting dan sebenarnya penulis menyusun makalah ini adalah agar
dapat memotivasi semangat para pejuang generasi muda dalam meluapkan segala aspirasi,
ide dan potensi yang ada pada diri untuk dituangkan dalam bentuk tulisan agar nanti bisa
dibaca dan direnungi oleh generasi di masa depan nanti .
6. 5
BAB II
II. PEMBAHASAN
II.1 Potensi-Potensi Dasar Manusia dalam Islam
A. Potensi Ruhiyah dan Hati
Dalam banyak literatur, kita bisa mendapatkan banyak sekali definisi tentang ruh.
Secara umum, istilah ruh yang sering terdengar oleh kita sehari-hari sering disamakan dengan
roh atau rohani. Kata rohani sendiri biasanya bersanding dengan jasmani sebagai lawannya,
sehingga kedua kata ini merupakan dua aspek yang saling berkorelasi dalam kehidupan
manusia yang memang mengandung dua unsur itu.
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi arti ruh manusia layaknya jiwa (yang ada di
di tubuh dan menyebabkan seseorang hidup atau nyawa. Jiwa juga diartikan sebagai seluruh
kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya).1
Dalam bahasa Inggris, ruh atau roh itu diterjemahkan sebagai spirit, sedangkan
nyawa atau jiwa itu diterjemahkan dengan soul. Mengacu kepada Al-Quran, spirit itu
merupakan terjemahan Inggris dari kata al-ruh, sedangkan jiwa atau nyawa dari kata Al-
Nafs.2
Sehingga pada kenyataannya kata ruh, roh dan rohani banyak digunakan dalam
percakapan sehari-hari dengan definisi yang berbeda pula.
Dalam ranah potensi dasar manusia, ruh juga bisa diartikan sesuatu yang dilekatkan
pada hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan yang hak dan yang batil, jalan menuju
ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan. Bentuk dari roh ini sendiri pada hakikatnya tidak
dapat dijelaskan. Potensi ini terdapat pada surat Asy-Syams ayat 7 yaitu :
Artinya : dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)
kemudian Asy-Syams ayat 8 :
Artinya : maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
1
Wikipedia, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa, pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 10:29
2
Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia Al-Quran, Tasawuf dan Psikologi (Malang, UIN-Malang Press, 2007)h. 116
7. 6
Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat membedakan jalan
kebaikan (kebenaran) dan jalan keburukan (kesalahan). Menurut Ibn Asyur kata nafs pada
surat Asy-Syams ayat ke-7 menunjukan nakiroh maka arti kata tersebut menunjukan nama
jenis, yaitu mencakup jati diri seluruh manusia seperti arti kata nafs pada surat Al-infithar
ayat 5 yaitu :
Artinya : maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang
dilalaikannya.
Menurut Al-Qurthubi sebagian ulama mengartikan nafs adalah nabi Adam namun
sebagian lain mengartikan secara umum yaitu jati diri manusia itu sendiri.
Pada arti kata nafs ini terdapat tiga unsur yaitu :
a. Qolbu : menurut para ulama salaf adalah nafs yang terletak di jantung
b. Domir : bagian yang samar, tersembunyi dan kasat mata
c. Fuad : mempunyai manfaat dan fungsi
Ketika kita menyebutkan ketiga aspek di atas yaitu qolbu, domir dan fuad maka kita
dapat melihat korelasinya dengan hati. Karena dialektika yang sering dijumpai pada
masyarakat awam, mereka menggunakan kata seperti domir dengan maksud tujuan dari
pembicaraan mereka yaitu hati. Seperti bentuk pertanyaan Apakah para pejabat yang korupsi
tidak mempunyai domir? yang berarti Apakah para pejabat yang korupsi tidak mempunyai
hati?
Tetapi korelasi tersebut akan kita dapati berbeda ketika kita memasuki ranah sufistik.
Pembicaraan mengenai hati, para sufi tidak mempergunakan makna al-qalb (hati), karena
kata ini menurut mereka hanya mengacu pada segumpal darah yang terdapat di dalam dada.
Hati bagi mereka adalah substansi yang halus dan berfungsi mengenal hakikat segala sesuatu
serta memiliki kemampuan untuk merefleksikannya. Namun demikian, kemampuan hati
untuk merefleksikan suatu hakikat sangat tergantung kepada sifat hati itu sendiri, dimana ia
tidak lepas dari pengaruh panca indra, syahwat dan cinta. Sejauh hati itu bersih dari kendala-
kendala yang menutupinya, ia akan dapat menangkap hakikat-hakikat yang ada.3
Dan juga ketika kita berbicara mengenai aspek yang ketiga yaitu fuad, maka
korelasinya mengacu pada pengaruh hati untuk bekerja. Karena ada tiga kekuatan yang dapat
mempengaruhi hati untuk bekerja sebagaimana mestinya. Pertama adalah syahwat atau
insting-insting lain yang berupa perilaku hawa nafsu yang berpusat di perut. Syahwat dan
3
Ibid, H. 122
8. 7
perilaku hawa nafsu merupakan mendung kegelapan yang akan menyelimuti ketajaman mata
hati (al-fuad). Kalau mata hati sudah tertutup, ia akan buta dan tidak mampu memandang
sesuatu seperti adanya. Hawa nafsu dinilai sebagai sesuatu yang jahat karena ia dapat
menutup pintu marifah dan menghalangi kemampuan akal. Demikian juga ia menjadi
penghalang bagi anggota tubuh lain untuk menyalurkan ilmu ke dalam hati. 4
Dengan demikian, dalam potensi ruhaniyyah terdapat pertanggungjawaban atas
diberinya manusia kekuatan pemikir yang mampu untuk memilih dan mengarahkan potensi-
potensi fitrah yang dapat berkembang di ladang kebaikan dan ladang keburukan ini. Karena
itu, jiwa manusia bebas tetapi bertanggung jawab. Ia adalah kekuatan yang dibebani tugas,
dan ia adalah karunia yang dibebani kewajiban.
Demikianlah yang dikehendaki Allah secara garis besar terhadap manusia. Segala
sesuatu yang sempurna dalam menjalankan peranannya, maka itu adalah implementasi
kehendak Allah dan qadar-Nya yang umum.5
B. Potensi Akal
Begitu istimewanya manusia sebagai makhluk Allah Taala karena diberi akal yang
dapat membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dimana keistimewaan tersebut
mengantarkan kepada mulianya kedudukan manusia apabila ingin menggunakannya dengan
baik sehingga bisa melakoni peran manusia yang sebenar-benarnya manusia yaitu makhluk
berakal yang tentunya memilliki tanggung jawab sosial-teologis. Tetapi, kadang
keistimewaan tersebut bisa berevolusi menjadi kehinaan manusia apabila manusia tidak bisa
menggunakan akalnya dengan baik.
Potensi akal inilah yang mempunyai urgensi hebat terhadap kehidupan manusia yang
bisa membuat manusia tidak hanya menjadi konsumtif akan ilmu dan informasi tetapi juga
produktif melahirkan ilmu dan informasi terbaru. Potensi yang merangkul manusia untuk
berpikir, berpendapat bahkan memutuskan suatu perkara yang baik atau buruk untuk dirinya.
Kita bisa menganalogikan akal sebagai nabi bagi perjalanan hidup manusia yang
akan menuju akhir perjalanan mereka nanti di akhirat. Musa Al-Kazhim mengatakan: Tuhan
telah menunjuk dua jenis bimbingan bagi manusia. Yang satu lahiriyah dan nyata, satu yang
4
Ibid H. 122
5
Pengagum Hujan, Makalah Pendidikan Agama Islam: Potensi-Potensi Dasar Manusia dan Tugas Manusia
dalam Islam, diakses dari http://authorahmi.blogspot.com/2013/10/potensi-potensi-dasar-manusia-dan-
tugas.html, pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 10:42
9. 8
lain di dalam diri manusia sendiri dan tersembunyi. Pembimbing yang lahiriyah dan nyata
adalah para Nabi, Rasul dan para Imam suci. Sedangkan yang tersembunyi adalah akal.6
Dan analogi tersebut juga sejalan dengan firman Allah surat Al-Imraan ayat 190 dan
191 yang berbunyi :
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.
Letak korelasi antara analogi sebelumnya dengan ayat ini adalah ketika manusia
menggunakan nabi yang tersembunyi dalam dirinya untuk kritis berpikir tentang penciptaan
langit dan bumi sehingga, atas izin-Nya manusia bisa mengetahui siapa Tuhan yang
sebenarnya. Maka sepatutnya manusia bisa menyadari bahwa akal bisa memandu dirinya
untuk berjalan di jalan kebenaran.
II. 2 Korelasi antara Potensi Ruhanniyah, Hati dan Akal terhadap Pemilihan
Legislatif
Dalam kaca mata Islam, manusia dapat menjaga eksistensinya di bumi Allah Taala
karena disebabkan oleh adanya potensi-potensi dasar yang dikaruniakan Allah Taala kepada
manusia. Potensi-potensi dasar tersebut merupakan implementasi kekuasaan Allah Taala
dalam memberikan kelebihan dan keutamaan kepada manusia yang tidak diberikan kepada
makhluk lainnya. Sehingga, potensi-potensi dasar ini merupakan sarana yang sangat
mendukung bahkan modal utama manusia untuk melaksanakan tugas dan amanat yang telah
Allah Taala berikan sejak manusia di utus untuk menjadi khalifah dan abid di bumi ini.
Potensi ruhaniyyah, hati dan akal ketiganya mempunyai korelasi yang erat seperti
pendapat Hazrat Pir yang menganalogikan benih untuk perkembangan jiwa manusia yaitu,
Nasib dari pohon tergantung pada benihnya. Bagian-bagian dari pohon, batang, kulit kayu,
akar, dahan dan ranting, daun-daun serta bunga, semuanya dipersiapkan dalam satu benih
6
Ibid, 127
10. 9
kecil. Supaya benih bisa tumbuh, kita harus meletakannya di atas tanah yang subur dan
menyiraminya dengan air. Kalau kita meletakkan benih tersebut di dalam kotak kain atau di
dalam peti yang terbuat dari emas atau apapun juga, tidak akan ada pertumbuhan. Karena
benih itu tidak diolah, maka tidak akan ada apapun yang terjadi, yang terjadi justru
pembusukkan. Jika benih diletakkan di atas tanah dan disirami, maka ia akan tumbuh dan
menghasilkan.7
Maka sama halnya dengan potensi-potensi dasar manusia apabila ruh, hati dan akal
manusia tidak digunakan secara optimal maka ketika pesta rakyat yang akan mendatang,
mereka datang dengan memilih pilihannya karena telah diasup oleh materi yang dijajakan
selama masa kampanye, atau yang lebih ironinya mereka acuh tak acuh tidak datang karena
memikirkan masa yang mendatang pun tidak. Padahal apabila mereka mengoptimalkan
potensi ruhnya, maka intuisinya akan mengaju pada calon legislatif yang walaupun belum
sesuai kriteria yang diinginkan, setidaknya calon legislatif tersebut mendekati kriteria
tersebut. Walaupun paradigma masyarakat yang ada tentang buruknya reputasi calon
legislatif saat ini, setidaknya tinggalkanlah husnuzhon kita bahwasanya mereka masih
mengaktifkan potensi ruhanniyyah mereka, yaitu punya hati panggilan hati nurani untuk
membawa negara kita menuju arah yang lebih baik. Masih mengunakan akal sehat mereka
untuk membawa Indonesia berpindah dari status negara berkembang menjadi negara maju.
7
Ibid, H. 97
11. 10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Pada akhirnya tidak hanya potensi ruhaniyyah dan akal saja yang dioptimalkan ketika
kita akan memutuskan memilih sesuatu baik itu memilih profesi, calon suami atau istri,
bahkan juga calon legislatif pada pemilihan nanti. Karena sesungguhnya potensi-potensi
dasar manusia tidak terbatas kepada apa yang telah dibahas oleh pemakalah dalam
kesempatan ini. Melainkan terdapat juga potensi jasmaniyah, potensi fitriyah, potensi huda
dan lain sebagainya yang saling bersinegri dan berkorelasi untuk membantu manusia
menentukan setiap pilihan yang datang dalam kehidupannya.
Oleh sebab itu, optimalkan setiap potensi yang ada untuk memilih keputusan yang
memang pantas untuk dipilih dalam kehidupan pribadi, keluarga bahkan bangsa kita. Karena
kita sebenarnya tidak bisa mengelak bahwasanya hati nurani kita pun sebenarnya merindu
dengan sosok pelayan rakyat yang islami, amanah, bertanggung-jawab, jujur, merakyat,
berwawasan luas, adil, cerdas, dan lain sebagainya. Maka, realisasikanlah kerinduan tersebut
dengan mengoptimalkan potensi ruhaniyah, hati dan akal dalam memlilih calon legislatif
dalam pemilihan umum tanggal 9 April 2014 mendatang.