際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
IOGRAFI JEAN P. BAUDRILLARD
Jean Baudrillard lahir di Reims, Perancis tahun 1929, anak seorang pegawai sipil dan
cucu seorang petani. Tulisan dan pemikirannya sering dikaitkan dengan postmodernisme
dan pasca strukturalisme. Ia mempelajari bahasa Jerman di Universitas Sorbonne di Paris
lalu menjadi profesor Bahasa Jerman di Lyc辿e pada tahun 1958-1966.
Baudrillard bekerja sebagai penerjemah dan kritikus serta belajar filsafat dan sosiologi.
Beliau menyelesaikan program doktoralnya pada tahun 1966 dengan disertasi berjudul
Th竪se de troisi竪me cycle: Le Syst竪me des objets (Tesis Doktoral: Sistem Objek) di
bawah bimbingan Henri Lefebvre.
Dari tahun 1966 sampai tahun 1972 Baudrillard bekerja sebagai asisten profesor dan
mulai mengajar Sosiologi di Universitas Paris-X Nanterre sebagai seorang profesor pada
tahun 1972. Dari tahun 1986 sampai 1990, Baudrillard menjabat sebagai Direktur Ilmiah
di IRIS (Institut de Recherche et dInformation Socio-conomique) di Universit辿 de
Paris-IX Dauphine. Dan sejak tahun 2001, Baudrillard menjadi profesor dalam bidang
filsafat budaya dan kritik media di Europe Graduate School di Saas-Fee, Swiss.
Pengaruh Marx dan Strukturalisme Pada Pemikiran Awal
Inti teori Baudrillard adalah memperdebatkan makna dengan realita yang dimasukkan
dalam fiksi sains, karena pemikirannya yang cenderung tidak empirik dan sangat
futuristik melihat realitas kontemporer lalu merefleksikan masa depan dengan membesar-
besarkan atau bahkan memberi peringatan dini mengenai apa yang akan terjadi di masa
depan jika kecenderungan realitas kontemporer hari ini terus berlanjut
Ada satu kerancuan untuk menganalisis pemikiran Baudrillard, apakah dia seorang
sosiolog, teoritisi, atau seorang sastrawan?
 di balik seluruh rumusan teoritis dan analitis saya selalu mengaitkan dengan
aphorisme, anekdot, dan fragmen. Seseorang dapat menyebut itu puisi. (Baudrillard,
1993).
Baudrillard juga menolak bahwa beliau seorang sosiolog, namun lebih cenderung ke
pengarang karena Baudrillard menolak mendefinisikan dengan jelas konsepnya yang
paling dasar dan kajiannya mengalami banyak perubahan yang signifikan, tetapi masih
tetap ada yang kontinu.
Pada pemikiran awal, Baudrillard sangat dipengaruhi oleh Marxisme, namun terdapat
perbedaan analisis kultural, dalam aliran Marxis, analisis didasarkan oleh faktor produksi
yang menurut Baudrillard adalah pemikiran Marxis yang tradisional, dalam analisis
Baudrillard, analisisnya didasarkan pada faktor konsumsi. Karena di Amerika pada waktu
itu dianggap sebagai rumah masyarakat konsumen dan Eropa sebagai saksi tren tetap
model Amerika.
Penguatan konsumsi dianggap sejalan dengan penguatan dari kontrol produksi itu sendiri.
Dan konsumsi dianggap sebagai sesuatu yang diorganisir oleh tatanan produksi sebagai
perluasan kekuatan produksi serta merupakan kekuatan produktif yang penting bagi
kapital itu sendiri.
Obyek dan Sistem Nilai
Pengaruh strukturalisme dalam analisis Baudrillard terlihat dalam analisisnya tentang
proses pembentukan kode signifikansi. Menurutnya, objek konsumsi dan sistem
komunikasi (periklanan) adalah suatu proses pembentukan kode signifikansi dalam
masyarakat yang konsumtif.
Dalam melihat objek, Baudrillard membangun sebuah logika baru dalam pemikiran
tentang konsumasi sebuah barang atau komoditas, yaitu Logika 4 Objek. Logika ini
mengembangkan empat nilai dalam sebuah komoditas konsumsi dalam pemikirannya
tentang sistem objek.
Logika 4 objek itu adalah :
1. Nilai fungsional, yaitu tentang tujuan instrumental dalam hal penggunaan sebuah
objek (dalam bahasa Marx adalah nilai guna objek atau komoditas).
2. Nilai tukar, adalah nilai ekonomis dari sebuah objek konsumsi.
3. Nilai tukar simbolis, yaitu nilai yang telah dibangun bersama dalam masyarakat
untuk sebuah objek konsumsi dibandingkan dengan objek lain.
4. Pertukaran nilai tanda objek merupakan pertukaran dalam perbandingan dengan
objek-objek lain dalam suatu sistem objek.
Logika ini dapat dibayangkan dalam sebuah pengandaian pemakaian sebuah smartphone
Blackberry. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa banyak orang lebih
memilih memakai Blackberry daripada memakai Nokia 3230? Mengapa Blackberry
didesain dengan model QWERTY layar lebar dengan maksud tidak untuk ditaruh di saku
alias harus di bawa dengan tangan?
Nilai fungsional (nilai guna) sebuah Blackberry adalah tentang kepraktisan dengan fitur-
fitur di dalamnya -yang entah disebabkan dari kebutuhan masyarakat atau penciptaan
kebutuhan memalui sistem informasi- yang memudahkan konsumen (user) untuk
memenuhi kebutuhannya.
Nilai tukar objek Blackberry adalah harga yang sangat mahal sekitar 4 juta rupiah, coba
bandingkan dengan harga sebuah Nokia 3230 yang hanya 400 ribu rupiah. Nilai tukar
simbolis sebuah Blackberry misalnya adalah tentang anak gaul, atau anak modern yang
gak jadul, kelas atas. Sedangkan pertukaran nilai tanda objek dari Blackberry lebih
merupakan penyampaian pesan melalui kode yang melekat pada Blackberry bahwa
penggunanya adalah pembedaan status sosial yang lebih tinggi, sehingga terdapat suatu
kebanggaan dalam penggunaan objek Blackberry. Dan ledakan munculnya produk-
produk setipe namun dengan harga lebih murah seperti Nexian, K-Touch, Cross-X, dan
lain-lain menurut saya adalah lebih merupakan suatu reaksi atas keikutsertaan aliran tren
oleh kelas bawah yang tidak memiliki daya untuk membeli atau mengkonsumsi
Blackberry dengan segala kemewahannya.
Masyarakat Konsumsi
Amerika sebagai tolokukur paradigma kehidupan material di dunia yang menurut
Baudrillard menjadi rumah mode untuk seluruh dunia, atau lebih tepatnya rumah bagi
masyarakat konsumer.
Rumah mode untuk masyarakat konsumsi yang penuh dengan kode yang melekat pada
objek konsumsi. Baudrillard melihat sistem objek konsumsi dan sistem komunikasi
sebagai kode signifikansi yang mengontrol objek konsumsi itu sendiri dan masyarakat.
Dan terakhir adalah tentang pesan yang ingin disamaikan melalui kode yang melekat
pada objek konsumsi tersebut. Dalam pandangan Baudrillard, pesan ini akan bersifat
social dan setiap orang akan dapat memahami pesan tersebut.
Ketika kita mengkonsumsi sebuah objek, maka kita sebenarnya sedang memakai tanda
dalam proses membatasi diri kita terhadap perilaku maupun dalam interaksi sosial. Dan
objek menghasilkan person. Maksudnya adalah, dengan mengkonsumsi sebuah objek,
maka setiap konsumen akan mencari tempatnya dalam tatanan sosial dan membentuk
stratifikasi sosial dan menjaga posisi-posisi tersebut secara kontinu.
Dengan kata lain, setiap orang dilihat berdasarkan apa yang dia konsumsi. Dan disinilah
permulaan titik penyimpangan dari logika Marx dalam pemikiran Baudrillard. Dengan
Logika 4 objeknya, Baudrillard mulai menjuah dari pemikiran Marx tentang nilai sebuah
objek.
Logika 4 objek itu adalah :
1. Nilai fungsional, yaitu tentang tujuan instrumental dalam hal penggunaan sebuah
objek (dalam bahasa Marx adalah nilai guna objek atau komoditas).
2. Nilai tukar, adalah nilai ekonomis dari sebuah objek konsumsi.
3. Nilai tukar simbolis, yaitu nilai yang telah dibangun bersama dalam masyarakat
untuk sebuah objek konsumsi dibandingkan dengan objek lain.
4. Pertukaran nilai tanda objek merupakan pertukaran dalam perbandingan dengan
objek-objek lain dalam suatu sistem objek.
Dengan keempat logika di atas, maka kita sebenarnya sudah tidak lagi hanya
mengkonsumsi objek, tetapi lebih ke arah mengkonsumsi tanda.
Dan apa yang dimaksud dengan konsumsi?
Konsumsi menurut Baudrillard adalah tindakan sistematis dalam memanipulasi tanda,
dan untuk menjadi objek konsumsi, objek harus mengandung atau bahkan menjadi tanda.
Dalam mengkonsumsi objek tertentu otomatis kita juga mengkonsumsi tanda yang sama,
dan secara tidak sadar kita mirip atau bahkan seragam dengan banyak orang yang
berlomba-lomba mengkonsumsi tanda serupa. Inilah yang dimaksud dengan kode
mengontrol apa yang kita konsumsi.
Bagi orang biasa, dunia konsumsi agaknya cukup bebas. Kalau kita mempunyai uang,
agaknya kita bebas membeli apa yang kita inginkan. Namun, kita bebas untuk
mengonsumsi hanya semata-mata obyek dan tanda yang berbeda. Di dalam konsumsi,
kita semua merasa sangat unik, namun kita identik dengan orang lain dalam kelompok
sosial. Anggota-anggota kelompok mengonsumsi banyak hal yang sama. Jelaslah bahwa
kita tidak sebebas seperti yang kita pikirkan.
Baudrillard menegaskan bahwa dalam dunia yang dikontrol oleh kode, konsumsi berhenti
ketika apa yang kita sebut kebutuhan terpuaskan. Ide tentang kebutuhan berasal dari
pemisahan yang salah mengenai subyek dan obyek, dan hasil akhirnya adalah tautologi
subyek-obyek yang dibatasi oleh istilah satu sama lain. Baudrillard mau
mendekonstruksikan dikotomi subyek-obyek dan lebih umum, pengertian tentang
kebutuhan. Kita tidak perlu membeli apa yang kita butuhkan, tetapi apa yang dikatakan
kode pada kita seharusnya kita beli. Kebutuhan sendiri pun ditentukan oleh kode. Dan
realitas yang dijalankan menjadi semu. Misalnya, ketika kita membeli sebuah burger
McDonald besar, kita tidak hanya membeli makanan, tetapi juga membeli pencitraan
besarnya McD bagi nilai-nilai sosial kita.
Dan objek konsumsi menjadi komoditas dalam bahasa Marx kini dibeli sebagai sebuah
pertanyaan, tanda gaya, prestise, kemewahan, kekuasaan, dan lain-lain. Konsekuensinya,
kemakmuran seolah-olah diciptakan dari simbol konsumsi. Padahal tidak, kemakmuran
yang terlihat adalah sebagai pola yang distrukturkan untuk tetap menjadi pasar para kaum
kapital. Dan yang ingin saya gambarkan adalah, orang-orang kaya dan yang memaksa
kaya sebagai konsumen adalah orang miskin yang distrukturkan kaum kapital yang
memproduksi objek konsumsi.
Inilah alasan mengapa Baudrillard mengatakan bahwa, penguatan konsumsi dianggap
sejalan dengan penguatan dari kontrol produksi itu sendiri. Dan konsumsi dianggap
sebagai sesuatu yang diorganisir oleh tatanan produksi sebagai perluasan kekuatan
produksi serta merupakan kekuatan produktif yang penting bagi kapital itu sendiri
Kita dapat bergabung dan memisahkan diri dari yang lain pada prinsip tanda-obyek yang
kita konsumsikan. Apa yang kita butuhkan dalam kapitalisme bukan obyek tertentu,
(katakanlah mobil BMW), tetapi kita mau mencari perbedaan. Tampil beda dan
berbeda karena kita memerlukan status sosial dan nilai sosial. Dalam konsumsi di
masyarakat kapitalis modern, bukan soal kesenangan untuk mendapat dan memakai
obyek yang kita cari, tetapi lebih soal perbedaan, mau tampil beda. Ini mencuatkan
pandangan bahwa kebutuhan tidak dapat dipuaskan. Kita memiliki kebutuhan selama
hidup untuk membedakan diri kita dengan orang lain, yang menduduki posisi lain dalam
masyarakat.
Sehingga Badrillard berkesimpulan bahwa konsumsi adalah sistem yang menjamin
pengaturan tanda-tanda dan penggabungan kelompok, dan konsumsi lalu menjadi sebuah
moralitas (nilai ideologi) dengan menggunakan sistem informasi.
Dalam masyarakat konsumsi, kontrol terhadap massa konsumsi dapat dilakukan
berdasarkan logika tanda-objek yang dikonsumsi dengan membangun suatu realitas yang
semu. Alhasil, tindakan revolusioner kolektif yang diharapkan Marx sebagai reaksi balik
dari tekanan sosial ekonomi tidak akan terjadi karena buaian tanda yang dikonsumsi
massa yang dapat diibaratkan sebagai pekerja sosial. Jadi, sulit melihat revolusi sosial
yang berasal dari orang-orang yang sibuk mencari uang untuk menjadi konsumer. Maka,
perlu dicatat bahwa Baudrillard telah melakukan analisa kritis terhadap masyarakat
konsumer tanpa subyek yang revolusioner seperti Proletariat Marx.
Baudrillard juga mengandaikan Toko Obat sebagai sarana konsumsi yang sejalan
dengan konsep Marx tentang sarana produksi. Dan toko obat yang ada di Perancis sangat
berbeda dengan took obat di Amerika yang berukuran besar, di Perancis adalah toko yang
kecil. Namun, segera setelah itu, Baudrillard mengganti logika took obat dengan Mall
yang lebih umum dan signifikan sebagai model alternatif.
Bagi Baudrillard, Mall adalah sintesis dari kelimpahruahan dan kalkulasi yang
memungkinkan sintesis semua kegiatan consumen yang membuat eksplorasi yang
malas. Dimana Mall membeiarkan pembeli dengan mudah memperoleh apa yang dapat
dikonsumsi.
Mall dalam pandangan Baudrillard lebih cocok dengan konsumsi modern, dimana orang-
orang diarahkan tidak lagi untuk berbelanja kebutuhan yang diperlukan, melainkan juga
sebagai pertukaran simbol melalui konsumsi tanda di dalam interaksi sosial. Maka,
sangat banyak sekarang ini kita menemui orang yang berdandan habis-habisan hanya
untuk ke Mall (entah untuk berbelanja atau hanya sekedar mejeng).
Baudrillard juga memahami pengaruh Mall terhadap ruang dan waktu. Mall mengurangi
tekanan ruang dengan menjual objek-objek yang dikenal luas di dunia. Dan dia
berkesimpulan bahwa Mall adalah pusat konsumsi yang menjadikannya sebagai kegiatan
hidup setiap hari, sebaga homogenisasi penuh, perbelanjaan terus menerus, atau pusat
belanja paling top, dan membawa serta semua dewa, iblis, dan konsumsi.[2] Yang
semuanya menghilangkan kemungkinan mencapai semacam makna dari konsumsi
sebenarnya.
Baudrillard juga menambahkan betapa pentingnya kartu kredit bagi Mall dan masyarakat
konsumsi. Karena dengan kartu kredit dapat memudahkan konsumen untuk tetap
mengkonsumsi objek-objek.
Masyarakat konsumer merupakan tempat dimana segala sesuatu diperjual-belikan. Tidak
hanya semua tanda komoditas, tetapi semua tanda adalah komoditas. semua obyek,
pelayanan, seks, kebudayaan, pengetahuan dihasilkan dan ditukar. Tanda-tanda,
komoditas, dan kebudayaan saling berkaitan. seni yang tinggi, serpihan jagung, tubuh
manusia, tindakan seks, dan teori abstrak adalah tanda dan semuanya diperdagangkan.
Menurut Gane, pemikiran Baudrillard mendasarkan pemikirannya pada interaksionisme
simbolik yang memperjuangkan sebuah upaya perlawanan terhadap dominasi tanda atas
nama pertukaran simbolik.
McDonaldisasi
Tahun 1995, sebuah buku yang berjudul The McDonaldization of Society (Masyarakat
Konsumsi) yang ditulis oleh seorang sosiolog dari Amerika bernama George Ritzer dirilis
atas dasar fenomena konsumasi yang sangat mendominasi masyarakat di Amerika pada
saat itu. McDonald sebagai pelopor strategi penjualan cepat saji[3] memberikan suatu
dominasi baru dalam perilaku masyarakat pada waktu itu hingga sekarang.Garis
besarnya, buku ini menawarkan suatu analisis tentang rasionalisasi kehidupan manusia
berdasarkan apa yang dilakukan Ray Croc dengan McDonaldnya.
McD, atau wabah McD adalah sebuah upaya manusia untuk mencari keuntungan yang
mewajibkan adanya cara berpikir rasional. Merujuk ke Max Weber dengan konsep
birokrasinya, bahwa bagian-bagian dari suatu organisasi harus mempunyai tugas-tugas
dan tanggung jawab tersendiri dan terstruktur untuk mencapai tujuan organisasi itu.
Pembagian kerja lebih jelasnya.
McD megambil langkah awal dalam menerapkan struktur pembaian kerja dalam usaha
bisnis di Amerika, bahkan di dunia.
Ada empat tawaran McD kepada konsumen dalam memberikan pelayanannya yang
katanya rasional, empat tawaran itu adalah:
1. Efisiensi, cara berpikir optimal untuk memindahkan suatu objek dari satu tempat
ke tempat yang lain dengan cepat. McD menerapkannya dengan cara ceoat
bagaimana mengubah rasa lapar konsumennya menjadi kenyang dengan cepat.
2. Kalkulabilitas, aspek kepastian terukur dari kuantitas objek yang diperoleh atau
dikonsumsi. Maksudnya adalah, konsumen akan tahu berapa uang yang harus
dikeluarkan untuk membeli sebuah burger misalnya, atau tentang ukuran objek
tersebut, ketika kita merasa sangat lapar, kita bisa memesan BigMac bukan yang
berukuran medium.
3. Prediktabilitas, dengan sistem standarisasi orang-orang akan percaya bahwa rasa,
ukuran, dan bentuk burger yang dimakan di Coyudan sama dengan di California.
Atau sistem memasak yang sudah bisa diprediksi, lama waktu memasak setiap
pesanan misalnya.
4. Subtitusi tenaga manusia ke teknologi. Seperti soft-drink dispenser yang akan
berhenti secara otomatis begitu gelas penuh, mesin penggoreng kentang yang
akan berbunyi begitu kentang renyah, mesin pembayaran yang terprogram yang
membuat kasir meminimalkan penjumlahan, dan yang segera menyusul adalah
robot pembuat burger. Semua teknologi ini menjanjikan kerja yang lebih
terkontrol di restoran cepat saji. Jalur produksi setiap produk sudah ditetapkan
dengan mekanisme menu tetap dengan maksud mengendalikan semua aspek
produksi. Termasuk di dalamnya para pegawai yang telah distandarisasi.
Keempat prinsip tersebut telah sukses membawa McD menjadi restoran cepat saji terlaris
dengan prinsip rasionalitasnya. Dan dewasa ini McD menjadi wabah di berbagai
perusahaan bahkan sendi-sendi kehidupan manusia. Muncul KFC, Burger King, Pizza
Hut, Tela-Tela, dan lain-lain. Selain dalam usaha makanan cepat saji, ada juga usaha
dengan prinsip yang sama di Amerika setelah wabah McD antara lain McDentist,
McDoctor, USA Today dengan berita yang singkat dan ringkas yang dibuat untuk orang-
orang sibuk termasuk ATM (Automatic Teller Machine).
Prinsip Rasional Melawan Irasional
Apakah rasionalisasi usaha makanan cepat saji ini membawa ke arah yang lebih baik?
Jawabannya adalah ya jika saya berdiri pada posisi sebagai pengelola McD dengan alasan
perhitungan untung-rugi. Lantas bagaimana ketika saya berdiri di posisi sebagai
konsumen? Saya akan lebih berpikiran seperti ini:
Manusia itu diciptakan tidak hanya dengan logika rasionalitas saja, melainkan juga
dengan nilai-nilai yang mungkin dapat menjadi lebih penting dari sekedar masalah
untung-rugi. Dalam kasus McD, penerapan dari keempat prinip di atas malah
menyebabkan ketidakefisienan yang menurut hemat saya adalah kematian rasionalitas
konsumen, atau dalam bahasa Ritzer adalah Irrationality of Rationality.
Pertama, efisiensi yang ditawarkan McD untuk mengubah lapar menjadi kenyang dalam
waktu sekejap kini berubah menjadi pemborosan waktu dengan antrian panjang dan
melelahkan. Di supermarket juga misalnya, ketika akan membayar di kasir, harus melalui
antrian panjang yang menyebalkan dan bahkan kita tidak tahu dan mengenal siapa di
depan dan yang di belakang kita. Hanya diam dan diam smapi waktu membayar.
Bayangkan jika kita pergi belanja di kios milik tetangga, kita bisa memesan barang yang
diinginkan ditambah masih bisa ngobrol tentang KPK atau gossip. Saya pikir lebih
manusiawi.
Bahkan terdapat proses dehumanisasi dalam penerapan rasionalitas-nya Ray Croc. Burger
yang ditawarkan McD membuat konsumennya tidak lagi memikirkan kandungan gizi
yang baik. Apalagi konsumsi teknologi pangan yang besar, yang otomatis mengorbankan
lingkungan dan kesehatan manusia. Lainnya adalah interaksi sosial yang kering makna
dan nilai. Saat antri atau ketika kita sudah sampai dan selesai membayar, pelayan yang
sudah terstandarisasi senyumnya terkembang lalu mengatakan, Terima Kasih, selamat
menikmati. Ini bukanlah sebentuk keramahan dan perhatian, namun dibalik itu ada
maksud laten yaitu, Terima Kasih, mohon pergi selekasnya, karena yang mengantri
banyak dan kursi yang akan kamu tempati sangatlah tidak nyaman !!!. Tidak hanya pada
konsumen, interaksi yang kering makna dan nilai juga melanda pada pegawai dan
pelayan-pelayannya, yang menjadi lebih kaku dan singkat karena sistem pembagian kerja
yang tegas dan menghilangkan momen untuk bersosialisasi.
Apalagi untuk memesan tambahan komposisi dalam menu yang ditawarkan, mustahil
karena homogenisasi demi efisiensi kerja. Dalam bentuk lain, memebeli baju tidak lagi
seperti dahulu yang harus memesan di tukang jahit. Dalam masyarakat konsumsi, objek
konsumsi sudah tersedia dalam ukuran S, M, L, atau XL. Misalnya, jika sudah pas ukuran
tubuh, namun lengannya terlalu panjang, kita sebagai konsumen yang bodoh tidak akan
bisa protes. Yang dapat dilakukan adalah beli dan permak di rumah atau cari satu per satu
yang benar-benar sesuai sampai ketemu.
Ketika kita hidup dalam masyarakat konsumsi dan merujuk pada pemikiran Ritzer, maka
akan terlihat seperti bencana atau wabah sosial. Tidak semua usaha atau perusahaan yang
mengikuti prisnsip rasionalisasi seperti McD.
Intinya, prisnsip-prinsip McDonaldisasi memang bisa diambil seperlunya demi
kemajuan. Namun pada saat bersamaan, hidup harus dibuat berwarna agar terhindar dari
jebakan irasionalitas, dehumanisasi, atau homogenisasi. Hidup terlalu indah untuk disetir
dengan prinsip untung-rugi (Ahmad Husein dalam
Beberapa usaha sudah memodifikasi usahanya supaya tetap efisien namun bukan seperti
robot ala McD. Misalnya saja, beberapa kafe sudah meyediakan banyak ruang baca,
ngobrol, bersantai, atau bahkan ruang bermain untuk anak-anak. Beberapa restoran juga
sudah menyediakan layanan bagi konsumen untuk memilih atau bahkan membuat menu
yang disukai (subjektif). Majalah-majalah, koran, dan beberapa karya sastra juga
disediakan untuk menghindari berita-berita yang ringkas dan kaku.
Ada beberapa langkah agar tidak terjebak dalam kungkungan pemikiran McD yang
rasional, misalnya:
1. Agama menjadi pegangan utama, karena dengan iman, kita tidak akan mengalami
kegoyahan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memilih kegiatan yang
bermanfaat atau tidak.
2. Jangan tinggal di apartemen atau tempat-tempat eksklusif lainnya karena
bersosialisasi adalah termasuk sifat dasar manusia.
3. Jangan terlalu sering berbelanja di mall, supermarket, atau pusat grosir raksasa.
Berbelanja di pasar tradisional lebih manusiawi, meski kadang lebih mahal tetapi
kita akan terhindar dari kekuan ala supermarket.
4. Makan di warung HIK atau lesehan pinggir jalan lebih bernilai kemanusiaan
dengan segala keakraban yang dibangun. Bukan seperti di restoran cepat saji.
5. Hindari membeli barang impor mahal yang sebenarnya tidak perlu.
6. Jika menonton TV, tontonlah acara yang mengandung unsure pendidikan. Bukan
acara hiburan atau film dengan segala iklan yang ditawarkan.
7. Ajak anak-anak untuk liburan ke museum, kebun binatang, atau perpustakaan
daerah untuk mengenalkan mereka dengan masyarakat, bukan di arena permainan
Timezone yang membentuk konstruksi simulacra di pikiran anak-anak kita.
8. Cegah rutinitas sehari-hari, buat suatu yang berbeda setiap harinya bila
memungkinkan dan jangan menggunakan jasa layanan komersial.
9. Tidak menggunakan SMS untuk bersilaturahim dengan family.

More Related Content

Mc donald wirda

  • 1. IOGRAFI JEAN P. BAUDRILLARD Jean Baudrillard lahir di Reims, Perancis tahun 1929, anak seorang pegawai sipil dan cucu seorang petani. Tulisan dan pemikirannya sering dikaitkan dengan postmodernisme dan pasca strukturalisme. Ia mempelajari bahasa Jerman di Universitas Sorbonne di Paris lalu menjadi profesor Bahasa Jerman di Lyc辿e pada tahun 1958-1966. Baudrillard bekerja sebagai penerjemah dan kritikus serta belajar filsafat dan sosiologi. Beliau menyelesaikan program doktoralnya pada tahun 1966 dengan disertasi berjudul Th竪se de troisi竪me cycle: Le Syst竪me des objets (Tesis Doktoral: Sistem Objek) di bawah bimbingan Henri Lefebvre. Dari tahun 1966 sampai tahun 1972 Baudrillard bekerja sebagai asisten profesor dan mulai mengajar Sosiologi di Universitas Paris-X Nanterre sebagai seorang profesor pada tahun 1972. Dari tahun 1986 sampai 1990, Baudrillard menjabat sebagai Direktur Ilmiah di IRIS (Institut de Recherche et dInformation Socio-conomique) di Universit辿 de Paris-IX Dauphine. Dan sejak tahun 2001, Baudrillard menjadi profesor dalam bidang filsafat budaya dan kritik media di Europe Graduate School di Saas-Fee, Swiss. Pengaruh Marx dan Strukturalisme Pada Pemikiran Awal Inti teori Baudrillard adalah memperdebatkan makna dengan realita yang dimasukkan dalam fiksi sains, karena pemikirannya yang cenderung tidak empirik dan sangat futuristik melihat realitas kontemporer lalu merefleksikan masa depan dengan membesar- besarkan atau bahkan memberi peringatan dini mengenai apa yang akan terjadi di masa depan jika kecenderungan realitas kontemporer hari ini terus berlanjut Ada satu kerancuan untuk menganalisis pemikiran Baudrillard, apakah dia seorang sosiolog, teoritisi, atau seorang sastrawan? di balik seluruh rumusan teoritis dan analitis saya selalu mengaitkan dengan aphorisme, anekdot, dan fragmen. Seseorang dapat menyebut itu puisi. (Baudrillard, 1993).
  • 2. Baudrillard juga menolak bahwa beliau seorang sosiolog, namun lebih cenderung ke pengarang karena Baudrillard menolak mendefinisikan dengan jelas konsepnya yang paling dasar dan kajiannya mengalami banyak perubahan yang signifikan, tetapi masih tetap ada yang kontinu. Pada pemikiran awal, Baudrillard sangat dipengaruhi oleh Marxisme, namun terdapat perbedaan analisis kultural, dalam aliran Marxis, analisis didasarkan oleh faktor produksi yang menurut Baudrillard adalah pemikiran Marxis yang tradisional, dalam analisis Baudrillard, analisisnya didasarkan pada faktor konsumsi. Karena di Amerika pada waktu itu dianggap sebagai rumah masyarakat konsumen dan Eropa sebagai saksi tren tetap model Amerika. Penguatan konsumsi dianggap sejalan dengan penguatan dari kontrol produksi itu sendiri. Dan konsumsi dianggap sebagai sesuatu yang diorganisir oleh tatanan produksi sebagai perluasan kekuatan produksi serta merupakan kekuatan produktif yang penting bagi kapital itu sendiri. Obyek dan Sistem Nilai Pengaruh strukturalisme dalam analisis Baudrillard terlihat dalam analisisnya tentang proses pembentukan kode signifikansi. Menurutnya, objek konsumsi dan sistem komunikasi (periklanan) adalah suatu proses pembentukan kode signifikansi dalam masyarakat yang konsumtif. Dalam melihat objek, Baudrillard membangun sebuah logika baru dalam pemikiran tentang konsumasi sebuah barang atau komoditas, yaitu Logika 4 Objek. Logika ini mengembangkan empat nilai dalam sebuah komoditas konsumsi dalam pemikirannya tentang sistem objek. Logika 4 objek itu adalah : 1. Nilai fungsional, yaitu tentang tujuan instrumental dalam hal penggunaan sebuah objek (dalam bahasa Marx adalah nilai guna objek atau komoditas).
  • 3. 2. Nilai tukar, adalah nilai ekonomis dari sebuah objek konsumsi. 3. Nilai tukar simbolis, yaitu nilai yang telah dibangun bersama dalam masyarakat untuk sebuah objek konsumsi dibandingkan dengan objek lain. 4. Pertukaran nilai tanda objek merupakan pertukaran dalam perbandingan dengan objek-objek lain dalam suatu sistem objek. Logika ini dapat dibayangkan dalam sebuah pengandaian pemakaian sebuah smartphone Blackberry. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa banyak orang lebih memilih memakai Blackberry daripada memakai Nokia 3230? Mengapa Blackberry didesain dengan model QWERTY layar lebar dengan maksud tidak untuk ditaruh di saku alias harus di bawa dengan tangan? Nilai fungsional (nilai guna) sebuah Blackberry adalah tentang kepraktisan dengan fitur- fitur di dalamnya -yang entah disebabkan dari kebutuhan masyarakat atau penciptaan kebutuhan memalui sistem informasi- yang memudahkan konsumen (user) untuk memenuhi kebutuhannya. Nilai tukar objek Blackberry adalah harga yang sangat mahal sekitar 4 juta rupiah, coba bandingkan dengan harga sebuah Nokia 3230 yang hanya 400 ribu rupiah. Nilai tukar simbolis sebuah Blackberry misalnya adalah tentang anak gaul, atau anak modern yang gak jadul, kelas atas. Sedangkan pertukaran nilai tanda objek dari Blackberry lebih merupakan penyampaian pesan melalui kode yang melekat pada Blackberry bahwa penggunanya adalah pembedaan status sosial yang lebih tinggi, sehingga terdapat suatu kebanggaan dalam penggunaan objek Blackberry. Dan ledakan munculnya produk- produk setipe namun dengan harga lebih murah seperti Nexian, K-Touch, Cross-X, dan lain-lain menurut saya adalah lebih merupakan suatu reaksi atas keikutsertaan aliran tren oleh kelas bawah yang tidak memiliki daya untuk membeli atau mengkonsumsi Blackberry dengan segala kemewahannya.
  • 4. Masyarakat Konsumsi Amerika sebagai tolokukur paradigma kehidupan material di dunia yang menurut Baudrillard menjadi rumah mode untuk seluruh dunia, atau lebih tepatnya rumah bagi masyarakat konsumer. Rumah mode untuk masyarakat konsumsi yang penuh dengan kode yang melekat pada objek konsumsi. Baudrillard melihat sistem objek konsumsi dan sistem komunikasi sebagai kode signifikansi yang mengontrol objek konsumsi itu sendiri dan masyarakat. Dan terakhir adalah tentang pesan yang ingin disamaikan melalui kode yang melekat pada objek konsumsi tersebut. Dalam pandangan Baudrillard, pesan ini akan bersifat social dan setiap orang akan dapat memahami pesan tersebut. Ketika kita mengkonsumsi sebuah objek, maka kita sebenarnya sedang memakai tanda dalam proses membatasi diri kita terhadap perilaku maupun dalam interaksi sosial. Dan objek menghasilkan person. Maksudnya adalah, dengan mengkonsumsi sebuah objek, maka setiap konsumen akan mencari tempatnya dalam tatanan sosial dan membentuk stratifikasi sosial dan menjaga posisi-posisi tersebut secara kontinu. Dengan kata lain, setiap orang dilihat berdasarkan apa yang dia konsumsi. Dan disinilah permulaan titik penyimpangan dari logika Marx dalam pemikiran Baudrillard. Dengan Logika 4 objeknya, Baudrillard mulai menjuah dari pemikiran Marx tentang nilai sebuah objek. Logika 4 objek itu adalah : 1. Nilai fungsional, yaitu tentang tujuan instrumental dalam hal penggunaan sebuah objek (dalam bahasa Marx adalah nilai guna objek atau komoditas). 2. Nilai tukar, adalah nilai ekonomis dari sebuah objek konsumsi. 3. Nilai tukar simbolis, yaitu nilai yang telah dibangun bersama dalam masyarakat untuk sebuah objek konsumsi dibandingkan dengan objek lain. 4. Pertukaran nilai tanda objek merupakan pertukaran dalam perbandingan dengan objek-objek lain dalam suatu sistem objek.
  • 5. Dengan keempat logika di atas, maka kita sebenarnya sudah tidak lagi hanya mengkonsumsi objek, tetapi lebih ke arah mengkonsumsi tanda. Dan apa yang dimaksud dengan konsumsi? Konsumsi menurut Baudrillard adalah tindakan sistematis dalam memanipulasi tanda, dan untuk menjadi objek konsumsi, objek harus mengandung atau bahkan menjadi tanda. Dalam mengkonsumsi objek tertentu otomatis kita juga mengkonsumsi tanda yang sama, dan secara tidak sadar kita mirip atau bahkan seragam dengan banyak orang yang berlomba-lomba mengkonsumsi tanda serupa. Inilah yang dimaksud dengan kode mengontrol apa yang kita konsumsi. Bagi orang biasa, dunia konsumsi agaknya cukup bebas. Kalau kita mempunyai uang, agaknya kita bebas membeli apa yang kita inginkan. Namun, kita bebas untuk mengonsumsi hanya semata-mata obyek dan tanda yang berbeda. Di dalam konsumsi, kita semua merasa sangat unik, namun kita identik dengan orang lain dalam kelompok sosial. Anggota-anggota kelompok mengonsumsi banyak hal yang sama. Jelaslah bahwa kita tidak sebebas seperti yang kita pikirkan. Baudrillard menegaskan bahwa dalam dunia yang dikontrol oleh kode, konsumsi berhenti ketika apa yang kita sebut kebutuhan terpuaskan. Ide tentang kebutuhan berasal dari pemisahan yang salah mengenai subyek dan obyek, dan hasil akhirnya adalah tautologi subyek-obyek yang dibatasi oleh istilah satu sama lain. Baudrillard mau mendekonstruksikan dikotomi subyek-obyek dan lebih umum, pengertian tentang kebutuhan. Kita tidak perlu membeli apa yang kita butuhkan, tetapi apa yang dikatakan kode pada kita seharusnya kita beli. Kebutuhan sendiri pun ditentukan oleh kode. Dan realitas yang dijalankan menjadi semu. Misalnya, ketika kita membeli sebuah burger McDonald besar, kita tidak hanya membeli makanan, tetapi juga membeli pencitraan besarnya McD bagi nilai-nilai sosial kita. Dan objek konsumsi menjadi komoditas dalam bahasa Marx kini dibeli sebagai sebuah pertanyaan, tanda gaya, prestise, kemewahan, kekuasaan, dan lain-lain. Konsekuensinya,
  • 6. kemakmuran seolah-olah diciptakan dari simbol konsumsi. Padahal tidak, kemakmuran yang terlihat adalah sebagai pola yang distrukturkan untuk tetap menjadi pasar para kaum kapital. Dan yang ingin saya gambarkan adalah, orang-orang kaya dan yang memaksa kaya sebagai konsumen adalah orang miskin yang distrukturkan kaum kapital yang memproduksi objek konsumsi. Inilah alasan mengapa Baudrillard mengatakan bahwa, penguatan konsumsi dianggap sejalan dengan penguatan dari kontrol produksi itu sendiri. Dan konsumsi dianggap sebagai sesuatu yang diorganisir oleh tatanan produksi sebagai perluasan kekuatan produksi serta merupakan kekuatan produktif yang penting bagi kapital itu sendiri Kita dapat bergabung dan memisahkan diri dari yang lain pada prinsip tanda-obyek yang kita konsumsikan. Apa yang kita butuhkan dalam kapitalisme bukan obyek tertentu, (katakanlah mobil BMW), tetapi kita mau mencari perbedaan. Tampil beda dan berbeda karena kita memerlukan status sosial dan nilai sosial. Dalam konsumsi di masyarakat kapitalis modern, bukan soal kesenangan untuk mendapat dan memakai obyek yang kita cari, tetapi lebih soal perbedaan, mau tampil beda. Ini mencuatkan pandangan bahwa kebutuhan tidak dapat dipuaskan. Kita memiliki kebutuhan selama hidup untuk membedakan diri kita dengan orang lain, yang menduduki posisi lain dalam masyarakat. Sehingga Badrillard berkesimpulan bahwa konsumsi adalah sistem yang menjamin pengaturan tanda-tanda dan penggabungan kelompok, dan konsumsi lalu menjadi sebuah moralitas (nilai ideologi) dengan menggunakan sistem informasi. Dalam masyarakat konsumsi, kontrol terhadap massa konsumsi dapat dilakukan berdasarkan logika tanda-objek yang dikonsumsi dengan membangun suatu realitas yang semu. Alhasil, tindakan revolusioner kolektif yang diharapkan Marx sebagai reaksi balik dari tekanan sosial ekonomi tidak akan terjadi karena buaian tanda yang dikonsumsi massa yang dapat diibaratkan sebagai pekerja sosial. Jadi, sulit melihat revolusi sosial yang berasal dari orang-orang yang sibuk mencari uang untuk menjadi konsumer. Maka,
  • 7. perlu dicatat bahwa Baudrillard telah melakukan analisa kritis terhadap masyarakat konsumer tanpa subyek yang revolusioner seperti Proletariat Marx. Baudrillard juga mengandaikan Toko Obat sebagai sarana konsumsi yang sejalan dengan konsep Marx tentang sarana produksi. Dan toko obat yang ada di Perancis sangat berbeda dengan took obat di Amerika yang berukuran besar, di Perancis adalah toko yang kecil. Namun, segera setelah itu, Baudrillard mengganti logika took obat dengan Mall yang lebih umum dan signifikan sebagai model alternatif. Bagi Baudrillard, Mall adalah sintesis dari kelimpahruahan dan kalkulasi yang memungkinkan sintesis semua kegiatan consumen yang membuat eksplorasi yang malas. Dimana Mall membeiarkan pembeli dengan mudah memperoleh apa yang dapat dikonsumsi. Mall dalam pandangan Baudrillard lebih cocok dengan konsumsi modern, dimana orang- orang diarahkan tidak lagi untuk berbelanja kebutuhan yang diperlukan, melainkan juga sebagai pertukaran simbol melalui konsumsi tanda di dalam interaksi sosial. Maka, sangat banyak sekarang ini kita menemui orang yang berdandan habis-habisan hanya untuk ke Mall (entah untuk berbelanja atau hanya sekedar mejeng). Baudrillard juga memahami pengaruh Mall terhadap ruang dan waktu. Mall mengurangi tekanan ruang dengan menjual objek-objek yang dikenal luas di dunia. Dan dia berkesimpulan bahwa Mall adalah pusat konsumsi yang menjadikannya sebagai kegiatan hidup setiap hari, sebaga homogenisasi penuh, perbelanjaan terus menerus, atau pusat belanja paling top, dan membawa serta semua dewa, iblis, dan konsumsi.[2] Yang semuanya menghilangkan kemungkinan mencapai semacam makna dari konsumsi sebenarnya. Baudrillard juga menambahkan betapa pentingnya kartu kredit bagi Mall dan masyarakat konsumsi. Karena dengan kartu kredit dapat memudahkan konsumen untuk tetap mengkonsumsi objek-objek.
  • 8. Masyarakat konsumer merupakan tempat dimana segala sesuatu diperjual-belikan. Tidak hanya semua tanda komoditas, tetapi semua tanda adalah komoditas. semua obyek, pelayanan, seks, kebudayaan, pengetahuan dihasilkan dan ditukar. Tanda-tanda, komoditas, dan kebudayaan saling berkaitan. seni yang tinggi, serpihan jagung, tubuh manusia, tindakan seks, dan teori abstrak adalah tanda dan semuanya diperdagangkan. Menurut Gane, pemikiran Baudrillard mendasarkan pemikirannya pada interaksionisme simbolik yang memperjuangkan sebuah upaya perlawanan terhadap dominasi tanda atas nama pertukaran simbolik. McDonaldisasi Tahun 1995, sebuah buku yang berjudul The McDonaldization of Society (Masyarakat Konsumsi) yang ditulis oleh seorang sosiolog dari Amerika bernama George Ritzer dirilis atas dasar fenomena konsumasi yang sangat mendominasi masyarakat di Amerika pada saat itu. McDonald sebagai pelopor strategi penjualan cepat saji[3] memberikan suatu dominasi baru dalam perilaku masyarakat pada waktu itu hingga sekarang.Garis besarnya, buku ini menawarkan suatu analisis tentang rasionalisasi kehidupan manusia berdasarkan apa yang dilakukan Ray Croc dengan McDonaldnya. McD, atau wabah McD adalah sebuah upaya manusia untuk mencari keuntungan yang mewajibkan adanya cara berpikir rasional. Merujuk ke Max Weber dengan konsep birokrasinya, bahwa bagian-bagian dari suatu organisasi harus mempunyai tugas-tugas dan tanggung jawab tersendiri dan terstruktur untuk mencapai tujuan organisasi itu. Pembagian kerja lebih jelasnya. McD megambil langkah awal dalam menerapkan struktur pembaian kerja dalam usaha bisnis di Amerika, bahkan di dunia. Ada empat tawaran McD kepada konsumen dalam memberikan pelayanannya yang katanya rasional, empat tawaran itu adalah:
  • 9. 1. Efisiensi, cara berpikir optimal untuk memindahkan suatu objek dari satu tempat ke tempat yang lain dengan cepat. McD menerapkannya dengan cara ceoat bagaimana mengubah rasa lapar konsumennya menjadi kenyang dengan cepat. 2. Kalkulabilitas, aspek kepastian terukur dari kuantitas objek yang diperoleh atau dikonsumsi. Maksudnya adalah, konsumen akan tahu berapa uang yang harus dikeluarkan untuk membeli sebuah burger misalnya, atau tentang ukuran objek tersebut, ketika kita merasa sangat lapar, kita bisa memesan BigMac bukan yang berukuran medium. 3. Prediktabilitas, dengan sistem standarisasi orang-orang akan percaya bahwa rasa, ukuran, dan bentuk burger yang dimakan di Coyudan sama dengan di California. Atau sistem memasak yang sudah bisa diprediksi, lama waktu memasak setiap pesanan misalnya. 4. Subtitusi tenaga manusia ke teknologi. Seperti soft-drink dispenser yang akan berhenti secara otomatis begitu gelas penuh, mesin penggoreng kentang yang akan berbunyi begitu kentang renyah, mesin pembayaran yang terprogram yang membuat kasir meminimalkan penjumlahan, dan yang segera menyusul adalah robot pembuat burger. Semua teknologi ini menjanjikan kerja yang lebih terkontrol di restoran cepat saji. Jalur produksi setiap produk sudah ditetapkan dengan mekanisme menu tetap dengan maksud mengendalikan semua aspek produksi. Termasuk di dalamnya para pegawai yang telah distandarisasi. Keempat prinsip tersebut telah sukses membawa McD menjadi restoran cepat saji terlaris dengan prinsip rasionalitasnya. Dan dewasa ini McD menjadi wabah di berbagai perusahaan bahkan sendi-sendi kehidupan manusia. Muncul KFC, Burger King, Pizza Hut, Tela-Tela, dan lain-lain. Selain dalam usaha makanan cepat saji, ada juga usaha dengan prinsip yang sama di Amerika setelah wabah McD antara lain McDentist, McDoctor, USA Today dengan berita yang singkat dan ringkas yang dibuat untuk orang- orang sibuk termasuk ATM (Automatic Teller Machine). Prinsip Rasional Melawan Irasional Apakah rasionalisasi usaha makanan cepat saji ini membawa ke arah yang lebih baik?
  • 10. Jawabannya adalah ya jika saya berdiri pada posisi sebagai pengelola McD dengan alasan perhitungan untung-rugi. Lantas bagaimana ketika saya berdiri di posisi sebagai konsumen? Saya akan lebih berpikiran seperti ini: Manusia itu diciptakan tidak hanya dengan logika rasionalitas saja, melainkan juga dengan nilai-nilai yang mungkin dapat menjadi lebih penting dari sekedar masalah untung-rugi. Dalam kasus McD, penerapan dari keempat prinip di atas malah menyebabkan ketidakefisienan yang menurut hemat saya adalah kematian rasionalitas konsumen, atau dalam bahasa Ritzer adalah Irrationality of Rationality. Pertama, efisiensi yang ditawarkan McD untuk mengubah lapar menjadi kenyang dalam waktu sekejap kini berubah menjadi pemborosan waktu dengan antrian panjang dan melelahkan. Di supermarket juga misalnya, ketika akan membayar di kasir, harus melalui antrian panjang yang menyebalkan dan bahkan kita tidak tahu dan mengenal siapa di depan dan yang di belakang kita. Hanya diam dan diam smapi waktu membayar. Bayangkan jika kita pergi belanja di kios milik tetangga, kita bisa memesan barang yang diinginkan ditambah masih bisa ngobrol tentang KPK atau gossip. Saya pikir lebih manusiawi. Bahkan terdapat proses dehumanisasi dalam penerapan rasionalitas-nya Ray Croc. Burger yang ditawarkan McD membuat konsumennya tidak lagi memikirkan kandungan gizi yang baik. Apalagi konsumsi teknologi pangan yang besar, yang otomatis mengorbankan lingkungan dan kesehatan manusia. Lainnya adalah interaksi sosial yang kering makna dan nilai. Saat antri atau ketika kita sudah sampai dan selesai membayar, pelayan yang sudah terstandarisasi senyumnya terkembang lalu mengatakan, Terima Kasih, selamat menikmati. Ini bukanlah sebentuk keramahan dan perhatian, namun dibalik itu ada maksud laten yaitu, Terima Kasih, mohon pergi selekasnya, karena yang mengantri banyak dan kursi yang akan kamu tempati sangatlah tidak nyaman !!!. Tidak hanya pada konsumen, interaksi yang kering makna dan nilai juga melanda pada pegawai dan pelayan-pelayannya, yang menjadi lebih kaku dan singkat karena sistem pembagian kerja yang tegas dan menghilangkan momen untuk bersosialisasi.
  • 11. Apalagi untuk memesan tambahan komposisi dalam menu yang ditawarkan, mustahil karena homogenisasi demi efisiensi kerja. Dalam bentuk lain, memebeli baju tidak lagi seperti dahulu yang harus memesan di tukang jahit. Dalam masyarakat konsumsi, objek konsumsi sudah tersedia dalam ukuran S, M, L, atau XL. Misalnya, jika sudah pas ukuran tubuh, namun lengannya terlalu panjang, kita sebagai konsumen yang bodoh tidak akan bisa protes. Yang dapat dilakukan adalah beli dan permak di rumah atau cari satu per satu yang benar-benar sesuai sampai ketemu. Ketika kita hidup dalam masyarakat konsumsi dan merujuk pada pemikiran Ritzer, maka akan terlihat seperti bencana atau wabah sosial. Tidak semua usaha atau perusahaan yang mengikuti prisnsip rasionalisasi seperti McD. Intinya, prisnsip-prinsip McDonaldisasi memang bisa diambil seperlunya demi kemajuan. Namun pada saat bersamaan, hidup harus dibuat berwarna agar terhindar dari jebakan irasionalitas, dehumanisasi, atau homogenisasi. Hidup terlalu indah untuk disetir dengan prinsip untung-rugi (Ahmad Husein dalam Beberapa usaha sudah memodifikasi usahanya supaya tetap efisien namun bukan seperti robot ala McD. Misalnya saja, beberapa kafe sudah meyediakan banyak ruang baca, ngobrol, bersantai, atau bahkan ruang bermain untuk anak-anak. Beberapa restoran juga sudah menyediakan layanan bagi konsumen untuk memilih atau bahkan membuat menu yang disukai (subjektif). Majalah-majalah, koran, dan beberapa karya sastra juga disediakan untuk menghindari berita-berita yang ringkas dan kaku. Ada beberapa langkah agar tidak terjebak dalam kungkungan pemikiran McD yang rasional, misalnya: 1. Agama menjadi pegangan utama, karena dengan iman, kita tidak akan mengalami kegoyahan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memilih kegiatan yang bermanfaat atau tidak. 2. Jangan tinggal di apartemen atau tempat-tempat eksklusif lainnya karena bersosialisasi adalah termasuk sifat dasar manusia.
  • 12. 3. Jangan terlalu sering berbelanja di mall, supermarket, atau pusat grosir raksasa. Berbelanja di pasar tradisional lebih manusiawi, meski kadang lebih mahal tetapi kita akan terhindar dari kekuan ala supermarket. 4. Makan di warung HIK atau lesehan pinggir jalan lebih bernilai kemanusiaan dengan segala keakraban yang dibangun. Bukan seperti di restoran cepat saji. 5. Hindari membeli barang impor mahal yang sebenarnya tidak perlu. 6. Jika menonton TV, tontonlah acara yang mengandung unsure pendidikan. Bukan acara hiburan atau film dengan segala iklan yang ditawarkan. 7. Ajak anak-anak untuk liburan ke museum, kebun binatang, atau perpustakaan daerah untuk mengenalkan mereka dengan masyarakat, bukan di arena permainan Timezone yang membentuk konstruksi simulacra di pikiran anak-anak kita. 8. Cegah rutinitas sehari-hari, buat suatu yang berbeda setiap harinya bila memungkinkan dan jangan menggunakan jasa layanan komersial. 9. Tidak menggunakan SMS untuk bersilaturahim dengan family.