際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Manusia dan Kebudayaan

A. Pengertian
            Definisi kebudayaan selalu mengalami perkembangan seiring bergulirnya waktu, namun
   definisi-definisi yang timbul tersebut secara keseluruhan dapat diambil garis merah bahwa tidak
   memiliki perbedaan signifikan yang bersifat prinsip jika harus berpatokkan pada definisi pertama
   yang berhasil dicetuskan oleh E. B. Taylor (1871), yakni sebagai suatu keseluruhan yang
   mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat serta kemampuan dan
   kebiasaan lainnyayang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
            Kemudian, kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi
   unsur-unsur yang terdiri dari system religi dan upacara keagamaan, system pengetahuan,
   bahasa, kesenian, system mata pencaharian serta sitem teknologi dan peralatan.

B. Perbedaan
            Berbagai sepak terjang manusia yang beraneka ragam merupakan buah bukti atas
   kolaborasi kebutuhan yang dimiliki manusia itu sendiri sehingga memotivasi untuk memenuhi
   segala kebutuhan mereka tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan
   mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Berbagai kebutuhan
   dasar yang meliputi kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan
   potensi inilah yang menjadikan suatu ciri khas tersendiri bagi manusia, jika dibandingkan dengan
   binatang yang tidak memiliki kebutuhan sedetail itu. Akan tetapi, kebutuhan binatang lebih
   terpusat pada kebutuhan fisiologi dan rasa aman serta pemenuhan kebutuhan secara instinktif.
   Sebaliknya, jika binatang tidak memiliki kebutuhan sekonkret manusia, namun binatang
   memiliki satu kebutuhan yang tidak manusia miliki, yakni kebutuhan secara instinktif tersebut.
   Hal inilah yang mendorong manusia untuk berbelok pada konsep kebudayaan yang lebih
   mengajarkan tentang bagaimana cara hidup, guna membangun dinding sekat antara manusia
   dan binatang.
            Kelemahan manusia dengan ketidakmampuan untuk bertindak instinktif ini telah
   diimbangi dengan suatu kemampuan lain berupa kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan
   menguasai objek-objek yang bersifat fisik, hal ini tentunya tidak dimiliki oleh binatang apapun.
   Selain itu, kemampuan lain yang berbentuk budi juga memberikan corak berbeda pada manusia
   yang mana didalamnya terkandung berbagai hal mengenai dorongan-dorongan hidup yang
   dasar, insting, perasaan, berfikir, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia
   mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitar melalui pemberian
   penilaian terhadap objek dan kejadian, dan penilaian inilah yang menjadi tujuan dan isi serta inti
   dari kebudayaan tersebut.
            Kebudayaan dalam hal ini diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya dalam bentuk
   penilaian kebudayaan dan tata hidup yang mencerminkan nilai kebudayaan yang dikandungnya
   serta dapat berbentuk sarana kebudayaan yang merupakan perwujudan bersifat fisik sebagai
   produk dari kebudayaan atau alat yang memudahkan kehidupan manusia.
            Keseluruhan fase kebudayaan diatas sangatlah erat hubungannya dengan pendidikan
   sebab secara tidak langsung proses kebudayaan ini didapat oleh manusia melalui pintu gerbang
pendidikan. Adat kebudayaan diwariskan pada generasi selanjutnya pasti melewati proses
    belajar, dengan demikian kebudayaan selalu diteruskan dari waktu ke waktu. Maka pada sub
    bab selanjutnya akan kita kupas mengenai hubungan antara kebudayaan dan pendidikan secara
    lebih terperinci, sekaligus akan dikaji beberapa masalah pokok yang perlu diperhatikan terkait
    kemajuan proses pendidikan yang dikaitkan dengan kebudayaan.

C. Kebudayaan dan pendidikan
        Sebelum kita menyelami lebih dalam mengenai kebudayaan, kaitannya degan pendidikan.
   Maka tidak ada salahnya jika terlebih dahulu kita mengenal beberapa nilai dasar dalam
   kebudayaan, diantaranya:
   a) Nilai teori; hakikat penemuan kebenaran melalui berbagai metode seperti nasionalisme,
        empirisme dan metode ilmiah,
   b) Nilai ekonomi; mencakup dengan kegunaan berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan
        manusia,
   c) Nilai estetika; nilai yang berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistic yang
        menyangkut bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan
        pada manusia,
   d) Nilai social; nilai yang berorientasi pada hubungan antat manusia dan penekanan segi-segi
        kemanusiaan yang luhur,
   e) Nilai politik; nilai yang berpusat pada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan
        masyarakat maupun di dunia politik, dan
   f) Nilai agama; nilai yang beorientasi pada penghayatan yang bersifat mistik dan transedental
        dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi.
        Setiap kebudayaan memiliki skala hirarki yang begitu terformat mengenai beberapa nilai di
   atas, mulai tingkatan yang kurang penting hingga nilai terpenting dari nilai-nilai di atas. Juga
   memiliki penilaian tersendiri dari tiap-tiap kategori tersebut. Berdasarkan penggolongan
   tersebut di atas maka masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-
   nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak bangsa.
        Memahami pengertian pendidikan yang dapat dimaknai secara luas sebagai usaha yang
   sadar dan sistematis dalam membantu anak didik untuk mengembangkan fikiran, kepribadian
   dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita untuk selalu up to date dalam pengkajian masalah
   tersebut. hal ini harus dilakukan disebabkan oleh beberapa hal, yakni:
   Pertama; nilai-nilai budaya yang akan dikembangkan harus sesuai dengan tuntutan zaman, kelak
   di masa anak bangsa hidup. Kedua; usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan
   kita untuk lebih eksplisit dan definitive tentang hakikat nilai-nilai budaya tersebut. keharusan ini
   disebabkan karena gejala kebudayaan yang lebih banyak bersifat tersembunyi daripada
   terungkap, bahkan hakekat kebudayaan tersebut justru yang tersembunyi bagi masyarakat
   umum. Hal ini tidaklah lain disebabkan karena sikap kita sendiri yang menelan begitu saja tanpa
   menyaring dan mengenal lebih dalam terlebih dahulu segala kebudayaan baru yang datang.
   Masalah ini lebih serius lagi jika diperhatiakn bahwa dalam faktanya, nilai kebudayaan yang
   diajarkan dalam pendidikan tidaklah sesuai dengan keperluan anak bangsa kelak di masa
   mendatang. hal ini diperkuat dengan kesimpulan penelitian Sheldon Shaeffer di kecamatan
Turen, Malang. Menyatakan bahwa kegiatan pendidikan dasar di tempat tersebut tidak
memberikan pengetahuan, nilai, sikap yang diperlukan anak kelak sebagai bekal hidup pada
abad XXI. Maka, sebagai solusi untuk menjawab salah satu permasalahan di atas, haruslah
ditentukan terlebih dahulu alur perkiraan scenario kihidupan masyarakat mendatang. tentunya
harus berpacu pada perkembangan dan keadaan masyarakat Indonesia saat ini, sebagai
barometer tersendiri untuk menentukan keadaan mendatang. langkah pertama yang bisa kita
lakukan dengan memusatkan perhatian pada nilai-nilai masyarakat modern yang sedang
berkembang, sebelum memprediksikan perkembangan akan datang. Selain itu, selayaknya kita
memahami secara mendalam criteria masyarakat modern, baik dari segi kehidupan, ekonomi,
budaya, dll. Kemudian, dibandingkan dengan criteria dan cirri-ciri masyarakat tradisional yang
mestinya terdapat sisi kekurangan diantara keduanya. Setelah barulah kita merancang
pengembangan kreativitas kebudayaan yang diselipkan dalam proses pendidikan, agar
kebudayaan selalu up to date tanpa meninggalkan nilai-nilai suci budaya yang diwariskan dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat mendatang. sehingga, tidak mengurangi rasa peduli dan
antusias masyarakat dalam mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan kebudayaan tersebut
secara turun menurun.
        Dalam proses pewarisan budaya di atas, perlu dipondasikan terlebih dahulu dengan
menggunakan nilai agama. Karena nilai agama berfungsi sebagai sumber moral bagi segenap
kegiatan. Hakikat segala usaha manusia dalam lingkup kebudayaan haruslah ditujukan untuk
meningkatkan martabat manusia, bukan sebaliknya. Sebab jika tidak demikian, maka hal ini
bukanlah suatu proses pembudayaan melainkan dekadensi, proses peruntuhan
peradaban.dalam hal ini, agama memang memberikan kompas dan tujuan serta arti tersendiri
bagi manusia yang berbeda dengan makhluk apapun itu yang ada di jagad raya ini. Kemajuan
pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dinilai ternyata tidak memberikan nilai
kebahagiaan yang hakiki, hal ini menyebabkan manusia kembali pada nilai-nilai agama yang
dinilai memang sebagai pondasi dan pedoman dalam mencapai kejayaan peradaban dan
kebudayaan. Kita ingat bahwa ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah
lumpuh.
        Jadi, memang kebuyaan sesungguhnya yang perlu kita wariskan pada anak bangsa ialah
menjadikan mereka manusia yang bertaqwa, terdidik, bermoral tinggi, brakhlak mulia dan
makhluk yang berusaha maju dengan kerja keras dan usaha sendiri (mandiri).

More Related Content

Manusia dan kebudayaan

  • 1. Manusia dan Kebudayaan A. Pengertian Definisi kebudayaan selalu mengalami perkembangan seiring bergulirnya waktu, namun definisi-definisi yang timbul tersebut secara keseluruhan dapat diambil garis merah bahwa tidak memiliki perbedaan signifikan yang bersifat prinsip jika harus berpatokkan pada definisi pertama yang berhasil dicetuskan oleh E. B. Taylor (1871), yakni sebagai suatu keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnyayang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kemudian, kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari system religi dan upacara keagamaan, system pengetahuan, bahasa, kesenian, system mata pencaharian serta sitem teknologi dan peralatan. B. Perbedaan Berbagai sepak terjang manusia yang beraneka ragam merupakan buah bukti atas kolaborasi kebutuhan yang dimiliki manusia itu sendiri sehingga memotivasi untuk memenuhi segala kebutuhan mereka tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Berbagai kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi inilah yang menjadikan suatu ciri khas tersendiri bagi manusia, jika dibandingkan dengan binatang yang tidak memiliki kebutuhan sedetail itu. Akan tetapi, kebutuhan binatang lebih terpusat pada kebutuhan fisiologi dan rasa aman serta pemenuhan kebutuhan secara instinktif. Sebaliknya, jika binatang tidak memiliki kebutuhan sekonkret manusia, namun binatang memiliki satu kebutuhan yang tidak manusia miliki, yakni kebutuhan secara instinktif tersebut. Hal inilah yang mendorong manusia untuk berbelok pada konsep kebudayaan yang lebih mengajarkan tentang bagaimana cara hidup, guna membangun dinding sekat antara manusia dan binatang. Kelemahan manusia dengan ketidakmampuan untuk bertindak instinktif ini telah diimbangi dengan suatu kemampuan lain berupa kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat fisik, hal ini tentunya tidak dimiliki oleh binatang apapun. Selain itu, kemampuan lain yang berbentuk budi juga memberikan corak berbeda pada manusia yang mana didalamnya terkandung berbagai hal mengenai dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, berfikir, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitar melalui pemberian penilaian terhadap objek dan kejadian, dan penilaian inilah yang menjadi tujuan dan isi serta inti dari kebudayaan tersebut. Kebudayaan dalam hal ini diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya dalam bentuk penilaian kebudayaan dan tata hidup yang mencerminkan nilai kebudayaan yang dikandungnya serta dapat berbentuk sarana kebudayaan yang merupakan perwujudan bersifat fisik sebagai produk dari kebudayaan atau alat yang memudahkan kehidupan manusia. Keseluruhan fase kebudayaan diatas sangatlah erat hubungannya dengan pendidikan sebab secara tidak langsung proses kebudayaan ini didapat oleh manusia melalui pintu gerbang
  • 2. pendidikan. Adat kebudayaan diwariskan pada generasi selanjutnya pasti melewati proses belajar, dengan demikian kebudayaan selalu diteruskan dari waktu ke waktu. Maka pada sub bab selanjutnya akan kita kupas mengenai hubungan antara kebudayaan dan pendidikan secara lebih terperinci, sekaligus akan dikaji beberapa masalah pokok yang perlu diperhatikan terkait kemajuan proses pendidikan yang dikaitkan dengan kebudayaan. C. Kebudayaan dan pendidikan Sebelum kita menyelami lebih dalam mengenai kebudayaan, kaitannya degan pendidikan. Maka tidak ada salahnya jika terlebih dahulu kita mengenal beberapa nilai dasar dalam kebudayaan, diantaranya: a) Nilai teori; hakikat penemuan kebenaran melalui berbagai metode seperti nasionalisme, empirisme dan metode ilmiah, b) Nilai ekonomi; mencakup dengan kegunaan berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia, c) Nilai estetika; nilai yang berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistic yang menyangkut bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan pada manusia, d) Nilai social; nilai yang berorientasi pada hubungan antat manusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur, e) Nilai politik; nilai yang berpusat pada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan masyarakat maupun di dunia politik, dan f) Nilai agama; nilai yang beorientasi pada penghayatan yang bersifat mistik dan transedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi. Setiap kebudayaan memiliki skala hirarki yang begitu terformat mengenai beberapa nilai di atas, mulai tingkatan yang kurang penting hingga nilai terpenting dari nilai-nilai di atas. Juga memiliki penilaian tersendiri dari tiap-tiap kategori tersebut. Berdasarkan penggolongan tersebut di atas maka masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai- nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak bangsa. Memahami pengertian pendidikan yang dapat dimaknai secara luas sebagai usaha yang sadar dan sistematis dalam membantu anak didik untuk mengembangkan fikiran, kepribadian dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita untuk selalu up to date dalam pengkajian masalah tersebut. hal ini harus dilakukan disebabkan oleh beberapa hal, yakni: Pertama; nilai-nilai budaya yang akan dikembangkan harus sesuai dengan tuntutan zaman, kelak di masa anak bangsa hidup. Kedua; usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplisit dan definitive tentang hakikat nilai-nilai budaya tersebut. keharusan ini disebabkan karena gejala kebudayaan yang lebih banyak bersifat tersembunyi daripada terungkap, bahkan hakekat kebudayaan tersebut justru yang tersembunyi bagi masyarakat umum. Hal ini tidaklah lain disebabkan karena sikap kita sendiri yang menelan begitu saja tanpa menyaring dan mengenal lebih dalam terlebih dahulu segala kebudayaan baru yang datang. Masalah ini lebih serius lagi jika diperhatiakn bahwa dalam faktanya, nilai kebudayaan yang diajarkan dalam pendidikan tidaklah sesuai dengan keperluan anak bangsa kelak di masa mendatang. hal ini diperkuat dengan kesimpulan penelitian Sheldon Shaeffer di kecamatan
  • 3. Turen, Malang. Menyatakan bahwa kegiatan pendidikan dasar di tempat tersebut tidak memberikan pengetahuan, nilai, sikap yang diperlukan anak kelak sebagai bekal hidup pada abad XXI. Maka, sebagai solusi untuk menjawab salah satu permasalahan di atas, haruslah ditentukan terlebih dahulu alur perkiraan scenario kihidupan masyarakat mendatang. tentunya harus berpacu pada perkembangan dan keadaan masyarakat Indonesia saat ini, sebagai barometer tersendiri untuk menentukan keadaan mendatang. langkah pertama yang bisa kita lakukan dengan memusatkan perhatian pada nilai-nilai masyarakat modern yang sedang berkembang, sebelum memprediksikan perkembangan akan datang. Selain itu, selayaknya kita memahami secara mendalam criteria masyarakat modern, baik dari segi kehidupan, ekonomi, budaya, dll. Kemudian, dibandingkan dengan criteria dan cirri-ciri masyarakat tradisional yang mestinya terdapat sisi kekurangan diantara keduanya. Setelah barulah kita merancang pengembangan kreativitas kebudayaan yang diselipkan dalam proses pendidikan, agar kebudayaan selalu up to date tanpa meninggalkan nilai-nilai suci budaya yang diwariskan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat mendatang. sehingga, tidak mengurangi rasa peduli dan antusias masyarakat dalam mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan kebudayaan tersebut secara turun menurun. Dalam proses pewarisan budaya di atas, perlu dipondasikan terlebih dahulu dengan menggunakan nilai agama. Karena nilai agama berfungsi sebagai sumber moral bagi segenap kegiatan. Hakikat segala usaha manusia dalam lingkup kebudayaan haruslah ditujukan untuk meningkatkan martabat manusia, bukan sebaliknya. Sebab jika tidak demikian, maka hal ini bukanlah suatu proses pembudayaan melainkan dekadensi, proses peruntuhan peradaban.dalam hal ini, agama memang memberikan kompas dan tujuan serta arti tersendiri bagi manusia yang berbeda dengan makhluk apapun itu yang ada di jagad raya ini. Kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dinilai ternyata tidak memberikan nilai kebahagiaan yang hakiki, hal ini menyebabkan manusia kembali pada nilai-nilai agama yang dinilai memang sebagai pondasi dan pedoman dalam mencapai kejayaan peradaban dan kebudayaan. Kita ingat bahwa ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Jadi, memang kebuyaan sesungguhnya yang perlu kita wariskan pada anak bangsa ialah menjadikan mereka manusia yang bertaqwa, terdidik, bermoral tinggi, brakhlak mulia dan makhluk yang berusaha maju dengan kerja keras dan usaha sendiri (mandiri).