PERAN KELUARGA DALAM MENANGGULANGI PERNIKAHAN SESAMA JENIS, PENGERTIAN PERNIKAHAN DAN KASUS (berbagai pandangan dan sumber)
1 of 20
Downloaded 20 times
More Related Content
Makalah mpk agama islam peran keluarga dlm lgbt
1. 1
Makalah MPK Agama Islam
PERAN KELUARGA DALAM MENANGGULANGI
PERNIKAHAN SESAMA JENIS
Kelompok HG3
Khairunnisa Nazhifah
1506731795
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2016
2. 2
Daftar Isi
Cover.1
Daftar Isi...2
LANDASAN TEORI
A. Contoh Kasus LGBT di Indonesia..3
B. Pernikahan....4
C. Keluarga7
D. Peran dan Fungsi Keluarga secara Umum9
E. Peran Keluarga Agar Terhindar dari Pernikahan Sejenis.13
DAFTAR PUSTAKA .22
3. 3
A. Contoh Kasus LGBT di Indonesia
Kelompok pejuang LGBT mulai berani unjuk gigi di Indonesia, setelah
beberapa negara Eropa dan Amerika melegalkan pernikahan antar sejenis.
Mereka ingin keberadaan mereka diakui di Indonesia. Bila para pendukung
mereka sadar, LGBT (Lesbian Gay Bisexual Transgender) telah membuat
sebuah negeri hancur.
Sejarah mencatat negeri Sodom dihancurkan karena orientasi seksual
mereka yang menyimpang. Sejarah ini tercantum dalam tiga kitab suci agama
sekarang, jadi bisa disimpulkan yang terjerumus dalam LGBT adalah orang
yang jauh dari agama.
Kelompok ini akan menghancurkan sebuah negeri, angka kejahatan
(termasuk kejahatan seksual) naik, dan habitat manusia terancam punah karena
tidak ada pembuahan. Tunggu saja kehancuran negara-negara yang melegalkan
pernikahan sesama jenis.
Orientasi seksual menyimpang adalah sebuah penyakit, dan bisa
dideteksi sejak dini untuk pencegahan. Penyakit ini sulit disembuhkan, dan
penderita punya tabiat menularkan pada orang lain. Indonesia tidak menerapkan
hukuman pada pelaku ini, maka masyarakat tidak boleh main hakim sendiri,
namun bukan berarti masyarakat boleh membiarkan prilaku ini merusak masa
depan bangsa.
Menurut Republika, deteksi dini kelainan seksual baru bisa diketahui
saat seseorang sudah memasuki masa puber
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/27/o1l4ro365-
perilaku-homoseksual-tak-dapat-dilihat-dari-pilihan-bermain-saat-anakanak).
Sebelum puber cukup sulit mendeteksi orientasi seksual, namun perilaku
keseharian dapat mercerminkan orientasi seksual seseorang.
Keluarga menjadi ujung tombak pencegahan penyimpangan orientasi
seksual. Dari sanalah asal mula seseorang, dan menjadi orang seperti yang
diinginkan orang tua. Bentengi keluarga dengan pengetahuan agama dan jalani
perintah dan laranganNya. LGBT merupakan dampak dari agama baru tanpa
kitab suci; sekuler dan liberal.
4. 4
Didiklah anak-anak sedari balita sesuai dengan jenis kelaminnya.
Pakaian yang dikenakan sesuaikan dengan jenis kelamin, kenalkan permainan
yang identik dengan laki-laki dan mana yang identik dengan perempuan.
Sampai jenis sepeda juga harus dibedakan sepeda laki-laki dan sepeda
perempuan. Lalu pisahkan tempat tidur anak-anak saat mereka sudah puber.
Berikanlah pemahaman kepada keluarga, terutama anak-anak supaya
tidak menyerupai lawan jenisnya. Laki-laki tidak boleh bergaya menyerupai
perempuan, demikian pula dengan perempuan tidak boleh bergaya seperti laki-
laki. Katakanlah bahwa perbuatan tersebut menjijikkan dan mendatangkan
dosa.
Nasehatilah keluarga agar jangan sekali-kali mendekat kepada LGBT.
Jelaskan apa itu LGBT, bahaya dan masa depan pengidap penyakit ini. Perilaku
ini sangat beresiko terkena virus HIV yang mematikan.
Anak dari single parent rentan dengan penyimpangan ini karena ada
ketimpangan asuhan dalam keluarga. Keluarga ideal terdiri dari ayah, ibu, dan
anak, dikhawatirkan anak yang tidak memiliki keluarga utuh akan membuat
penilaian salah terhadap lawan jenis. Jangan biarkan anak berkembang tanpa
bimbingan ayah dan ibu.
Kejahatan seksual sering dilakukan kelompok ini dengan target anak-
anak. Mereka merusak tatanan kehidupan dan merusak masa depan anak. Ingat
dengan kasus Ryan Jombang pembunuh berantai? Dia membunuh karena
cemburu dengan pacar sesama jenis.
B. Pernikahan
Pernikahan merupakan salah satu tujuan hidup seorang manusia
(Duvall & Miller, 1985). Pernikahan merupakan awal terbentuknya sebuah
keluarga (Blood & Blood, 1978). Menurut Undang Undang Pernikahan yang
berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 1 Tahun 1974, pernikahan adalah:
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
5. 5
Esa.
Definisi ini menguatkan bahwa pernikahan selayaknya dilakukan oleh
seorang pria dan seorang wanita, atau pasangan heteroseksual, dengan tujuan
membentuk sebuah keluarga yang didasari oleh kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Pernikahan akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu, salah
satunya adalah pembagian peran antara suami dan istri. Dalam pernikahan
heteroseksual di Indonesia, suami atau laki-laki, memegang peran sebagai
kepala keluarga, sedangkan Istri, atau perempuan, akan memegang peran
sebagai ibu rumah tangga. Hal ini didukung oleh UU No. 1 Tahun 1974 Pasal
31 ayat (3) yang mengatakan Suami adalah kepala keluarga dan Istri adalah
Ibu rumah tangga.
Definisi keluarga menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional atau disingkat BKKBN (2011) adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, atau suami istri dan anak-anaknya.
Seiring dengan berkembangnya zaman, mulai banyak bentuk keluarga yang
tadinya tidak dianggap keluarga kini disebut sebagai keluarga (Faturochman,
2001). Kini muncul bentuk keluarga lainnya seperti keluarga Orangtua
Tunggal atau single parent, yaitu keluarga yang hanya terdiri dari seorang Ibu
atau seorang Ayah dan anak-anaknya. Selain keluarga single parent, di Barat
berkembang juga keluarga yang terbentuk karena pernikahan sesama jenis atau
pernikahan homoseksual, dimana keluarga tersebut terdiri atas dua orang Ayah
atau dua orang Ibu dan anak- anaknya.
Menurut Milbank (2003) saat ini kita masih kekurangan informasi
bagaimana keluarga homoseksual terbentuk dan fungsi yang terjadi di
dalamnya. Namun, Solomon (2005) mengemukakan bahwa keluarga
homoseksual diawali oleh legalisasi pernikahan sesama jenis itu sendiri. Di
tahun 2012, sudah ada 10 negara totalnya yang telah melegalkan pernikahan
sesama jenis, yaitu Belanda, Belgia, Spanyol, Portugal, Swedia, Norwegia,
Islandia, Canada, Argentina, dan Afrika Selatan. Selain sepuluh negara
tersebut, banyak negara lainnya sudah pula mengesahkan hubungan cinta
sesama jenis meskipun belum dalam bentuk pernikahan, melainkan masih
6. 6
dalam perwujudan kebersamaan terdaftar resmi (civil union/registered
partnership), diantaranya adalah: Britania Raya (Inggris, Wales, dan
Skotlandia), Irlandia, Liechtenstein, Austria, Jerman, Luxembourg, dan Brazil.
Amerika Serikat memang belum melegalkan pernikahan sesama jenis secara
nasional. Akan tetapi saat ini sudah 6 negara bagian yang melegalkannya,
yaitu: Massachusetts, Iowa, Connecticut, New Hampshire, Vermont, dan New
York. Ditambah dengan Distric of Columbia (wilayah dimana ibukota AS,
Washington D.C. terletak) yang juga sudah melegalkan pernikahan sejenis
(Destriyana, 2012).
Di Indonesia sendiri tampaknya legalisasi pernikahan sesama jenis
masih sangat sulit direalisasikan.Walaupun demikian, perjuangan kelompok
homoseksual untuk dapat menikah tetap ada. Salah satu faktanya adalah tahun
1981 Indonesia dihebohkan oleh terungkapnya pernikahan antara Jossie dan
Bonie, yang merupakan pasangan lesbian. Pernikahan mereka dilaksanakan
pada tanggal 6 Juli 1981 di sebuah Cafee di Jakarta (Boellstroff, 2002). Selain
Jossie dan Bonnie, ada pasangan Wim dan Phillip yang menikah di
Yogyakarta. Wim dan Philip adalah pasangan gay pertama di Indonesia yang
melegalkan hubungan mereka dalam sebuah pernikahan (Gunadi, Rahman,
Indra, dan Sujoko, 2003). Wim adalah seorang warga negara Belanda,
sedangkan Philip adalah Warga Negara Indonesia. Keduanya sudah menikah
secara resmi di Belanda dan kini keduanya menetap di Yogyakarta.
Kedua peristiwa ini menjadi awal keterbukaan adanya kelompok
LGBT di Indonesia, khususnya lesbian dan gay. Tidak bisa dipungkiri lagi
bahwa saat ini jumlah kelompok homoseksual, baik lesbian atau gay, semakin
berkembang. Seperti diungkapkan oleh
Dr. Dede Oetomo (2009) yang merupakan Ketua GaYa Nusantara,
salah satu organisasi gay terbesar di Indonesia, data statistik menunjukkan 8-
10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman
homoseksual. Dari jumlah ini, diperkirakan jumlah homoseksual mencapai
sekitar 1% dari total penduduk Indonesia (Oetomo, 2009).
Pernikahan membawa konsekuensi pembagian peran, seperti yang
sudah dikemukakan di awal. Pembagian peran pasangan menikah ini dalam
7. 7
UU No. 1 Tahun 1974 diatur berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki sebagai
kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Hal ini menjadi
sangat menarik apabila pernikahan tersebut merupakan pernikahan sesama
jenis. Jenis kelamin tidak lagi dapat dijadikan dasar pembagian peran gender.
Fa, seorang blogger gay, menulis sebuah artikel berjudul suami-
suami part I dan suami-suami part II dimana didalamnya ia menceritakan
bagaimana ia dan pasangannya menjalani kehidupan pernikahan mereka. Ia
juga menulis mengenai pembagian peran yang dijalani keduanya dalam
berumah tangga. Ia menceritakan bahwa dalam kehidupan rumah tangga
yang ia jalani dengan pasangan ia memang memiliki tugas-tugas tertentu yang
harus ia lakukan, begitu pula dengan pasangannya. Akan tetapi apa yang
menjadi dasar pembagian peran ini masih belum diketahui secara pasti. Saat
ini pasangan homoseksual baru memiliki pembagian peran seksual.
Banyak yang mengartikan peran seksual ini akan berpengaruh pada
pembagian peran lainnya. Padahal peran domestik, peran karir, peran
perencanaan keuangan, peran sosial dan peran seksual adalah hal yang berbeda
(Solomon, 2005). Peran seksual hanya sebatas peran yang dijalani oleh lesbian
atau gay men dalam melakukan hubungan seksual (Johns Pingel, Eisenberg,
Santana dan Bauermeister, 2012). Peran seksual dalam hubungan lesbian
adalah butch dan femme, sedangkan dalam hubungan gay men terdapat
peran seksual top, bottom dan versatile (Johns et al., 2012).
C. Keluarga
Banyak ahli mendefinisikan tentang keluarga sesuai dengan
perkembangan sosialdi masyarakat. Berikut ini akan dikemukakan definisi
keluarga menurut beberapa ahli.
Duvall dan Logan (1986) menguraikan definisi keluarga adalah
Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi
yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari
tiap anggota keluarga.
8. 8
Bailon dan Maglaya (1989) mendefinisikan sebagai berikut :
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena
hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lain, dan
didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
suatu budaya.
Departemen Kesehatan R.I. 1998
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal
disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan dalam saling
ketergantungan.
WHO 1969
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.
Bergess (1962)
Keluarga terdiri atas kelompok orang yang mempunyai ikatan
perkawinan, keturunan atau hubungan sedarah atau hasil adopsi ,
anggota tinggal bersama dalam satu rumah, anggota berinteraksi dan
berkomunikasi dalam peran sosial, serta mempunyai kebiasaan/
kebudayaan yang berasal dari masyarakat, tetapi mempunyai keunikan
tersendiri.
Dari pengertian diatas tentang keluarga maka dapat disimpulkan
bahwa karakteristik keluarga dalah sebagai berikut :
1. Terdiri atas dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi.
2. Anggoata keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
9. 9
mempunyai peran sosial, suami, istri, anak, kakak, adik.
4. Mempunyai tujuan yaitu : menciptakan dan mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan sistem.
Sebagai sistem keluarga mempunyai anggota yaitu : ayah, ibu dan anak atau
semua individu yang tinggal didalam rumah tangga tersebut.
D. Peran dan Fungsi Keluarga secara Umum
Fungsi dan tugas keluarga.
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga
sebagai berikut :
1. Fungsi biologis
a. Untuk meneruskan keturunan.
b. Memelihara dan membesarkan anak.
c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
d.
2. Fungsi psikologis
a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga.
b. Memberikan perhatian diantara keluarga.
c. Memberikan kedewasaan kepribadian anggota keluarga.
d. Memberikan identitas keluarga.
3. Fungsi sosialisasi
a. Membina sosialisasi pada anak.
b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan masing-masing.
c. Meneruskan nilai-nilai budaya.
4. Fungsi ekonomi
a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
b. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa
10. 10
yang akan datang.
5. Fungsi pendidikan
a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan,
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya.
b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan dating dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar didalamnya
terdapat delapan tugas pokok didalamnya yaitu sebagai berikut :
a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
b. Memelihara sumber-sumber daya dalam keluarga.
c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing.
d. Sosialisasi antar anggota keluarga.
e. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
g. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih
luas.
Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
(Nasrul Effendy, 1998 : 37).
Friedmann (1986) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga,
sebagai berikut :
a. Fungsi afektif (The Affective Function).
Fungsi efektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga,
yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi
afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
11. 11
keluarga.
Tiap anggoata keluarga saling mempertahankan iklim yang positif.
Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan
hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil
melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat
mengembangkan konsep diri positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan
fungsi afektif adalah :
1) Memelihara saling asuh (mutual nurturance)
Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, dan
saling mendukung antar anggota.
2) Keseimbangan saling menghargai
Adanya sikap saling menghargai dengan mempertahankan iklim
yang positif dimana tiap anggota diakui serta dihargai keberadaan
dan haknya sebagai orang tua maupun sebagai anak, sehingga
fungsi afektif tercapai.
3) Pertalian dan identifikasi.
Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari kebutuhan-
kebutuhan individu dalam keluarga adalah pertalian (bonding) atau
kasih sayang (attechment). Kasih sayang adalah ikatan emosional
yang relative unik dan abadi antara dua orang tertentu. Ikatan dimulai
sejak pasangan sepakat memulai hidup baru.
Hubungan dikembangkan dengan hubungan orang tua dan anak
melalui proses identifikasi. Identifikasi merupakan unsur penting
dalam pertalian dan inti dari hubungan keluarga.
4) Keterpisahan dan keterpaduan
Untuk merasakan dan memenuhi kebutuhan psikologis,
12. 12
anggota keluarga harus mencapai pola keterpisahan (separatness)
dan keperpaduan yang memuaskan .
b. Fungsi sosialisasi (The Socialization Function).
Keluarga merupakan tempat individu melakukan sosialisasi.
Sosialisasi dimulai pada saat lahir dan akan diakhiridengan
kematian. Pada setiap tahap perkembangan keluarga dan individu
(anggota keluarga) dicapai melalui interaksi atau hubungan yang
diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin,
norma, budaya serta perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam
keluarga, sehingga individu mampu berperan di masyarakat.
c. Fungsi reproduksi (The Reproductive Function).
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi (The Economic Function).
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan seperti :
sandang, pangan dan papan maka keluarga memerlukan sumber
keuangan.
e. Fungsi perawatan kesehatan (The Health Care Function)
Fungsi keperawatan kesehatan merupakan pertimbangan
vital dalam pengkajian keluarga yang memerlukan penyadiaan
kebutuhan-kebutuhan fisik, seperti : makanan, pakaian, tempat
tinggal, dan perawatan kesehatan. Jika dilihat dari perspektif
masyarakat, keluarga merupakan sistem dasar, dimana perilaku
sehat dan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan dan
diamankan.
13. 13
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :
(Friedman, 1998)
a. Mengenal masalah kesehatan.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah tangga yang sehat.
e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas
kesehatan masyarakat.
E. Peran Keluarga Agar Terhindar dari Pernikahan Sejenis
(Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender) menjadi sorotan media dan
publik belakangan ini. Apalagi setelah Mahmakah Agung Amerika telah
memutuskan pengakuan akan hak konstitusional kaum LGBT Amerika.
Akibatnya, Indonesia sebagai negara yang begitu menantang penyimpangan
cara hidup ini turut resah bila kondisi tersebut akan berdampak besar bagi
kehidupan warganya.
Keresahan ini juga tentunya akan dialami oleh para orang tua yang
mempunyai anak-anak remaja dan dewasa. Dengan faktor lingkungan dan
pergaulan, LGBT yang dikenal sebagai salah satu jenis kelainan seksual dan
psikologis ini dinilai rentan mempengaruhi anak-anak muda saat ini. Hubungan
lelaki dengan lelaki disebut sebagai gay, sementara antara perempuan dengan
perempuan disebut sebagai lesbian.
Akhir-akhir ini, fenomena LGBT kian merebak. Seperti diketahui,
LGBT adalah fenomena yang ditujukan pada para Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender. Maraknya pembahasan fenomena LGBT akhir-akhir
ini, mendorong Elly Risman, MPsi., psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati,
untuk membahas mengenai pola asuh agar anak terhindar dari LGBT.
Memang, penyebab seseorang menjadi LGBT sangat kompleks. Banyak
pula kontroversi mengenai hal ini. Namun, menurut Elly Risman, pola asuh juga
bisa menjadi salah satu senjata untuk membuat anak terhindar dari LGBT. Nah,
14. 14
disarikan dari video Elly Risman, mari kita simak apa saja pola asuh penyebab
anak menjadi LGBT.
1. Orangtua yang Tidak Peduli
Psikolog anak lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan,
kebanyakan orangtua cuek atau abai, kurang peduli, bahkan seolah kurang
ngeh terhadap anak-anak mereka. Sehingga menyebabkan para anak
khususnya anak laki-laki menjadi lemah dalam BMM. Yang dimaksud
BMM oleh Elly Risman adalah lemah dalam Berfikir, Memilih, dan
Mengambil keputusan.
2. Hilangnya Peran Papa
Tidak sedikit orangtua yang keliru saat mengasuh anak laki-laki.
Kenapa anak laki-laki? Karena menurut penelitian, otak kiri laki-laki selalu
lebih kuat dibanding otak kiri wanita. Namun, sambungan antara otak
kanan dan otak kiri pada wanita lebih baik. Sehingga para lelaki sangat
mudah fokus pada suatu hal berbeda dengan wanita yang mampu
memikirkan banyak hal dalam satu waktu.
Anak laki-laki menjadi banyak yang salah asuh karena kurangnya
sosok ayah dalam kehidupannya untuk mengembangkan otak kirinya
tersebut. Para ayah biasanya sibuk mencari nafkah sehingga hanya punya
waktu beberapa jam di malam hari dan akhir pekan untuk keluarga. Itupun
kalau tidak ada proyek lain di luar jam kerja.
Menurut Elly, saat ini peran ayah semakin tak terlihat dalam
pengasuhan anak. Zaman dahulu, para ayah selalu mengusahakan agar
punya banyak waktu dengan keluarga, sebut saja ayah dari Ibu Elly Risman
ini. Beliau bekerja tak jauh dari rumah sehingga beliau selalu bisa
menyempatkan waktu bermain bersama anak.
Untuk itu, orangtua perlu lebih meluangkan waktu agar dapat
bermain dan berinteraksi dengan anak-anak.
15. 15
3. Anak Lelaki Terlalu Banyak Berinteraksi dengan Ibu
Karena ayah tidak hadir, maka ibulah yang mendidik anak laki-laki
sepenuhnya. Contohnya, ketika si anak laki-laki masih kecil, ia dijadikan
wadah curhat ibu terhadap suaminya alias ayah dari si anak tersebut. Pada
akhirnya si anak laki-laki ini akan membanding bandingkan sosok ayahnya
dengan ayah-ayah yang lain.
Belum lagi ketika anak laki-laki tersebut beranjak dewasa. Ia
terbiasa ke mana-mana bersama ibu dan kurang ajakan dari sang ayah.
Misalnya saja menemani ibu ke salon. Hal ini bisa membuat anak tidak
punya model identifikasi untuk menjadi lelaki. Mengenai bagaimana ia
berperilaku, bersikap, dan merasa sebagai laki-laki. Dikhawatirkan, hal ini
juga bisa menjadi penyebab anak menjadi LGBT.
4. Anak Perempuan Kurang Kasih Sayang AYAH
Selanjutnya, pada anak perempuan. Banyak sekali anak perempuan
yang kekurangan pengasuhan sang ayah. Sang ayah pergi di subuh hari
menitipkan uang jajan kepada anak, pergi bekerja, kemudian kembali di
malam hari.
Banyak ayah yang mengira tugasnya hanyalah sebatas memberi
nafkah untuk masa depan anak, lantas lepas tangan terhadap yang lain.
Kurangnya kasih sayang lawan jenis khususnya sang ayah kepada
anak perempuan ini kadang kala bisa membuatnya lebih nyaman mendapat
kasih sayang dari teman atau sosok lain. Kalau teman atau sosok lainnya
tidak bermasalah, tidak mengapa. "Tapi kalau salah pemilihan sosok, bisa
ditebak apa yang akan terjadi pada si anak."
Bagaimana sebenarnya akibat dari peran ayah yang lepas terhadap
anaknya?
Menurut beberapa penelitian atas kurangnya peran ayah terhadap
anak, ini menyebabkan anak laki-laki menjadi nakal, agresif, terlibat
narkoba, dan pada ujungnya bisa terperangkap dalam seks bebas.
Sementara pada anak perempuan juga bisa berdampak pada depresi.
16. 16
Ingat, peran orangtua sangat vital dalam awal terbentuknya LGBT.
Jangan sampai justru pola asuh kita menjadi pemicu anak terlibat LGBT
tanpa kita sadari.
5. Kurang Pemahaman AGAMA
Selanjutnya adalah kurangnya pemahaman agama. Agama hanya
dikenalkan lewat berbagai ritual, tidak melalui penanaman nilai-nilai dan
perilaku.
6. Terlalu Bebas Menggunakan GADGET
Hal lain yang berpotensi jadi pemicu anak menjadi LGBT adalah
para orangtua banyak yang belum begitu paham dengan gadget seperti
smartpone, tablet, dan komputer.
Anak laki-laki menjadi sasaran utama dari pornografi dan narkoba.
Mengapa? Pasalnya, laki-laki memiliki otak kanan dominan yang lebih
mudah fokus, memiliki hormon testosteron atau hormon seks yang lebih,
serta penampilan fisik di mana organ vital berada di luar sehingga lebih
mudah distimulasi.
7. Anak Terpapar PORNOGRAFI
Semuanya berawal dari gadget, dari segala apps yang ada di
dalamnya. Segala info dan hal negatif dengan mudah didapatkan anak dari
gadget yang diberikan oleh orangtuanya sejak dini. Bahkan mengalahkan
segala asuhan orangtuanya. Pada akhirnya orangtua hanya dijadikan
sesosok penegak hukum, di mana anak bisa menjadi sosok yang berbeda
ketika berada di hadapan orang tuanya.
Pornografi masuk melalu mata, kemudian diolah dengan hati. Maka
BMM tadi pada anak sangat penting bagi anak. Pada akhirnya merangsang
dopamin, menyebabkan ketagihan, sehingga berusaha meniru bahkan
mencoba.
Maka orangtua yang santai saja, merasa aman-aman saja dengan
gadget dan segala hal yang diberikan kepada anaknya ini yang akan
17. 17
berbahaya. Ia pun berpendapat, terpaan pornografi bisa berujung pada rasa
penasaran yang bisa memicunya terlibat dalam fenomena LGBT.
Memang, jika pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak kanak-
kanak sampai usia remaja tidak diperhatikan dengan baik, setiap orang
mempunyai kecenderungan kelainan seksual. Berbagai faktor dapat menjadi
penyebab baik dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan
eksternal seperti bacaan dan tontonan yang melulu bermotif porno dan tidak
memiliki unsur edukasi seks.
Disadari atau tidak, pola hubungan dalam keluarga mempengaruhi
perilaku seksual pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sampai usia
remaja, bahkan sampai ke usia dewasa. Anak pada masa pertumbuhannya
seringkali menirukan tingkah laku orang dewasa di dalam sebuah keluarga.
Sebuah penelitian telah menyimpulkan anak yang tumbuh menjadi
remaja yang menderita LGBT disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Memiliki ayah yang dingin. Ayah secara fisik dan kejiwaan biasanya kaku
dalam mengungkapkan perasaannya. Jarang terlibat dalam kehidupan
anaknya.
2. Memiliki ibu yang terlalu besar pengaruhnya dalam keluarga. Dalam
keseharian terlalu dominan dalam keluarga dan bahkan pengambilan segala
keputusan dilakukan oleh sang ibu.
3. lbu sering tidur dengan anak laki-lakinya dan mengabaikan sang ayah.
4. lbu atau kakak parempuan tidak malu-malu mengganti pakaian atau
membuka baju di depan anak atau adiknya. Mereka menganggap anak laki-
laki seperti anak perempuan.
5. Baik ayah atau ibu jarang mendorong anak laki-lakinya untuk melakukan
kegiatan kelaki-lakian atau sikap kelaki-lakian dalam diri anak. Demikian
sebaliknya untuk anak perempuan.
6. Bagaimana perasaan ayah atau ibu terhadap jenis kelaminnya sendiri akan
mempengaruhi identitas seksual anak. Misalnya jika ibu merasa bangga
menjadi wanita, maka sikap dan perilaku ini akan ditiru anak
perempuannya.
18. 18
7. Perlakuan dan sikap masing-masing orang tua pada jenis kelamin anak.
Misalnya ada ayah yang lebih sayang pada anak perempuannya dan keras
pada anak laki-lakinya. Remaja akan menangkap kesan bahwa jenis kelamin
wanita lebih disukai di rumah ini dibanding laki-laki. Hal ini membuat anak
akan berpikir ingin menjadi anak perempuan supaya disayang ayah.
Pola hubungan keluarga sangat berpengaruh dalam perilaku seksual
anak. Berbagai aktivitas orang dewasa dalam satu rumah memberi dampak
perkembangan seksual mereka. Siapa pun tentu tidak ingin anaknya tumbuh dan
berkembang tidak normal, baik dari sisi fisik, kecerdasan, tingkah laku, moral,
seksual dan berbagai sisi lainnya.
Dari sisi seksualitas, hubungan harmonis, kasih sayang dalam keluarga
dan perilaku yang memperhatikan pembedaan jenis kelamin sangat baik
dikembangkan untuk anak agar tidak mengalami kelainan seksual.
Perlu diperhatikan perkembangan anak dalam tingkah laku seksual
mereka. Jika mereka menampakkan tingkah dan perilaku seperti di bawah ini
perlu mendapat perhatian serius, seperti misalnya:
1. Anak atau anak remaja lebih senang bergaul dengan anak-anak berjenis
kelamin yang sama yang usianya lebih muda.
2. Anak takut berbicara dengan lawan jenisnya.
3. Sebagian besar remaja pria senang memakai anting pada satu telinga atau
pada kedua telinganya.
4. Memakai pakaian yang feminin dan kurang menyukai kegiatan-kegiatan
kelelaki-lakian.
5. Anak atau remaja putri berpakaian seperti atau menyenangi kegiatan yang
biasa dikerjakan laki-laki.
Oleh karena itu, jika mendapati gejala tingkah laku anak laki-laki
mengarah kepada kelainan seksual ini harus segera dilakukan perubahan pola
hubungan dalam keluarga, seperti misalnya:
1. Sang ayah lebih banyak bergaul dengan anak laki-laki. Namun, tidak
mengurangi perhatian dan kasih sayang pada anak perempuan.
19. 19
2. Memberikan dan melakukan kegiatan kelaki-lakian bagi anak laki-laki. Ini
bukan berarti anak-anak tidak boleh bermain dengan kegiatan kewanitaan.
3. Membatasi pengaruh ibu dalam kegiatan sehari-hari pada anak lelaki.
Ingatkan pada ibu bahwa ibu tidak harus memonopoli pengambilan
keputusan dan kebijakan keluarga.
4. Berbicara secara terbuka dan terarah dengan anak-anak. Orang tua harus
mempersiapkan anak menghadapi masa depannya. Orang tua dan orang
dewasa lain harus kompak dan mau mendengar anak.
Pendekatan agama sangat berarti dalam pembentukan pola berpikir dan
berperilaku anak. Secara dini anak sudah ditanamkan nilai-nilai dasar
keagamaan. Ketika anak tumbuh ke remaja dan usia dewasa, nilai-nilai agama
tetap menjadi pegangannya.
20. 20
Daftar Pustaka
Kaelany HD, Dr. Islam Agama Universal, (Jakarta, Midada Rahma Press, 2010),
cetakan III.
Makhfudz SH MH, Muhammad. -. Berbagai Pemasalahan Perkawinan dalam
Masyarakat ditinjau dari Ilmu Sosial dan Hukum. Jakarta: Universitas
Tama Jagakarsa.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam,(Jakarta, PT RajaGrafindo, 2004),
cetakan IX.
Razak , Nasruddin, Dienul Islam, (Bandung: al-ma'arif, 1977), cetakan II.
Suryatinigsih, S.F. 2013. Pembagian Peran Pada Pasangan Orientasi Seksual
Sejenis Yang Memiliki Komitmen Marriage-Like (Studi Eksploratif
Terhadap Satu Pasangan Gay Di Kota Bandung). Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.