Lukisan berjudul Tri Datu ini menggambarkan tokoh-tokoh dalam Ramayana seperti Hanuman, Sugriwa, dan Subali. Masing-masing tokoh melambangkan kesetiaan, kebijaksanaan, dan pengorbanan. Judul Tri Datu mengacu pada tiga dewa utama dalam agama Hindu yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa. Benang Tri Datu melambangkan hubungan antara ketiga unsur tersebut dan berfungsi sebagai pedoman hidup umat Hindu.
1 of 12
Download to read offline
More Related Content
makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali
1. About Me
Aku adalah lukisan yang dibuat dengan judul TRI DATU.
Sebenarnya itu bukanlah judul dari cerita yang tampak dan
tergambar padaku. Judul cerita yang sesuai dengan gambar itu
sebenarnya ialah cerita yang terdapat pada lontar Itihasa dan
Tantri, yaitu cerita Ramayana. Setting yang dibuat ialah disaat
Hanuman diberikan tumbuhan Latha Mahosadhi oleh pamannya
Sugriwa. Pemberian tumbuhan ini bertujuan untuk memberi tahu
Hanuman bahwa, tumbuhan ini dapat menyembuhkan segala
macam jenis penyakit, bahkan tumbuhan ini juga dapat
menghidupkan orang atau binatang yang telah mati. Disaat yang
sama, Sugriwa bertemu dengan saudara kembarnya yaitu Subali.
Dahulu kala, mereka berdua merupakan saudara yang saling
mengayomi dan saling mengasihi. Namun, karena suatu
kesalahpahaman hubungan keduanya semakin memburuk, bahkan
terjadi sebuah perpecahan dimana, mereka berdua bersaing demi
memperebutkan seorang dewi bernama Dewi Tara yang
merupakan putri dari Bhatara Guru dan memperebutkan tihtah
untuk menjadi raja di Goa Kiskenda. Begitulah kira-kira cerita
singkatnya.
Tema yang disematkan dalam diriku ialah Kesetiaan,
Kebijaksanaan, serta Pengorbanan. Dimana dalam hal ini,
dilambangkan melalui masing-masing tokoh yang tergambar yaitu,
Hanuman merupakan simbol kesetiaan, Sugriwa merupakan symbol
kebijaksanaan, serta Subali merupakan symbol dari pengorbanan.
Selain makna yang tergambar dari ketiga tokoh tadi, terdapat
beberapa hal yang juga memiliki arti yang diberikan oleh pelukisku.
Dalam lukisan ini, tergambar sosok Sugriwa yang bediri hanya
dengan satu kakinya saja, itu melambangkan bahwa hanya sebuah
kebijaksanaanlah yang dapat menyeimbangkan serta membuat
peranan daripada sisi positif serta sisi negative menjadi sama
besarnya.
Sebab, di dunia ini ada satu hal yang sangat mutlak adanya
yaitu, dimana ada cahaya, pasti terdapat sebuah bayangan yang
akan menjadi akibatnya. Artinya, setiap perbuatan baik yang kita
lakukan belum tentu dapat dinilai baik dimata seseorang serta,
belum tentu perbuatan yang tidak baik selalu memiliki tujuan yang
tidak baik pula, karena setitik cahaya pasti akan terlihat walaupun
ditempat segelap apapun. Itulah yang sering kita kenal dengan
istilah Rhwa Bhineda. Selain itu, tergambar pula bola mata dari
tokoh Sugriwa menghadap kearah yang berlawanan. Padahal, saat
itu Ia sedang menyerahkan tumbuhan Latha Mahosadhi kepada
Hanuman. Logikanya, disaat kita memberikan sesuatu ataupun
berbicara kepada seseorang, tentulah mata kita pasti tertuju pada
orang yang kita ajak berbicara kan ? Nah, hal tersebut menunjukan
bahwa terdapat sebuah kepedulian daripada tokoh Sugriwa kepada
saudara kembarnya Subali. Hal ini berarti, kita harus selalu memiliki
rasa kepedulian terhadap setiap ciptaan dari Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, khususnya sesama saudara sendiri sebagaimana sesuai
dengan ajaran Tri Hita Karana. setelah itu, terdapat juga sebuah
makna lain yang diselipkan pelukis pada tokoh Hanuman.
2. Bisakah anda menemukannya ?. Ya, jika sekilas anda
perhatikan, Hanuman merupakan satu-satunya tokoh Wanara yang
tidak menggunakan aksesoris apapun pada tubuhnya. Hal itu
melambangakan kesederhanaan serta sebuah kerendahan hati.
Selain dari hal-hal tadi, tergambar pula sebuah makna dari paksi
atau burung yang terdapat pada lukisan ini. Jika dilihat, jumlah
burung disebelah kanan berbeda dengan jumlah burung
disebrangnya. Pelukisku memiliki sebuah anggapan bahwa di dunia
ini, tidak semuanya adalah orang baik begitu juga orang jahat.
Perbedaan dianatara keduanya sangatlah kecil dan sangat sulit
untuk ditemukan karena kedua hal ini sebenarnya adalah sama.
About Tri Datu
Nah, beranjak dari pemaparan mengenai tema serta makna-
makna yang terdapat pada lukisan tadi, sekarang saya akan mulai
membuka dan memberikan sedikit pengetahuan mengapa saya
memilih judul Tri Datu untuk lukisan ini. Sebelumnya, mendengar
kata Tri Datu mungkin kita hanya membayangkan gelang yang biasa
dipakai oleh umat hindu di tangan kanannya dan kebanyakan
mainset dari seseorang menganggap bahwa gelang ini merupakan
gelang yang difungsikan sebagai pelindung atau istilah awamnya
jimat belaka. Untuk lebih jelasnya, berikut saya telah merangkum
pandangan dari Bapak I Gede Wiratmaja Karang pada sebuah blog
yang saya temukan di internet mengenai etimologi dari Tri Datu,
fungsinya dalam kehidupan masyarakat, khusuhnya masyarakat
hindu di bali, serta kaitan antara Tri Datu dengan ajaran-ajaran
lainnya yang membentuk suatu kesinambungan dimana,
kesinambungan ini mengarah pada sebuah tujuan, yaitu
kedamaian.
Pertama-tama, Benang dalam upacara keagamaan umat
Hindu dimanfaatkan sebagai sarana dan prasarana upacara, baik itu
menyendiri atau pada bebanten yang digunakan. Seperti yang
terdapat di dalam banten pajati, pabuat, pamendak dengan segeh
agung, dan lain-lain.
3. Selain itu, benang juga dapat digunakan di dalam upacara-upacara
lainnya baik itu dalam upacara pitra yadnya yaitu sebagai alat untuk
mengikat jempol kaki dan tangan orang meningal, pamegat, serta
bisa juga digunakan untuk pementasan wayang gedog dan masih
banyak lagi. Kegunaan benang dalam upacara keagamaan umat
Hindu demikian memiliki makna khusus yang perlu ditelaah lebih
mendalam. Demikian juga dengan benang Tri Datu yang perlu
diuraikan, dan dimaknai. Biasanya gelang Tri Datu ini dipakai
sebagai sebuah gelang tangan, kalung berisi uang kepeng, dan lain-
lain.
Ada angapan bahwa benang Tri Datu sebagai penjaga diri,
jimat,atau hanya sekedar ikut-ikutan trend, paica atau banyak lagi.
Hampir semua orang Bali yang beragama Hindu mengetahui
benang Tri Datu atau juga sering disebut Sri datu. Secara etimologi
Tri Datu berasal dari kata tri yang berarti tiga, dan datu yang berarti
raja, jadi Tri Datu berarti tiga raja. Tiga raja di sini adalah tiga Dewa
utama dalamagama Hindu. Tiga Dewa yang dimaksud adalah Dewa
Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa. Sastra-sastra agama
menguraikan bahwa Dewa Brahma dengan aksara suci Ang,
memiliki urip 9 dengan sakti Dewi Saraswati, disimbolkan dengan
warna merah. Dewa Wisnu dengan aksara suci Ung, memiliki urip 4
dengan sakti Dewi Sri, dengan simbol warna hitam. Dan Dewa Siwa
dengan aksara suci Mang, memiliki urip 8 dengan sakti Dewi Durga,
disimbolkan dengan warna putih. Ketiga aksara ini yaitu Ang, Ung,
Mang bila disatukan akan menjadi aksara AUM yang bila diucapkan
menjadi OM.
Aksara pranawa OM merupakan aksara suci umat Hindu
serta memiliki nilai magis yang luar biasa sebagai simbol dari Ida
Sang hyang Widi Wasa. Jalinan benang ini benar bila ukuran
benangnya, besar benangnya sama dijalin saling ikat bukan terlepas
begitu saja, atau bukan dijalin seperti jalinan rambut. Benang Tri
Datu bagi masyarakat Hindu difungsikan sebagai sarana dan
prasarana upacara keagamaan. Semua kegiatan keagamaan yang
terangkum dalam Panca Maha Yaj単a dimana, di dalam
pelaksanaannya memakai benang Tri Datu.
Contohnya, :
Upacara Dewa Yaj単a benang Tri Datu difungsikan sebagai
sarana nuntun Ida Sang Hyang Widhi dengan segala
manifestasinya. Benang sebagai alat atau media
penghubung antara pemuja dan yang dipuja.
Upacara Butha Yaj単a, benang Tri Datu dipakai pamogpog
atas kekurangan persembahan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan upacara Rsi Yaj単a juga memakai benang Tri
Datu yang digunakan sebagai slempang pada tubuh yang di
diksa atau winten sebagai pawitra dari nabe kepada sisya.
Pada upacara Manusa Yaj単a benang Tri Datu difungsikan
sebagai lambang panugrahan. Memakai benang pawitra
berwarna Tri Datu bermakna pengikatan diri terhadap
norma-norma agama.
Sedangkan pada upacara Pitra Yaj単a benang Tri Datu
difungsikan sebagai panuntun atma yang telah meninggal.
4. Hakikatnya, benang Tri Datu merupakan salah satu aktualisasi
diri dalam konteks Tri Murti. Memakai benang Tri Datu, diharapkan
supaya umat Hindu dapat memfungsikan Tri Pramana. Dimana, Tri
Pramana berarti tiga unsur yang menyebabkan terjadinya suatu
kehidupan. Tri Pramana terdiri dari bayu, sabda dan idep. Bayu
merupakan tenaga, sabda merupakan bunyi atau suara, serta idep
adalah pikiran. Penyatuan Tri Pramana inilah merupakan jalinan
kuat serta satu kesatuan utuh yang disimbolkan dengan benang Tri
Datu. Berdasarkan penjelasan tadi, menegaskan bahwa manusia
merupakan makhluk yang sempurna diantara mahluk ciptaan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang lainnya. Manusia berasal dari kata
Manusah, yang berakar dari kata Manu yang berarti kebijaksanaan,
dan sah berarti mempunyai. Sehingga Manusia adalah makhluk
hidup yang mempunyai kebijaksanan.
Kebijaksanaan diperoleh dari tiga kemampuan kodrati manusia,
yaitu bayu, sabda dan idep, yang dikenal dengan istilah Tri
Pramana. Tri Pramana inilah yang perlu dituntun oleh ajaran agama
dan ilmu pengetahuan. Bertujuan agar manusia menjadi lebih
bijaksana, dan menjadi manusia yang sempurna. Memahami
konsep Tri Pramana tadi, akan menjadi penggerak daripada konsep
Trikaya Parisudha. Trikaya Parisudha berdasarkan etimologinya
berasal dari kata Tri berarti tiga, Kaya berarti perbuatan atau
prilaku, dan Parisudha berarti upaya penyucian. Trikaya Parisudha
berarti upaya pembersihan atau penyucian atas tiga perbuatan
atau prilaku. Tri Kaya Parisuda merupakan tiga gerak perilaku
manusia yang harus disucikan, yaitu berpikir yang bersih dan suci
disebut dengan Manacika, berkata yang baik dan benar disebut
dengan Wacika, dan berbuat yang jujur adalah Kayika. Trikaya
Parisudha merupakan konsep dasar manusia dalam hidupnya.
Benang Tri Datu yang merupakan simbol dari Tri Murti, Tri
Pramana, dan Tri Kaya Parisudha sebagai aktualisasi diri ini,
diharapkan umat Hindu mulai sadar akan jati dirinya. Salah satunya
dengan cara introspeksi diri atau dengan istilah mulat sarira.
Dengan adanya introspeksi diri ini diharapkan umat Hindu dapat
hidup sesuai dengan konsep ajaran agama Hindu yang satu dengan
yang lainnya dimana, hubungan yang memiliki keterikatan ini
diharapkan dapat mencapai sebuah tujuan bersama yang berupa
kedamaian. Umat Hindu akan sadar bahwasannya ini adalah bagian
dari kehidupan, dan kehidupan hanyalah sebagian kecil alam
semesta. Benang Tri Datu yang merupakan simbol dari Tri Murti, Tri
Pramana, dan Tri Kaya Parisudha menuntun umat Hindu akan jati
dirinya.
Sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih
baik. Walau tidak mudah, tetapi lebih baik berdiri dari pada duduk,
lebih baik berjalan dari pada berdiri, lebih baik berlari dari pada
berjalan. Berpikir, berkata, berbuat dengan baik dan benar
merupakan makanan bagi manusia kelahiran tua. Berpikir, berkata,
berbuat dengan baik dan benar merupakan makanan bagi atman
yang rindu akan asalnya.
5. Benang Tri Datu, Tri Murti, Tri Pramana, Tri Kaya Parisudha, dan tri-
tri yang lainya merupakan jalinan penuh misteri dan mesti
diuraikan. Itu tadi merupakan pandangan dari beliau yang telah
saya rangkum. Pandangan beliau tadi memang sangat luas
cakupan, makna, serta nilai moralnya. Sampai-sampai sulit bagi
saya untuk merangkum semua pandangan beliau terhadap Tri Datu
karena memang, Tri Datu merupkan aspek yang sangat penting di
dalam kehidupan ini dan merupakan aspek utama yang menjadi
pedoman dalam memahami segala macam aspek yang terkait
padanya.
Jadi intinya, mengapa saya menggunakan istilah Tri Datu untuk
lukisan saya ini semata-mata bukan hanya melambangkan warna
dari ketiga tokoh utama yang saya lukis melainkan saya ingin
memberikan sedikit pandangan saya bahwa kata Tri Datu yang
berarti tiga raja tadi dimana, raja menurut pandangan saya adalah
merupakan satu hal utama yang terdapat di dalam diri seseorang.
Jadi, menurut saya Tri Datu yang terdapat di dalam diri seseorang
ialah tiga hal utama yang sangat berpengaruh antar satu dengan
yang lainnya yaitu kebijaksanaan, kesetiaan, serta pengorbanan.
Kebijaksanaan akan menimbulkan sebuah rasio perbandingan
dalam menentukan pilihan serta tujuan di dalam menjalani hidup
ini. Setelah terdapatnya sebuat tujuan atau pilihan yang memiliki
persentase terbesar, mulailah timbul sebuah kepercayaan terhadap
pilihan itu yang lama-kelamaan akan menjadi sebuah sikap.
Inilah sikap yang sangat sulit dipertahankan adanya, yaitu sikap
setia. Setia dalam artian konstan dan terpusat saat menjalani
sebuah pilihan yang akan kita jalani. Jika dipandang dari sisi lain,
setia berarti satu. Satu berarti fokus dan, fokus menuntut adanya
sebuah pengorbanan. Jadi, berkorban untuk memulai mengambil
sikap setia dalammenjalani tujuan dan cita-cita yang telah kita pilih
serta mulai untuk mengembangkan pola pikir yang bijak untuk
mendapatkan sebuah kehidupan yang serasi dan seimbang antar
segala komponen-komponen yang bersangkutan satu dengan
lainnya.
6. About The Real Story Of The Painting
Nah, jika anda masih penasaran dengan asal usul dari tokoh-
tokoh yang terlibat dalam lukisan ini, saya telah merangkum cerita
yang saya dapat melalui internet. Semoga cerita ini dapat
memberikan sedikit gambaran anda mengenai watak dan sifat dari
masing-masing tokoh yang tergambar. ini merupakan cerita yang
menyangkut kehidupan dari masing-masing tokoh yang saya
gambarkan tadi. Kisah ini bermula dari pertapaan Grastina dimana
bersemayam seorang resi bernama Resi Gotama beserta isterinya
seorang bidadari bernama Dewi Indradi yang mempunyai anak
seorang puteri bernama Dewi Anjani, dan dua orang puteranya
bernama Subali dan Sugriwa.
Pada suatu hari Dewi Anjani bermain ditaman. Mainannya
berupa sebuah cupu pemberian dari ibundanya. Cupu manik
Astagina adalah cupu pemberian Bathara Surya kepada Dewi
Indradi. Cupumanik Astagina terdiri dari dua bagian yaitu berupa
wadah dengan tutupnya yang memiliki keajaiban. Tutup itu dapat
memper lihatkan keadaan para dewa dewi di kahyangan.
Sedangkan wadahnya memperlihat kan kehi dupan manusia di
bumi dan alam raya. Dewi Anjani dalam bermain selalu ber hati-
hati jangan sampai ketahuan kedua adiknya. Namun ternyata kali
ini tidak, kedua adiknya menge tahui kakaknya sedang bermain
dengan benda aneh. Subali dan Sugriwa menginginkan cupu itu.
Mereka menghadap ayahanda Resi Gotama dan menceritakan apa
yang dimiliki kakaknya.
Mereka meminta juga barang yang sama dari ayahandanya.
Resi Gotama segera memanggil isteri dan putrinya Dewi Anjani.
Resi Gotama menjadi gusar setelah melihat Cupumanik Astagina.
Cupumanik diminta dari tangan Dewi Anjani. Resi Gotama
mengenali Cupumanik itu milik Batara Surya. Resi Gotama
menuduh, isterinya telah berselingkuh dangan Batara Surya. Resi
Gotama menanyakan asal mula cupu terebut sehingga bisa dimiliki
Dewi Indradi. Dewi Indradi diam seribu bahasa. Ia tidak menjawab
satu patah katapun. Resi Gotama menjadi marah, lalu menghardik
isterinya dan mengutuk nya menjadi tugu. Dalam waktu sekejap
Dewi Indradi berubah nenjadi tugu. Resi Gotama melemparkan
tugu itu jauh jauh dan tugu tersebut akan jatuh di negeri Alengka.
Kelak pada waktu perang besar Alengka, tugu ini akan menjadi
senjata Anila Senapati Prabu Rama dalam melawan Patih Prahasta
Setelah itu Dewi Indradi bisa pulih kembali seperti semula menjadi
bidadari dan pulang kekahyangan.
Ketiga puteranya tertegun, ketika Resi Gotama
melemparkan cupu tersebut jauh jauh keangkasa. Cupu manik
melayang ke angkasa. Karena induk cupu lebih berat, maka jatuh
terlebih dulu dan menjadi telaga Madirda. Telaga Madirda adalah
sebuah telaga kalau tersentuh airnya apalagi untuk mandi maka
orang yang mandi akan berubah wujud. Sedangkan tutupnya
melayang lebih jauh dari tempat jatuhnya induk cupu dan terbang
terus sampai ke wilayah Ayodya dan jatuh menjadi telaga yang
dinamakan telaga Nirmala.
7. Telaga Nirmala akan menyembuhkan kutukan tersebut
mejadi wujud semula. Putera puteri Resi Gotama segera mengejar
cupu tersebut namun tidak ditemukan. Karena capek dan badan
merasa kepanasan maka Subali, Sugriwa dan pamongnya yang
bernama Jembawan masuk dalam telaga. Setelah masuk didalam
air mereka saling tidak mengenal karena mereka mengira ada
pengganggu di depannya. Mereka berkelahi dengan hebatnya.
Kemudian mereka sadar ternyata mereka menjadi manusia kera.
Sedangkan Dewi Anjani pun sampai pula di telaga Madirda. Dewi
Anjani tidak mandi, hanya telapak kakinya terendam air dan
tangannya mengambil air dan mengusapkannya kewajahnya. Ia
terkejut melihat perubahan dirinya menjadi kera. Demikian pula
apa yang terjadi pada Saraba pamong Dewi Anjani.
Ketiga putera-puteri Resi Gotama dan pamongnya
menghadap ayahandanya. Resi Gotama memerintahkan
Dewi Anjani bertapa Nyantoka di dalam sungai sebatas lehernya
sambil mengangakan mulutnya untuk memakan apa saja yang
masuk dalam mulutnya sebagai makanannya. Sedangkan Subali
bertapa di hutan Sunyapringga dengan tapa Ngalong. Tapa Ngalong
adalah posisi terbalik kaki diatas, kaki berpegangan pada cabang
pohon dan kepala dibawah. Makanannya buah-buahan. Untuk
Sugriwa diperintahkan bertapa Ngijang, yaitu seperti kijang,
merangkak di padang rumput, makanannya rumput-rumputan.
Setelah sekian lama mereka bertapa, mereka melupakan
waktu, tanpa terasa mereka telah bertapa bertahun-tahun
lamanya. Sementara itu di kahyangan Jonggring Saloka bagaikan
dilanda gempa, gunung Candradinuka mengeluarkan hawa panas
dan memuntahkan lahar kemana-mana. Batara Guru segera
menggelar pertemuan para dewa dibalai Repat Kepanasan . Batara
Narada mengumpulkan para dewa. Dalam pertemuan itu Batara
Narada melaporkan bahwa penyebab kacaunya keadaan kahyangan
Jonggring saloka akibat ulah Prabu Maesasura dan Lembusura yang
bermaksud menyerang kembali kahyangan Jonggring Saloka.
Serangan yang lalu saja sudah banyak bangunan kahyangan yang
telah hancur.
Batara Guru dan Batara Narada turun ke Arcapada mencari
jago dewa yang dapat mengalahkan Prabu Maesa Sura dan Lembu
Sura Batara Guru menaiki lembu Andini sedangkan Batara Narada
mengikuti kepergian Batara Guru. Sesampai di atas sungai Yamuna
Batara Guru melihat cahaya sebesar lidi aren yang memancar
kelangit. Ternyata pancaran cahaya berasal dari Dewi Anjani yang
sedang bertapa . Batara Guru iba hatinya melihat Dewi Anjani
jarang sekali mendapatkan makanan yang masuk dalam mulutnya.
Batara Guru memetik daun sinom atau daun asam yang masih
muda, dan melemparkan kedepan mulut Dewi Anjani. Melihat ada
makanan dihadapannya, Dewi Anjani segera melahapnya.
8. Dengan kesaktian Batara Guru Dewi Anjani menjadi berbadan dua,
wajah dan anggota badan yang berwujud kera kembali menjadi
seorang dewi yang cantik jelita. Kelak Dewi Anjani melahirkan
seorang anak berwujud kera putih, yang diberi nama Anoman.
Batara Guru memanggil beberapa bidadari untuk memberi
pakaian dan merias wajahnya. Kemudian Batara Guru
memerintahkan para bidadari untuk membawa Dewi Anjani ke
kahyangan.
Batara Guru dan Batara Narada melanjutkan perjalanan ke
hutan Sunyapringga menemui Subali yang sedang bertapa ngalong
disebuah pohon besar. Subali dibangunkan dan diajak menemui
Sugriwa. Mereka akhirnya bertemu dengan Sugriwa. Batara Guru
menitahkan kepada Subali dan Sugriwa untuk melawan Prabu
Maesasura dan Lembusura, agar tidak meneruskan niatnya untuk
menghancurkan kahyangan. Setelah memberikan pesan pesan
Batara Guru dan Batara Narada kembali ke kahyangan.
Subali dan Sugriwa berangkat menuju goa Kiskenda. Sesampai di
depan pintu goa Subali gundah hatinya Didalam hati ia tidak yakin
mereka bisa mengalahkan Prabu Maesasura dan Lembusura,
sedangkan para dewa saja tidak sanggup untuk mengalahkannya.
Subali berpesan kepada Sugriwa, agar Sugriwa tidak perlu
ikut memasuki istana Goa Kiskenda. Sugriwa diperintahkan
menunggu didepan pintu goa saja. Sedangkan Subali sendiri yang
akan melawan Prabu Maesasura dan Lembusura.
Apabila nanti ada darah merah dan darah putih yang mengalir
kepintu goa, adalah pertanda Subali mati dan diminta Sugriwa
menutup pintu goa. Sugriwa menangis mendengar pesan kakaknya
namun Sugriwa siap melaksanakan perintahnya. Seperti kita
ketahui Subali berdarah putih disamping Begawan Bagaspati dan
Prabu Puntadewa.
Subali memasuki halaman istana Goa Kiskenda dan
disambut pasukan penjaga yang berkepala hewan. Ada yang
berkepala kerbau, sapi, kuda, harimau dan masih banyak jenis yang
lain. Subali mendapatkan serangan bertubi tubi dari pasukan goa
Kiskenda. Namun dalam waktu singkat Subali berhasil
melumpuhkan pasukan Goa Kiskenda. Kemudian Subali memasuki
istana Goa Kiskenda dan mendapat serangan dari Prabu Maesasura
dan Lembu Sura. Sesuai dengan namanya prabu Maesasura
berkepala kerbau dan patih Lembusura berkepala sapi. Kali ini
lawan Subali sangat tangguh, berkali-kali Prabu Maesasura tewas,
kemudian dilompati Lembusura, Prabu Maesasura hidup kembali
demikian pula sebaliknya.
Dengan sisa tenaga yang ada Subali segera membenturkan
kedua kepala musuhnya sehingga hancur berkeping-keping. Darah
dan otak prabu Maesasura dan Lembusura mengalir kesepanjang
goa. Sugriwa yang waktu itu termangu menunggu kakaknya
terkejut melihat darah merah dan darah putih mengalir bersama
sama ke pintu goa.
9. Sugriwa menangisi kematian kakaknya. Sugriwa memastikan bahwa
kakaknya, Subali tewas, setelah berhasil mengalahkan Maesasura
dan Lembusura, terbukti ada darah merah yang mengalir bersama
darah putih kakaknya. Sesuai pesan kakaknya Sugriwa menutup
pintu goa dengan batu-batuan. Sugriwa pergi ke kahyangan untuk
melaporkan kejadian tersebut kepada Batara Guru. Di kahyangan,
Sugriwa diterima Bathara Guru. Menurut Batara Guru, Batara Guru
akan menganugerahkan Dewi Tara kepada Subali untuk menjadi
istrinya. Namun mengingat Subali sudah tewas, maka anugrah
tersebut diberikan kepada Sugriwa. Sugriwa bersama Dewi Tara
meninggalkan kahyangan menuju goa Kiskenda.
Sementara itu Subali terjebak dalam goa. Subali marah
karena adiknya berbuat curang padanya. Subali lupa dengan pesan
pesan yang diberikan pada adiknya. Subali bersemadi mohon
pertolongan dewa untuk membuka pintu goa. Dengan kekuatan
penuh Subali menghantam batu-batuan hingga hancur berkeping-
keping. Setelah keluar dari goa, Subali berangkat ke kahyangan
menemui Batara Guru. Subali melaporkan semua kejadian pada
Batara Guru. Batara Guru tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Dewi
Tara sudah terlanjur diberikan kepada Sugriwa, karena Subali
dianggap sudah tewas. Namun Batara Guru tidak akan melupakan
jasa Subali. Diberikannya kepada Subali aji Pancasona yang
mempunyai kekuatan hebat. Aji Pancasona menjadikan pemiliknya
menjadi sakti dan tidak mati apabila tubuhnya menyentuh tanah.
Sementara itu Sugriwa dan Dewi Tara telah bersemayam di
Goa Kiskenda. Tidak lama kemudian Subali memasuki istana Goa
Kiskenda, melihat adiknya sedang bersanding dengan Dewi Tara,
Subali langsung menarik Sugriwa dan memukulnya. Ditariknya
tubuh Sugriwa sehingga keluar dari goa. Perkelahian terjadi antara
kedua kakak beradik. Keduanya tidak ada yang mau mengalah
sehingga perkelahian mereka berlangsung sampai beberapa hari
beberapa malam. Subali sangat geram. Tubuh Sugriwa dilempar
jauh keluar wilayah Goa Kiskenda. Sugriwa jatuh di hutan
Pancawati. Untuk menghadapi Subali, Sugriwa menghimpun
pasukan kera.
Subali kini telah bersemayam dalam Goa Kiskenda bersama
dewi Tara. Subali menjadi pertapa dan bergelar Resi Subali. Ia
meninggalkan Goa Kiskenda dan bertapa di hutan Sunyapringga.
Sementara Subali bertapa, nampaklah Prabu Dasamuka sedang
mengadakan perburuan di hutan Sunyapringga. Banyak jenis hewan
yang telah ditangkap. Prabu Dasamuka melihat ada seekor kera
sebesar manusia, sedang tidur bagai seekor kelelawar. Prabu
Dasamuka ingin memiliki kera itu dan akan dipamerkan di Alengka.
Didekatinya kera tersebut dan dipukulnya. Subali jatuh dan mati.
Prabu Dasamuka girang hati mendapatkan buruannya. Prabu
Dasamuka terkejut ketika melihat kera buruannya hidup kembali.
Resi Subali marah melihat keangkuhan Prabu Dasamuka.
10. Prabu Dasamuka pun tampak tertegun melihat hewan
buruannya bisa hidup kembali dan terlebih lebih bisa bicara juga
seperti manusia. Prabu Dsamuka tahu kalau mahluk didepannya
bukan sembarangan kera, tapi seorang yang teramat sakti. Demi
mendapatkan ajian yang dimiliki Resi Subali , maka Prabu
Dasamuka pura pura berbaik hati dan menyapa Resi Subali dengan
ramah. Kelihatannya Resi Subali sudah terpedaya melihat raksasa
yang begitu sopan dan mau menghargai dirinya. Resi Subali
berkenan pula menerima persahabatan yang ditawarkan Prabu
Dasamuka. Sejak saat itu mereka kelihatan sering bersama.
Mereka saling kunjung mengunjungi. Sudah beberapa kali Subali
diajak Prabu Dasamuka ke Alengka demikian pula sebaliknya.
Sehingga sampai pada suatu hari Prabu Dasamuka sudah
tidak sabar untuk mendapatkn aji Pancasona yang dimiliki Subali.
Kini sudah saatnya Prabu Dasamuka memperdaya Resi Subali
untuk bisa menguasai aji Pancasona. Hal ini dilakukan Prabu
Dasamuka untuk yang kedua kalinya. Pertama dilakukan terhadap
kakak tirinya bernama Prabu Danaraja raja negeri Lokapala. Prabu
Danaraja dibunuh setelah menyerahkan aji Rawerontek pada
Prabu Dasamuka, Sepeninggal Prabu Danaraja,Prabu Dasamuka
menguasai kerajaan Lokapala.
Nama kerajaan Lokapala pun diubah menjadi Alengka.
Setelah Prabu Dasamuka bertemu dengan Resi Subali, Prabu
Dasamuka mengemukakan bahwa banyak bahayanya yang
dihadapi Resi Subali, apabila bertapa seorang diri dihutan
Sunyapringga yang masih banyak binatang buasnya. Prabu
Dasamuka sanggup menjaga keselamatan Resi Subali sewaktu
bertapa. Namun apabila ada musuh yang sakti Prabu Dasamuka
tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk itu Prabu Dasamuka minta aji
Pancasona untuk menjadi kekuatannya dalam menjaga
keselamatan Resi Subali.
Tanpa berpikir panjang Resi Subali segera menyalurkan aji
Pancasona ketubuh Prabu Dasamuka. Aji Pancasona telah
merasuki tubuh Prabu Dasamuka. Setelah merasakan aji
Pancasona telah memasuki tubuhnya, prabu Dasamuka menyerang
Subali. Resi Subali tidak berdaya menghadapi Prabu Dasamuka.
Prabu Dasamuka berniat membunuh Resi Subali, namun Wibisana,
adik prabu Dasamuka mencegahnya. Selamatlah resi Subali dari
kekejaman Prabu Dasamuka. Prabu Dasamuka dan pasukannya
meninggalkan hutan Sunyapringga. Resi Subali kembali ke istana
Goa Kiskenda untuk menjumpai istrinya.
11. Sementara itu Sugriwa telah selesai berlatih kanuragan atau
keperajuritan. Sugriwa merasa percaya diri untuk bisa
mengalahkan kakaknya, Resi Subali. Sugriwa pun pergi menjumpai
kakaknya di Goa Kiskenda. Perkelahianpun terjadi. Keduanya tidak
ada yang mau mengalah. Kini perkelahiannya semakin seru.
Keduanya sampai di hutan Sunyapringga. Subali semakin beringas,
Sugriwa dilemparkan kesuatu dahan pohon besar. Sehingga
terjepit diantara dua dahan yang berhimpitan Sugriwa tidak bisa
bergerak sama sekali.
Subali meninggalkan Sugriwa, menuju Goa Kiskenda
menemui Dewi Tara yang dianggap sebagai istrinya. Diatas pohon,
Sugriwa memohon dewa agar bisa lepas dari jepitan pohon. Dewa
mendengar permintaan Sugriwa, Diutusnya Anoman anak dewi
Anjani yang lahir di kahyangan, turun ke bumi. Anoman menjumpai
pamannya dan berjanji akan menolongnya. Anoman berpamitan
pada pamannya untuk mencari orang yang bisa menolongnya.
Anoman menemui Rama di hutan Dandaka. Rama menyanggupi
permintaan Anoman. Berangkatlah Anoman bersama Rama dan
Laksmana menuju tempat Sugriwa berada . Sugriwa berjanji pada
Rama akan membantu rama untuk mencari Dewi Sinta yang hilang.
Rama melepaskan panah Guwa Wijaya ke dahan pohon yang
menjepit Sugriwa. Sehingga dahan pohon pun terpotong.
Sugriwa lepas dari jepitan pohon. Sesampai di bawah
pohon, Sugriwa berterima kasih pada Rama dan minta pertolongan
sekali lagi untuk membantu merebut kembali istrinya dari tangan
Subali. Rama pun menyanggupinya. Terjadi perkelahian hebat
antara Sugriwa dan Subali memperebutkan Dewi Tara. Untuk mem
persingkat perkelahian tersebut Rama berniat melepas anak panah
pada Subali. Namun ragu ragu karena Sugriwa dan Subali bagai
saudara kembar yang tidak bisa dibedakan satu sama lainnya.
Kebetulan Sugriwa terdesak mundur dan kembali menghampiri
Rama.
Rama menyuruh Sugriwa memakai slempang janur kuning
dipundaknya. Sugriwa melaksa nakan pesan Rama dan kembali
berkelahi dengan Subali. Rama segera melepaskan anak panah
Guwa Wijaya ke dada Subali. Subali jatuh tersungkur. Rama
menemui Subali. Subali tersenyum ketika mengetahui Rama adalah
titisan Bathara Wisnu. Subali berterima kasih karena Rama telah
membebaskannya dari kutukan ayahandanya. Arwah Subali lepas
dari raga dan memasuki alam Kelanggengan. Kedatangannya
disambut para dewa dan dewi. Sugriwa menangisi kematian
kakaknya. jasad Subali di perabukan dengan khidmat.
Sepeninggal Resi Subali, Sugriwa mengajak Rama dan Laksmana ke
hutan Pancawati. Sete lah mereka bermukim di hutan Pancawati,
Rama meminta agar Sugriwa menjadi raja.
12. Sugriwa menolak permintaan Rama. Sugriwa meminta
Rama yang menjadi raja Pancawati, karena ia masih menjadi raja di
Goa Kiskenda. Rama bersedia menjadi raja Pancawati. Namun
Prabu Rama juga mengangkat Sugriwa menjadi seorang Narpati.
Narpati adalah jabatan seting kat raja. Narpati Sugriwa membantu
tugas Prabu Rama dan melaksanakan perintah yang diberikan
padanya.
Prabu Rama dalam menyelesaikan permasalahan selalu
didampingi Narpati Sugriwa dan adiknya Laksmana dan juga para
senopati, Anoman, Anila dan Jaya Anggada. Anila adalah anak
angkat Batara Narada. Batara Narada tertawa ketika melihat Batara
Guru sedang mengasuh anaknya berupa seekor anak kera berbulu
putih Anoman. Batara Guru menjadi kesal hatinya. Diciptakannya
seekor anak kera berbulu biru tua. Anak kera berbulu biru tua itu
selalu mengikuti Batara Narada kemanapun pergi.. Kera itu minta
digendong. Batara Narada akhirnya mengakui anak kera itu menjadi
anaknya..
Batara Naradha memelihara anak kera itu sampai menjadi
besar. Kera itu diberi nama Anila. Anila turun dari Kahyangan
beberapa saat setelah Anoman turun, Sedangkan Anggada adalah
anak Resi Subali. Gimana ceritanya ? panjang kan ? tapi., seru kan
? itulah cerita dari tokoh-tokohnya tadi. Memang, mungkin masih
banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam cerita ini. Tapi
itulah usaha yang telah saya lakukan, harap memakluminya ya .