6. Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno Di
Jawa Tengah
Di pedalaman wilayah Jawa Tengah
sekitar abad ke-8 berkembang sebuah
kerajaan besar yang disebut Kerajaan
Mataram Kuno. Pusat kerajaan ini terletak
di daerah yang disebut Medang I Bhumi
Mataram (diperkirakan sekitar
Prambanan, Klaten, Jawa Tengah).
8. Pemerintahan Mataram Kuno
MUNCULNYA WANGSA SANJAYA
Wangsa Sanjaya adalah wangsa atau dinasti yang sebagian besar rajanya
menganut agama Hindu, yang dikenal sebagai pendiri Kerajaan Medang
(Mataram Kuno). Wangsa ini menganut agama Hindu aliran Siwa, dan
berkiblat ke Kunjaradari di daerah India. Menurut Prasasti Canggal,
wangsa ini didirikan pada tahun 732 M oleh Sanjaya. Tak banyak yang
diketahui pada masa-masa awal Wangsa Sanjaya.
A. RAJA-RAJA WANGSA SANJAYA
1. Ratu Sanjaya
Ratu Sanjaya alias Rakai Mataram menempati urutan pertama dalam
daftar para raja Kerajaan Medang versi prasasti Mantyasih, yaitu prasasti
yang dikeluarkan oleh Maharaja Dyah Balitung tahun 907. Sanjaya sendiri
mengeluarkan prasasti Canggal tanggal 6 Oktober 732 tentang pendirian
sebuah lingga serta bangunan candi untuk memuja Siwa di atas sebuah
bukit. Candi tersebut kini hanya tinggal puing-puing reruntuhannya saja,
yang ditemukan di atas Gunung Wukir, dekat Kedu.
9. 2. Rakai Pikatan
Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Wangsa
Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856 M),
puteri raja Wangsa Syailendara Samaratungga. Sejak itu
pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di
Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan
bahkan mendepak Raja Balaputradewa, dan pada tahun
850 M, Wangsa Sanjaya kembali menjadi satu-satunya
penguasa Mataram. Prasasti Wantil disebut juga prasasti
Siwagreha yang dikeluarkan pada tanggal 12 November 856
M. Prasasti ini selain menyebut pendirian istana
Mamratipura, juga menyebut tentang pendirian bangunan
suci Siwagreha, yang diterjemahkan sebagai Candi Siwa.
3. Rakai Kayuwangi
Sebenarnya kurang tepat apabila Rakai Kayuwangi disebut
sebagai raja Kerajaan Mataram karena menurut prasasti
Wantil, saat itu istana Kerajaan Medang tidak lagi berada di
daerah Mataram, melainkan sudah dipindahkan oleh Rakai
Pikatan (raja sebelumnya) ke daerah Mamrati, dan diberi
nama Mamratipura.
10. 4. Rakai Watuhumalang
Menurut daftar para raja Kerajaan Medang dalam prasasti
Mantyasih, Rakai Watuhumalang menjadi raja kedelapan
menggantikan Rakai Kayuwangi. Prasasti tersebut dikeluarkan tahun
907 M oleh Dyah Balitung, yaitu raja sesudah Rakai Watuhumalang.
Rakai Watuhumalang sendiri tidak meninggalkan prasasti atas nama
dirinya. Sementara itu prasasti Panunggalan tanggal 19 November
896 M menyebut adanya tokoh bernama Sang Watuhumalang Mpu
Teguh, namun tidak bergelar maharaja, melainkan hanya bergelar
haji (raja bawahan).
5. Rakai Watukura Dyah Balitung
Dyah Balitung berhasil naik takhta karena menikahi putri raja
sebelumnya. Kemungkinan besar raja tersebut adalah Rakai
Watuhumalang yang menurut prasasti Mantyasih memerintah
sebelum Balitung. Mungkin alasan Dyah Balitung bisa naik takhta
bukan hanya itu, mengingat raja sebelumnya ternyata juga memiliki
putra bernama Mpu Daksa (prasasti Telahap). Alasan lain yang
menunjang ialah keadaan Kerajaan Medang sepeninggal Rakai
Kayuwangi mengalami perpecahan, yaitu dengan ditemukannya
prasasti Munggu Antan atas nama Maharaja Rakai Gurunwangi dan
prasasti Poh Dulur atas nama Rakai Limus Dyah Dewendra.
11. 6. Mpu Daksa
Mpu Daksa naik takhta menggantikan Dyah Balitung yang
merupakan saudara iparnya. Hubungan kekerabatan ini
berdasarkan bukti bahwa Daksa sering disebut namanya
bersamaan dengan istri Balitung dalam beberapa prasasti.
Selain itu juga diperkuat dengan analisis sejarawan
Boechari terhadap berita Cina dari Dinasti Tang berbunyi
Tat So Kan Hiung, yang artinya "Daksa, saudara raja yang
gagah berani".
7. Rakai Layang Dyah Tulodhong
Dyah Tulodhong dianggap naik takhta menggantikan Mpu
Daksa. Dalam prasasti Ritihang yang dikeluarkan oleh Mpu
Daksa terdapat tokoh Rakryan Layang namun nama aslinya
tidak terbaca. Ditinjau dari ciri-cirinya, tokoh Rakryan
Layang ini seorang wanita berkedudukan tinggi, jadi tidak
mungkin sama dengan Dyah Tulodhong. Mungkin Rakryan
Layang adalah putri Mpu Daksa. Dyah Tulodhong berhasil
menikahinya sehingga ia pun ikut mendapatkan gelar Rakai
Layang, bahkan naik takhta menggantikan mertuanya, yaitu
Mpu Daksa.
12. 8. Rakai Sumba Dyah Wawa
Dyah Wawa naik takhta menggantikan Dyah
Tulodhong. Nama Rakai Sumba tercatat dalam
prasasti Culanggi tanggal 7 Maret 927, menjabat
menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah,
yaitu semacam pegawai pengadilan. Selain
bergelar Rakai Sumba, Dyah Wawa juga bergelar
Rakai Pangkaja. Dyah Wawa tidak memiliki hak
atas takhta Dyah Tulodhong. Sejarawan Boechari
berpendapat bahwa Dyah Wawa melakukan
kudeta merebut takhta Kerajaan Medang.
13. Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno
Di Jawa Tengah
Banyak para peneliti dan penulis tentang kerajaan-kerajaan Indonesia
percaya bahwa kerajaan hindu mataram kuno hancur atau hilang dari
peradaban kerajaan-kerajaan hindu di Indonesia. Kehancuran tersebut
banyak diyakini akibat letusan dahsyat Gunung Merapi pada tahun 1006
Masehi yang bersifat eksplosif (Ledakan besar/Plinian) sehingga mampu
menghancurkan kerajaan Mataram Hindu Kuno. letusan tersebut juga
mampu melongsorkan tubuh Merapi sehingga sebagian tubuh Merapi
tersebut lengser dan membentuk perbukitan Gendol/gunung Gendol atau
Bukit Wukir. Sehingga mengubur candi-candi yang ada disekitar Merapi.
Hal ini dikemukakan oleh seorang Geologiwan ternama R. W. Van
Bemmelen (1949). Peristiwa tersebut diinterpretasikan sebagai
Mahapralaya atau Pralaya yang berarti Kehancuran Besar oleh Van
Laberton Hinloopen dalam menaksir pembacaan pada prasasti Rukam dan
kitab Negara Kertagama. Pendapat R. W. Van Bemmellen (1904-1983)
mendasarkan pendapatnya pada interpretasi Van Labertoon Hinloopen.
Keadaan ini disebut oleh Van Libertoon Hinloopen sebagai masa Wara-
Wiri, Die G旦tterdamerung atau The Twilight Of The Gods sebelum
muncul kerajaan Mataram Islam modern.
14. Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
di Jawa Tengah
a. Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi
Gunung Wukir di desa Canggal berangka
tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala.
15. b. Prasasti Kalasan,
ditemukan di desa
Kalasan
Yogyakarta
berangka tahun
778 M, ditulis
dalam huruf
Pranagari (India
Utara) dan bahasa
Sansekerta
16. c. Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu,
Jateng berangka tahun 907 M yang menggunakan
bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah
daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului
Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai
Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai
Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan
Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti
Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti
Belitung
17. d. Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan
berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf
Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya
menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh
Raja Indra yang bergelar Sri
Sanggramadananjaya.
18. Peninggalan Berupa Candi
Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan
ditemukan candi antara lain Candi Borobudur,
Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi
Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih
banyak candi-candi yang lain.