Dokumen tersebut membahas tentang diskriminasi tarif pajak antara wajib pajak yang memiliki NPWP dengan yang tidak memiliki NPWP. Tarif pajak untuk wajib pajak tanpa NPWP lebih tinggi, khususnya untuk PPh Pasal 21 dan 23. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memperoleh NPWP.
1 of 15
Downloaded 362 times
More Related Content
makalah NPWP
1. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Istilah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nampaknya sudah mulai
populer dikalangan masyarakat seiring dengan gencarnya sosialisasi yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kewajiban untuk memiliki
NPWP. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu
melalui iklan yang terkenal dengan slogan Punya penghasilan tapi tidak punya
NPWP? Apa kata dunia?
NPWP juga telah menjadi satu bahan pembicaraan setelah munculnya
program Sunset Policy oleh Dirjen Pajak. Dalam Undang-Undang KUP, pasal 1
NPWP dijelaskan sebagai berikut: Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Wajib Pajak (WP), berdasarkan pasal 2 UU KUP, yang telah memenuhi
persyaratan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kepemilikan
NPWP sangat terkait dengan adanya subjek dan objek pajak. Sebagai karyawan
jika telah memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
tentunya telah memenuhi unsur subjek dan objek pajak.
Jika tidak memiliki NPWP, wajib pajak akan mengalami berbagai
kesulitan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan hal lain yang berkaitan
dengan NPWP. Beberapa kesulitan diantaranya adalah berupa sanksi kurungan
dan denda berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU KUP Tahun 2000, yang pada intinya
menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri,
atau menyalahgunakan, atau menggunakan NPWP tanpa hak, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara
1
2. paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Selain itu, wajib pajak tidak memiliki identitas diri, apabila pada suatu
saat, kita (sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi) tidak lagi memperoleh atau
menerima penghasilan yang merupakan objek pajak, maka kita dapat mengajukan
permohonan pencabutan NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak tempat kita terdaftar,
wajib membayar fiscal pada saat akan berangkat ke Luar negeri, dan dibebankan
tariff pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki
NPWP.
Berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminasi tarif, dimana wajib pajak
orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih
tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Diskriminasi
tersebut misalnya pembebanan tariff pajak PPh 20% lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.
Pemerintah juga akan mengenakan tarif pajak lebih besar kepada para
karya-wan/ pegawai yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
Terhitung mulai 1 Januari 2009, Direktorat Jenderal Pajak akan mengenakan PPh
Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% dari tarif normal.
Aturan lain, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan tarif fiskal ke luar
negeri bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, naik menjadi Rp2,5 juta
untuk jalur udara dan Rp 1 juta untuk jalur laut. Tujuan Ditjen Pajak menaikkan
tarif fiskal tersebut adalah semata-mata untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak (WP) dalam hal kepemilikan NPWP.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui
bagaimana sebenarnya pembebanan tarif pajak bagi wajib pajak yang tidak
memiliki NPWP. Oleh karena itu penulis mengambil judul Tarif pajak bagi
Orang Pribadi atau Badan Non NPWP.
2
3. 1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup yang mejadi sasaran dalam makalah ini,
maka perlu diadakan rumusan masalah. Berikut rumusan masalah tersebut:
1) Mengapa ada diskriminasi tarif pajak antara orang pribadi atau badan yang
tidak memiliki NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP?
2) Tarif pemotongan pajak yang manakah yang akan menerapkan tarif lebih tinggi
kepada orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP?
3) Bagaimana system penerapan tarif pajak kepada orang pribadi atau badan
yang tidak memiliki NPWP?
4) Bagaimana perbandingan tarif pajak antara orang pribadi atau badan yang
tidak memiliki NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP?
1.2.2 Pembatasan Masalah
Pembahasan tentang nomor pokok wajib pajak (NPWP) memiliki cakupan
yang sangat luas, oleh karena itu untuk membatasinya penulis hanya membahas
tentang pembebanan tarif pajak bagi orang pribadi non NPWP.
1.3 Maksud dan Tujuan Penyusunan
Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1) Mengetahui alasan terjadinya diskriminasi tarif pajak antara orang pribadi atau
badan non NPWP dengan wajib pajak ber-NPWP.
2) Mengetahui tarif pemotongan pajak yang dnerapkan tarif lebih tingigi kepada
Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP.
3) Mengetahui sistem penerapan tarif pajak untuk orang pribadi atau badan yang
tidak memiliki NPWP.
3
4. 4) Mengetahui perbandingan antara orang pribadi atau badan yang tidak memiliki
NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.
1.4 Manfaat Penyusunan
Penulis mengharapkan makalah ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Penulis
Dengan penyusunan makalah ini penulis berharap akan lebih mengetahui dan
memahami tentang tarif pajak dan pembebanan tarif pajak kepada orang pribadi
non NPWP dan lebih menyadari akan pentingnya NPWP.
b. Bagi Pembaca
Dengan adanya makalah ini semoga pembaca lebih mengetahui adanya perbedaan
pembebanan tarif pajak. Bagaimana pembebanan tarif pajak bagi orang pribadi
non NPWP.
4
5. BAB 2
PEMBAHASAN
Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh
setiap orang pribadi atau badan yang memiliki penghasilan diatas batas
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Wajib pajak dapat mendaptarkan diri ke
kantor pelayanan pajak tempat domisili yang bersangkutan atau melalui
pendaptaran via internet.
Adanya ketentuan perpajakan yang baru semakin mendorong agar
perorangan segera mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dengan
menawarkan manfaat tambahan apabila memiliki NPWP dan pemberian sanksi
kepada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP.
Selain itu dengan berlakunya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
benar-benar akan memaksa Wajib Pajak untuk memiliki NPWP. Beberapa
ketentuan dalam UU ini memberikan insentif dan disinsentif agar orang mau
secara sukarela memiliki NPWP. Salah satu ketentuan baru yang akan mendorong
5
6. orang pribadi untuk memiliki NPWP adalah adanya ketentuan tarif pemotongan
Pajak Penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan tarif normal.
Dengan adanya peraturan pemerintah yang baru berlaku tersebut,
masyarakat menjadi resah karena aturan pajak yang baru menyebutkan bahwa
tarif pajak untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Disisi lain, kerugian
bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pembayaran fiscal
ketika akan pergi ke Luar Negeri. Tujuan dari peraturan pemerintah tersebut
adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam hal
kepemilikan NPWP. Sehingga diharapkan pada tahun 2011 semua wajib pajak
(orang pribadi) yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP. Dengan
demikian kewajiban pembayaran fiscal untuk Indonesia dapat dihapuskan.
Diskriminsi tarif pajak bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP
yaitu pada Pajak Penghasilan (PPh). Tarif pemotongan pajak yang lebih tinggi ini
diterapkan pada pajak penghasilan (PPh) dimana terdapat perbedaan persentase
yang besar antara tarif pajak bagi wajib pajak yang memiliki NPWP dengan
dengan tarif pajak orang pribadi yang tidak memiliki NPWP.
2.1 Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan (PPh) merupakan Pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama 1 tahun pajak.
Undang undang ini mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan.
Pada tahun 2008 DPR RI menyetujui diberlakukannya Undang-Undang
Pajak Penghasilan baru yang merupakan perubahan ke empat atas Undang -
Undang Pajak Penghasilan No. 7/1983 yang terakhir telah diubah dengan Undang
Undang No. 17/2000. Berdasarkan UU Pajak Penghasilan yang baru, yang
berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009, tarif pajak Orang Pribadi mengalami
perubahan, berubah tersebut menjadi sebagai berikut:
Besar penghasilan Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 15 %
6
7. Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 25 %
Di atas Rp 500.000.000 30 %
Namun selain mengubah tarif pajak, UU Pajak Penghasilan yang baru
memperkenalkan pembedaan perlakuan pajak bagi orang pribadi yang tidak
memiliki NPWP. Hal ini tercermin dalam pasal 21, pasal 22, dan pasal 23.
2.1.1 Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 mengatur tentang pembayaran pajak
dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Penghasilan yang dimaksud yaitu berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain.
Setelah mengalami perubahan sejak tahun 2008, dalam pasal 21 ayat (5A)
dijelaskan bahwa orang yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif Pajak
20% lebih tinggi dari tarif normal. Daftar Tarif PPh dan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%
Diatas Rp. 500.000.000,- 30%
Tarif Deviden 10%
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari
yang seharusnya
Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut 100% lebih tinggi
/potong(Untuk PPh Pasal 23) dari yang seharusnya
Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP Gratis
Agar tidak dikenakan tarif lebih tinggi ini, Wajib Pajak yang dipotong
harus dapat menunjukkan kepemilikan NPWP. Kepemilikan NPWP ini dapat
dibuktikan antara lain dengan cara menunjukkan kartu NPWP.
Contoh penerapan tarif lebih tinggi Pasal 21 ayat 5A :
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00.
Jawab:
7
8. Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP
adalah:
5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp 25.000.000,00 Rp 3.750.000,00
Rp 6.250.000,00
PPh yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:
5% x 120% x Rp 50.000.000,00 Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp 25.000.000,00 Rp 4.500.000,00
Rp 7.500.000,00
2.1.2 Pajak penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu
bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh
pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap
kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat
penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22
ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap menguntungkan
sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami
keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan
cicilan pembayaran Pajak Penghasilan.
Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih sulit dibandingkan dengan ketentuan
tentang pemotongan PPh yang lain seperti PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21.
Hal ini disebabkan karena sangat bervariasinya objek, pemungut dan bahkan
tarifnya.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat
maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan
pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan
atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
8
9. 4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT
Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
rokok, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul.
Tarif PPh Pasal 22
1. Atas impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor; yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan barang yang tidak dikuasai, sebesar
7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
2. Atas pembelian barang atau pembayaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat
Daerah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
3. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah dengan dana yang bersumber dari belanja negara
(APBN) dan atau belanja daerah (APBD) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari
harga pembelian.
4. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan
Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT
Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT
Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank
9
10. BUMN yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN sebesar 1,5%
(satu setengah persen) dari harga pembelian.
5. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
6. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri rokok sebesar 0,15% dari Harga Bandrol dan bersifat final.
7. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri kertas sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
8. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri baja sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
9. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri otomotif sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
10. Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh
Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar
minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina
-
Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Premix/SuperTT 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Minyak Tanah 0,3 % dari penjualan
11. Pasal 22 yang atas pembelian bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka adalah sebesar 0,5% (nol koma lima
persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
Tarif PPh Pasal 22 dan pasal 23 dikenakan lebih tinggi kepada Wajib
Pajak yang tidak memiliki NPWP. Nilainya malah lebih besar dibandingkan
dengan PPh Pasal 21 yaitu tarif lebih tinggi 100% atau dikenakan tarif dua kali
lipat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) dan pasal 23(1A) undang
undang baru.
10
11. 2.1.3 Pajak Penghasilan(PPh) Final
PPh Final seperti PPh atas bunga deposito, PPh atas sewa tanah/bangunan,
PPh penjualan tanah/bangunan dll? Tidak dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (2)
tentang pengenaan tarif lebih tinggi bagi Wajib Pajak yang tidak ber NPWP.
Pengenaan PPh final Pasal 4 ayat (2) ini memang ketentuan tentang tarif, sifat dan
tatacaranya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Nah, jika tidak ada perubahan atas
Peraturan Pemerintah yang sekarang berlaku, maka tidak ada pengenaan tarif
yang lebih tinggi dalam pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini.
2.2 Tarif fiskal
Peraturan lain yang ditetapkan dalam perpajakan adalah mengenai
kewajiban ongkos fiscal. Bagi wajib Pajak yang memiliki NPWP dibebaskan
ongkos piskal saat akan bertolak ke luar negeri. Sedangkan untuk yang tidak
memiliki NPWP dikenakan ongkos fiscal.
Ditjen Pajak telah menetapkan tarif fiskal bagi yang tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebesar Rp 2,5 juta untuk setiap orang yang
bepergian ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara. Sementara via
angkutan laut bagi yang tidak memiliki NPWP akan dikenai fiskal Rp 1 juta.
Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN) itu merupakan pembayaran
angsuran Pajak Penghasilan (PPH) yang dapat dikreditkan terhadap PPH yang
terutang pada akhir tahun oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang
bersangkutan setelah memiliki NPWP.
Pengenaan fiskal naik 150% dibandingkan fiskal via angkutan udara yang
saat ini sebesar Rp 1 juta. Sementara untuk via angkutan laut, fiskal berarti naik
100% dari saat ini sebesar Rp 500 ribu.
11
12. BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh
setiap orang pribadi atau badan yang termasuk kedalam wajib pajak. Kewajiban
ini sangat ditekankan seiring dengan gencarnya sosialisasi pajak melalui berbagai
media. Tidak hanya itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga
semakin menunjukkan keseriusannya mengenai perpajakan. Hal ini terbukti
dengan adanya perbaikan perbaikan system perpajakan beberapa tahun ini.
Salah satu perbaikan tersebut adanya perubahan undang undang pajak
penghasilan yang diamandemen untuk keempat kalinya dan di sahkan pada tahun
2008. Perubahan ini membawa perubahan yang sangt besar karena ada perbedaan
tarif pajak antara wajib pajak/ orang pribadi yang tidak memiliki NPWP dengan
wajib pajak yang memiliki NPWP.
Berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminasi tarif, dimana wajib pajak
orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih
tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Diskriminasi
12
13. tersebut misalnya pembebanan tariff pajak PPh 20% lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.
Perubahan tersebut terjadi pada PPh pasal 21 yang mengatur tentang
pembayaran pajak orang pribadi selama tahun berjalan. Dimana orang pribadi
yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif pajak 20% lebih tinggi dari tarif
normal.
Tarif PPh Pasal 22 dan tarif PPh Pasal 23 juga dikenakan lebih tinggi
kepada Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. Nilainya malah lebih besar
dibandingkan dengan PPh Pasal 21 yaitu tarif lebih tinggi 100% atau dikenakan
tarif dua kali lipat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat
(1A) Undang-undang PPh baru.
Peraturan lain yang dikenakan kepada orang pribadi yang tidak memiliki
NPWP adalah kewajiban membayar ongkos Fiskal saat akan bertolak keluar
negeri. Orang pribadi diwajibkan membayar sebesar Rp 2.500.000 jika akan
bertolak keluar negeri melalui jalur udara. Sedangkan untuk jalur laut diwajibkan
membayar Rp 1.000.000,00.
Semua itu menunjukkan bahwa peran NPWP untuk wajib pajak di
Indonesia sangat penting. Sehingga wajib pajak diharuskan untuk memiliki
NPWP.
3.2 Saran
Dewasa kini keberadaan NPWP sangat penting untuk masyarakat
Indonesia yang sudah tergolong kedalam wajib pajak. Namun, peranan tersebut
tidak sejalan dengan kesadaran masyarakat dan upaya pemerintah untuk
mensosialisasikan akan pentingnya NPWP.
Untuk itu, diperlukan sosialisasi yang maksimal dari pemerintah dan
Direktorat Jenderal Pajak agar kesadaran masyarakat semakin meningkat. Disisi
lain, prosedur untuk mendapatkan NPWP jangan dipersulit sehingga masyarakat
tidak mengabaikan kewajibannya.
Menurut penulis, dengan adanya diskriminasi tarif pajak terhadap WP
yang tidak memiliki NPWP merupakan satu langkah yang bagus untuk
13
14. mendorong orang pribadi untuk memiliki NPWP. Tetapi perlu diawasi
pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2006. Perpajakan: Edisi Revisi 2006. Yogyakarta:CV ANDI
OFFSET.
Mardiasmo. 1991. Perpajakan:Cetakan keenan. Yogyakarta: CV. ANDI
OFFSET.
Soemitro, Rochmat. 1993. Pajak Penghasilan. Bandung: PT. Eresco.
SITUS WEB
Budiyono dan Abdul Koni. 2009. Pajak untuk Non NPWP. [Tersedia]
www.infopajak.com (03 juni2010).
14
15. Rudi. 2008. Tarif Pajak Versi Undang Undang Baru. [tersedia] www.klinik-
pajak.com ( 02 Juni2010).
Wahyudi, Dudi. 2008. Tarif Pemotongan Pajak Lebih Tinggi untuk Wajib Pajak
Non NPWP. [tersedia] www. Google.com (01 Juni 2010).
Wahyudi, Dudi. 2008. PPh Pasal 21 Baru. [Tersedia] www.Google.com (02 Juni
2010).
15