際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Pemodelan untuk Penghitungan Headloss Jaringan Pipa Distribusi Air 
Studi Kasus: Jaringan Distribusi Air PDAM Kota Bandung 
Kuntjoro A. Sidarto1,5, Rieske Hadianti1,5, Leksono Mucharam2,5, Amoranto Trisnobudi3,5, Lala S. Riza5, Chasanah K. Widita5 , Darmadi5, Mardianto5 dan Lafran T. Habibie4 
1Program Studi Matematika ITB, 2Program Studi Teknik Perminyakan ITB, 3Program Studi Teknik Fisika ITB, 4Program Studi Teknik Lingkungan ITB, 5Research Consortium OPPINET ITB 
e-mail: sidarto@math.itb.ac.id 
Abstrak. Sistem distribusi air bersih/air minum, khususnya di perkotaan, merupakan suatu sistem jaringan perpipaan yang umumnya sangat kompleks. Kompleksitas jaringan perpipaan ini menimbulkan masalah dalam distribusi debit dan tekanan yang berkaitan dengan kriteria hidrolis yang harus terpenuhi dalam sistem pengaliran air. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dibangun suatu model jaringan distibusi air. Pada makalah ini dikemukakan suatu model kondisi tunak (steady state) yang dibangun dari persamaan node dengan menggabungkan persamaan kontinuitas dan kekekalan energi. Sebagai persamaan hidrolisnya digunakan persamaan Hazen- Williams. Secara matematika masalah yang dihadapi dapat dirumuskan sebagai masalah penyelesaian sistem pesamaan tak linear dengan jumlah persamaan dan peubah bebas yang besar. Pada makalah ini penyelesaian dilakukan dengan merumuskan masalah tersebut sebagai masalah kuadrat terkecil tak linear yang selanjutnya diselesaikan dengan algoritma Levenberg-Marquard. 
Kata-kata kunci : model jaringan pipa distribusi air, sistem persamaan tak linear, masalah kuadrat terkecil tak linear, algoritma Levenberg-Marquard. 
Pendahuluan 
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan. Manusia membutuhkan air dalam kuantitas dan kualitas tertentu untuk menopang kehidupannya. Dengan semakin menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan, ketersediaan air yang dapat langsung dikonsumsi dari alam juga akan semakin berkurang khususnya didaerah perkotaan. Untuk mengatasi keadaan ini, pemerintahan kota membangun sistem distribusi air untuk menjamin ketersediaan air bersih/air minum bagi penduduk kota. Pasokan air ke konsumen umumnya dilakukan melalui jaringan pipa distribusi air yang biasanya sangat kompleks. 
Sistem distribusi air minum umumnya merupakan suatu jaringan perpipaan yang tersusun atas sistem pipa, pompa dan perlengkapan lainnya. Kompleksitas dari jaringan perpipaan ini menghadirkan masalah dalam distribusi debit dan tekanan yang berkaitan dengan kriteria hidrolis yang harus terpenuhi dalam sistem pengaliran air bersih/air minum. 
Untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan suatu model sistem jaringan pipa distribusi air yang melibatkan pengetahuan yang menyangkut persamaan-persamaan dalam hidrolika saluran tertutup. Persamaan dasar yang terkait dengan hidrolika ini adalah persamaan kontinuitas dan kekekalan energi. Disamping itu diperlukan juga persamaan lain, yaitu persamaan kehilangan tekanan (headloss). Dengan menggabungkan persamaan- persamaan tersebut dapat dibangun suatu sistem persamaan yang menggambarkan sistem jaringan pipa distribusi air bersih.
Model jaringan distribusi air yang dikemukakan dalam makalah ini adalah model untuk 
kondisi tunak (steady state). Model ini dapat dimanfaatkan sebagai pendekatan untuk 
keadaan yang lebih realistis di lapangan yaitu keadaan aliran unsteady yang tentunya 
memerlukan analisis yang lebih kompleks. Perhatian dipusatkan pada penentuan distribusi 
tekanan dititik-titik (node) yang ditentukan atau diinginkan dan laju alir beserta arah alir 
air pada masing-masing segmen pipa pada jaringan pipa distribusi air. Dari sisi 
matematika model yang dihasilkan membawa kepada penyelesaian sistem persamaan tak 
linear yang besar. Dalam makalah ini penyelesaian dilakukan dengan membawa masalah 
tersebut menjadi masalah kuadrat terkecil tak linear yang selanjutnya diselesaikan dengan 
algoritma Levenberg-Marquard. 
Model jaringan pipa distribusi air 
Jaringan pipa distribusi tersusun atas sejumlah hingga segmen pipa dengan panjang dan 
diameter yang telah diketahui, yang menghubungkan N titik simpul (node). Titik simpul 
menyatakan lokasi tempat aliran air masuk atau keluar dari jaringan pipa dan juga titik 
referensi untuk tekanan pada jaringan pipa. Diasumsikan aliran air dalam keadaan tunak; 
serta tidak terdapat pompa dan control valves pada jaringan pipa. Air mengalir dari 
reservoir kedalam jaringan pipa secara gravitasi. Untuk persamaan aliran dalam pipa 
digunakan persamaan Hazen-Williams, yang populer digunakan ([1], [3], [4] dan [6]). 
Dalam satuan U.S. Customary System diberikan oleh: 
0.54 
2.63 1 
0.4329 i j 
ij h ij i j 
ij 
p p 
Q C D z z 
L  
   駈 
     件   
  醐 
(1) 
dengan ij Q menyatakan laju alir (ft3/s) dalam segnen pipa yang menghubungkan titik-titik 
simpul i dan j, pi dan pj, zi dan zj masing-masing menyatakan tekanan (lb/ft2) dan 
ketinggian (elevasi) (ft) di titik-titik simpul i dan j. Lij dan Dij menyatakan panjang (ft) 
segmen pipa dan diameter-dalam (ft) pada segmen pipa antara titik-ttik simpul i dan j. Ch 
adalah koefisien Hazen-Williams (tak berdimensi) dan 粒 (= 62.4 lb/ft3) adalah berat 
spesifik air. Nilai Ch untuk pipa yang licin akan lebih besar dibandingkan dengan nilai Ch 
untuk pipa yang permukaannya lebih kasar. 
Dari persamaan kontinuitas kita peroleh bahwa jumlah aljabar banyaknya air yang masuk 
dan keluar dari sebuah titik simpul adalah sama dengan nol. Sehingga untuk sebuah titik 
simpul m yang bertetangga dengan titik simpul j dan k kita peroleh 
0 m jm mk m f  Q Q QN  (2) 
dengan QNm adalah laju alir yang keluar atau masuk kedalam jaringan distribusi melalui 
titik simpul m. Untuk jaringan yang memiliki N titik simpul akan terdapat N persamaan 
serupa dengan persamaan (2). Gambar 1 memperlihatkan sebuah jaringan pipa distribusi 
air yang memiliki 33 titik simpul. Air dialirkan dari titik simpul 1 (reservoir) ke 32 titik 
penyerahan. Sebagai contoh untuk titik simpul nomor 23 persamaan (2) menjadi 
23 22 23 23 24 23 25 f  Q Q Q  0 (3)
Gambar 1 Skema jaringan pipa distribusi air dengan 33 titik dan 40 segmen 
Memanfaatkan persamaan (1) ke dalam persamaan (3) kita peroleh 
0.54 
2.63 22 23 
23 22 23 22 23 
22 23 
0.54 
2.63 23 24 
23 24 23 24 
23 24 
2.63 23 25 
23 25 23 25 
23 25 
1 
0.4329 
1 
0.4329 
1 
0.4329 
h 
h 
h 
p p 
f C D z z 
L 
p p 
C D z z 
L 
p p 
C D z z 
L 
 
 
 
     
         
    
     
         
    
    
       
   
0.54 
0 
 
 件件 
(4) 
Dengan cara yang sama akan diperoleh persamaan serupa dengan persamaan (4) untuk 
masing-masing titik simpul pada jaringan distribusi dalam Gambar 1. Karena terdapat 33 
titik simpul maka akan terdapat 33 persamaan serupa dengan persamaan (4). Sehingga 
akan diperoleh sebuah sistem persamaan tak linear untuk keadaan tunak bagi jaringan 
distribusi air pada Gambar 1. Jika nilai masing-masing peubah bebas pada sistem 
persamaan tersebut adalah sedemikian rupa sehingga masing-masing fi nilainya menjadi 
(atau dekat) nol, maka sistem jaringan pipa distribusi tersebut dikatakan berada dalam 
kesetimbangan. 
Sistem persamaan yang dihasilkan memuat peubah yang terdiri dari tekanan pada titik 
simpul ( pi ), laju alir air keluar atau masuk ke dalam jaringan melalui titik simpul ( QNi ), 
diameter pipa ( Dij ), ketinggian titik simpul ( zi ) serta panjang segmen pipa ( Lij ). Pada 
jaringan pipa distribusi yang sudah terpasang maka diameter pipa dan panjang segmen 
pipa beserta ketinggian titik-titik simpul jaringan pipa besarnya sudah tertentu. Sehingga 
jika kita memiliki N titik simpul, maka sistem persamaan akan memiliki 2N peubah (yaitu 
pi dan QNi , i = 1, 2, . . . , N). Dengan demikian dimungkinkan untuk menggunakan N 
persamaan yang dimiliki untuk menghitung nilai N peubah dari 2N peubah yang dimiliki. 
N peubah yang nilainya dihitung ini dikenal sebagai peubah bebas, sedangkan sisanya, 
juga sebanyak N diberi nilai tertentu sehingga sistem persamaan tersebut dapat
diselesaikan. Sistem terakhir ini sudah dalam bentuk sistem persamaan tak linear dengan 
N persamaan dan N peubah. Selanjutnya paling tidak satu dari QNi berupa peubah bebas 
dan satu dari pi nilainya diketahui sebagai tekanan referensi untuk sistem jaringan tersebut. 
Penyelesaian Model 
Jika system persamaan yang kita miliki kita tulis sebagai 
             1 2 1 2 dengan , , , dan , , , 
T T 
N N f x  0 f x  f x f x  f x x  x x  x (5) 
maka masalah yang dihadapi adalah masalah menentukan akar sistem persamaan (5). 
Sidarto et.al. (2007) menggunakan kombinasi metode Newton dan Algoritma Genetika 
untuk menyelesaikan persamaan (5). Makalah ini mengemukakan teknik penyelesaian 
yang berbeda yang menghasilkan teknik penyelesaian yang lebih bersifat adaptif, dengan 
memanfaatkan algoritma Levenberg-Marquard. Penyelesaian persamaan (5) dirumuskan 
kembali menjadi masalah kuadrat terkecil tak linear berikut. 
Diberikan fungsi bernilai vektor : dengan . n m f 臓 a 臓 m続 n Diinginkan untuk 
meminimumkan f (x) , atau secara ekivalen mencari 
argmin {F( )} * = x x x (6) 
dengan 
( ) ( ( )) ( ) ( ) ( ) 
2 
2 
1 1 1 
2 2 2 
1 
m 
T 
i 
i 
F f 
= 
x = 奪 x = f x = f x f x (7) 
Perhatikan bahwa jika  x merupakan akar dari persamaan (5) maka juga akan 
meminimumkan F x pada persamaan (7) (dengan m n  N ) karena 
F   0 dan F   0 bila    x  x  f x  0 . 
Jika kita menggunakan metode Newton untuk persamaan (5) maka iterasi yang dilakukan 
adalah 
Selesaikan    ; : n n J x h  f x x  xh (8) 
Dengan J adalah matriks Jacobi untuk f dan hn adalah vektor arah iterasi (descent 
direction) pada iterasi ke n. Sedangkan jika kita menggunakan metode Gauss-Newton 
untuk masalah ini dengan merumuskan kembali masalah tersebut menjadi masalah 
meminimumkan fungsi   1     
2 
T 
F x  f x f x , maka iterasi yang dilakukan adalah 
Selesaikan          ; : 
T T 
gn gn J x J x h  J x f x x  x  h (9) 
Jika Jx tak singular maka kita peroleh gn n h  h . Vektor T J f tidak lain adalah vektor 
gradien untuk F x . Karena     0 T T T T 
gn gn gn h J f  h J J h  maka gn h merupakan suatu 
descent direction. 
Metode Levenberg-Marquard pada dasarnya merupakan metode Gauss-Newton dengan 
damping. Langkah iterasi pada metode Levenberg-Marquard yaitu lm h didefinisikan 
melalui modifikasi persamaan (9) berikut (lihat misalnya Bazaraa et.al (1993)) 
  dengan 0 T T 
lm J J  I h  J f   (10)
Parameter damping memiliki beberapa implikasi berikut: 
1. Untuk setiap m> 0 matriks koefisien persamaan (10) bersifat definit positif. Ini 
menjamin bahwa lm h merupakan sebuah descent direction. 
2. Untuk nilai m yang besar kita peroleh 
1 T 
lm h J f 
m 
; - 
Ini merupakan suatu langkah pendek dalam metode steepest descent. Hal ini baik 
jika iterasi nya masih jauh dari titik solusi. 
3. Jika m nilainya sangat kecil, maka lm g n h ; h , yang merupakan langkah bagus 
disaat-saat akhir iterasi, saat x sudah cukup dekat dengan * x . Jika F( ) 0 * x = 
(atau sangat kecil nilainya), maka kita peroleh kekonvergenan yang (hampir) 
bersifat kuadratik. 
Jadi parameter damping mempengaruhi baik arah maupun panjang langkah iterasi. 
Dengan demikian jika diawal proses iterasi titik iterasi masih jauh dari akar yang 
sesungguhnya maka akan sangat ideal jika pola iterasi steepest descent, yang dikenal 
cukup robust, digunakan. Selanjutnya jika sudah cukup dekat dengan akar yang akan 
dicari barulah pola Gauss-Newton, yang sensitif terhadap nilai (tebakan) awal akan tetapi 
memiliki laju konvergensi (hampir) kuadratik , diaktifkan. Pada metode Levenberg- 
Marquard peralihan pola iterasi ini dapat dilakukan secara adaptif, sehingga metode ini 
dipilih untuk menyelesaikan sistem persamaan tak linear skala besar yang dihasilkan pada 
masalah jaringan pipa distribusi air yang dihadapi. 
Ilustrasi 
Gambar 1 memperlihatkan bagian dari sistem jaringan pipa distribusi air PDAM kota 
Bandung. Air didistribusikan, secara sistem gravitasi, dari reservoir Badak Singa (titik 
simpul nomor 1) ke 32 titik penyerahan. Data untuk masing-masing segmen pipa, seperti 
panjang dan diameter-dalam pipa, tekanan di reservoir dan permintaan laju alir air pada 
masing-masing titik penyerahan, diberikan. Masalah yang akan diselesaikan adalah 
menentukan distribusi tekanan pada masing-masing titik simpul selain titik simpul nomor 
1 dan laju alir air beserta arah alir pada masing-masing segmen pipa. Di sini kita memiliki 
sebuah sistem persamaan tak linier dengan 33 persamaan dan 33 peubah bebas. Tabel 1 
memperlihatkan masukan data elevasi dan hasil distribusi tekanan di setiap titik, 
sedangkan masukan data panjang dan diameter-dalam beserta hasil perhitungan laju alir 
air di setiap segmen pipa diberikan pada Tabel 2. Gambar 2 memperlihatkan arah alir air 
pada jaringan pipa distribusi air tersebut. Hasil yang diperoleh telah dibandingkan dengan 
hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak EPANET 2.0, yang dikembangkan oleh 
U.S. Environment Protection Agency, juga dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1 Masukan data elevasi dan hasil distribusi tekanan di setiap titik 
Nama Node 
Ketinggian 
Laju Alir 
Lavenberg-Marquard 
EPANET 
% beda 
(ft) 
(ft3/s) 
Tekanan (lb/ft2) 
Tekanan (lb/ft2) 
1 
2452,40 
7,3311 
550,99 
550,99 
0 
2 
2442,26 
-0,0922 
632,654 
632,6064 
0,0075 
3 
2391,08 
-0,0922 
3825,34 
3825,0432 
0,0078 
4 
2351,71 
-0,0378 
6281,68 
6281,1936 
0,0077 
5 
2359,58 
-0,0378 
5790,55 
5790,096 
0,0078 
7 
2375,66 
-0,0378 
4787,05 
4786,6898 
0,0075 
8 
2329,40 
-0,2077 
6252,69 
6248,5344 
0,0665 
10 
2312,99 
-0,2077 
8697,26 
8696,5776 
0,0078 
11 
2316,93 
-0,338 
8451,46 
8450,8128 
0,0077 
12 
2314,96 
-0,1303 
8574,43 
8573,76 
0,0078 
13 
2343,83 
-0,0378 
6773,11 
6772,5792 
0,0078 
14 
2352,36 
-0,0378 
6239,33 
6238,8288 
0,0080 
15 
2317,59 
-0,1303 
8408,83 
8408,1744 
0,0078 
16 
2312,99 
-0,2906 
8507,67 
8506,7856 
0,0104 
17 
2342,19 
-0,0378 
6827,45 
6826,8528 
0,0087 
18 
2365,49 
-0,0378 
5404,07 
5403,6144 
0,0084 
19 
2370,41 
-0,0378 
5113,07 
5112,6768 
0,0077 
20 
2399,28 
-0,1268 
3312,61 
3312,36 
0,0075 
21 
2428,48 
-0,1268 
1470,88 
1470,7152 
0,0112 
22 
2363,52 
0 
5454,37 
5453,7408 
0,0115 
23 
2345,80 
-0,3157 
6512,74 
6511,9392 
0,0123 
24 
2345,80 
-0,5608 
6520,72 
6519,9312 
0,0121 
25 
2312,99 
-0,3157 
8490,53 
8489,4192 
0,0131 
26 
2301,51 
-0,1134 
9231,06 
9229,968 
0,0118 
27 
2329,40 
-0,1134 
7533,52 
7532,6544 
0,0115 
28 
2298,56 
-0,3475 
9366,19 
9364,968 
0,0130 
29 
2294,62 
-0,6622 
9596,83 
9595,5408 
0,0134 
30 
2296,59 
-0,9422 
9215,75 
9213,8112 
0,0210 
31 
2296,59 
-0,1134 
9219,19 
9217,2672 
0,0209 
32 
2312,99 
-0,1134 
8249,58 
8247,7008 
0,0228 
33 
2268,04 
-1,4988 
10995 
10992,9456 
0,0187 
34 
2263,45 
0 
11380,3 
11378,448 
0,0163 
35 
2257,55 
-0,1896 
11882,9 
11881,368 
0,0129
Tabel 2 Masukan data panjang dan diameter-dalam beserta hasil perhitungan laju alir air di setiap segmen 
Link 
Awal 
Akhir 
Diameter 
Length 
Levenberg-Marquard 
EPANET 
% beda 
(ft) 
(ft) 
Laju Alir (ft3/s) 
Laju Alir (ft3/s) 
1 - 2 
1 
2 
6,562 
328 
7,3311 
7,330972 
0,0017 
Link - 36 
2 
21 
1,965 
1184,4 
3,1615 
3,161722 
0,0070 
Link - 37 
2 
3 
3,642 
2969,2 
1,7981 
1,797870 
0,0128 
Link - 38 
2 
20 
3,425 
2992,1 
2,2793 
2,279209 
0,0040 
Link - 39 
3 
4 
3,642 
1200,8 
1,7059 
1,705699 
0,0118 
Link - 40 
4 
5 
2,795 
1279,5 
0,2833 
0,283224 
0,0270 
Link - 41 
5 
7 
2,589 
2500 
0,2455 
0,245437 
0,0257 
Link - 42 
7 
8 
0,348 
2624,7 
0,2077 
0,207650 
0,0240 
Link - 43 
21 
22 
1,982 
4311 
3,0347 
3,034943 
0,0080 
Link - 44 
22 
23 
1,742 
1555,1 
3,0347 
3,034943 
0,0080 
Link - 45 
23 
24 
1,742 
2460,6 
0,905558 
0,905821 
0,0291 
Link - 46 
24 
18 
1,316 
3608,9 
1,46636 
1,466618 
0,0176 
Link - 47 
18 
19 
1,316 
492,13 
1,50416 
1,504405 
0,0163 
Link - 48 
20 
19 
3,425 
1715,9 
2,1525 
2,152429 
0,0033 
Link - 49 
18 
17 
0,039 
1003,9 
0 
0,000000 
0,0000 
Link - 50 
17 
14 
0,827 
820,21 
0,598251 
0,597877 
0,0625 
Link - 51 
14 
19 
3,425 
984,28 
0,633092 
0,632839 
0,0400 
Link - 52 
19 
4 
0,492 
1053,2 
0,022546 
0,022601 
0,2451 
Link - 53 
4 
13 
3,642 
1486,2 
1,36225 
1,362087 
0,0120 
Link - 54 
13 
14 
1,647 
656,17 
0,648453 
0,648377 
0,0117 
Link - 55 
17 
16 
0,492 
1125,3 
0,235056 
0,234843 
0,0909 
Link - 56 
16 
15 
0,676 
1640,4 
0,515194 
0,514888 
0,0595 
Link - 57 
15 
14 
3,212 
1673,2 
0,645494 
0,645199 
0,0457 
Link - 58 
13 
12 
3,425 
2473,8 
0,676 
0,675923 
0,0114 
Link - 59 
12 
11 
3,425 
715,22 
0,5457 
0,545612 
0,0162 
Link - 60 
11 
10 
2,635 
2296,6 
0,2077 
0,207650 
0,0240 
Link - 61 
23 
25 
1,742 
1643,7 
3,62456 
3,625051 
0,0135 
Link - 62 
25 
28 
1,742 
656,17 
3,40745 
3,407866 
0,0122 
Link - 63 
28 
29 
1,742 
492,13 
3,05995 
3,060369 
0,0137 
Link - 64 
29 
35 
1,742 
2854,3 
1,61749 
1,617765 
0,0170 
Link - 65 
35 
34 
1,083 
1761,8 
1,42789 
1,428125 
0,0165 
Link - 66 
34 
33 
1,181 
1975,1 
1,42789 
1,428125 
0,0165 
Link - 67 
33 
30 
0,817 
1968,5 
0,0709112 
0,070629 
0,3991 
Link - 68 
25 
26 
0,617 
2887,1 
0,0985948 
0,098528 
0,0679 
Link - 69 
26 
27 
0,659 
1706 
0,211995 
0,211888 
0,0505 
Link - 70 
27 
17 
0,758 
3280,8 
0,325395 
0,325601 
0,0633 
Link - 71 
16 
32 
0,676 
2788,7 
0,45965 
0,459091 
0,1218 
Link - 72 
32 
31 
0,817 
2460,6 
0,34625 
0,345731 
0,1502 
Link - 73 
31 
30 
0,817 
328,08 
0,23285 
0,232371 
0,2063 
Link - 74 
30 
29 
0,817 
2624,7 
0,780261 
0,780454 
0,0248
Gambar 2 Arah alir air pada jaringan pipa distribusi air di Gambar 1 
Simpulan 
Penentuan distribusi tekanan pada jaringan pipa distribusi air bersih secara matematika dapat dirumuskan sebagai masalah mencari akar sistem persamaan tak linear yang umumnya berukuran besar. Dalam makalah ini masalah tersebut dirumuskan kembali sebagai suatu masalah kuadrat terkecil tak linear yang diselesaikan dengan algoritma Levenberg-Marquard. Selanjutnya hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung laju alir dan arah alir air pada masing-masing segmen pipa. Hasil yang diperoleh dengan metode ini memperlihatkan kedekatan yang cukup baik dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak EPANET 2.0. 
Ucapan Terimakasih 
Ucapan terima kasih disampaikan kepada PDAM Kota Bandung atas dukungan data yang digunakan dalam makalah ini. 
Daftar Pustaka 
[1] American Water Works Association. 2004. Steel Water Pipe: A Guide for Design and Installation, 4th Edition. Denver. 
[2] Bazaraa, M.S., H.D. Sherali and C.M. Shetty. 1993. Nonlinear Programming, 2nd Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York. 
[3] Bombardelli F.A. and M.H. Garcia. 2003. Hydraulic Design of Large-Diameter Pipes. J. Hydraul. Eng., 129(11), 839-846 
[4] Mott, R.L. 2000. Applied Fluid Mechanic , 5th Edition. Prentice Hall, New Jersey. 
[5] Sidarto K.A., et.al.. 2007. Pemodelan dan Pengembangan Software Perhitungan Headloss Jaringan Pipa Distribusi Air. Studi Kasus: Jaringan Distribusi Air PDAM. Laporan Riset KK 2007, LPPM-ITB. 
[6] Walski, T.M. 2005. Discussion of Hydraulic Design of Large-Diameter Pipes by Fabian A. Bombardelli and Marcelo H. Garcia. J. Hydraul. Eng. March 2005, p. 224

More Related Content

Makalah knmxiv(2008)jaringapipadistribusiair

  • 1. Pemodelan untuk Penghitungan Headloss Jaringan Pipa Distribusi Air Studi Kasus: Jaringan Distribusi Air PDAM Kota Bandung Kuntjoro A. Sidarto1,5, Rieske Hadianti1,5, Leksono Mucharam2,5, Amoranto Trisnobudi3,5, Lala S. Riza5, Chasanah K. Widita5 , Darmadi5, Mardianto5 dan Lafran T. Habibie4 1Program Studi Matematika ITB, 2Program Studi Teknik Perminyakan ITB, 3Program Studi Teknik Fisika ITB, 4Program Studi Teknik Lingkungan ITB, 5Research Consortium OPPINET ITB e-mail: sidarto@math.itb.ac.id Abstrak. Sistem distribusi air bersih/air minum, khususnya di perkotaan, merupakan suatu sistem jaringan perpipaan yang umumnya sangat kompleks. Kompleksitas jaringan perpipaan ini menimbulkan masalah dalam distribusi debit dan tekanan yang berkaitan dengan kriteria hidrolis yang harus terpenuhi dalam sistem pengaliran air. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dibangun suatu model jaringan distibusi air. Pada makalah ini dikemukakan suatu model kondisi tunak (steady state) yang dibangun dari persamaan node dengan menggabungkan persamaan kontinuitas dan kekekalan energi. Sebagai persamaan hidrolisnya digunakan persamaan Hazen- Williams. Secara matematika masalah yang dihadapi dapat dirumuskan sebagai masalah penyelesaian sistem pesamaan tak linear dengan jumlah persamaan dan peubah bebas yang besar. Pada makalah ini penyelesaian dilakukan dengan merumuskan masalah tersebut sebagai masalah kuadrat terkecil tak linear yang selanjutnya diselesaikan dengan algoritma Levenberg-Marquard. Kata-kata kunci : model jaringan pipa distribusi air, sistem persamaan tak linear, masalah kuadrat terkecil tak linear, algoritma Levenberg-Marquard. Pendahuluan Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan. Manusia membutuhkan air dalam kuantitas dan kualitas tertentu untuk menopang kehidupannya. Dengan semakin menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan, ketersediaan air yang dapat langsung dikonsumsi dari alam juga akan semakin berkurang khususnya didaerah perkotaan. Untuk mengatasi keadaan ini, pemerintahan kota membangun sistem distribusi air untuk menjamin ketersediaan air bersih/air minum bagi penduduk kota. Pasokan air ke konsumen umumnya dilakukan melalui jaringan pipa distribusi air yang biasanya sangat kompleks. Sistem distribusi air minum umumnya merupakan suatu jaringan perpipaan yang tersusun atas sistem pipa, pompa dan perlengkapan lainnya. Kompleksitas dari jaringan perpipaan ini menghadirkan masalah dalam distribusi debit dan tekanan yang berkaitan dengan kriteria hidrolis yang harus terpenuhi dalam sistem pengaliran air bersih/air minum. Untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan suatu model sistem jaringan pipa distribusi air yang melibatkan pengetahuan yang menyangkut persamaan-persamaan dalam hidrolika saluran tertutup. Persamaan dasar yang terkait dengan hidrolika ini adalah persamaan kontinuitas dan kekekalan energi. Disamping itu diperlukan juga persamaan lain, yaitu persamaan kehilangan tekanan (headloss). Dengan menggabungkan persamaan- persamaan tersebut dapat dibangun suatu sistem persamaan yang menggambarkan sistem jaringan pipa distribusi air bersih.
  • 2. Model jaringan distribusi air yang dikemukakan dalam makalah ini adalah model untuk kondisi tunak (steady state). Model ini dapat dimanfaatkan sebagai pendekatan untuk keadaan yang lebih realistis di lapangan yaitu keadaan aliran unsteady yang tentunya memerlukan analisis yang lebih kompleks. Perhatian dipusatkan pada penentuan distribusi tekanan dititik-titik (node) yang ditentukan atau diinginkan dan laju alir beserta arah alir air pada masing-masing segmen pipa pada jaringan pipa distribusi air. Dari sisi matematika model yang dihasilkan membawa kepada penyelesaian sistem persamaan tak linear yang besar. Dalam makalah ini penyelesaian dilakukan dengan membawa masalah tersebut menjadi masalah kuadrat terkecil tak linear yang selanjutnya diselesaikan dengan algoritma Levenberg-Marquard. Model jaringan pipa distribusi air Jaringan pipa distribusi tersusun atas sejumlah hingga segmen pipa dengan panjang dan diameter yang telah diketahui, yang menghubungkan N titik simpul (node). Titik simpul menyatakan lokasi tempat aliran air masuk atau keluar dari jaringan pipa dan juga titik referensi untuk tekanan pada jaringan pipa. Diasumsikan aliran air dalam keadaan tunak; serta tidak terdapat pompa dan control valves pada jaringan pipa. Air mengalir dari reservoir kedalam jaringan pipa secara gravitasi. Untuk persamaan aliran dalam pipa digunakan persamaan Hazen-Williams, yang populer digunakan ([1], [3], [4] dan [6]). Dalam satuan U.S. Customary System diberikan oleh: 0.54 2.63 1 0.4329 i j ij h ij i j ij p p Q C D z z L 駈 件 醐 (1) dengan ij Q menyatakan laju alir (ft3/s) dalam segnen pipa yang menghubungkan titik-titik simpul i dan j, pi dan pj, zi dan zj masing-masing menyatakan tekanan (lb/ft2) dan ketinggian (elevasi) (ft) di titik-titik simpul i dan j. Lij dan Dij menyatakan panjang (ft) segmen pipa dan diameter-dalam (ft) pada segmen pipa antara titik-ttik simpul i dan j. Ch adalah koefisien Hazen-Williams (tak berdimensi) dan 粒 (= 62.4 lb/ft3) adalah berat spesifik air. Nilai Ch untuk pipa yang licin akan lebih besar dibandingkan dengan nilai Ch untuk pipa yang permukaannya lebih kasar. Dari persamaan kontinuitas kita peroleh bahwa jumlah aljabar banyaknya air yang masuk dan keluar dari sebuah titik simpul adalah sama dengan nol. Sehingga untuk sebuah titik simpul m yang bertetangga dengan titik simpul j dan k kita peroleh 0 m jm mk m f Q Q QN (2) dengan QNm adalah laju alir yang keluar atau masuk kedalam jaringan distribusi melalui titik simpul m. Untuk jaringan yang memiliki N titik simpul akan terdapat N persamaan serupa dengan persamaan (2). Gambar 1 memperlihatkan sebuah jaringan pipa distribusi air yang memiliki 33 titik simpul. Air dialirkan dari titik simpul 1 (reservoir) ke 32 titik penyerahan. Sebagai contoh untuk titik simpul nomor 23 persamaan (2) menjadi 23 22 23 23 24 23 25 f Q Q Q 0 (3)
  • 3. Gambar 1 Skema jaringan pipa distribusi air dengan 33 titik dan 40 segmen Memanfaatkan persamaan (1) ke dalam persamaan (3) kita peroleh 0.54 2.63 22 23 23 22 23 22 23 22 23 0.54 2.63 23 24 23 24 23 24 23 24 2.63 23 25 23 25 23 25 23 25 1 0.4329 1 0.4329 1 0.4329 h h h p p f C D z z L p p C D z z L p p C D z z L 0.54 0 件件 (4) Dengan cara yang sama akan diperoleh persamaan serupa dengan persamaan (4) untuk masing-masing titik simpul pada jaringan distribusi dalam Gambar 1. Karena terdapat 33 titik simpul maka akan terdapat 33 persamaan serupa dengan persamaan (4). Sehingga akan diperoleh sebuah sistem persamaan tak linear untuk keadaan tunak bagi jaringan distribusi air pada Gambar 1. Jika nilai masing-masing peubah bebas pada sistem persamaan tersebut adalah sedemikian rupa sehingga masing-masing fi nilainya menjadi (atau dekat) nol, maka sistem jaringan pipa distribusi tersebut dikatakan berada dalam kesetimbangan. Sistem persamaan yang dihasilkan memuat peubah yang terdiri dari tekanan pada titik simpul ( pi ), laju alir air keluar atau masuk ke dalam jaringan melalui titik simpul ( QNi ), diameter pipa ( Dij ), ketinggian titik simpul ( zi ) serta panjang segmen pipa ( Lij ). Pada jaringan pipa distribusi yang sudah terpasang maka diameter pipa dan panjang segmen pipa beserta ketinggian titik-titik simpul jaringan pipa besarnya sudah tertentu. Sehingga jika kita memiliki N titik simpul, maka sistem persamaan akan memiliki 2N peubah (yaitu pi dan QNi , i = 1, 2, . . . , N). Dengan demikian dimungkinkan untuk menggunakan N persamaan yang dimiliki untuk menghitung nilai N peubah dari 2N peubah yang dimiliki. N peubah yang nilainya dihitung ini dikenal sebagai peubah bebas, sedangkan sisanya, juga sebanyak N diberi nilai tertentu sehingga sistem persamaan tersebut dapat
  • 4. diselesaikan. Sistem terakhir ini sudah dalam bentuk sistem persamaan tak linear dengan N persamaan dan N peubah. Selanjutnya paling tidak satu dari QNi berupa peubah bebas dan satu dari pi nilainya diketahui sebagai tekanan referensi untuk sistem jaringan tersebut. Penyelesaian Model Jika system persamaan yang kita miliki kita tulis sebagai 1 2 1 2 dengan , , , dan , , , T T N N f x 0 f x f x f x f x x x x x (5) maka masalah yang dihadapi adalah masalah menentukan akar sistem persamaan (5). Sidarto et.al. (2007) menggunakan kombinasi metode Newton dan Algoritma Genetika untuk menyelesaikan persamaan (5). Makalah ini mengemukakan teknik penyelesaian yang berbeda yang menghasilkan teknik penyelesaian yang lebih bersifat adaptif, dengan memanfaatkan algoritma Levenberg-Marquard. Penyelesaian persamaan (5) dirumuskan kembali menjadi masalah kuadrat terkecil tak linear berikut. Diberikan fungsi bernilai vektor : dengan . n m f 臓 a 臓 m続 n Diinginkan untuk meminimumkan f (x) , atau secara ekivalen mencari argmin {F( )} * = x x x (6) dengan ( ) ( ( )) ( ) ( ) ( ) 2 2 1 1 1 2 2 2 1 m T i i F f = x = 奪 x = f x = f x f x (7) Perhatikan bahwa jika x merupakan akar dari persamaan (5) maka juga akan meminimumkan F x pada persamaan (7) (dengan m n N ) karena F 0 dan F 0 bila x x f x 0 . Jika kita menggunakan metode Newton untuk persamaan (5) maka iterasi yang dilakukan adalah Selesaikan ; : n n J x h f x x xh (8) Dengan J adalah matriks Jacobi untuk f dan hn adalah vektor arah iterasi (descent direction) pada iterasi ke n. Sedangkan jika kita menggunakan metode Gauss-Newton untuk masalah ini dengan merumuskan kembali masalah tersebut menjadi masalah meminimumkan fungsi 1 2 T F x f x f x , maka iterasi yang dilakukan adalah Selesaikan ; : T T gn gn J x J x h J x f x x x h (9) Jika Jx tak singular maka kita peroleh gn n h h . Vektor T J f tidak lain adalah vektor gradien untuk F x . Karena 0 T T T T gn gn gn h J f h J J h maka gn h merupakan suatu descent direction. Metode Levenberg-Marquard pada dasarnya merupakan metode Gauss-Newton dengan damping. Langkah iterasi pada metode Levenberg-Marquard yaitu lm h didefinisikan melalui modifikasi persamaan (9) berikut (lihat misalnya Bazaraa et.al (1993)) dengan 0 T T lm J J I h J f (10)
  • 5. Parameter damping memiliki beberapa implikasi berikut: 1. Untuk setiap m> 0 matriks koefisien persamaan (10) bersifat definit positif. Ini menjamin bahwa lm h merupakan sebuah descent direction. 2. Untuk nilai m yang besar kita peroleh 1 T lm h J f m ; - Ini merupakan suatu langkah pendek dalam metode steepest descent. Hal ini baik jika iterasi nya masih jauh dari titik solusi. 3. Jika m nilainya sangat kecil, maka lm g n h ; h , yang merupakan langkah bagus disaat-saat akhir iterasi, saat x sudah cukup dekat dengan * x . Jika F( ) 0 * x = (atau sangat kecil nilainya), maka kita peroleh kekonvergenan yang (hampir) bersifat kuadratik. Jadi parameter damping mempengaruhi baik arah maupun panjang langkah iterasi. Dengan demikian jika diawal proses iterasi titik iterasi masih jauh dari akar yang sesungguhnya maka akan sangat ideal jika pola iterasi steepest descent, yang dikenal cukup robust, digunakan. Selanjutnya jika sudah cukup dekat dengan akar yang akan dicari barulah pola Gauss-Newton, yang sensitif terhadap nilai (tebakan) awal akan tetapi memiliki laju konvergensi (hampir) kuadratik , diaktifkan. Pada metode Levenberg- Marquard peralihan pola iterasi ini dapat dilakukan secara adaptif, sehingga metode ini dipilih untuk menyelesaikan sistem persamaan tak linear skala besar yang dihasilkan pada masalah jaringan pipa distribusi air yang dihadapi. Ilustrasi Gambar 1 memperlihatkan bagian dari sistem jaringan pipa distribusi air PDAM kota Bandung. Air didistribusikan, secara sistem gravitasi, dari reservoir Badak Singa (titik simpul nomor 1) ke 32 titik penyerahan. Data untuk masing-masing segmen pipa, seperti panjang dan diameter-dalam pipa, tekanan di reservoir dan permintaan laju alir air pada masing-masing titik penyerahan, diberikan. Masalah yang akan diselesaikan adalah menentukan distribusi tekanan pada masing-masing titik simpul selain titik simpul nomor 1 dan laju alir air beserta arah alir pada masing-masing segmen pipa. Di sini kita memiliki sebuah sistem persamaan tak linier dengan 33 persamaan dan 33 peubah bebas. Tabel 1 memperlihatkan masukan data elevasi dan hasil distribusi tekanan di setiap titik, sedangkan masukan data panjang dan diameter-dalam beserta hasil perhitungan laju alir air di setiap segmen pipa diberikan pada Tabel 2. Gambar 2 memperlihatkan arah alir air pada jaringan pipa distribusi air tersebut. Hasil yang diperoleh telah dibandingkan dengan hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak EPANET 2.0, yang dikembangkan oleh U.S. Environment Protection Agency, juga dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
  • 6. Tabel 1 Masukan data elevasi dan hasil distribusi tekanan di setiap titik Nama Node Ketinggian Laju Alir Lavenberg-Marquard EPANET % beda (ft) (ft3/s) Tekanan (lb/ft2) Tekanan (lb/ft2) 1 2452,40 7,3311 550,99 550,99 0 2 2442,26 -0,0922 632,654 632,6064 0,0075 3 2391,08 -0,0922 3825,34 3825,0432 0,0078 4 2351,71 -0,0378 6281,68 6281,1936 0,0077 5 2359,58 -0,0378 5790,55 5790,096 0,0078 7 2375,66 -0,0378 4787,05 4786,6898 0,0075 8 2329,40 -0,2077 6252,69 6248,5344 0,0665 10 2312,99 -0,2077 8697,26 8696,5776 0,0078 11 2316,93 -0,338 8451,46 8450,8128 0,0077 12 2314,96 -0,1303 8574,43 8573,76 0,0078 13 2343,83 -0,0378 6773,11 6772,5792 0,0078 14 2352,36 -0,0378 6239,33 6238,8288 0,0080 15 2317,59 -0,1303 8408,83 8408,1744 0,0078 16 2312,99 -0,2906 8507,67 8506,7856 0,0104 17 2342,19 -0,0378 6827,45 6826,8528 0,0087 18 2365,49 -0,0378 5404,07 5403,6144 0,0084 19 2370,41 -0,0378 5113,07 5112,6768 0,0077 20 2399,28 -0,1268 3312,61 3312,36 0,0075 21 2428,48 -0,1268 1470,88 1470,7152 0,0112 22 2363,52 0 5454,37 5453,7408 0,0115 23 2345,80 -0,3157 6512,74 6511,9392 0,0123 24 2345,80 -0,5608 6520,72 6519,9312 0,0121 25 2312,99 -0,3157 8490,53 8489,4192 0,0131 26 2301,51 -0,1134 9231,06 9229,968 0,0118 27 2329,40 -0,1134 7533,52 7532,6544 0,0115 28 2298,56 -0,3475 9366,19 9364,968 0,0130 29 2294,62 -0,6622 9596,83 9595,5408 0,0134 30 2296,59 -0,9422 9215,75 9213,8112 0,0210 31 2296,59 -0,1134 9219,19 9217,2672 0,0209 32 2312,99 -0,1134 8249,58 8247,7008 0,0228 33 2268,04 -1,4988 10995 10992,9456 0,0187 34 2263,45 0 11380,3 11378,448 0,0163 35 2257,55 -0,1896 11882,9 11881,368 0,0129
  • 7. Tabel 2 Masukan data panjang dan diameter-dalam beserta hasil perhitungan laju alir air di setiap segmen Link Awal Akhir Diameter Length Levenberg-Marquard EPANET % beda (ft) (ft) Laju Alir (ft3/s) Laju Alir (ft3/s) 1 - 2 1 2 6,562 328 7,3311 7,330972 0,0017 Link - 36 2 21 1,965 1184,4 3,1615 3,161722 0,0070 Link - 37 2 3 3,642 2969,2 1,7981 1,797870 0,0128 Link - 38 2 20 3,425 2992,1 2,2793 2,279209 0,0040 Link - 39 3 4 3,642 1200,8 1,7059 1,705699 0,0118 Link - 40 4 5 2,795 1279,5 0,2833 0,283224 0,0270 Link - 41 5 7 2,589 2500 0,2455 0,245437 0,0257 Link - 42 7 8 0,348 2624,7 0,2077 0,207650 0,0240 Link - 43 21 22 1,982 4311 3,0347 3,034943 0,0080 Link - 44 22 23 1,742 1555,1 3,0347 3,034943 0,0080 Link - 45 23 24 1,742 2460,6 0,905558 0,905821 0,0291 Link - 46 24 18 1,316 3608,9 1,46636 1,466618 0,0176 Link - 47 18 19 1,316 492,13 1,50416 1,504405 0,0163 Link - 48 20 19 3,425 1715,9 2,1525 2,152429 0,0033 Link - 49 18 17 0,039 1003,9 0 0,000000 0,0000 Link - 50 17 14 0,827 820,21 0,598251 0,597877 0,0625 Link - 51 14 19 3,425 984,28 0,633092 0,632839 0,0400 Link - 52 19 4 0,492 1053,2 0,022546 0,022601 0,2451 Link - 53 4 13 3,642 1486,2 1,36225 1,362087 0,0120 Link - 54 13 14 1,647 656,17 0,648453 0,648377 0,0117 Link - 55 17 16 0,492 1125,3 0,235056 0,234843 0,0909 Link - 56 16 15 0,676 1640,4 0,515194 0,514888 0,0595 Link - 57 15 14 3,212 1673,2 0,645494 0,645199 0,0457 Link - 58 13 12 3,425 2473,8 0,676 0,675923 0,0114 Link - 59 12 11 3,425 715,22 0,5457 0,545612 0,0162 Link - 60 11 10 2,635 2296,6 0,2077 0,207650 0,0240 Link - 61 23 25 1,742 1643,7 3,62456 3,625051 0,0135 Link - 62 25 28 1,742 656,17 3,40745 3,407866 0,0122 Link - 63 28 29 1,742 492,13 3,05995 3,060369 0,0137 Link - 64 29 35 1,742 2854,3 1,61749 1,617765 0,0170 Link - 65 35 34 1,083 1761,8 1,42789 1,428125 0,0165 Link - 66 34 33 1,181 1975,1 1,42789 1,428125 0,0165 Link - 67 33 30 0,817 1968,5 0,0709112 0,070629 0,3991 Link - 68 25 26 0,617 2887,1 0,0985948 0,098528 0,0679 Link - 69 26 27 0,659 1706 0,211995 0,211888 0,0505 Link - 70 27 17 0,758 3280,8 0,325395 0,325601 0,0633 Link - 71 16 32 0,676 2788,7 0,45965 0,459091 0,1218 Link - 72 32 31 0,817 2460,6 0,34625 0,345731 0,1502 Link - 73 31 30 0,817 328,08 0,23285 0,232371 0,2063 Link - 74 30 29 0,817 2624,7 0,780261 0,780454 0,0248
  • 8. Gambar 2 Arah alir air pada jaringan pipa distribusi air di Gambar 1 Simpulan Penentuan distribusi tekanan pada jaringan pipa distribusi air bersih secara matematika dapat dirumuskan sebagai masalah mencari akar sistem persamaan tak linear yang umumnya berukuran besar. Dalam makalah ini masalah tersebut dirumuskan kembali sebagai suatu masalah kuadrat terkecil tak linear yang diselesaikan dengan algoritma Levenberg-Marquard. Selanjutnya hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung laju alir dan arah alir air pada masing-masing segmen pipa. Hasil yang diperoleh dengan metode ini memperlihatkan kedekatan yang cukup baik dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak EPANET 2.0. Ucapan Terimakasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada PDAM Kota Bandung atas dukungan data yang digunakan dalam makalah ini. Daftar Pustaka [1] American Water Works Association. 2004. Steel Water Pipe: A Guide for Design and Installation, 4th Edition. Denver. [2] Bazaraa, M.S., H.D. Sherali and C.M. Shetty. 1993. Nonlinear Programming, 2nd Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York. [3] Bombardelli F.A. and M.H. Garcia. 2003. Hydraulic Design of Large-Diameter Pipes. J. Hydraul. Eng., 129(11), 839-846 [4] Mott, R.L. 2000. Applied Fluid Mechanic , 5th Edition. Prentice Hall, New Jersey. [5] Sidarto K.A., et.al.. 2007. Pemodelan dan Pengembangan Software Perhitungan Headloss Jaringan Pipa Distribusi Air. Studi Kasus: Jaringan Distribusi Air PDAM. Laporan Riset KK 2007, LPPM-ITB. [6] Walski, T.M. 2005. Discussion of Hydraulic Design of Large-Diameter Pipes by Fabian A. Bombardelli and Marcelo H. Garcia. J. Hydraul. Eng. March 2005, p. 224