際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN
KEPEMIMPINAN WANITA DALAM
POLITIK
(Makalah UTS)
Disusun oleh :
Lilik Malika 201010060311184
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
April 2013
KATA PENGANTAR
Semua nikmat karunia hanyalah menjadi milik Allah, Tuhan yang telah menciptakan
manusia jenis laki-laki dan perempuan dengan memberikan kepada masing-masing fungsi
dan posisi sesuai dengan sunnah untuk mengemban amanat Allah di muka bumi.
Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw.,
Rasul terakhir yang telah menjelaskan syariat Allah kepada segenap manusia dan
menerapkannya dalam kehidupan secara sempurna sehingga dapat membangun umat yang
yang dridhai Allah Swt. Oleh karena dalam hal KEPEMIMPINAN islam pun tidaklah
membiarkan masalah kepemimpian umat tanpa penjelasan dan penyelesaian masalahnya
dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.
Sudahlah jelas bahwa ada perbedaan posisi yang secara sunnah berlaku antara laki-
laki dan wanita. Mempersoalkan hal ini bukanlah hal baru yang kita dengar dan terjadi,
melainkan sudah merupakan persoalan yang pernah muncul dalam permulaan berdirinya
masyarakat madinah. Al-Quran dan Hadits-Hadits Rasullah Saw., menjadi bahan referensi
dan terselainya Makalah penyusun yang berjudul Kepemimpinan Wanita Dalam Politik.
Dalam pandangan laki-laki maupun wanita, jika sesorang seseorang menjalani peran
peran hidupnya sangat baik, ikhlas dan prestatif maka layak dicatat dalam sejarah dan itulah
menurut pandangan islam. Islam tidak mendiskriminasi laki-laki maupun wanita, jadi
semaraknya gerakan gender yang menuntut persamaan mutlak antara wanita dan laki-laki
dalam segala hal, sehingga dalam urusan pemerintah atau politik dan negara pun wanita juga
berhak menjadi pemimpin.
Banyak pihak dan referensi yang membantu makalah ini, maka Penyusun juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan. Semoga makalah ini menjadi amal shalih penyusun, kedua orang tua, serta
semua pihak. Dan semoga kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul serta para sahabat.
Segala puji bagi Allah Swt Tuhan Seru sekalian alam. Billahi taufiiq wal hidayah
Malang, 13 April 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
(Shihab, 2011) Bolehkah wanita menduduki jabatan penting dalam negara, sehingga
menjadi pemimpin lelaki, seperti Perdana Menteri Pakistan, Benazir Bhutto ? Paling tidak
ada dua alasan yang dikemukakan oleh dua pakar menyangkut larangan kepemimpinan
wanita atau kaum lelaki.
Pertama, Lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita (Qs. An-nisa[4]:34). Kedua,
Hadits Nabi, Tidak akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan seruan mereka
kepada perempuan.
Ayat dan Hadits diatas, membatasi kepemimpinan hanya kepada kaum lelaki, dan
menegaskan dan wanita harus mengakui kepemimpinan lelaki. Akan tetapi, banyak
pemikiran melihat bahwa ayat diatas tidak harus dipahami demikian. Apalagi ayat
tersebuat berbicara dalam konteks pada kehidupan berumah tangga. Hadits diatas juga
tidak dipahami berlaku umum, karena Nabi mengucapkannya dalam konteks
pengangkatan putri penguasa persia sebagai kepala negara, sehingga pernyataan itu
berlaku hanya untuk kasus tersebut.
Hadits diatas dinilai sebagai salah satu prediksi atau berita ghaib yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad Saw tentang masa depan dan kekaisaran Romawi. Atas dasar
inilah ulama membenarkan kepemimpinan wanita dalam pemerintahan, walaupun
bawahnnya kaum lelaki, sementara mereka menolak kepemimpinan wanita, jika yang
bersangkutan sebagai pemimpin tertinggi(presiden). Akan tetapi pendapat terakhir ini
juga tidak disepakati juga oleh ulama.
Larangan perempuan menjadi pemimpin dalam perpolitikan dikarenakan memandang
dengan minim kemampuan wanita, sehingga mengabaikan kajian yang lebih dalam,
berkaca dari kesuksesan ratu Balqis dalam memimpin dengan adil, jujur, taat ibadah dan
berhasil membawa rakyatnya hidup sejahtera sehingga ini dapat mematahkan pernyataan
bahwa terlarangnya wanita dalam memimpin di perpolitikan.
Seperti yang telah dijelaskan dalam ayat (An-Naml, 22-23) Al-Quran yang
mengisahkan kerajaan yang dipimpin seorang wanita (Ratu Bilqis)
Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: Aku telah
mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri
Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang
wanita[1095]
yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta
mempunyai singgasana yang besar. (Qs. An-Naml[27]:22-23). Al-Quran ini
menerangkan kebijakan yang dilakukan oleh Ratu Bilqis dalam memerintah rakyatnya,
sehingga negerinya memperoleh kemakmuran.
Untuk Membangun perspektif gender berarti membangun keadilan dan kesetaraan
dalam berbagai bidang kehidupan, untuk menuju kepada tatanan bermasyarakat yang
lebih demokratis, bukan membuat perbedaan antara wanita dan laki-laki. (Roy, 2009)
Wacana gender mulai dikembangkan di indonesia mulai tahun 80-an. Isu gender ini tidak
hanya direspon oleh perseorangan tapi banyak direspon oleh lembaga feminis yang setuju
juga dengan isu gender dan kesetaraan antara laki-laki dan wanita.
Isu keadilan dan kesetaraan tidak bisa diartikan sempit sebagai peranan wanita dan
laki-laki, tetapi harus ditempatkan secara luas tehadap semua isu yang berkaitan dengan
hubungan kekuasaan(Power relations). Maka untuk itu penyusun akan mengupas lebih
dalam mengenai makalah Kepemimpinan Wanita Dalam Politik agar jelas serta sesuai
dengan Al-Quran dan Hadits. Aamiin
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan wanita dan laki-laki sama-sama sebagai khalifah ?
2. Bagaimana islam memberi hak politik kepada wanita ?
3. Apakah larangan wanita menjadi pemimpin adalah Hadits palsu atau ahad ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui peranan wanita dan laki-laki sebagai khalifah.
2. Untuk mengetahui islam dalam memeberi hak politik kepada wanita.
3. Untuk Mengetahui larangan wanita menjadi pemimpin adalah Hadits palsu atau ahad.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peranan Wanita dan Laki-laki Sebagai Khalifah
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui. (Qs.Al-Baqarah[2]:30)
Pada ayat diatas Allah mengaskan bahwa Allah menjadikan manusia sebagai khalifah
di muka bumi tanpa menerangkan secara khusus hanya laki-laki yang menjadi khalifah,
sedangkan perempuan tidak. Karena ayat tersebut tidak membedakannya, berarti
perempuan pun mempunyai hak menjadi khalifah sebagaimana halnya laki-laki. Kata
khalifah dengan arti pemimpin seperti yang lazim dipahami bukanlah berasal dari makna
bahasa, tetapi merupakan terminologi politik.
Maksudnya, khalifah yang semula secara bahasa bermakna pengganti, dalam
peristilahan politik dimaksudkan pengganti umat yang menjalankan urusan-urusan
pemerintah dan negara atas nama umat yang mengangkatnya. Khalifah dalam
peristilahan politik juga berarti orang yang menggantikan tugas Rasulullah Saw, dalam
menyelenggarakan kehidupan pemerintahan dan kenegaraan berdasar syariat islam yang
selam masa hayat Rasulullah Saw. Beliau terapkan dalam kehidupan bernegara dan
berpemerintah.
Kata khalifah dalam Al-Quran mengandung tiga makna (Thalib, 2001) :
1. Pengganti, seperti dalam Qs. Al-Baqarah[2] ayat 30 :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi....
Yang dimaksud dengan khalifah disini adalah makhluk pengganti dari
makhluk sebelumnya Allat tempatkan di muka bumi sebagaimana dijelaskan dalam :
Tafsir Thabari, juz 1, hlm. 287  Kata khalifah seperti contoh dalam kalimat :
Seseorang mengantikan kedudukan orang lain dalam urusan ini sepeninggalnya.
Seperti tersebut ada dalam Qs. Yunus [10] ayat 14 :
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi
sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Qs.
Yunus[10]:14). Maksudnya dalam ayat ini adalah , Allah menjadikan kamu
pengganti di negeri ini sehingga kami jadikan kamu sekalian pengganti sesudah
mereka.
2. Nabi, seperti yang terkandung dalam Qs. Shaad [38] ayat 26.
Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi...
3. Penghuni, seperti yang terkandung dalam Qs. Al-A-raaf [7] ayat 129 :
...Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah
di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.
Dengan memperhatikan macam-macam pengertian kata khalifah yang terkandung
dalam Al-Quran, pernyataan bahwa laki-laki dan wanita telah diciptakan sebagai
khalifah di bumi ini tidak dapat diartikan bahwa wanita memiliki hak menjadi pemimpin
sebagaimana laki-laki. Demikianlah karena ternyata Allah pilih menjadi nabi dan rasul
hanya lah dari kalangan laki-laki seperti halnya Allah mengangkat Nabi Dawud sebagai
nabi bagi Bani Israil. Bahkan lebih tegas Allah menyatakan bahwa hanya laki-lakilah
yang Allah angkat sebagai rasul yang diberi wahyu untuk memimpin umat manusia ke
jalan Allah seperti yang terkandung dalam Qs. An-Nahl[16]:43.
Jadi laki-laki dan wanita, Allah jadikan khalifah di bumi ini sebagai makhluk
pengganti dari penghuni bumi sebelumnya. Khalifah dengan arti pemimpin merupakan
pengertian politik, karena yang dimaksudkan adalah bertindak atas nama umat
menjalankan roda pemerintahan dan kenegaraan. Menafsirkan kata-kata khalifah dalam
Al-Quran dengan pengertian politik adalah salah.
2.2 Islam Memberi Hak Politik Kepada Wanita
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka.(Qs.Asy-Syura[42]:38)
Ayat diatas menjelaskan bahwa semua umat islam, baik laki-laki maupun wanita,
mempunyai hak untuk diajak bermusyawarah oleh para pemimpin atau khalifah atau
amirul mukminin dalam menangani dalam mengurus kepentingan mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa kaum wanita dalam islam diberi hak berpolitik, diantaranya ikut
memberikan suara dalam memutuskan suatu masalah. Dengan adanya hak bersuara ini
berarti pula hak untuk dipilih menduduki jabatan-jabatan pemerintah dan negara demi
mengurus kepentingan umat, termasuk didalamnya.
Ayat tersebut memberikan hak kepada setiap orang muslim untuk memberikan suara
dalam setiap musyawarah. Ayat tersebut tidak membatasi orang islam yang menjadi
pihak yang diminat menjadi suara masih anak-anak atau sudah dewasa, gila atau waras,
sehat atau sakit, laki-laki atau perempuan, bodoh atau pintar, penjahat atau orang shalih.
Semua pihak tersebut berdasar ayat diatas mempunyai hak untuk memeberikan suara
dalam musyawarah.
Apakah dengan berpegang teguh dengan ayat diatas, kita akan memberikan hak
kepada orang gila atau anak-anak yang belum dapat membedakan salah dan benar untuk
bermusyawarah ? Tentu tidak. Mengapa kita tidak memeberikan hak kepada mereka,
padahal mereka adalah pihak yang juga disebut sebagai orang yang mempunyai hak
untuk diajak bermusyawarah? Barangkali ada yang menjawab karena orang gila dan
anak-anak sama sekali tidak dapat memberikan pendapatnya dengan benar dalam
masalah yang dimusyawarahkan. Alasan seperti ini bukanlah berdasar ketentuan Al-
Quran tetapi berdasar pertimbangan pikiran. Jadi, kita mengecualikan hak yang
ditetapkan oleh Al-Quran kepada semua orang dengan pikiran kita, bukan dengan ayat
itu sendiri dan ini dapat kita terima.
Hak politik banyak macamnya, termasuk kepemimpinan pemerintahan dan negara.
Akan halnya hak politik wanita, karena wanita diberi hak bermusyawarah, pemberian
hak tersebut sama sekali tidak dapat bermakna otomatis wanita mempunyai hak untuk
menjadi pemimpin pemerintahan dan negara.
Keterlibatan wanita dalam politik bukanlah dimaksudkan untuk menjatuhkan,
menurunkan, atau merebut kekuasaan dari tangan laki-laki, melainkan dimaksudkan agar
bisa menjadi mitra sejajar dengan laki-laki. Tuhan sendiri sengaja menciptakan laki-laki
dan wanita secara berbeda, dan dengan perbedaan ini keduanya bisa saling mengisi dan
saling melengkapi atau satu sama lain untuk selanjutnya bekerja sama membangun
kekuatan sinergis
2.3 Larangan Wanita menjadi Pemimpin Yang Berdasar Hadits
Apakah Hadits yang melarang wanita menjadi pemimpin adalah hadits yang palsu
dan ahad ?. Dari Abu Barkah, ia berkata: Sunnguh Allah telah memeberiku manfaat
dengan kata-kata yang telah aku dengar dari Rasulullah Saw. Ketika perang jamal,
setelah aku hampir saja bergabung dengan kelompok jamal untuk berperang bersama
mereka. Ia berkata: ketika sampai berita kepada Rasulullah Saw, bahwa penduduk
negeri Parsi telah mengangkat putri kisra menjadi raja mereka, beliau bersabda: tidak
akan pernah beruntung suatu kaum yang menjadikan seorang perempuan memimpin
utusan mereka. (HR.Bukhari no. 4073 CD)
Dari hadis tersebut dikategorikan shahih, tetapi dari segi periwayatannya tergolong
hadis ahad, karena periwayatnya hanya Abi Bakrah sendiri. Jenis hadis seperti ini oleh
sebagian ulama dianggap tidak sepenuhnya diyakini otentisitasnya.
Aktifis perempuan muslimah, ini menemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya,
mengapa Abi Bakrah baru mengungkapkan hadis tersebut pada masa perang unta yang
melibatkan Aisyah, yakni 23 tahun setelah Rasulullah saw wafat. Ada juga
mengungkapkan cacat pribadi Abi Bakrah, yakni dia pernah terlibat persaksian palsu.
keuniversalan hadis itu tidak didukung oleh kenyataan sosial sehingga harus ditafsirkan
sesuai dengan semangat zamannya. Aspek-aspek yang menghalangi kaum perempuan
menjadi pemimpin tampaknya amat dipengaruhi oleh faktor sosiologis dan ketika
pengaruh-pengaruh tersebut sudah hilang, maka konsekuensinya tidak ada halangan bagi
perempuan untuk menjadi pemimpin.
Tambahan, Menurut Hibah Rauf Izzat, hadits tersebut hanya berkaitan dengan kasus
bangsa parsi. Hal ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, dari Ibnu Abbas dalam dua
hadits:
1. Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Rasulullah saw. Mengirimkan suratnya kepada
Kisra(Pasri) melalui Abdullah bin Khudzafah As-Sahmi. Beliau menyuruh dia
untuk menyampaikannya kepada penguasa Bahrain, lalu disampaikan surat itu
kepada Kisra. Tatkala ia membaca surat itu ia merobek-robeknya, aku mengira
Said bin Mussayab mengatakan: Rasulullah Saw, lalu memohonkan
malapetaka bagi mereka supaya mereka dirobek sampai lumat. (HR. Bukhari
no.4072 CD)
2. Dari Jabir bin Samurah, dari Nabi Saw., beliau bersabda:Apa bila Kaisar telah
binasa, tidak akan ada lagi kaisar sesudahnya dan apabila kisra telah binasa,
tidak akan ada lagi kisra sesudahnya. Demi Tuhan yang diriku ada dalam
genggaman-Nya, sungguh kamu sekalian akan membelanjakan harta simpanan
mereka berdua pada jalan Allah. (HR. Bukhari no.6139 CD)
Jadi, hadits tersebut khusus berkaitan dengan bangsa Parsi dan sekadar
pemberitahuan atau kabar gembira, bukan berkaitan dengan suatu ketetepan hukum
syari. Sekalipun ada kaidah yang menyatakan:Sebuah peryataan itu berlaku umum,
tidak tergantung pada sebabnya yang khusus, tetapi di sini terdapat alasan untuk
memberlakukan Hadits tersebut secara khusu, yaitu adanya beberapa ayat Al-Quran
yang menceritakan kisah Bilqis, ratu negeri Saba. Ia memerintah bangsanya dengan
sstem syura dan bangsanya menikmati himah serta tatanan sosial dengan baik sehingga si
ratu beruntung dan bangsanya pun beruntung (Hibah Rauf Izzat, Hlm 134).
Dengan demikian adanya alasan tentang hadis Bakrah dan Hadis-hadis tersebut
menjelaskan tentang kepemimpinan dalam urusan politik yang perlu diberikan
pemahaman secara tekstual dan kontekstual, yang selama ini umat Islam kontroversi
dalam memahami hadis tersebut., jika kita tafsirkan dengan menurut konteks maka harus
melihat sejarah.
Pada zaman jahiliyah wanita tidak beruntung, bahkan anak wanita yang lahir dikubur
hidup-hidup. Rasulullah sendiri berjuang untuk membebaskan kaum wanita. Walaupun
beliau telah berhasil, namun struktur sosial yang sudah begitu kokoh dan melembaga
tidak dapat diubah total seratus persen dalam waktu yang singkat seperti lembaga
perbudakan
Dalam segi pendidikan juga mereka kurang beruntung, Kaum lelaki lebih tertarik
untuk mendidik budak karena harganya menjadi mahal bila terampil terutama pandai
tulis baca. Hanya kalangan terbatas yang mendidik wanita. Jadi wajar kalau Rasulullah
menyatakan bahwa orang yang menyerahkan urusannya kepada orang yang tidak
memahami soal-soal kemasyarakatan akan mengalami kegagalan. Akan tetapi
keadaannya sekarang ini jauh berbeda.
Situasi sekarang sudah jauh berubah dan wanita telah banyak yang terlibat secara
intern dalam berbagi lapangan kehidupan. Jadi mereka sudah memahami betul seluk
beluk masalah. Menurut teori hukum Islam, hukum itu berlaku menurut ada tidaknya
illatnya, maka dapatlah dikatakan bahwa tidaklah melanggar hukum Islam bila wanita
yang karena kecakapannya menjadi kepala negara karena illat yang menyebabkan
mengapa Rasulullah melarang dulu telah hilang.
Adapun alasan yang memandang wanita lebih dari laki-laki, sama artinya bahwa ada
wanita yang luar biasa, jenius, cakap, la tidak terhalang untuk menjadi pimpinan.
Sedangkan alasan yang menyatakan wanita tidak dapat tampil didepan umum jelas
mewakili pandangan yang mengurung wanita dalam tembak-tembak rumah tangga,
sehingga tidak ada yang melihatnya kecuali keluarganya sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Larangan perempuan menjadi pemimpin dalam perpolitikan dikarenakan
memandang dengan minim kemampuan wanita, sehingga mengabaikan kajian yang
lebih dalam, berkaca dari kesuksesan ratu Balqis dalam memimpin dengan adil,
jujur, taat ibadah dan berhasil membawa rakyatnya hidup sejahtera sehingga ini
dapat mematahkan pernyataan bahwa terlarangnya wanita dalam memimpin di
perpolitikan. Aspek-aspek yang menghalangi kaum wanita menjadi pemimpin
tampaknya amat dipengaruhi oleh faktor sosiologis dan ketika pengaruh-pengaruh
tersebut sudah hilang, maka konsekuensinya tidak ada halangan bagi wanita untuk
menjadi pemimpin.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terhalang wanita itu untuk
menjadi pemimpin selama dia mampu dan masyarakat membutuhkannya. Namun ia
tidak boleh mengabaikan tugas utamanya dalam rumah tangga dan dalam tugas
kepemimpinannya tetap berada dijalur yang telah ditetapkan oleh Islam. Namun bila
ada lelaki, maka harus tetaplah mengutamakan kaum laki-laki.
3.2 Saran
Terakhir, tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang luput dari kesalahn,
karena mempunyai kesalahan itulah yang disebut manusia. Makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh itu penyusun memohon maaf atas dasra kesalahn disengaja
atau tidak dan penyususn menharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini agar kedepannya lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Awudh Uwaidhoh, Najib Kholid Al-Amir. 2006. 4 Wanita Terbaik Dunia Akhirat.
Surabaya : La Raiba Bima Amanta
L, DRS. SULAEMANG. 2005. Menggagas Kepemimpinan Perempuan dalam Urusan
Politik (Studi Kasus Hadis Abi Bakrah)". Makassar : UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI ALAUDDIN. (pdf)
Nasrah. 2004. Perempuan Dan Pemimpin Dalam Islam. Sumatra : Universitas Sumatra
Utara. (pdf)
Roy, Muhammad. 2009. "Rahasia Keagungan Wanita". Yogyakarta : Lingkaran.
Shihab, M. Quraish. 2011. "Menjawab. . . ? 1001 Keislaman Yang Patut Anda Ketahui".
Jakarta : Lentera Hati.
Thalib, Drs. Muhammad. 2001. "17 Alasan membenarkan WANITA menjadi PEMIMPIN
dan Analisanya". Bandung : IRSYAD BAITUS SALAM.

More Related Content

Makalah (wanita pemimpin) uts

  • 1. AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN KEPEMIMPINAN WANITA DALAM POLITIK (Makalah UTS) Disusun oleh : Lilik Malika 201010060311184 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG April 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Semua nikmat karunia hanyalah menjadi milik Allah, Tuhan yang telah menciptakan manusia jenis laki-laki dan perempuan dengan memberikan kepada masing-masing fungsi dan posisi sesuai dengan sunnah untuk mengemban amanat Allah di muka bumi. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw., Rasul terakhir yang telah menjelaskan syariat Allah kepada segenap manusia dan menerapkannya dalam kehidupan secara sempurna sehingga dapat membangun umat yang yang dridhai Allah Swt. Oleh karena dalam hal KEPEMIMPINAN islam pun tidaklah membiarkan masalah kepemimpian umat tanpa penjelasan dan penyelesaian masalahnya dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. Sudahlah jelas bahwa ada perbedaan posisi yang secara sunnah berlaku antara laki- laki dan wanita. Mempersoalkan hal ini bukanlah hal baru yang kita dengar dan terjadi, melainkan sudah merupakan persoalan yang pernah muncul dalam permulaan berdirinya masyarakat madinah. Al-Quran dan Hadits-Hadits Rasullah Saw., menjadi bahan referensi dan terselainya Makalah penyusun yang berjudul Kepemimpinan Wanita Dalam Politik. Dalam pandangan laki-laki maupun wanita, jika sesorang seseorang menjalani peran peran hidupnya sangat baik, ikhlas dan prestatif maka layak dicatat dalam sejarah dan itulah menurut pandangan islam. Islam tidak mendiskriminasi laki-laki maupun wanita, jadi semaraknya gerakan gender yang menuntut persamaan mutlak antara wanita dan laki-laki dalam segala hal, sehingga dalam urusan pemerintah atau politik dan negara pun wanita juga berhak menjadi pemimpin. Banyak pihak dan referensi yang membantu makalah ini, maka Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Semoga makalah ini menjadi amal shalih penyusun, kedua orang tua, serta semua pihak. Dan semoga kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul serta para sahabat. Segala puji bagi Allah Swt Tuhan Seru sekalian alam. Billahi taufiiq wal hidayah Malang, 13 April 2013 Penyusun
  • 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Shihab, 2011) Bolehkah wanita menduduki jabatan penting dalam negara, sehingga menjadi pemimpin lelaki, seperti Perdana Menteri Pakistan, Benazir Bhutto ? Paling tidak ada dua alasan yang dikemukakan oleh dua pakar menyangkut larangan kepemimpinan wanita atau kaum lelaki. Pertama, Lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita (Qs. An-nisa[4]:34). Kedua, Hadits Nabi, Tidak akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan seruan mereka kepada perempuan. Ayat dan Hadits diatas, membatasi kepemimpinan hanya kepada kaum lelaki, dan menegaskan dan wanita harus mengakui kepemimpinan lelaki. Akan tetapi, banyak pemikiran melihat bahwa ayat diatas tidak harus dipahami demikian. Apalagi ayat tersebuat berbicara dalam konteks pada kehidupan berumah tangga. Hadits diatas juga tidak dipahami berlaku umum, karena Nabi mengucapkannya dalam konteks pengangkatan putri penguasa persia sebagai kepala negara, sehingga pernyataan itu berlaku hanya untuk kasus tersebut. Hadits diatas dinilai sebagai salah satu prediksi atau berita ghaib yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw tentang masa depan dan kekaisaran Romawi. Atas dasar inilah ulama membenarkan kepemimpinan wanita dalam pemerintahan, walaupun bawahnnya kaum lelaki, sementara mereka menolak kepemimpinan wanita, jika yang bersangkutan sebagai pemimpin tertinggi(presiden). Akan tetapi pendapat terakhir ini juga tidak disepakati juga oleh ulama. Larangan perempuan menjadi pemimpin dalam perpolitikan dikarenakan memandang dengan minim kemampuan wanita, sehingga mengabaikan kajian yang lebih dalam, berkaca dari kesuksesan ratu Balqis dalam memimpin dengan adil, jujur, taat ibadah dan berhasil membawa rakyatnya hidup sejahtera sehingga ini dapat mematahkan pernyataan bahwa terlarangnya wanita dalam memimpin di perpolitikan. Seperti yang telah dijelaskan dalam ayat (An-Naml, 22-23) Al-Quran yang mengisahkan kerajaan yang dipimpin seorang wanita (Ratu Bilqis)
  • 4. Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita[1095] yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. (Qs. An-Naml[27]:22-23). Al-Quran ini menerangkan kebijakan yang dilakukan oleh Ratu Bilqis dalam memerintah rakyatnya, sehingga negerinya memperoleh kemakmuran. Untuk Membangun perspektif gender berarti membangun keadilan dan kesetaraan dalam berbagai bidang kehidupan, untuk menuju kepada tatanan bermasyarakat yang lebih demokratis, bukan membuat perbedaan antara wanita dan laki-laki. (Roy, 2009) Wacana gender mulai dikembangkan di indonesia mulai tahun 80-an. Isu gender ini tidak hanya direspon oleh perseorangan tapi banyak direspon oleh lembaga feminis yang setuju juga dengan isu gender dan kesetaraan antara laki-laki dan wanita. Isu keadilan dan kesetaraan tidak bisa diartikan sempit sebagai peranan wanita dan laki-laki, tetapi harus ditempatkan secara luas tehadap semua isu yang berkaitan dengan hubungan kekuasaan(Power relations). Maka untuk itu penyusun akan mengupas lebih dalam mengenai makalah Kepemimpinan Wanita Dalam Politik agar jelas serta sesuai dengan Al-Quran dan Hadits. Aamiin 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana peranan wanita dan laki-laki sama-sama sebagai khalifah ? 2. Bagaimana islam memberi hak politik kepada wanita ? 3. Apakah larangan wanita menjadi pemimpin adalah Hadits palsu atau ahad ? 1.3 Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui peranan wanita dan laki-laki sebagai khalifah. 2. Untuk mengetahui islam dalam memeberi hak politik kepada wanita. 3. Untuk Mengetahui larangan wanita menjadi pemimpin adalah Hadits palsu atau ahad.
  • 5. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Peranan Wanita dan Laki-laki Sebagai Khalifah Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (Qs.Al-Baqarah[2]:30) Pada ayat diatas Allah mengaskan bahwa Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi tanpa menerangkan secara khusus hanya laki-laki yang menjadi khalifah, sedangkan perempuan tidak. Karena ayat tersebut tidak membedakannya, berarti perempuan pun mempunyai hak menjadi khalifah sebagaimana halnya laki-laki. Kata khalifah dengan arti pemimpin seperti yang lazim dipahami bukanlah berasal dari makna bahasa, tetapi merupakan terminologi politik. Maksudnya, khalifah yang semula secara bahasa bermakna pengganti, dalam peristilahan politik dimaksudkan pengganti umat yang menjalankan urusan-urusan pemerintah dan negara atas nama umat yang mengangkatnya. Khalifah dalam peristilahan politik juga berarti orang yang menggantikan tugas Rasulullah Saw, dalam menyelenggarakan kehidupan pemerintahan dan kenegaraan berdasar syariat islam yang selam masa hayat Rasulullah Saw. Beliau terapkan dalam kehidupan bernegara dan berpemerintah. Kata khalifah dalam Al-Quran mengandung tiga makna (Thalib, 2001) : 1. Pengganti, seperti dalam Qs. Al-Baqarah[2] ayat 30 :
  • 6. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.... Yang dimaksud dengan khalifah disini adalah makhluk pengganti dari makhluk sebelumnya Allat tempatkan di muka bumi sebagaimana dijelaskan dalam : Tafsir Thabari, juz 1, hlm. 287 Kata khalifah seperti contoh dalam kalimat : Seseorang mengantikan kedudukan orang lain dalam urusan ini sepeninggalnya. Seperti tersebut ada dalam Qs. Yunus [10] ayat 14 : Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Qs. Yunus[10]:14). Maksudnya dalam ayat ini adalah , Allah menjadikan kamu pengganti di negeri ini sehingga kami jadikan kamu sekalian pengganti sesudah mereka. 2. Nabi, seperti yang terkandung dalam Qs. Shaad [38] ayat 26. Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi... 3. Penghuni, seperti yang terkandung dalam Qs. Al-A-raaf [7] ayat 129 : ...Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu. Dengan memperhatikan macam-macam pengertian kata khalifah yang terkandung dalam Al-Quran, pernyataan bahwa laki-laki dan wanita telah diciptakan sebagai khalifah di bumi ini tidak dapat diartikan bahwa wanita memiliki hak menjadi pemimpin sebagaimana laki-laki. Demikianlah karena ternyata Allah pilih menjadi nabi dan rasul hanya lah dari kalangan laki-laki seperti halnya Allah mengangkat Nabi Dawud sebagai nabi bagi Bani Israil. Bahkan lebih tegas Allah menyatakan bahwa hanya laki-lakilah
  • 7. yang Allah angkat sebagai rasul yang diberi wahyu untuk memimpin umat manusia ke jalan Allah seperti yang terkandung dalam Qs. An-Nahl[16]:43. Jadi laki-laki dan wanita, Allah jadikan khalifah di bumi ini sebagai makhluk pengganti dari penghuni bumi sebelumnya. Khalifah dengan arti pemimpin merupakan pengertian politik, karena yang dimaksudkan adalah bertindak atas nama umat menjalankan roda pemerintahan dan kenegaraan. Menafsirkan kata-kata khalifah dalam Al-Quran dengan pengertian politik adalah salah. 2.2 Islam Memberi Hak Politik Kepada Wanita Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.(Qs.Asy-Syura[42]:38) Ayat diatas menjelaskan bahwa semua umat islam, baik laki-laki maupun wanita, mempunyai hak untuk diajak bermusyawarah oleh para pemimpin atau khalifah atau amirul mukminin dalam menangani dalam mengurus kepentingan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kaum wanita dalam islam diberi hak berpolitik, diantaranya ikut memberikan suara dalam memutuskan suatu masalah. Dengan adanya hak bersuara ini berarti pula hak untuk dipilih menduduki jabatan-jabatan pemerintah dan negara demi mengurus kepentingan umat, termasuk didalamnya. Ayat tersebut memberikan hak kepada setiap orang muslim untuk memberikan suara dalam setiap musyawarah. Ayat tersebut tidak membatasi orang islam yang menjadi pihak yang diminat menjadi suara masih anak-anak atau sudah dewasa, gila atau waras, sehat atau sakit, laki-laki atau perempuan, bodoh atau pintar, penjahat atau orang shalih. Semua pihak tersebut berdasar ayat diatas mempunyai hak untuk memeberikan suara dalam musyawarah. Apakah dengan berpegang teguh dengan ayat diatas, kita akan memberikan hak kepada orang gila atau anak-anak yang belum dapat membedakan salah dan benar untuk bermusyawarah ? Tentu tidak. Mengapa kita tidak memeberikan hak kepada mereka, padahal mereka adalah pihak yang juga disebut sebagai orang yang mempunyai hak
  • 8. untuk diajak bermusyawarah? Barangkali ada yang menjawab karena orang gila dan anak-anak sama sekali tidak dapat memberikan pendapatnya dengan benar dalam masalah yang dimusyawarahkan. Alasan seperti ini bukanlah berdasar ketentuan Al- Quran tetapi berdasar pertimbangan pikiran. Jadi, kita mengecualikan hak yang ditetapkan oleh Al-Quran kepada semua orang dengan pikiran kita, bukan dengan ayat itu sendiri dan ini dapat kita terima. Hak politik banyak macamnya, termasuk kepemimpinan pemerintahan dan negara. Akan halnya hak politik wanita, karena wanita diberi hak bermusyawarah, pemberian hak tersebut sama sekali tidak dapat bermakna otomatis wanita mempunyai hak untuk menjadi pemimpin pemerintahan dan negara. Keterlibatan wanita dalam politik bukanlah dimaksudkan untuk menjatuhkan, menurunkan, atau merebut kekuasaan dari tangan laki-laki, melainkan dimaksudkan agar bisa menjadi mitra sejajar dengan laki-laki. Tuhan sendiri sengaja menciptakan laki-laki dan wanita secara berbeda, dan dengan perbedaan ini keduanya bisa saling mengisi dan saling melengkapi atau satu sama lain untuk selanjutnya bekerja sama membangun kekuatan sinergis 2.3 Larangan Wanita menjadi Pemimpin Yang Berdasar Hadits Apakah Hadits yang melarang wanita menjadi pemimpin adalah hadits yang palsu dan ahad ?. Dari Abu Barkah, ia berkata: Sunnguh Allah telah memeberiku manfaat dengan kata-kata yang telah aku dengar dari Rasulullah Saw. Ketika perang jamal, setelah aku hampir saja bergabung dengan kelompok jamal untuk berperang bersama mereka. Ia berkata: ketika sampai berita kepada Rasulullah Saw, bahwa penduduk negeri Parsi telah mengangkat putri kisra menjadi raja mereka, beliau bersabda: tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menjadikan seorang perempuan memimpin utusan mereka. (HR.Bukhari no. 4073 CD) Dari hadis tersebut dikategorikan shahih, tetapi dari segi periwayatannya tergolong hadis ahad, karena periwayatnya hanya Abi Bakrah sendiri. Jenis hadis seperti ini oleh sebagian ulama dianggap tidak sepenuhnya diyakini otentisitasnya. Aktifis perempuan muslimah, ini menemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya, mengapa Abi Bakrah baru mengungkapkan hadis tersebut pada masa perang unta yang melibatkan Aisyah, yakni 23 tahun setelah Rasulullah saw wafat. Ada juga mengungkapkan cacat pribadi Abi Bakrah, yakni dia pernah terlibat persaksian palsu. keuniversalan hadis itu tidak didukung oleh kenyataan sosial sehingga harus ditafsirkan
  • 9. sesuai dengan semangat zamannya. Aspek-aspek yang menghalangi kaum perempuan menjadi pemimpin tampaknya amat dipengaruhi oleh faktor sosiologis dan ketika pengaruh-pengaruh tersebut sudah hilang, maka konsekuensinya tidak ada halangan bagi perempuan untuk menjadi pemimpin. Tambahan, Menurut Hibah Rauf Izzat, hadits tersebut hanya berkaitan dengan kasus bangsa parsi. Hal ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, dari Ibnu Abbas dalam dua hadits: 1. Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Rasulullah saw. Mengirimkan suratnya kepada Kisra(Pasri) melalui Abdullah bin Khudzafah As-Sahmi. Beliau menyuruh dia untuk menyampaikannya kepada penguasa Bahrain, lalu disampaikan surat itu kepada Kisra. Tatkala ia membaca surat itu ia merobek-robeknya, aku mengira Said bin Mussayab mengatakan: Rasulullah Saw, lalu memohonkan malapetaka bagi mereka supaya mereka dirobek sampai lumat. (HR. Bukhari no.4072 CD) 2. Dari Jabir bin Samurah, dari Nabi Saw., beliau bersabda:Apa bila Kaisar telah binasa, tidak akan ada lagi kaisar sesudahnya dan apabila kisra telah binasa, tidak akan ada lagi kisra sesudahnya. Demi Tuhan yang diriku ada dalam genggaman-Nya, sungguh kamu sekalian akan membelanjakan harta simpanan mereka berdua pada jalan Allah. (HR. Bukhari no.6139 CD) Jadi, hadits tersebut khusus berkaitan dengan bangsa Parsi dan sekadar pemberitahuan atau kabar gembira, bukan berkaitan dengan suatu ketetepan hukum syari. Sekalipun ada kaidah yang menyatakan:Sebuah peryataan itu berlaku umum, tidak tergantung pada sebabnya yang khusus, tetapi di sini terdapat alasan untuk memberlakukan Hadits tersebut secara khusu, yaitu adanya beberapa ayat Al-Quran yang menceritakan kisah Bilqis, ratu negeri Saba. Ia memerintah bangsanya dengan sstem syura dan bangsanya menikmati himah serta tatanan sosial dengan baik sehingga si ratu beruntung dan bangsanya pun beruntung (Hibah Rauf Izzat, Hlm 134). Dengan demikian adanya alasan tentang hadis Bakrah dan Hadis-hadis tersebut menjelaskan tentang kepemimpinan dalam urusan politik yang perlu diberikan pemahaman secara tekstual dan kontekstual, yang selama ini umat Islam kontroversi dalam memahami hadis tersebut., jika kita tafsirkan dengan menurut konteks maka harus melihat sejarah. Pada zaman jahiliyah wanita tidak beruntung, bahkan anak wanita yang lahir dikubur hidup-hidup. Rasulullah sendiri berjuang untuk membebaskan kaum wanita. Walaupun
  • 10. beliau telah berhasil, namun struktur sosial yang sudah begitu kokoh dan melembaga tidak dapat diubah total seratus persen dalam waktu yang singkat seperti lembaga perbudakan Dalam segi pendidikan juga mereka kurang beruntung, Kaum lelaki lebih tertarik untuk mendidik budak karena harganya menjadi mahal bila terampil terutama pandai tulis baca. Hanya kalangan terbatas yang mendidik wanita. Jadi wajar kalau Rasulullah menyatakan bahwa orang yang menyerahkan urusannya kepada orang yang tidak memahami soal-soal kemasyarakatan akan mengalami kegagalan. Akan tetapi keadaannya sekarang ini jauh berbeda. Situasi sekarang sudah jauh berubah dan wanita telah banyak yang terlibat secara intern dalam berbagi lapangan kehidupan. Jadi mereka sudah memahami betul seluk beluk masalah. Menurut teori hukum Islam, hukum itu berlaku menurut ada tidaknya illatnya, maka dapatlah dikatakan bahwa tidaklah melanggar hukum Islam bila wanita yang karena kecakapannya menjadi kepala negara karena illat yang menyebabkan mengapa Rasulullah melarang dulu telah hilang. Adapun alasan yang memandang wanita lebih dari laki-laki, sama artinya bahwa ada wanita yang luar biasa, jenius, cakap, la tidak terhalang untuk menjadi pimpinan. Sedangkan alasan yang menyatakan wanita tidak dapat tampil didepan umum jelas mewakili pandangan yang mengurung wanita dalam tembak-tembak rumah tangga, sehingga tidak ada yang melihatnya kecuali keluarganya sendiri.
  • 11. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Larangan perempuan menjadi pemimpin dalam perpolitikan dikarenakan memandang dengan minim kemampuan wanita, sehingga mengabaikan kajian yang lebih dalam, berkaca dari kesuksesan ratu Balqis dalam memimpin dengan adil, jujur, taat ibadah dan berhasil membawa rakyatnya hidup sejahtera sehingga ini dapat mematahkan pernyataan bahwa terlarangnya wanita dalam memimpin di perpolitikan. Aspek-aspek yang menghalangi kaum wanita menjadi pemimpin tampaknya amat dipengaruhi oleh faktor sosiologis dan ketika pengaruh-pengaruh tersebut sudah hilang, maka konsekuensinya tidak ada halangan bagi wanita untuk menjadi pemimpin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terhalang wanita itu untuk menjadi pemimpin selama dia mampu dan masyarakat membutuhkannya. Namun ia tidak boleh mengabaikan tugas utamanya dalam rumah tangga dan dalam tugas kepemimpinannya tetap berada dijalur yang telah ditetapkan oleh Islam. Namun bila ada lelaki, maka harus tetaplah mengutamakan kaum laki-laki. 3.2 Saran Terakhir, tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang luput dari kesalahn, karena mempunyai kesalahan itulah yang disebut manusia. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh itu penyusun memohon maaf atas dasra kesalahn disengaja atau tidak dan penyususn menharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini agar kedepannya lebih baik.
  • 12. DAFTAR PUSTAKA Ali Awudh Uwaidhoh, Najib Kholid Al-Amir. 2006. 4 Wanita Terbaik Dunia Akhirat. Surabaya : La Raiba Bima Amanta L, DRS. SULAEMANG. 2005. Menggagas Kepemimpinan Perempuan dalam Urusan Politik (Studi Kasus Hadis Abi Bakrah)". Makassar : UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN. (pdf) Nasrah. 2004. Perempuan Dan Pemimpin Dalam Islam. Sumatra : Universitas Sumatra Utara. (pdf) Roy, Muhammad. 2009. "Rahasia Keagungan Wanita". Yogyakarta : Lingkaran. Shihab, M. Quraish. 2011. "Menjawab. . . ? 1001 Keislaman Yang Patut Anda Ketahui". Jakarta : Lentera Hati. Thalib, Drs. Muhammad. 2001. "17 Alasan membenarkan WANITA menjadi PEMIMPIN dan Analisanya". Bandung : IRSYAD BAITUS SALAM.