際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Manifesto Politik Kampus Islami
Quo Vadis Aktivis Mahasiswa dan Kemahasiswaan
Sejarah telah mengajarkan kepada kita bagaimana aktivis mahasiswa menjadi
tokoh masyarakat dan masuk ke lingkaran kekuasaan. Beberapa aktivis 66 memilih
menanggalkan pakaian idealismenya dan bergabung dengan Golkar yang kemudian
dikecam sebagai alat untuk melanggengkan Orde Baru. Orang yang paling keras
memprotes perilaku tersebut adalah Soe Hok Gie, aktivis 66 yang kemudian meninggal
dalam usia muda. Soe Hok Gie mengkritik keras rekan-rekannya yang melebur dalam
kekuasaan dan meneguhkan rezim Orde Baru. Fenomena ini juga terjadi pada generasigenerasi selanjutnya pada mereka yang meyakini bahwa organisasi kemahasiswaan
adalah karir politik menuju puncak kekuasaan. Banyak politisi yang pernah ada di
Parlemen dulunya adalah aktivis mahasiswa. Mulai dari Akbar Tandjung, Fahmi Idris,
Pramono Anung, Hatta Rajasa, Zulvan Lindan, atau Marwah Daud, yang mewakili
angkatan 1966, 1974, 1977/1978, dan 1980/1990-an, merujuk pada periodisasi sejarah
pergerakan mahasiswa dan pergolakan politik di Indonesia.
Akhir rezim Orde Baru, tahun 1997-1999, menjadi romantisme perjuangan aktivis
mahasiswa 98. Hal ini tidak lepas dari peran mahasiswa 98 untuk menurunkan Soeharto
dan Orde Barunya yang akan selalu dikenang sebagai salah satu prestasi mahasiswa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Slogan yang selalu terngiang
populer diantara aktivis mahasiswa pada saat itu adalah 6 Visi Reformasi :
1.

Berantas KKN dan adili Soeharto.

2.

Amandemen konstitusi.

3.

Otonomi daerah seluas-luasnya.

4.

Cabut dwi fungsi TNI (ABRI).

5.

Tegakkan supremasi hukum.

6.

Wujudkan budaya demokrasi yang wajar dan egaliter.
Visi Reformasi ini serasa menjadi dewa penyelamat bagi Indonesia yang tengah

mengalami krisis multidimensi. Masih terpampang segar dalam ingatan kita, beberapa
aktivis "populer" yang lantang berbicara terkait hal ini seperti : Anas Urbaningrum (Ketua
Umum PP HMI), Fahri Hamzah (Ketum KAMMI), dan Rama Pratama (Ketua SM UI).
Waktu berselang hingga akhirnya 6 visi reformasi ini ternyata tidak menjadi solusi
bagi masalah yang dialami Indonesia. Kesalahan mendasar dari aktivis pada saat itu
adalah mereka berhenti pada pergantian rezim saja. Rezim berganti tetapi nasib rakyat
Indonesia masih saja terpuruk. Reformasi yang digadang-gadang membawa perubahan
sosial-politik, ekonomi, dan budaya terbukti mati suri. Reformasi hanya menjadi bungkus
karena sistem dan mekanisme di dalamnya sama saja. Pembangunan tidak berpihak
kepada rakyat tetapi dilakukan dengan liberalisasi ekonomi dan penguatan pasar bebas.
Korupsi semakin merajalela, bahkan "anak-anak reformasi" yang awalnya berteriak keras
anti korupsi malah terlibat kasus korupsi. Otonomi daerah seluas-luasnya pada akhirnya
melahirkan raja-raja kecil di daerah. Demokrasi egaliter hanyalah utopia karena memang
demokrasi tak akan pernah bisa membangun kesetaraan.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya ideologi dan idealisme di kalangan aktivis
mahasiswa. Tidak adanya ideologi membuat mereka terjebak dalam pragmatisme politik
ketika masuk ke ranah kekuasaan. Hal ini ditunjukan dengan ketika mereka mereduksi
politik menjadi sekadar aktivitas praktis untuk meraih tujuan-tujuan jangka pendek
bukan untuk mengurusi kepentingan rakyat. Ketika idealisme hilang, politik tidak
ubahnya menjadi mesin kekuasaan yang akhirnya didominasi oleh faktor dominan yang
ada pada saat ini yaitu ekonomi. Akibatnya uang menjadi faktor penting dalam politik.
Hal ini semakin menguat karena untuk masuk parleman ternyata butuh modal yang besar
sehingga kebijakan politik yang diambil ketika berkuasa tidak bisa dilepaskan dari
kekuatan pemilik modal. Kesimpulannya negara ini sedang disandera oleh pemilik modal
yang ingin melakukan kapitalisasi dalam segala hal.

Mahasiswa dan Perubahan
Jika kita lihat dari struktur sosial kemasyarakatan, mahasiswa dan kampus
merupakan satu kesatuan sistem sosial yang mempunyai peranan penting dalam
perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat. Sejarah telah mengajarkan kita bahwa
setiap peristiwa politik dan pergantian rezim yang terjadi di negeri ini senantiasa
melibatkan mahasiswa. Sedangkan dari potensi manusiawi, mahasiswa merupakan
sekelompok manusia yang memiliki taraf berpikir di atas rata-rata. Dengan demikian,
kedudukan mahasiswa adalah sangat strategis dalam mengambil peran yang menentukan
keadaan masyarakat di masa depan.
Dengan potensi intelektualitasnya, mahasiswa sangat pantas untuk menjadi garda
depan dalam barisan yang membawa perubahan. Menjadi pemberi inspirasi dan memberi
semangat pada masyarakat untuk berubah menjadi lebih baik. Namun dalam sejarah
dunia kemahasiswaan ada beberapa pertanyaan yang sangat jelas belum dijawab secara
utuh dan lugas sebelum mengadakan perubahan. Yang mana pertanyaan-pertanyaan ini
menentukan metodologi pergerakan yang diusung oleh mahasiswa itu sendiri, yaitu:
1. Mengapa harus ada perubahan?
2. Bagaimana kondisi yang diharapkan setelah perubahan?
3. Bagaimana metode perubahannya?
Ketiga pertanyaan ini mau tidak mau harus dijawab dengan tepat agar perjuangan
pergerakan yang mengusung perubahan ini memiliki latar belakang, tujuan, dan metode
yang jelas serta dapat dijalankan secara konsisten. Lantas bagaimana cara menjawab
pertanyaan tersebut? Agar dapat menjawab ketiga pertanyaan di atas, diperlukan suatu
landasan yang konsisten atau kita sebut sebagai ideologi. Ideologi adalah suatu pemikiran
mendasar yang dari padanya lahir konsep-konsep serta metode-metode pengaplikasian
ideologi tersebut. Kekuatan ideologi inilah nantinya yang akan menentukan bagaimana
kita menjawab ketiga pertanyaan tersebut. Ideologi ini pula yang akan menentukan
apakah jawaban terhadap ketiga pertanyaan tersebut sudah benar, keliru, atau bahkan
salah total. Sehingga, gerakan mahasiswa harus mempunyai ideologi yang jelas dan
kokoh sebagai landasannya, yang mana ideologi ini pun didasari pada pertanyaan yang
serupa dengan 3 pertanyaan, namun tidak sama persis, yaitu:
1. Dari mana kehidupan?
2. Mau kemana setelah kehidupan?
3. Untuk apa hidup?

Persepsi Dasar
Ketiga pertanyaan di atas harus dijawab dengan benar, yaitu dengan parameter
memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia. Jawaban atas tiga pertanyaan
mendasar itulah, yang akan menjadi pemikiran mendasar sekaligus landasan kehidupan
bagi manusia. Itulah aqidah. Jawaban dari tiga pertanyaan mendasar ini yang
menentukan gaya hidup seseorang atau model peradaban manusia.
Perbedaan jawaban atas tiga pertanyaan mendasar inilah yang menimbulkan
terjadinya perbedaan aqidah, sekaligus akan melahirkan perbedaan peraturan dalam
berbagai sendi kehidupan.
Aqidah Islam sendiri memiliki jawaban-jawaban khas terhadap tiga pertanyaan
mendasar diatas. Dari mana manusia, alam semesta dan kehidupan ini berasal? Islam
menjawab bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada sang pencipta (alkhaliq), yang mengadakan semuanya dari tidak ada menjadi ada.
Bukti adanya pencipta ini terlihat dari realitas alam semesta, manusia dan kehidupan
memiliki sifat yang sangat terbatas. Segala sesuatu yang ada dalam alam semesta, laut,
matahari, gunung, pohon dan sebagainya tampak bersifat terbatas dan mengikuti aturan
tertentu. Lihatlah sebuah pohon yang awalnya sebuah benih, kemudian tumbuh dan terus
tumbuh hingga sampai masanya dan akhirnya mati. Begitu pula halnya dengan manusia
dan kehidupan, bersifat terbatas dan tunduk pada aturan tertentu. Dengan kondisi seperti
itu, tidak mungkin ketiga hal itu, ada dengan dengan sendirinya, pasti ada yang
menciptakannya, Dialah Sang Pencipta (al-khaliq). Al-khaliq ini pasti bukan makhluk,
karena sifat-Nya sebagai Sang Pencipta memastikan diri-Nya bukanlah makhluk. Ia
bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir), wajibul wujud (pasti adanya), dan mutlak
keberadaannya.
Dengan demikian, setiap orang yang berakal pasti akan dapat meyakini keberadaan
sang pencipta, karena dengan mengamati segala yang ada di dunia ini akan dapat
memberikan pemahaman bahwa segala sesuatunya membutuhkan adanya Sang Pencipta.
Karena itu, perintah untuk memikirkan alam semesta, manusia dan kehidupan, banyak
sekali kita temukan dalam al-Quran, diantaranya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal. (QS. Ali Imran: 190)

Juga firman-Nya:
(Dan) diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah diciptakannya langit dan bumi serta berlainlainnya bahasa dan warna kulitmu. (QS. Ar-Rum: 22).
Demikian, Aqidah Islam mengharuskan beriman akan adanya Sang Pencipta dengan
melakukan aktivitas berfikir terhadap ciptaan-Nya.
Namun, perlu difahami bahwa kemampuan berfikir manusia hanya sampai pada
pemahaman tentang keberadaan Allah. Akal manusia tidak akan bisa langsung
memikirkan tentang zat dan hakikat Allah swt. Karena, Allah swt. berbeda dengan
makhluk-Nya yang dapat diindera.
Setelah mengimani adanya pencipta, manusia pun dituntut untuk mengimani alQuran sebagai wahyu dari Sang Pencipta. Untuk membuktikannya, jika kita memahami
Bahasa Arab, maka kita akan melihat ketinggian dari Bahasa al-Quran yang tidak
mungkin dibuat oleh manusia maupun Nabi Muhammad sendiri. Bahkan, al-Quran
sendiri telah menantang manusia untuk membuat satu surat yang semisal dengan ayat alQuran:
Dan jika kamu meragukan (al-Quran) yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad),
maka buatlah satu surah yang semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar. (al-Baqarah: 23).

Hingga akhir zaman nanti, pasti tidak ada yang sanggup membuat yang semisal
dengan al-Quran. Ini menjadi bukti bahwa al-Quran berasal dari Sang Pencipta dan
merupakan firman-Nya. Dengan terwujudnya iman terhadap al-Quran sebagai pencipta,
maka kitapun akan diantarkan untuk mengimani Nabi Muhammad sebagai Utusan Allah
(Rasulullah). Karena Muhammad lah yang membawa al-Quran itu kepada umat manusia,
sehingga ini menjadi bukti bahwa beliau adalah Nabi dan Rasul Allah. Dan bahwa, segala
sesuatu yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. adalah wahyu dari Allah swt.
Demikian, dalil logis untuk mengimani keberadaan Sang Pencipta, al-Quran dan
kerasulan Muhammad saw.
Konsekuensi atas Persepsi Dasar
Dengan terwujudnya keimanan akan adanya Sang Pencipta, al-Quran dan kerasulan
Muhammad saw. maka kitapun harus percaya dengan segala berita yang dikabarkan oleh
al-Quran dan Muhammad saw. melalui sabda-sabdanya. Al-Quran menyebut nama Sang
Pencipta dengan nama Allah swt. maka kitapun menyebut pencipta dengan nama Allah
dan nama-nama lain yang disebutkan dalam al-Quran. Al-Quran maupun Sabda Rasul
mengabarkan tentang hal-hal yang ghaib, maka kita harus mempercayainya, seperti
keberadaan malaikat dan tugas-tugasnya, hari kiamat, hari penghisaban, surga dan
neraka, iblis dan jin, serta perkara-perkara ghaib lainnya, semuanya harus kita yakini,
karena telah dikabarkan dalam al-Quran dan sabda (sunnah) Rasul saw.
Tidak hanya itu, kita pun harus tunduk pada segala aturan, perintah dan larangan
Allah swt. yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Allah memerintahkan kita
shalat, maka kita harus shalat. Begitupula jika Allah memerintahkan kita zakat, puasa,
berbakti kepada orangtua, berdakwah, berjihad dan menerapkan syariat Islam secara
menyeluruh, kitapun harus melakukannya.
Demikian pula, jika Allah swt. melarang sesuatu maka kita harus meninggalkannya.
Seperti larangan meminum khamar, berkhalwat (berdua-duaan dengan yang bukan
mahram), berzina, mencuri, merampok, dan memakan riba, maka kitapun harus
meninggalkan semua itu.
Tidak boleh kita mengimani sebagian perintah dan larangan Allah dalam al-Quran
dan as-Sunnah, seraya mengingkari sebagian perintah dan larangan Allah dalam alQuran dan as-Sunnah. Karena mengingkari sebagian itu, oleh al-Quran menyebutnya
berarti telah mengingkari seluruh wahyu Allah swt.
Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak
ada balasan yang pantas bagi yang telah berbuat demikian diantara kamu, selain kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. (alBaqarah: 85).

Bisa dikatakan, keterpurukan umat manusia saat ini, dikarenakan telah melupakan
atau mungkin telah mengingkari sebagian besar perintah dan larangan Allah swt. Selama
manusia masih bersikap demikian, maka keterpurukan dan kenistaan akan terus
menimpanya.
Dengan demikian, Islam telah menjawab tiga pertanyaan mendasar (al-uqdatu alkubra) dengan memuaskan akal, sesuai fitrah manusia dan menentramkan jiwa. Manusia,
alam semesta dan kehidupan ini, berasal dari Allah swt. selaku Sang Pencipta, dan bukan
sekedar menciptakan, Allah juga mengatur dan menuntun makhluk-Nya. Ada kehidupan
setelah kehidupan dunia yaitu akhirat, tetapi bukan sekedar berpindah, tapi juga
merupakan tempat untuk mempertanggungjawabkan seluruh amalan kita di dunia. Di
sanalah, kita akan mendapat balasan. Orang yang berat amalan shalehnya maka akan
diberi ganjaran Surga, sebaliknya orang yang lebih berat amalan buruknya akan
dilemparkan ke dalam neraka. Untuk apa manusia hidup di dunia? Aqidah Islam
menjawabnya tidak lain untuk beribadah kepada Allah swt.
Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk menyembah kepada-Ku, (QS. AdzDzariat: 56).

Setelah keyakinan terhadap aqidah ini tertancap kuat di dalam diri masyarakat,
maka secara otomatis akan lahir dorongan untuk melaksanakan Islam sebagai ideologi
yang sempurna secara total. Masyarakat wajib melaksanakan hukum Islam seputar
pernikahan, ekonomi, pemerintahan, dan peradilan untuk menegakkan keadilan,
sebagaimana wajib melaksanakan hukum seputar ibadah, seperti puasa, shalat, zakat, haji,
dan sebagainya. Karena mereka yakin akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap
kelalaian dalam pelaksanaan kewajiban ini.
Hanya dengan melaksanakan sistem Islam secara total, manusia secara keseluruhan
akan kembali dapat menikmati kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera dalam naungan
ridha Allah SWT. Dalam kehidupan seperti itulah, manusia dapat merealisasikan
ketundukan, ketaatan, dan kepasrahannya kepada Allah SWT. Inilah realisasi dari misi
hidup untuk beribadah kepada Allah SWT secara nyata.
Satu-satunya institusi yang mampu melaksanakan tugas tersebut adalah sebuah
kekuasaan yang menrapkan sistem Islam secara murni dan menyeluruh. Institusi yang
dimaksud tidak lain adalah Daulah Khilafah.

Menuju Perubahan
Dewasa ini sebagian masyarakat telah sadar dan ingin bangun dari kehinaannya.
Berbagai usaha telah dilakukan, tetapi belum banyak pengaruhnya terhadap keadaan
yang sedang terjadi. Hal ini tentu banyak faktor penyebabnya. Oleh karena itu harus
dikembalikan pada masalah utama dan kenyataan yang sebenarnya. Yakni masyarakat
telah jauh dari pemikiran Islam dan kehidupan Islam. Maka sangat diperlukan usahausaha

strategis

untuk

mengembalikan

fikrah

(pemikiran),

pengetahuan), dan kehidupan Islam di tengah-tengah masyarakat.

tsaqofah

(khazanah
Kampanye Kampus Islami sebagai gerakan yang menjadikan Islam sebagai pondasi
pergerakannya, memandang bahwa permasalahan terbesar masyarakat ialah salahnya
mereka dalam memandang alam semesta, kehidupan, dan manusia yang kemudian
menyebabkan masyarakat mengambil ideologi yang juga salah, tidak memuaskan akal,
dan tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sehingga lahirlah permasalahan-permasalahan di
dalam masyarakat yang saling berkaitan secara sistemik akibat dilahirkan dari ideologi
yang salah.
Dengan memahami permasalahan utama ini, maka harus ada usaha menuju pada
perubahan cara pandang masyarakat terhadap alam semesta, kehidupan, dan manusia,
menjadi cara pandang yang benar dan kemudian mengambil ideologi yang dihasilkan
oleh cara pandang tersebut untuk kemudian diterapkan secara institusional oleh Daulah
Khilafah. Sehingga kehidupan akan berjalan secara tenteram, karena didasari oleh
ideologi yang benar, dan secara otomatis mencegah tumbuhnya permasalahanpermasalahan sejak akarnya.
Dalam rangka mewujudkan hal itu, Kampanye Kampus Islami mengambil peran
dalam hal mencerdaskan masyarakat melalui civitas akademika kampus terhadap
pandangan hidup yang benar. Kegiatan pencerdasan ini dilakukan dengan cara
menjelaskan kerusakan sistem dan ideologi yang diterapkan saat ini. Kemudian
menjelaskan dan mengejawantahkan kebijakan dan langkah praktis yang akan diambil
oleh Daulah Khilafah dalam mengelola kehidupan masyarakat serta menyelesaikan
permasalahan di dalam masyarakat.
Metode Perubahan
Apa yang kami lakukan dalam KM-ITB ini hanya bagian kecil dari kontribusi
mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan utama yaitu tidak diterapkannya. Dalam
menyikapi permasalah utama tersebut kami terpanggil untuk melakukan perubahan.
Panggilan didasarkan kepada panggilan aqidah untuk senantiasa mengatur segala urusan
dengan aturan Allah swt. dan juga tanggung jawab kami sebagai insan inteletual untuk
memberikan solusi atas permasalahan masyarakat.
Berangkat dari dua hal tersebut, kami melihat bahwa kondisi yang ada sekarang sama
dengan kondisi ketika Muhammad saw pertama kali diangkat menjadi seorang
Rasulullah. Kesamaan ini kami lihat dalam aspek bahwa sistem yang mengatur manusia
pada saat ini bukanlah sistem yang berangkat dari aqidah Islam atau dengan kata lain
bukan sistem Islam. Oleh karena itu, yang harus kita lakukan sekarang adalah bagaimana
kehidupan Islam bisa kembali hadir di tengah-tengah umat manusia.
Untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam tersebut, kami mengambil sebagaimana
dulu apa yang dilakukan Rasulullah ketika dulu berjuang mewujudkan Islam dalam
kehidupan. Rasulullah memulai dakwahnya di Mekkah, sampai akhirnya beliau
mendapatkan portolongan Allah dan berhasil mewujudkan kehidupan Islam pertama kali
dalam kerangka Daulah Islamiyyah di Madinah.
Setelah mengkaji perjuangan yang dilakukan Rasulullah dari mulai di Mekkah sampai
mewujudkan Daulah Islamiyyah di Madinah, maka kami menyimpulkan bahwa ada tiga
tahapan yang beliau lakukan. Pertama, pembinaan intensif. Kedua, interaksi dengan
masyarakat. Ketiga, terjadinya peralihan kekuasaan.

Gambar 1. Tiga tahapan perubahan masyarakat

Tahapan pertama dilakukan untuk membangun kelompok ideologis, yaitu kelompok
yang mengambil Islam sebagai aqidah dan sistem hidupnya. Kelompok ini berisi orangorang yang mempunyai kepribadian Islam berupa pola pikir dan pola sikap yang Islami.
Setelah berhasil melakukan internalisasi ideologi dan membangun sebuah gerakan, maka
sudah saatnya untuk memasuki tahapan yang kedua yaitu interaksi dengan masyarakat.
Pada tahapan ini dilakukan tiga hal, yaitu menjelaskan fakta rusak yang ada pada saat ini
sehingga masyarakat sadar untuk berubah, menjelaskan fakta pengganti dari fakta rusak
yang ada pada saat ini, dan terakhir mengajak masyarakat untuk besama-sama melewati
tahapan-tahapan perubahan yang telah dibuat. Dari tahapan ini, akan terwujud kesadaran
dalam masyarakat bahwa harus ada perubahan menuju tegaknya Islam. Kesadaran ini
juga yang akan mendorong pihak-pihak yang memiliki kekuatan (ahlu quwwah) untuk
memberikan dukungannya sehingga menjadi pihak yang akan melindungi (ahlu nusrah)
kelangsungan sistem Islam yang terbentuk. Pada saat inilah proses peralihan kekuasaan
terjadi.

Gambar 2. Struktur bangunan politik Indonesia

Bagaimana proses perubahan dalam ranah politik tersebut terjadi diilustrasikan dalam
gambar di atas. Secara faktual, struktur politik di sebuah negara (dalam hal ini Indonesia)
memiliki dua komponen yaitu, suprastruktur politik yang memegang wewenang untuk
mengatur urusan masyarakat dan infrastruktur politik yang menyangga keberlangsungan
proses politik yang terjadi. Dalam hal ini TNI/POLRI memegang peranan memastikan
proses politik tersebut berjalan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Masyarakat
sebagai komponen terbesar dan pemegang kedaulatan dalam sistem demokrasi,
sebenarnya memiliki peranan yang startegis untuk mementukan arah kemana sistem
politik berjalan.

Gambar 3. Dakwah mengubah struktur bangunan politik
Oleh karena ini, kami berusaha untuk untuk mengembalikan ideologi Islam kembali
ke tengah-tengah masyarakat. Ketika masyarakat sudah sadar maka akan terbentuk
sebuah opini umum bahwa sudah seharusnya Islam mengatur segala aktivitas, sudah
seharusnya Islam menjadi sumber rujukan bagi setiap peraturan yang ada di tengahtengah masyarakat. Ketika Islam sudah menjadi opini umum di tengah-tengah
masyarakat berbagai elemen masyarakat akan menjadi kelompok penekan (pressure group)
bagi elemen suprastruktur yang ada di atas.

Gambar 4. Penggalangan dukungan ahlu quwwah

Agar pressure group semakin besar, perlu dilakukan penggalangan dukungan dari
berbagai elemen masyarakat. Terutama mereka yang memiliki pengaruh seperti ulama,
pengusaha, intelektual, dan tidak ketinggalan mahasiswa. Masyarakat yang sudah
mengemban ideologi akan menjadikan pemegang keamanan (dalam hal ini militer) untuk
memberikan dukungannya. Masyarakat yang sadar disertai dengan dukungan pemegang
keamanan akan menghantarkan kepada proses peralihan kekuasaan.
Gambar 5. Peralihan kekuasaan

Pada saat itulah proses pergantian di suprasturktur terjadi, dari sistem demokrasi
yang memegang kedaulatan di tangan rakyat menjadi sistem khilafah dimana hukum
syara-lah yang menjadi sumber hukum dan rujukan bagi hukum-hukum yang lain.

Gambar 6. Peran mahasiswa dalam mendukung perubahan bersama pressure group

More Related Content

Manifesto politk kampus islami

  • 1. Manifesto Politik Kampus Islami Quo Vadis Aktivis Mahasiswa dan Kemahasiswaan Sejarah telah mengajarkan kepada kita bagaimana aktivis mahasiswa menjadi tokoh masyarakat dan masuk ke lingkaran kekuasaan. Beberapa aktivis 66 memilih menanggalkan pakaian idealismenya dan bergabung dengan Golkar yang kemudian dikecam sebagai alat untuk melanggengkan Orde Baru. Orang yang paling keras memprotes perilaku tersebut adalah Soe Hok Gie, aktivis 66 yang kemudian meninggal dalam usia muda. Soe Hok Gie mengkritik keras rekan-rekannya yang melebur dalam kekuasaan dan meneguhkan rezim Orde Baru. Fenomena ini juga terjadi pada generasigenerasi selanjutnya pada mereka yang meyakini bahwa organisasi kemahasiswaan adalah karir politik menuju puncak kekuasaan. Banyak politisi yang pernah ada di Parlemen dulunya adalah aktivis mahasiswa. Mulai dari Akbar Tandjung, Fahmi Idris, Pramono Anung, Hatta Rajasa, Zulvan Lindan, atau Marwah Daud, yang mewakili angkatan 1966, 1974, 1977/1978, dan 1980/1990-an, merujuk pada periodisasi sejarah pergerakan mahasiswa dan pergolakan politik di Indonesia. Akhir rezim Orde Baru, tahun 1997-1999, menjadi romantisme perjuangan aktivis mahasiswa 98. Hal ini tidak lepas dari peran mahasiswa 98 untuk menurunkan Soeharto dan Orde Barunya yang akan selalu dikenang sebagai salah satu prestasi mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Slogan yang selalu terngiang populer diantara aktivis mahasiswa pada saat itu adalah 6 Visi Reformasi : 1. Berantas KKN dan adili Soeharto. 2. Amandemen konstitusi. 3. Otonomi daerah seluas-luasnya. 4. Cabut dwi fungsi TNI (ABRI). 5. Tegakkan supremasi hukum. 6. Wujudkan budaya demokrasi yang wajar dan egaliter. Visi Reformasi ini serasa menjadi dewa penyelamat bagi Indonesia yang tengah mengalami krisis multidimensi. Masih terpampang segar dalam ingatan kita, beberapa aktivis "populer" yang lantang berbicara terkait hal ini seperti : Anas Urbaningrum (Ketua Umum PP HMI), Fahri Hamzah (Ketum KAMMI), dan Rama Pratama (Ketua SM UI).
  • 2. Waktu berselang hingga akhirnya 6 visi reformasi ini ternyata tidak menjadi solusi bagi masalah yang dialami Indonesia. Kesalahan mendasar dari aktivis pada saat itu adalah mereka berhenti pada pergantian rezim saja. Rezim berganti tetapi nasib rakyat Indonesia masih saja terpuruk. Reformasi yang digadang-gadang membawa perubahan sosial-politik, ekonomi, dan budaya terbukti mati suri. Reformasi hanya menjadi bungkus karena sistem dan mekanisme di dalamnya sama saja. Pembangunan tidak berpihak kepada rakyat tetapi dilakukan dengan liberalisasi ekonomi dan penguatan pasar bebas. Korupsi semakin merajalela, bahkan "anak-anak reformasi" yang awalnya berteriak keras anti korupsi malah terlibat kasus korupsi. Otonomi daerah seluas-luasnya pada akhirnya melahirkan raja-raja kecil di daerah. Demokrasi egaliter hanyalah utopia karena memang demokrasi tak akan pernah bisa membangun kesetaraan. Hal ini diperparah dengan tidak adanya ideologi dan idealisme di kalangan aktivis mahasiswa. Tidak adanya ideologi membuat mereka terjebak dalam pragmatisme politik ketika masuk ke ranah kekuasaan. Hal ini ditunjukan dengan ketika mereka mereduksi politik menjadi sekadar aktivitas praktis untuk meraih tujuan-tujuan jangka pendek bukan untuk mengurusi kepentingan rakyat. Ketika idealisme hilang, politik tidak ubahnya menjadi mesin kekuasaan yang akhirnya didominasi oleh faktor dominan yang ada pada saat ini yaitu ekonomi. Akibatnya uang menjadi faktor penting dalam politik. Hal ini semakin menguat karena untuk masuk parleman ternyata butuh modal yang besar sehingga kebijakan politik yang diambil ketika berkuasa tidak bisa dilepaskan dari kekuatan pemilik modal. Kesimpulannya negara ini sedang disandera oleh pemilik modal yang ingin melakukan kapitalisasi dalam segala hal. Mahasiswa dan Perubahan Jika kita lihat dari struktur sosial kemasyarakatan, mahasiswa dan kampus merupakan satu kesatuan sistem sosial yang mempunyai peranan penting dalam perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat. Sejarah telah mengajarkan kita bahwa setiap peristiwa politik dan pergantian rezim yang terjadi di negeri ini senantiasa melibatkan mahasiswa. Sedangkan dari potensi manusiawi, mahasiswa merupakan sekelompok manusia yang memiliki taraf berpikir di atas rata-rata. Dengan demikian, kedudukan mahasiswa adalah sangat strategis dalam mengambil peran yang menentukan keadaan masyarakat di masa depan.
  • 3. Dengan potensi intelektualitasnya, mahasiswa sangat pantas untuk menjadi garda depan dalam barisan yang membawa perubahan. Menjadi pemberi inspirasi dan memberi semangat pada masyarakat untuk berubah menjadi lebih baik. Namun dalam sejarah dunia kemahasiswaan ada beberapa pertanyaan yang sangat jelas belum dijawab secara utuh dan lugas sebelum mengadakan perubahan. Yang mana pertanyaan-pertanyaan ini menentukan metodologi pergerakan yang diusung oleh mahasiswa itu sendiri, yaitu: 1. Mengapa harus ada perubahan? 2. Bagaimana kondisi yang diharapkan setelah perubahan? 3. Bagaimana metode perubahannya? Ketiga pertanyaan ini mau tidak mau harus dijawab dengan tepat agar perjuangan pergerakan yang mengusung perubahan ini memiliki latar belakang, tujuan, dan metode yang jelas serta dapat dijalankan secara konsisten. Lantas bagaimana cara menjawab pertanyaan tersebut? Agar dapat menjawab ketiga pertanyaan di atas, diperlukan suatu landasan yang konsisten atau kita sebut sebagai ideologi. Ideologi adalah suatu pemikiran mendasar yang dari padanya lahir konsep-konsep serta metode-metode pengaplikasian ideologi tersebut. Kekuatan ideologi inilah nantinya yang akan menentukan bagaimana kita menjawab ketiga pertanyaan tersebut. Ideologi ini pula yang akan menentukan apakah jawaban terhadap ketiga pertanyaan tersebut sudah benar, keliru, atau bahkan salah total. Sehingga, gerakan mahasiswa harus mempunyai ideologi yang jelas dan kokoh sebagai landasannya, yang mana ideologi ini pun didasari pada pertanyaan yang serupa dengan 3 pertanyaan, namun tidak sama persis, yaitu: 1. Dari mana kehidupan? 2. Mau kemana setelah kehidupan? 3. Untuk apa hidup? Persepsi Dasar Ketiga pertanyaan di atas harus dijawab dengan benar, yaitu dengan parameter memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia. Jawaban atas tiga pertanyaan mendasar itulah, yang akan menjadi pemikiran mendasar sekaligus landasan kehidupan bagi manusia. Itulah aqidah. Jawaban dari tiga pertanyaan mendasar ini yang menentukan gaya hidup seseorang atau model peradaban manusia.
  • 4. Perbedaan jawaban atas tiga pertanyaan mendasar inilah yang menimbulkan terjadinya perbedaan aqidah, sekaligus akan melahirkan perbedaan peraturan dalam berbagai sendi kehidupan. Aqidah Islam sendiri memiliki jawaban-jawaban khas terhadap tiga pertanyaan mendasar diatas. Dari mana manusia, alam semesta dan kehidupan ini berasal? Islam menjawab bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada sang pencipta (alkhaliq), yang mengadakan semuanya dari tidak ada menjadi ada. Bukti adanya pencipta ini terlihat dari realitas alam semesta, manusia dan kehidupan memiliki sifat yang sangat terbatas. Segala sesuatu yang ada dalam alam semesta, laut, matahari, gunung, pohon dan sebagainya tampak bersifat terbatas dan mengikuti aturan tertentu. Lihatlah sebuah pohon yang awalnya sebuah benih, kemudian tumbuh dan terus tumbuh hingga sampai masanya dan akhirnya mati. Begitu pula halnya dengan manusia dan kehidupan, bersifat terbatas dan tunduk pada aturan tertentu. Dengan kondisi seperti itu, tidak mungkin ketiga hal itu, ada dengan dengan sendirinya, pasti ada yang menciptakannya, Dialah Sang Pencipta (al-khaliq). Al-khaliq ini pasti bukan makhluk, karena sifat-Nya sebagai Sang Pencipta memastikan diri-Nya bukanlah makhluk. Ia bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir), wajibul wujud (pasti adanya), dan mutlak keberadaannya. Dengan demikian, setiap orang yang berakal pasti akan dapat meyakini keberadaan sang pencipta, karena dengan mengamati segala yang ada di dunia ini akan dapat memberikan pemahaman bahwa segala sesuatunya membutuhkan adanya Sang Pencipta. Karena itu, perintah untuk memikirkan alam semesta, manusia dan kehidupan, banyak sekali kita temukan dalam al-Quran, diantaranya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal. (QS. Ali Imran: 190) Juga firman-Nya: (Dan) diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah diciptakannya langit dan bumi serta berlainlainnya bahasa dan warna kulitmu. (QS. Ar-Rum: 22).
  • 5. Demikian, Aqidah Islam mengharuskan beriman akan adanya Sang Pencipta dengan melakukan aktivitas berfikir terhadap ciptaan-Nya. Namun, perlu difahami bahwa kemampuan berfikir manusia hanya sampai pada pemahaman tentang keberadaan Allah. Akal manusia tidak akan bisa langsung memikirkan tentang zat dan hakikat Allah swt. Karena, Allah swt. berbeda dengan makhluk-Nya yang dapat diindera. Setelah mengimani adanya pencipta, manusia pun dituntut untuk mengimani alQuran sebagai wahyu dari Sang Pencipta. Untuk membuktikannya, jika kita memahami Bahasa Arab, maka kita akan melihat ketinggian dari Bahasa al-Quran yang tidak mungkin dibuat oleh manusia maupun Nabi Muhammad sendiri. Bahkan, al-Quran sendiri telah menantang manusia untuk membuat satu surat yang semisal dengan ayat alQuran: Dan jika kamu meragukan (al-Quran) yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad), maka buatlah satu surah yang semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (al-Baqarah: 23). Hingga akhir zaman nanti, pasti tidak ada yang sanggup membuat yang semisal dengan al-Quran. Ini menjadi bukti bahwa al-Quran berasal dari Sang Pencipta dan merupakan firman-Nya. Dengan terwujudnya iman terhadap al-Quran sebagai pencipta, maka kitapun akan diantarkan untuk mengimani Nabi Muhammad sebagai Utusan Allah (Rasulullah). Karena Muhammad lah yang membawa al-Quran itu kepada umat manusia, sehingga ini menjadi bukti bahwa beliau adalah Nabi dan Rasul Allah. Dan bahwa, segala sesuatu yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. adalah wahyu dari Allah swt. Demikian, dalil logis untuk mengimani keberadaan Sang Pencipta, al-Quran dan kerasulan Muhammad saw. Konsekuensi atas Persepsi Dasar Dengan terwujudnya keimanan akan adanya Sang Pencipta, al-Quran dan kerasulan Muhammad saw. maka kitapun harus percaya dengan segala berita yang dikabarkan oleh al-Quran dan Muhammad saw. melalui sabda-sabdanya. Al-Quran menyebut nama Sang Pencipta dengan nama Allah swt. maka kitapun menyebut pencipta dengan nama Allah dan nama-nama lain yang disebutkan dalam al-Quran. Al-Quran maupun Sabda Rasul
  • 6. mengabarkan tentang hal-hal yang ghaib, maka kita harus mempercayainya, seperti keberadaan malaikat dan tugas-tugasnya, hari kiamat, hari penghisaban, surga dan neraka, iblis dan jin, serta perkara-perkara ghaib lainnya, semuanya harus kita yakini, karena telah dikabarkan dalam al-Quran dan sabda (sunnah) Rasul saw. Tidak hanya itu, kita pun harus tunduk pada segala aturan, perintah dan larangan Allah swt. yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Allah memerintahkan kita shalat, maka kita harus shalat. Begitupula jika Allah memerintahkan kita zakat, puasa, berbakti kepada orangtua, berdakwah, berjihad dan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, kitapun harus melakukannya. Demikian pula, jika Allah swt. melarang sesuatu maka kita harus meninggalkannya. Seperti larangan meminum khamar, berkhalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahram), berzina, mencuri, merampok, dan memakan riba, maka kitapun harus meninggalkan semua itu. Tidak boleh kita mengimani sebagian perintah dan larangan Allah dalam al-Quran dan as-Sunnah, seraya mengingkari sebagian perintah dan larangan Allah dalam alQuran dan as-Sunnah. Karena mengingkari sebagian itu, oleh al-Quran menyebutnya berarti telah mengingkari seluruh wahyu Allah swt. Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan yang pantas bagi yang telah berbuat demikian diantara kamu, selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. (alBaqarah: 85). Bisa dikatakan, keterpurukan umat manusia saat ini, dikarenakan telah melupakan atau mungkin telah mengingkari sebagian besar perintah dan larangan Allah swt. Selama manusia masih bersikap demikian, maka keterpurukan dan kenistaan akan terus menimpanya. Dengan demikian, Islam telah menjawab tiga pertanyaan mendasar (al-uqdatu alkubra) dengan memuaskan akal, sesuai fitrah manusia dan menentramkan jiwa. Manusia, alam semesta dan kehidupan ini, berasal dari Allah swt. selaku Sang Pencipta, dan bukan sekedar menciptakan, Allah juga mengatur dan menuntun makhluk-Nya. Ada kehidupan setelah kehidupan dunia yaitu akhirat, tetapi bukan sekedar berpindah, tapi juga merupakan tempat untuk mempertanggungjawabkan seluruh amalan kita di dunia. Di
  • 7. sanalah, kita akan mendapat balasan. Orang yang berat amalan shalehnya maka akan diberi ganjaran Surga, sebaliknya orang yang lebih berat amalan buruknya akan dilemparkan ke dalam neraka. Untuk apa manusia hidup di dunia? Aqidah Islam menjawabnya tidak lain untuk beribadah kepada Allah swt. Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk menyembah kepada-Ku, (QS. AdzDzariat: 56). Setelah keyakinan terhadap aqidah ini tertancap kuat di dalam diri masyarakat, maka secara otomatis akan lahir dorongan untuk melaksanakan Islam sebagai ideologi yang sempurna secara total. Masyarakat wajib melaksanakan hukum Islam seputar pernikahan, ekonomi, pemerintahan, dan peradilan untuk menegakkan keadilan, sebagaimana wajib melaksanakan hukum seputar ibadah, seperti puasa, shalat, zakat, haji, dan sebagainya. Karena mereka yakin akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap kelalaian dalam pelaksanaan kewajiban ini. Hanya dengan melaksanakan sistem Islam secara total, manusia secara keseluruhan akan kembali dapat menikmati kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT. Dalam kehidupan seperti itulah, manusia dapat merealisasikan ketundukan, ketaatan, dan kepasrahannya kepada Allah SWT. Inilah realisasi dari misi hidup untuk beribadah kepada Allah SWT secara nyata. Satu-satunya institusi yang mampu melaksanakan tugas tersebut adalah sebuah kekuasaan yang menrapkan sistem Islam secara murni dan menyeluruh. Institusi yang dimaksud tidak lain adalah Daulah Khilafah. Menuju Perubahan Dewasa ini sebagian masyarakat telah sadar dan ingin bangun dari kehinaannya. Berbagai usaha telah dilakukan, tetapi belum banyak pengaruhnya terhadap keadaan yang sedang terjadi. Hal ini tentu banyak faktor penyebabnya. Oleh karena itu harus dikembalikan pada masalah utama dan kenyataan yang sebenarnya. Yakni masyarakat telah jauh dari pemikiran Islam dan kehidupan Islam. Maka sangat diperlukan usahausaha strategis untuk mengembalikan fikrah (pemikiran), pengetahuan), dan kehidupan Islam di tengah-tengah masyarakat. tsaqofah (khazanah
  • 8. Kampanye Kampus Islami sebagai gerakan yang menjadikan Islam sebagai pondasi pergerakannya, memandang bahwa permasalahan terbesar masyarakat ialah salahnya mereka dalam memandang alam semesta, kehidupan, dan manusia yang kemudian menyebabkan masyarakat mengambil ideologi yang juga salah, tidak memuaskan akal, dan tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sehingga lahirlah permasalahan-permasalahan di dalam masyarakat yang saling berkaitan secara sistemik akibat dilahirkan dari ideologi yang salah. Dengan memahami permasalahan utama ini, maka harus ada usaha menuju pada perubahan cara pandang masyarakat terhadap alam semesta, kehidupan, dan manusia, menjadi cara pandang yang benar dan kemudian mengambil ideologi yang dihasilkan oleh cara pandang tersebut untuk kemudian diterapkan secara institusional oleh Daulah Khilafah. Sehingga kehidupan akan berjalan secara tenteram, karena didasari oleh ideologi yang benar, dan secara otomatis mencegah tumbuhnya permasalahanpermasalahan sejak akarnya. Dalam rangka mewujudkan hal itu, Kampanye Kampus Islami mengambil peran dalam hal mencerdaskan masyarakat melalui civitas akademika kampus terhadap pandangan hidup yang benar. Kegiatan pencerdasan ini dilakukan dengan cara menjelaskan kerusakan sistem dan ideologi yang diterapkan saat ini. Kemudian menjelaskan dan mengejawantahkan kebijakan dan langkah praktis yang akan diambil oleh Daulah Khilafah dalam mengelola kehidupan masyarakat serta menyelesaikan permasalahan di dalam masyarakat. Metode Perubahan Apa yang kami lakukan dalam KM-ITB ini hanya bagian kecil dari kontribusi mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan utama yaitu tidak diterapkannya. Dalam menyikapi permasalah utama tersebut kami terpanggil untuk melakukan perubahan. Panggilan didasarkan kepada panggilan aqidah untuk senantiasa mengatur segala urusan dengan aturan Allah swt. dan juga tanggung jawab kami sebagai insan inteletual untuk memberikan solusi atas permasalahan masyarakat. Berangkat dari dua hal tersebut, kami melihat bahwa kondisi yang ada sekarang sama dengan kondisi ketika Muhammad saw pertama kali diangkat menjadi seorang Rasulullah. Kesamaan ini kami lihat dalam aspek bahwa sistem yang mengatur manusia
  • 9. pada saat ini bukanlah sistem yang berangkat dari aqidah Islam atau dengan kata lain bukan sistem Islam. Oleh karena itu, yang harus kita lakukan sekarang adalah bagaimana kehidupan Islam bisa kembali hadir di tengah-tengah umat manusia. Untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam tersebut, kami mengambil sebagaimana dulu apa yang dilakukan Rasulullah ketika dulu berjuang mewujudkan Islam dalam kehidupan. Rasulullah memulai dakwahnya di Mekkah, sampai akhirnya beliau mendapatkan portolongan Allah dan berhasil mewujudkan kehidupan Islam pertama kali dalam kerangka Daulah Islamiyyah di Madinah. Setelah mengkaji perjuangan yang dilakukan Rasulullah dari mulai di Mekkah sampai mewujudkan Daulah Islamiyyah di Madinah, maka kami menyimpulkan bahwa ada tiga tahapan yang beliau lakukan. Pertama, pembinaan intensif. Kedua, interaksi dengan masyarakat. Ketiga, terjadinya peralihan kekuasaan. Gambar 1. Tiga tahapan perubahan masyarakat Tahapan pertama dilakukan untuk membangun kelompok ideologis, yaitu kelompok yang mengambil Islam sebagai aqidah dan sistem hidupnya. Kelompok ini berisi orangorang yang mempunyai kepribadian Islam berupa pola pikir dan pola sikap yang Islami. Setelah berhasil melakukan internalisasi ideologi dan membangun sebuah gerakan, maka sudah saatnya untuk memasuki tahapan yang kedua yaitu interaksi dengan masyarakat. Pada tahapan ini dilakukan tiga hal, yaitu menjelaskan fakta rusak yang ada pada saat ini sehingga masyarakat sadar untuk berubah, menjelaskan fakta pengganti dari fakta rusak yang ada pada saat ini, dan terakhir mengajak masyarakat untuk besama-sama melewati tahapan-tahapan perubahan yang telah dibuat. Dari tahapan ini, akan terwujud kesadaran
  • 10. dalam masyarakat bahwa harus ada perubahan menuju tegaknya Islam. Kesadaran ini juga yang akan mendorong pihak-pihak yang memiliki kekuatan (ahlu quwwah) untuk memberikan dukungannya sehingga menjadi pihak yang akan melindungi (ahlu nusrah) kelangsungan sistem Islam yang terbentuk. Pada saat inilah proses peralihan kekuasaan terjadi. Gambar 2. Struktur bangunan politik Indonesia Bagaimana proses perubahan dalam ranah politik tersebut terjadi diilustrasikan dalam gambar di atas. Secara faktual, struktur politik di sebuah negara (dalam hal ini Indonesia) memiliki dua komponen yaitu, suprastruktur politik yang memegang wewenang untuk mengatur urusan masyarakat dan infrastruktur politik yang menyangga keberlangsungan proses politik yang terjadi. Dalam hal ini TNI/POLRI memegang peranan memastikan proses politik tersebut berjalan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Masyarakat sebagai komponen terbesar dan pemegang kedaulatan dalam sistem demokrasi, sebenarnya memiliki peranan yang startegis untuk mementukan arah kemana sistem politik berjalan. Gambar 3. Dakwah mengubah struktur bangunan politik
  • 11. Oleh karena ini, kami berusaha untuk untuk mengembalikan ideologi Islam kembali ke tengah-tengah masyarakat. Ketika masyarakat sudah sadar maka akan terbentuk sebuah opini umum bahwa sudah seharusnya Islam mengatur segala aktivitas, sudah seharusnya Islam menjadi sumber rujukan bagi setiap peraturan yang ada di tengahtengah masyarakat. Ketika Islam sudah menjadi opini umum di tengah-tengah masyarakat berbagai elemen masyarakat akan menjadi kelompok penekan (pressure group) bagi elemen suprastruktur yang ada di atas. Gambar 4. Penggalangan dukungan ahlu quwwah Agar pressure group semakin besar, perlu dilakukan penggalangan dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Terutama mereka yang memiliki pengaruh seperti ulama, pengusaha, intelektual, dan tidak ketinggalan mahasiswa. Masyarakat yang sudah mengemban ideologi akan menjadikan pemegang keamanan (dalam hal ini militer) untuk memberikan dukungannya. Masyarakat yang sadar disertai dengan dukungan pemegang keamanan akan menghantarkan kepada proses peralihan kekuasaan.
  • 12. Gambar 5. Peralihan kekuasaan Pada saat itulah proses pergantian di suprasturktur terjadi, dari sistem demokrasi yang memegang kedaulatan di tangan rakyat menjadi sistem khilafah dimana hukum syara-lah yang menjadi sumber hukum dan rujukan bagi hukum-hukum yang lain. Gambar 6. Peran mahasiswa dalam mendukung perubahan bersama pressure group