ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Material Requirement Planning
1. Pengertian Material Requirement Planning
Pengaturan material mempunyai pengertian sebagai suatu pengaturan yang mencangkup hal-
hal yang berhubungan dengan sistem persediaan yang sekaligus sistem informasinya, agar
dicapai sistem pengadaan material yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat bahan, dan tepat
harga. Sistem pengaturan ini kemudian dikenal dengan perencanaan kebutuhan bahan baku
atau dalam istilah asing dikenal sebagai MRP (Material Requirement Planning),
(Yamit,1996).
Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set
prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian
kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantungan.
(Dependent demand items). Permintaan dependent adalah komponen barang akhir-seperti
bahan mentah, komponen suku cadang dan subperakitan-dimana jumlah sediaan yang
dibutuhkan tergantung (dependent) terhadap jumlah permintaan item barang akhir. Contoh,
dalam perencanaan produksi sepeda, permintaan dependen dari sediaan yang mungkin adalah
aluminum, ban, jok, dan rantai sepeda.
2. Tujuan MRP
Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem yang mampu
menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat baik berupa pembatalan pesanan,
pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Aksi ini sekaligus merupakan suatu pegangan untuk
melakukan pembelian dan/ atau produksi.
Tujuan dari perencanaan kebutuhan bahan baku adalah sebagai berikut (Yamit, 1996) :
1. Menjamin tersedianya material, item, atau komponen pada saat dibutuhkan untuk
memenuhi jadwal induk produksi dan menjamin tersedianya produk jadi bagi konsumen.
2. Menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum
3. Merencanakan aktifitas pengiriman, dan aktifitas pembelian
3. Prasyarat dan Asumsi dari MRP
Tujuan dari MRP untuk menghasilkan informasi persediaan yang mampu digunakan untuk
mendukung melakukan tindakan secara tepat dalam melakukan produksi. Agar MRP dapat
berfungsi dan dioperasionalisasikan dengan efektif ada beberapa persyaratan dan asumsi yang
harus dipenuhi. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah : (Gaspersz, 1998)
a. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), yaitu suatu rencana
produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu produk akhir harus tersedia sesuai
dengan jadwal yang harus diproduksi. Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari
hasil peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik,
serta jadwal pemesanan produk dari pihak konsumen.
b. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus. Hal ini disebabkan
karena biasanya MRP bekerja secara komputerisasi dimana jumlah komponen yang harus
ditangani sangat banyak, maka pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian
komponen, perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan yang jelas
antara satu dengan yang lainnya.
c. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini tidak diperlukan struktur
produk yang memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan suatu produk apabila
itemnya sangat banyak dan proses pembuatannya sangat komplek. Walaupun demikian, yang
penting struktur produk harus mampu menggambarkan secara gamblang langkah-langkah
suatu produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi.
d. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan status
persediaan sekarang dan yang akan datang.
Ada 4 macam yang menjadi ciri utama MRP, yaitu: (Nasution,1992)
a. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu pekerjaan akan selesai
(material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan produk yang dijadwalkan berdasarkan
MPS yang direncanakan.
b. Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan menentukan secara tepat sistem
penjadwalan.
c. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan memberikan indikasi kapan
pemesanan atau pembatalan suatu pesanan harus dilakukan.
d. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah
direncanakan.Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan
pada waktu yang dikehendaki, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melaksanakan
rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang
realistis. Seandainya penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi
pesanan, maka pembatalan terhadap suatu pesanan harus dilakukan.
4. Input, proses, output MRP
Penggunaan MRP dimulai dengan mengestimasikan produk-produk apa saja yang dibutuhkan
pada periode selanjutnya berdasarkan master production schedule. Software MRP selanjutnya
menghitung waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi manufaktur, Estimasi waktu
perakitan diterapkan pada setiap produk. Kemudian, sistem tersebut mengelompokkan
produk dalam daftar bills of materials untuk dikembangkan oleh departemen teknik.
Sistem ini bekerja melalui proses input dan output. Proses input dimasukkan dalam software
yang digunakan untuk proses output. Proses input dan output dalam MRP mencakup :
- Input MRP
Ada 3 Input yang dibutuhkan dalam konsep MRP yaitu (Nasution,1992):
• Jadwal Induk Produksi (Master production schedule)
Merupakan suatu rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara kuantitas setiap
jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaannya
• Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material)
Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya. Informasi yang dilengkapi
untuk setiap komponen ini meliputi :
- Jenis komponen
- Jumlah yang dibutuhkan
- Tingkat penyusunannya
Selain ini ada juga masukan tambahan seperti :
- Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan
- Peramalan atas item yang bersifat tidak bergantungan.
• Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan,
yang berkaitan dengan :
- Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
- Jumlah barang dipesan dan kapan akan datang (on order Inventory )
- Waktu ancang – ancang ( lead time ) dari setiap bahan.
Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item dan diperbaharui setiap
terjadi perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan.
- Proses MRP
Langkah - langkah dasar dalam penyusunan Proses MRP (Nasution,1992)
1. Netting (kebutuhan bersih) : Proses perhitungan kebutuhan bersih untuk setiap periode
selama horison perencanaan.
2. Lotting (kuantitas pesanan) : Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang
optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
3. Offsetting (rencana pemesanan): Bertujuan untuk menentukan kuantitas pesanan yang
dihasilkan proses lotting. Penentuan rencana saat pemesanan ini diperoleh dengan cara
mengurangkan saat kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (Lead
Time).
4. Exploding: Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level) yang
lebih bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas rencana pemesanan.
- Output MRP
Keluaran MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari MRP, yaitu :
(Gaspersz, 1998)
a. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah penentuan jumlah kebutuhan
material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang.
b. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi pembeli yang akan
digunakan untuk bernegosiasi dengan pemasok, dan berguna juga bagi manejer manufaktur,
yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi.
c. Changes to planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah direncanakan) adalah
yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan, pengubahan jumlah pesanan.
d. Performance Report (Laporan Penampilan) suatu tampilan yang menunjukkan sejauh mana
sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan stock dan ukuran yang lain. Terlihat pada
gambar Sistem MRP
5. Metode Penentuan Lotting dalam MRP
Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item,
berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan dari masing-masing periode horison
perencanaan dalam MRP ( material requirment Planning).
Didalam ukuran lot ini ada beberapa pendekatan yaitu:
1. Menyeimbangkan ongkos pesan (set up cost) dan ongkos simpan.
a. Biaya pemesanan ( order cost ) adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk
mendapatkan bahan atau bahan dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa biaya penulisan
pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai / perangko, biaya faktur, biaya
pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya transportasi. Sifat biaya pemesanan ini adalah
semakin besar frekuensi pembelian semakin besar biaya pemesanan.
b. Biaya Penyimpanan.
Komponen utama dari biaya simpan ( carrying cost ) terdiri dari :
a) Biaya Modal, meliputi : biaya yang diinvestasikan dalam persediaan, gedung, dan
peralatan yang diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan.
b) Biaya Simpan, meliputi : biaya sewa gudang, perawatan dan perbaikan bangunan, listrik,
gaji, personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya
penyusutan dan perbaikan peralatan. Biaya tersebut ada bersifat tetap (fixed ), variabel,
maupun semi fixed atau semi variabel.
2. Menggunakan konsep jumlah pesanan tetap.
3. Dengan jumlah periode pemesanan tetap.
Terdapat 10 Alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot.
Kesepuluh teknik adalah sebagai berikut :
a. Fixed Order Quantity (FOQ)
Pendekatan menggunakankonsep jumlah pemesanan tetap karena keterbatasan akan fasilitas.
Misalnya : kemampuan gudang, transportasi, kemampuan supplier dan pabrik.
b. Lot for Lot (LFL)
Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi
dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan.
c. Least Unit Cost (LUC)
Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos unit perkecil, dimana jumlah
pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan
didasarkan :
ongkos perunit terkecil = (ongkos pesan per unit) + (ongkos simpan per unit)
d. Economic Order Quantity (EOQ)
Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot
tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut.
e. Period Order Quantity (POQ)
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada
periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan
mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya
jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun.
f. Part Period Balancing (PPB)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau
mendekati ongkos pesannya.
g. Fixed Periode Requirement (FPR)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode tetap, dimana pesanan dilakukan
berdasarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh
ramalan tetapi dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada interval
pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan.
h. Least Total Cost (LTC) :
Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan diminimasikan apabila untuk setiap lot
dalam suatu horison perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan
memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan per unit-nya hampir sama dengan ongkos
pengadaannya/ unitnya.
ongkos total = (ongkos simpan) + (ongkos pengadaan)
i. Wagner Within (WW)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear,
bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan
perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan
minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusah agar
ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas
pemesanan yang dilakukan.
j. Silver Mean (SM)
Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos total per-
periode.Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa
periode yang berturut-turut sebagai ukuranlotyang tentatif (bersifat sementara), penjumlahan
dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya
termasuk dalam ukuran lott entatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya
adalah ukuran lott entatif terakhir yang ongkos total periodenya masih menurun.
6. Kelemahan MRP
Problem utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data. Jika terdapat data salah pada
data persediaan, bill material data/master schedule kemudian juga akan menghasilkan data
salah. Problem utama lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama
perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi produk tertentu (asumsi
semua variable). Desain sistem ini juga mengasumsikan bahwa "lead time" dalam proses in
manufacturing sama untuk setiap item produk yang dibuat
Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai tempat. Hal ini
berakibat terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena perbedaaan jarak yang jauh. The
overall ERP system dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan menurut
individu perusaaannya dan memungkinkan terjadinya komunikasi antar perusahaan sehingga
dapat mendistribuskan setiap komponen pada kebutuan perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu diterapkan sebelum
menerapkan sistem MRP. Sistem ERP system dibutuhkan untuk menghitung secara reguler
dengan benar bagaimana kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses
produksi.
MRP tidak mengitung jumlah kapasitas produksi. Meskipun demikian, dalam jumlah yang
besar perlu diterapkan suatu sistem dalam tingkatan lebih lanjut, yaitu MRP II. MRP II
adalah sistem yang mengintegrasikan aspek keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan
kapasitas.

More Related Content

Material requirement planning

  • 1. Material Requirement Planning 1. Pengertian Material Requirement Planning Pengaturan material mempunyai pengertian sebagai suatu pengaturan yang mencangkup hal- hal yang berhubungan dengan sistem persediaan yang sekaligus sistem informasinya, agar dicapai sistem pengadaan material yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat bahan, dan tepat harga. Sistem pengaturan ini kemudian dikenal dengan perencanaan kebutuhan bahan baku atau dalam istilah asing dikenal sebagai MRP (Material Requirement Planning), (Yamit,1996). Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantungan. (Dependent demand items). Permintaan dependent adalah komponen barang akhir-seperti bahan mentah, komponen suku cadang dan subperakitan-dimana jumlah sediaan yang dibutuhkan tergantung (dependent) terhadap jumlah permintaan item barang akhir. Contoh, dalam perencanaan produksi sepeda, permintaan dependen dari sediaan yang mungkin adalah aluminum, ban, jok, dan rantai sepeda. 2. Tujuan MRP Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat baik berupa pembatalan pesanan, pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Aksi ini sekaligus merupakan suatu pegangan untuk melakukan pembelian dan/ atau produksi. Tujuan dari perencanaan kebutuhan bahan baku adalah sebagai berikut (Yamit, 1996) : 1. Menjamin tersedianya material, item, atau komponen pada saat dibutuhkan untuk memenuhi jadwal induk produksi dan menjamin tersedianya produk jadi bagi konsumen. 2. Menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum 3. Merencanakan aktifitas pengiriman, dan aktifitas pembelian 3. Prasyarat dan Asumsi dari MRP Tujuan dari MRP untuk menghasilkan informasi persediaan yang mampu digunakan untuk mendukung melakukan tindakan secara tepat dalam melakukan produksi. Agar MRP dapat berfungsi dan dioperasionalisasikan dengan efektif ada beberapa persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah : (Gaspersz, 1998) a. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), yaitu suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu produk akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus diproduksi. Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik, serta jadwal pemesanan produk dari pihak konsumen. b. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus. Hal ini disebabkan karena biasanya MRP bekerja secara komputerisasi dimana jumlah komponen yang harus ditangani sangat banyak, maka pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian komponen, perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan yang jelas antara satu dengan yang lainnya. c. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini tidak diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat banyak dan proses pembuatannya sangat komplek. Walaupun demikian, yang penting struktur produk harus mampu menggambarkan secara gamblang langkah-langkah suatu produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi. d. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan status
  • 2. persediaan sekarang dan yang akan datang. Ada 4 macam yang menjadi ciri utama MRP, yaitu: (Nasution,1992) a. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu pekerjaan akan selesai (material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan produk yang dijadwalkan berdasarkan MPS yang direncanakan. b. Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan menentukan secara tepat sistem penjadwalan. c. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan suatu pesanan harus dilakukan. d. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang dikehendaki, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melaksanakan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis. Seandainya penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan terhadap suatu pesanan harus dilakukan. 4. Input, proses, output MRP Penggunaan MRP dimulai dengan mengestimasikan produk-produk apa saja yang dibutuhkan pada periode selanjutnya berdasarkan master production schedule. Software MRP selanjutnya menghitung waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi manufaktur, Estimasi waktu perakitan diterapkan pada setiap produk. Kemudian, sistem tersebut mengelompokkan produk dalam daftar bills of materials untuk dikembangkan oleh departemen teknik. Sistem ini bekerja melalui proses input dan output. Proses input dimasukkan dalam software yang digunakan untuk proses output. Proses input dan output dalam MRP mencakup : - Input MRP Ada 3 Input yang dibutuhkan dalam konsep MRP yaitu (Nasution,1992): • Jadwal Induk Produksi (Master production schedule) Merupakan suatu rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara kuantitas setiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaannya • Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material) Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya. Informasi yang dilengkapi untuk setiap komponen ini meliputi : - Jenis komponen - Jumlah yang dibutuhkan - Tingkat penyusunannya Selain ini ada juga masukan tambahan seperti : - Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan - Peramalan atas item yang bersifat tidak bergantungan. • Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record) Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan : - Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory ) - Jumlah barang dipesan dan kapan akan datang (on order Inventory ) - Waktu ancang – ancang ( lead time ) dari setiap bahan. Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item dan diperbaharui setiap terjadi perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan. - Proses MRP Langkah - langkah dasar dalam penyusunan Proses MRP (Nasution,1992)
  • 3. 1. Netting (kebutuhan bersih) : Proses perhitungan kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan. 2. Lotting (kuantitas pesanan) : Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan. 3. Offsetting (rencana pemesanan): Bertujuan untuk menentukan kuantitas pesanan yang dihasilkan proses lotting. Penentuan rencana saat pemesanan ini diperoleh dengan cara mengurangkan saat kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (Lead Time). 4. Exploding: Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level) yang lebih bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas rencana pemesanan. - Output MRP Keluaran MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari MRP, yaitu : (Gaspersz, 1998) a. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah penentuan jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang. b. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi pembeli yang akan digunakan untuk bernegosiasi dengan pemasok, dan berguna juga bagi manejer manufaktur, yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi. c. Changes to planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah direncanakan) adalah yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan, pengubahan jumlah pesanan. d. Performance Report (Laporan Penampilan) suatu tampilan yang menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan stock dan ukuran yang lain. Terlihat pada gambar Sistem MRP 5. Metode Penentuan Lotting dalam MRP Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan dari masing-masing periode horison perencanaan dalam MRP ( material requirment Planning). Didalam ukuran lot ini ada beberapa pendekatan yaitu: 1. Menyeimbangkan ongkos pesan (set up cost) dan ongkos simpan. a. Biaya pemesanan ( order cost ) adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan bahan atau bahan dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa biaya penulisan pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai / perangko, biaya faktur, biaya pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya transportasi. Sifat biaya pemesanan ini adalah semakin besar frekuensi pembelian semakin besar biaya pemesanan. b. Biaya Penyimpanan. Komponen utama dari biaya simpan ( carrying cost ) terdiri dari : a) Biaya Modal, meliputi : biaya yang diinvestasikan dalam persediaan, gedung, dan peralatan yang diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan. b) Biaya Simpan, meliputi : biaya sewa gudang, perawatan dan perbaikan bangunan, listrik, gaji, personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya penyusutan dan perbaikan peralatan. Biaya tersebut ada bersifat tetap (fixed ), variabel, maupun semi fixed atau semi variabel. 2. Menggunakan konsep jumlah pesanan tetap. 3. Dengan jumlah periode pemesanan tetap. Terdapat 10 Alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot. Kesepuluh teknik adalah sebagai berikut :
  • 4. a. Fixed Order Quantity (FOQ) Pendekatan menggunakankonsep jumlah pemesanan tetap karena keterbatasan akan fasilitas. Misalnya : kemampuan gudang, transportasi, kemampuan supplier dan pabrik. b. Lot for Lot (LFL) Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan. c. Least Unit Cost (LUC) Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos unit perkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan didasarkan : ongkos perunit terkecil = (ongkos pesan per unit) + (ongkos simpan per unit) d. Economic Order Quantity (EOQ) Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut. e. Period Order Quantity (POQ) Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun. f. Part Period Balancing (PPB) Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya. g. Fixed Periode Requirement (FPR) Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan. h. Least Total Cost (LTC) : Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan diminimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan per unit-nya hampir sama dengan ongkos pengadaannya/ unitnya. ongkos total = (ongkos simpan) + (ongkos pengadaan) i. Wagner Within (WW) Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusah agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan. j. Silver Mean (SM) Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos total per- periode.Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai ukuranlotyang tentatif (bersifat sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lott entatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lott entatif terakhir yang ongkos total periodenya masih menurun. 6. Kelemahan MRP Problem utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data. Jika terdapat data salah pada
  • 5. data persediaan, bill material data/master schedule kemudian juga akan menghasilkan data salah. Problem utama lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi produk tertentu (asumsi semua variable). Desain sistem ini juga mengasumsikan bahwa "lead time" dalam proses in manufacturing sama untuk setiap item produk yang dibuat Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai tempat. Hal ini berakibat terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan menurut individu perusaaannya dan memungkinkan terjadinya komunikasi antar perusahaan sehingga dapat mendistribuskan setiap komponen pada kebutuan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu diterapkan sebelum menerapkan sistem MRP. Sistem ERP system dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar bagaimana kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses produksi. MRP tidak mengitung jumlah kapasitas produksi. Meskipun demikian, dalam jumlah yang besar perlu diterapkan suatu sistem dalam tingkatan lebih lanjut, yaitu MRP II. MRP II adalah sistem yang mengintegrasikan aspek keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan kapasitas.