Artikel ini membahas pengaruh perlakuan panas terhadap sifat mekanis dan struktur mikro pada baja AISI 4340. Baja AISI 4340 diquenching pada suhu 910属C dan temperatur tempering 100-600属C. Pengujian dilakukan meliputi uji tarik, kekerasan, dan struktur mikro untuk mengetahui perubahan sifatnya.
13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaserOsamaOsama30
油
Dokumen tersebut membahas pengaruh proses hardening dan tempering terhadap kekerasan dan struktur mikro pada baja karbon sedang jenis SNCM 447. Penelitian ini menguji baja SNCM 447 dengan proses hardening pada suhu 900属C dan tempering pada suhu 300-500属C. Hasilnya menunjukkan peningkatan kekerasan pada baja yang dihardening dan didinginkan dengan air.
Laporan ini membahas tentang uji mikrostruktur pada baja karbon ST 42. Terdapat penjelasan tentang pengertian baja karbon dan ST 42, uji metalografi untuk mengamati struktur mikro, serta tujuan dilakukannya uji tersebut seperti mengetahui kandungan unsur dan menemukan cacat.
1. Baja adalah paduan besi dan karbon dengan kandungan karbon 0,2-2,1%. Karbon berperan mengeraskan kisi kristal besi. Baja karbon dibedakan berdasarkan kandungan karbonnya. Baja juga mengandung unsur lain yang mempengaruhi sifatnya.
Dokumen tersebut membahas tentang baja ASTM A36 yang merupakan baja karbon rendah yang mudah diolah dan kuat. Baja ini umumnya digunakan untuk pipa, konstruksi bangunan, dan pembuatan kapal. Dokumen juga menjelaskan perlakuan panas yang dapat mengubah sifat mekanik baja, seperti quenching dimana logam didinginkan dengan cepat dari temperatur tinggi.
Baja memiliki sifat mekanik yang kuat seperti kekuatan tarik, keuletan, kekerasan, dan ketangguhan. Proses pengujian baja meliputi pengukuran dimensi benda uji, pengujian tarik hingga putus, dan pengukuran panjang setelah putus untuk mengetahui sifat mekaniknya.
Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya mempelajari ilmu pengetahuan material dalam teknik perminyakan dan jenis-jenis material yang digunakan dalam industri tersebut seperti logam, baja stainless, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan material.
1. Seminar proposal ini membahas pengaruh variasi holding time pada proses heat treatment quenching terhadap nilai kekerasan dan struktur mikro baja AISI 1045.
2. Tiga variasi holding time yang diuji adalah 15 menit, 25 menit, dan 35 menit.
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur mikro dan nilai kekerasan baja setelah mendapatkan perlakuan panas dengan variasi waktu penahanan."
Dokumen tersebut membahas proses pendinginan logam dan pengolahan baja. Secara umum, dibahas proses annealing, normalizing, hardening, dan tempering untuk mengubah sifat baja. Juga dibahas metalurgi fisik dan proses pengolahan besi dari biji hingga menjadi benda jadi, serta sifat-sifat fisik logam seperti kekuatan dan kekerasan.
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...Muhammad Budiman
油
Kemajuan teknologi membuat produksi baja nasional terus dikembangkan dengan bahan baku yang lebih baik. Pada Penelitian yang di lakukan oleh Pusat Penelitian Metalurgi Dan Material LIPI, dikembangkan baja berkualitas unggul dari biji nikel (Limonit). Disebut bahwa, Limonit ini di produksi melalui endapan bijih besi laterit yang merupakan lapisan atas dari saprolit (bijih nikel kadar tinggi). Dengan proses pengolahan kandungan Limonit melalui inovasi tersendiri, pengembangan yang dilakukan LIPI ini menghasilkan sifat baja yang unggul. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang keunggulan baja Laterit, dilakukan penelitian terhadap pengaruh unsur didalam baja Laterit. Dengan meningkatkan sifat mekanik dan struktur mikro dengan proses heat treatment (quenching dan tempering) dapat meningkatkan kekuatan uji tarik, uji impak dan uji kekerasan dan perubahan struktur mikro. Kekuatan uji tarik tertinggi terjadi pada proses Quenching air dan tempering y 1272 N/mm2 dan u 1281 N/mm2. Pada uji impak energi terbesar yang di serap normalizing dan hot rolling 1200^0 C. Pada uji kekerasan quenching air memiliki kekerasan tertinggi 50,26 HRC. Dan perubahan struktur mikro.
Presentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanyaNadiaRusding
油
Peralatan industri proses (PIP),, pengetahuan bahan industri. Besi dan paduannya.Besi adalah logam unsur kimia dengan simbol Fe dan nomor atom 26. Besi adalah salah satu logam yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam industri dan konstruksi. Besi memiliki kandungan karbon yang bervariasi, dari 0,02% hingga 2,1% berat, tergantung pada jenis besi. Besi digunakan untuk membuat baja karbon, yang dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Proses pembuatan baja melibatkan pengecoran, pencanaian, atau penempaan. Karbon merupakan salah satu unsur terpenting dalam baja, karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja,, Besi adalah logam unsur kimia dengan simbol Fe dan nomor atom 26. Besi adalah salah satu logam yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam industri dan konstruksi. Besi memiliki kandungan karbon yang bervariasi, dari 0,02% hingga 2,1% berat, tergantung pada jenis besi. Besi digunakan untuk membuat baja karbon, yang dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Proses pembuatan baja melibatkan pengecoran, pencanaian, atau penempaan
1
2
.
Baja paduan dibagi menjadi tiga macam: 1. Baja paduan rendah (low alloy steel), 2. Baja paduan menengah (medium alloy steel), dan 3. Baja paduan tinggi (high alloy steel). Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari 1%, baja paduan menengah memiliki kandungan paduan total sekitar 5%, dan baja paduan tinggi memiliki kandungan paduan total lebih dari 10%
Dokumen tersebut membahas tentang dasar-dasar mesin, khususnya tentang ilmu statika dan tegangan, komponen mesin seperti rem, roda gigi, bantalan, pegas, poros, dan transmisi, serta material yang digunakan seperti besi, baja, dan plastik.
Dokumen tersebut membahas pengaruh variasi waktu penahanan pada proses perlakuan panas metoda annealing terhadap baja AISI D2 dan AISI 1045. Proses annealing bertujuan menurunkan kekerasan dengan memperbesar ukuran butir kristal. Hasilnya, kekerasan baja D2 lebih tinggi dari 1045 karena kandungan kromium dan mangan. Kekerasan menurun dengan bertambahnya waktu penahanan untuk D2, tetapi meningkat untuk
Baja adalah logam yang unsur dasarnya besi dan ditambahi dengan beberapa elemen-elemen lainnya termasuk unsur carbon. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0,2- 2,1% berat sesuai grade-nya. Berikut elemen-elemen yang terdapat dalam baja seperti karbon (C), mangan (Mn), fosfor (P), sulfur (S), silikon (Si) dan sebagian kecil oksigen (O2), nitrogen (N2) dan aluminium (Al). Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya: mangan (Mn), nikel (Ni), krom (Cr), molybdenum (Mo), boron (B), titanium (Ti), vanadium (V) dan niobium (Nb) (Ashby, 2005).
More Related Content
Similar to member,+Jurnal+Power+Plant+Vol+4.2-5+Halim.pdf (20)
Dokumen tersebut membahas tentang baja ASTM A36 yang merupakan baja karbon rendah yang mudah diolah dan kuat. Baja ini umumnya digunakan untuk pipa, konstruksi bangunan, dan pembuatan kapal. Dokumen juga menjelaskan perlakuan panas yang dapat mengubah sifat mekanik baja, seperti quenching dimana logam didinginkan dengan cepat dari temperatur tinggi.
Baja memiliki sifat mekanik yang kuat seperti kekuatan tarik, keuletan, kekerasan, dan ketangguhan. Proses pengujian baja meliputi pengukuran dimensi benda uji, pengujian tarik hingga putus, dan pengukuran panjang setelah putus untuk mengetahui sifat mekaniknya.
Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya mempelajari ilmu pengetahuan material dalam teknik perminyakan dan jenis-jenis material yang digunakan dalam industri tersebut seperti logam, baja stainless, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan material.
1. Seminar proposal ini membahas pengaruh variasi holding time pada proses heat treatment quenching terhadap nilai kekerasan dan struktur mikro baja AISI 1045.
2. Tiga variasi holding time yang diuji adalah 15 menit, 25 menit, dan 35 menit.
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur mikro dan nilai kekerasan baja setelah mendapatkan perlakuan panas dengan variasi waktu penahanan."
Dokumen tersebut membahas proses pendinginan logam dan pengolahan baja. Secara umum, dibahas proses annealing, normalizing, hardening, dan tempering untuk mengubah sifat baja. Juga dibahas metalurgi fisik dan proses pengolahan besi dari biji hingga menjadi benda jadi, serta sifat-sifat fisik logam seperti kekuatan dan kekerasan.
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...Muhammad Budiman
油
Kemajuan teknologi membuat produksi baja nasional terus dikembangkan dengan bahan baku yang lebih baik. Pada Penelitian yang di lakukan oleh Pusat Penelitian Metalurgi Dan Material LIPI, dikembangkan baja berkualitas unggul dari biji nikel (Limonit). Disebut bahwa, Limonit ini di produksi melalui endapan bijih besi laterit yang merupakan lapisan atas dari saprolit (bijih nikel kadar tinggi). Dengan proses pengolahan kandungan Limonit melalui inovasi tersendiri, pengembangan yang dilakukan LIPI ini menghasilkan sifat baja yang unggul. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang keunggulan baja Laterit, dilakukan penelitian terhadap pengaruh unsur didalam baja Laterit. Dengan meningkatkan sifat mekanik dan struktur mikro dengan proses heat treatment (quenching dan tempering) dapat meningkatkan kekuatan uji tarik, uji impak dan uji kekerasan dan perubahan struktur mikro. Kekuatan uji tarik tertinggi terjadi pada proses Quenching air dan tempering y 1272 N/mm2 dan u 1281 N/mm2. Pada uji impak energi terbesar yang di serap normalizing dan hot rolling 1200^0 C. Pada uji kekerasan quenching air memiliki kekerasan tertinggi 50,26 HRC. Dan perubahan struktur mikro.
Presentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanyaNadiaRusding
油
Peralatan industri proses (PIP),, pengetahuan bahan industri. Besi dan paduannya.Besi adalah logam unsur kimia dengan simbol Fe dan nomor atom 26. Besi adalah salah satu logam yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam industri dan konstruksi. Besi memiliki kandungan karbon yang bervariasi, dari 0,02% hingga 2,1% berat, tergantung pada jenis besi. Besi digunakan untuk membuat baja karbon, yang dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Proses pembuatan baja melibatkan pengecoran, pencanaian, atau penempaan. Karbon merupakan salah satu unsur terpenting dalam baja, karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja,, Besi adalah logam unsur kimia dengan simbol Fe dan nomor atom 26. Besi adalah salah satu logam yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam industri dan konstruksi. Besi memiliki kandungan karbon yang bervariasi, dari 0,02% hingga 2,1% berat, tergantung pada jenis besi. Besi digunakan untuk membuat baja karbon, yang dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Proses pembuatan baja melibatkan pengecoran, pencanaian, atau penempaan
1
2
.
Baja paduan dibagi menjadi tiga macam: 1. Baja paduan rendah (low alloy steel), 2. Baja paduan menengah (medium alloy steel), dan 3. Baja paduan tinggi (high alloy steel). Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari 1%, baja paduan menengah memiliki kandungan paduan total sekitar 5%, dan baja paduan tinggi memiliki kandungan paduan total lebih dari 10%
Dokumen tersebut membahas tentang dasar-dasar mesin, khususnya tentang ilmu statika dan tegangan, komponen mesin seperti rem, roda gigi, bantalan, pegas, poros, dan transmisi, serta material yang digunakan seperti besi, baja, dan plastik.
Dokumen tersebut membahas pengaruh variasi waktu penahanan pada proses perlakuan panas metoda annealing terhadap baja AISI D2 dan AISI 1045. Proses annealing bertujuan menurunkan kekerasan dengan memperbesar ukuran butir kristal. Hasilnya, kekerasan baja D2 lebih tinggi dari 1045 karena kandungan kromium dan mangan. Kekerasan menurun dengan bertambahnya waktu penahanan untuk D2, tetapi meningkat untuk
Baja adalah logam yang unsur dasarnya besi dan ditambahi dengan beberapa elemen-elemen lainnya termasuk unsur carbon. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0,2- 2,1% berat sesuai grade-nya. Berikut elemen-elemen yang terdapat dalam baja seperti karbon (C), mangan (Mn), fosfor (P), sulfur (S), silikon (Si) dan sebagian kecil oksigen (O2), nitrogen (N2) dan aluminium (Al). Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya: mangan (Mn), nikel (Ni), krom (Cr), molybdenum (Mo), boron (B), titanium (Ti), vanadium (V) dan niobium (Nb) (Ashby, 2005).
1. JURNAL
PowerPlant
Prayudi
Sudirmanto
Dimas Indra Wijaya
Analisis Kinerja Kondensor Sebelum dan Sesudah
Overhaul di PT Indonesia Power UJP PLTU Lontar
Banten Unit 3
Sahlan Studi Literatur Analisis Dugaan Luluh Energi Pada Tube
Baja A53 Grade B
Eko Sulistyo
Firman Prasetyo
Identifikasi Material Tube High Pressure Economizer
HRSG Unit 2-3 PLTU UP Semarang
Roswati Nurhasanah
Prayudi
Pengaruh Penambahan Liquid Suction Heat
Exchanger Terhadap Performa Mesin Pendingin
Menggunakan R404A
Halim Rusjdi
Andika Widya Pramono
Wahyu Bawono Faathir
Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Sifat Mekanis
dan Struktur Mikro Pada Baja AISI 4340
Vendy Antono
Caesar Febria A.R.Y
Arief Suardi Nur Chairat
Vendy Antono
Perancangan PLTMH Kapasitas 30 KW, Desa GiriTirta
Kec. Pejawaran Banjarnegara Jawa Tengah
Pengembangan Model Perencanaan Alokasi
Pesanan Pada Fungsi Koordinasi Produksi Untuk
Miminimasi Biaya Produksi dan Biaya Pengiriman
SEKOLAH TINGGI TEKNIK-PLN
JURNAL POWERPLANT Vol. 4 No. 2 Hal. 60-xxx Mei 2016 ISSN No :2356-1513
2. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
95
PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT MEKANIS
DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA AISI 4340
HALIM RUSJDI
Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik PLN
Email : halim.r66@gmail.com
ANDIKA WIDYA PRAMONO
Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik PLN
WAHYU BAWONO FAATHIR
Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik - PLN
Kampus STT-PLN, Jakarta Barat
Email : wahyubawonofaathir@yahoo.com
ABSTRACT
The heat treatment is a combination of heating and cooling operations to metals or alloys in solid
state at a certain time interval detention. This heat treatment is given on the metal or alloy to obtain
certain properties. The heat treatment process varies depending on the purpose of the provision of
heat treatment itself, which commonly refers to the mechanical properties and microstructure of the
material. In this study, we want to know is the effect of heat treatment on mechanical properties and
microstructure happened. The heat treatment process is carried out by the method of quenching and
tempering method, performed at the beginning of the workpiece AISI4340 and medium carbon steel
and mechanical testing is performed tensile test, hardness test rockwell, and testing of microstructure.
Kay words : heat treatment quenching, temperin, steel AISI 4340, Mecahnical Testing, Testing
Microstructure.
I. PENDAHULUAN
Dengan maju dan berkembangnya dunia
industri khususnya pada industri logam, dituntut
adanya suatu kualitas yang baik dari logam itu
sendiri. Sampai saat ini baja merupakan logam
yang masih dominan dipakai dalam bidang
permesinan. Dalam pemakaian teknik
diperlukan memilih jenis logam dan paduan
dengan sifat-sifat yang sesuai untuk operasi
sehingga pemakaiannya dapat memberikan
kinerja yang optimal.
Penggunaan baja dapat disesuaikan dengan
kebutuhan karena banyak sekali jenisnya
dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda.
Kemampuan baja sendiri sebenarnya sangat
dipengaruhi oleh kadar karbon disamping
unsur-unsur paduan lain yang terdapat
didalamnya. Dengan penambahan atau
pengurangan kadar karbon atau unsur-unsur
paduan lain akan diperoleh kekuatan baja sesuai
dengan yang diinginkan.
Objek yang dianalisis adalah baja AISI
4340 yang diberi perlakuan panas 910 dengan
waktu penahanan 1 jam dan diquenching
dengan menggunakan media pendingin oli dan
mengetahui variasi temperatur tempering
100, 200, 320, 400, 500, dan 600
dengan waktu penahanan 2 jam yang
berpengaruh terhadap kekuatan tarik,
kekerasan, dan struktur mikro baja AISI 4340.
Dalam penulisan ini akan memuat studi
serta penelitian yang meliputi pengamatan
visual dan pengujian dimana hasil dari pada
analisis pengujian dan perubahannya ditunjang
dengan cara melakukan pengujian komposisi
kimia, pengujian tarik, pengujian kekerasan
(dalam hal ini menggunakan metode rockwell
type c), pengujian metalografi dengan berbagai
pembesaran untuk mengetahui struktur mikro.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TEORI MATERIAL
Klasifikasi Baja Paduan
Baja paduan rendah biasanya digunakan
untuk mencapai hardenability lebih baik yang
akan meningkatkan sifat mekanis lainnya. Baja
paduan rendah yaitu bila jumlah unsur
tambahan selain karbon lebih kecil dari 8%
3. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
96
misalnya suatu baja terdiri atas 1,35%C,
0,5%Mn, 0,03%P, 0,03%S, 0,75%Cr, 4,5%W.
Baja paduan tinggi terdiri dari baja tahan
karat atau disebut dengan stainless steel dan
baja tahan panas. Baja ini memiliki ketahanan
korosi yang baik, unsur utama yang
meningkatkan tahan korosi adalah Cr. Baja
paduan tinggi yaitu bila jumlah unsur tambahan
selain karbon lebih dari atau sama dengan 8%,
misalnya : baja HSS (High Speed Steel) atau
SKH 53(JIS) mempunyai kandungan unsur :
1,25%C, 4,5%Cr, 6,2%Mo, 6,7%W, 3,3%V. [2]
.
Baja paduan rendah AISI 4340 merupakan
jenis baja yang banyak digunakan sebagai
bahan teknik antara lain sebagai bahan
komponen mesin. AISI 4340 mempunyai arti
yaitu AISI adalah standar amerika serikat yang
merupakan singkatan dari Americal Iron and
Steel Institute, sedangkan arti dari 4340 adalah
dua dijit pertama yaitu 43 menunjukan baja
paduan Nickel (Ni), Chromium (Cr) dan
Molybdenum (Mo), sedangkan dua dijit
selanjutnya yaitu 40 menunjukan kandungan
karbon material tersebut yaitu 0,4%. Bahan ini
sangat cocok untuk ditingkatkan atau diatur
sifat-sifatnya dengan perlakuan panas. Menurut
standart komposisi kimia baja AISI 4340
diperlihatkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Spesifikasi Komposisi Kimia Standar
AISI 4340
Chemical Composition (Average, %)
GRADE Unsur %
Element %
Kadar %
Content %
V155
VCN150
C 0,34
Si 0,30
Mn 0,60
Cr 1,50
Mo 0,20
Ni 1,50
V ---
W ---
Sedangkan untuk sifat mekanis
(Mechanical Properties) dari baja AISI 4340
dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini. Untuk
bahan komponen mesin baja AISI 4340
diaplikasikan untuk Poros baling-baling, Batang
penghubung (connecting rods), Poros roda gigi
(gear shafts), Poros engkol (crankshafts),
Landing gear components (komponen roda
pendaratan), Tempa berat (heavy forgings),
Shafts and disch dan bagian yang harus
dirancang untuk kekuatan optimal.
Tabel 2.2 Sifat Mekanis (mechanical
properties) Baja AISI 4340.
(mm) (N/2
) $
(N/2
)
16 1000 1200-1400
16-40 900 1100-1300
40-100 800 1000-1200
100-160 700 900-1100
160-250 600 800-950
Untuk bahan komponen mesin baja AISI
4340 diaplikasikan untuk Poros baling-baling,
Batang penghubung (connecting rods), Poros
roda gigi (gear shafts), Poros engkol
(crankshafts), Landing gear components
(komponen roda pendaratan), Tempa berat
(heavy forgings), Shafts and disch dan bagian
yang harus dirancang untuk kekuatan optimal.
Sifat Mekanis Material
Sifat sifat mekanik material yang sering
diuji secara rinci untuk mengetahui kemampuan
dari material yang akan digunakan adalah
kekuatan (strength) mrupakan kemampuan
suatu material untuk menerima tegangan tanpa
menyebabkan material menjadi patah, kekakuan
(stiffness)adalah kemampuan suatu material
untuk menerima tegangan atau beban tanpa
mengakibatkan deformasi atau defleksi,
kekenyalan (elasticity) didefinisikan sebagai
kemampuan material untuk menerima tegangan
tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk yang permanen setelah tegangan
dihilangkan, plastisitas (plasticity adalah
kemampuan material untuk mengalami
deformasi plastik (perubahan bentuk secara
permanen) tanpa mengalami kerusakan,
keuletan (ductility) adalah suatu sifat material
yang digambarkan seperti kabel dengan aplikasi
kekuatan tarik. Material ductile ini harus kuat
dan lentur, ketangguhan (toughness).
merupakan kemampuan material untuk
menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan, kegetasan (brittleness)
adalah suatu sifat bahan yang mempunyai sifat
berlawanan dengan keuletan, kelelahan
(fatigue) merupakan kecenderungan dari logam
untuk menjadi patah bila menerima beban
bolak-balik (dynamic load) yang besarnya
masih jauh dibawah batas kekuatan elastiknya,
melar (creep), merupakan kecenderungan suatu
logam untuk mengalami deformasi plastik bila
4. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
97
pembebanan yang besarnya relatif tetap
dilakukan dalam waktu yang lama pada suhu
yang tinggi dan kekerasan (hardness).
merupakan ketahanan material terhadap
penekanan atau penetrasi. [4]
Diagram Besi-Karbon (Fe-C)
Sifat mekanik dari baja sangat bergantung
pada struktur mikronya. Sedangkan strukrur
mikro sangat mudah dirubah melalui proses
perlakuan panas. Baja adalah paduan besi
dengan kandungan karbon sampai maksimum
sekitar 1,5%. Paduan besi dengan karbon di atas
1,5% disebut dengan besi cor (cas iron). Salah
satu unsur paduan yang sangat penting yang
dapat mengontrol sifat baja adalah karbon (C).
Jika besi dipadu dengan karbon, transformasi
yang terjadi pada rentang temperatur tertentu
erat kaitannya dengan kandungan karbon.
Diagram yang menggambarkan hubungan
antara temperatur dimana terjadinya perubahan
fasa selama proses pendinginan dan pemanasan
yang lambat dengan kadar karbon disebut
dengan diagram fasa. Diagram ini merupakan
dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi
perlakuan panas.
Gambar 2.1. Diagram besi-karbon (Fe-C).
[www.academia.edu/9261035/DIAGRAM_FA
SA_Fe-Fe3C]
2.2. Diagram TTT dan CCT
Diagram TTT adalah suatu diagram yang
menghubungkan transformasi austenit terhadap
waktu dan temperatur. Proses perlakuan panas
bertujuan untuk memperoleh struktur baja yang
diinginkan agar cocok dengan penggunaan yang
direncanakan. Struktur yang diperoleh
merupakan hasil dari proses transformasi dari
kondisi awal. Proses transformasi ini dapat
dibaca dengan menggunakan diagram fasa
namun untuk kondisi tidak seimbang diagram
fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi
seperti ini maka digunakan diagram TTT.
Melalui diagram ini dapat dipelajari kelakuan
baja pada setiap tahap perlakuan panas.
Diagram ini juga dapat digunakan untuk
memperkirakan struktur dan sifat mekanik dari
baja yang diquenching dari temperatur
austenisasinya ke suatu temperatur di bawah
A1. Diagram ini menunjukan dekomposisi
austenit dan berlaku untuk macam baja tertentu.
Bentuk diagram tergantung dengan komposisi
kimia terutama kadar karbon dalam baja. Untuk
baja dengan kadar karbon kurang dari 0,83%
yang ditahan suhunya dititik tertentu, akan
menghasilkan stuktur perlit dan ferit. Bila
ditahan suhunya pada titik tertentu tapi masih
disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan
mendapatkan struktur mikro bainit (lebih keras
dari perlit). Bila ditahan suhunya pada titik
tertentu dibawah garis horizontal, maka akan
mendapat struktur martensit (sangat keras dan
getas). Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh
tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan
dan semakin lama pemanasannya akan timbul
butiran yang lebih besar. Semakin cepat
pendinginan akan menghasilkan ukuran butir
yang lebih kecil (lihat gambar 2.2) [6]
Gambar 2.2. Diagram TTT (Time-
Temperatur-Transformation)
[http://log.ub.ac.id/firmanaldianto]
Diagram Countinuous Cooling
Transformasi, atau biasa disebut CCT diagram,
merupakan diagram yang menggambarkan
hubungan antara laju pendinginan kontinyu
dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah
terjadinya transformasi fasa.
Pada gambar di bawah ini menunjukan
diagram CCT untuk baja secara skematika.
Terlihat bahwa kurva-kurva pendinginan
kontinyu dengan laju pendinginan yang berbeda
akan menghasilkan fasa atau struktur baja yang
berbeda. Setiap kurva pendingin yaitu (a), (b),
(c) memperlihatkan permulaan dan akhir dari
5. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
98
dekomposisi austenit menjadi fasa atau struktur
baja akhir (lihat gambar 2.3)
Gambar 2.3. Kurva diagram CCT (Continuous
Cooling Transformation).
[http://log.ub.ac.id/firmanaldianto]
Sebagai ilustrasi, baja mengandung 0,2%
karbon yang telah diautenisasi pada temperatur
920, kemudian didinginkan dengan laju yang
berbeda sampai temperatur 200 dan 250.
Kurva pendingin (a) menunjukkan pendinginan
secara kontinyu yang sangat cepat dari
temperatur austenit sekitar 920 ke temperatur
200. Laju pendinginan cepat ini
menghasilkan dekomposisi fasa austenit
menjadi martensit. Fasa austenit akan mulai
terdekomposisi menjadi martensit pada
temperatur Ms (martensit finish). Kurva
pendingin (b) menunjukkan pendinginan
kontinyu dengan laju sedang dari temperatur
920 ke temperatur 250. Dengan laju
pendinginan kontinyu ini fasa austenit
terdekomposisi menjadi struktur bainit. Kurva
pendingin (c) menunjukkan kontinyu dengan
laju pendinginan lambat dari temperatur 920
ke 250. Pendinginan lambat ini menyebabkan
fasa austenit terdekomposisi menjadi fasa ferit
dan perlit. [6]
Baja dapat dilaku panas agar dapat
diperoleh struktur mikro dan sifat yang
diinginkan. Struktur mikro dan sifat yang
diinginkan tersebut dapat diperoleh melalui
proses pemanasan dan pendinginan pada
temperatur tertentu. Jika permukaan dari suatu
spesimen baja disiapkan dengan cermat dan
struktur mikronya diamati dengan
menggunakan mikroskop, maka akan tampak
bahwa baja tersebut memiliki sturktur yang
berbeda-beda. Jenis struktur yang ada sangat
dipengaruhi oleh komposisi kimia dari baja dan
jenis perlakuan panas yang diterapkan pada baja
tersebut. Struktur yang akan ada pada suatu baja
adalah ferit, perlit, bainit, Sementit, martensit
dan karbida lainnya.
2.3. Perlakuan Panas
Perlakuan panas adalah proses pemanasan
dan pendinginan material yang terkontrol
dengan maksud merubah sifat fisik untuk tujuan
tertentu. Secara umum proses perlakuan panas
adalah sebagai berikut :
a. Pemanasan material sampai suhu tertentu
dengan kecepatan tertentu pula.
b. Mempertahankan suhu untuk waktu
tertentu sehingga temperaturnya merata.
c. Pendinginan dengan media pendingin (air,
oli, atau udara)
Ketiga hal di atas tergantung dari material yang
akan diberi perlakuan panas (heat treatment)
dan sifat-sifat akhir yang diinginkan. Melalui
perlakuan panas yang tepat tegangan dalam
dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau
diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat
dihasilkan suatu permukaan yang keras
dikelilingi inti yang ulet. Untuk memungkinkan
perlakuan panas yang tepat, susunan kimia
logam harus diketahui karena perubahan
komposisi kimia, khususnya karbon (C) dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisis. [7]
2.4 Hardening
Hardening merupakan proses perlakuan
panas yang diterapkan untuk menghasilkan
benda kerja yang keras. Perlakuan ini terdiri
dari dari memanaskan baja sampai temperatur
pengerasannya (temperatur austenisasi) dan
menahannya pada temperatur tersebut untuk
jangka waktu tertentu dan kemudian
didinginkan dengan laju pendinginan yang
sangat tinggi atau di quench agar diperoleh
kekerasan yang diinginkan. Tujuan utama
proses pengerasan adalah untuk menigkatkan
kekerasan benda kerja dan meningkatkan
ketahanan aus. Makin tinggi kekerasan akan
semakin tinggi pula ketahanan ausnya. [7]
2.5 Tempering
Proses pemanasan kembali baja yang telah
dikeraskan disebut proses temper. Dengan
proses ini, duktilitas dapat ditingkatkan namun
kekerasan dan kekuatannya akan menurun.
Pada sebagian besar baja struktur, proses
temper dimaksudkan untuk memperoleh
kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan
ketanguhan yang tinggi. Dengan demikian
proses temper setelah pengerasan akan
6. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
99
menjadikan baja lebih bermanfaat karena
adanya struktur yang lebih stabil. [7]
III. METODOLOGI PENELITIAN
Berikut ini merupakan lokasi penelitian
yang akan dilakukan di Pusat Penelitian
Metalurgi dan Material-LIPI. Metode ini sangat
membantu dalam melakukan penyusunan
penyelesaian masalah penelitian. Dalam
penelitian ini dilakukan beberapa tahapan,
tahap.
Pertama persiapan benda uji material,
material yang akan diuji adalah baja AISI
4340 yang digunakan untuk proses
perlakuan panas quenching dan tempering.
Tahap kedua yaitu studi literatur dengan
menggunakan buku-buku referensi atau
diunduh dari internet yang berkaitan dengan
topik permasalahan sehingga digunakan
untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Dari sini dapat dibandingkan data yang
didapatkan dari pengujian dengan hasil data
yang ada dalam teori maupun referensi.
Tahap Ketiga adalah melakukan perlakuan
panas pada temperatur : Austenisasi
(910) dengan waktu penahanan 1 jam
media quenching oli dan temper selama dua
jam dengan variasi suhu 100, 200,
300, 400, 500, 600.
Tahap keempat pengujian laboratorium
meliputi pengujian kandungan bahan, uji
Tarik, uji kekerasan dan pengujian
metalugrafi
Tahap akhir adalah analisis data setelah
melakukan pengujian, sehingga diperoleh
hasil pengujian yang diolah dan dianalisis,
serta digunakan untuk memecahkan
permasalahan yang ada dalam topik ini.
Adapun kode sampel tempat pengambilan data
disajikan pada tabel berikut ini
Tabel 3.1 kode setiap sampel
Kode
Sampel
Keterangan
A Bahan awal tanpa perlakuan
panas
AQ
Bahan yang di beri perlakuan
panas dengan suhu 910 dan
dilakukan pendinginan cepat
(quenching) pada media
pendingin oli tanpa di temper
Bahan yang di quenching dan di
AQT 1 temper dengan suhu 100
AQT 2
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 200
AQT 3
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 300
AQT 4
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 400
AQT 5
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 500
AQT 6
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 600
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
4.1.Analisis Uji Komposisi Kimia SPARK
OES (Optical Emission Spectrometer)
Pengujian komposisi kimia dilakukan untuk
mengetahui kandungan unsur-unsur yang
terkandung pada material baja AISI 4340.
Berikut adalah tabel hasil pengujian komposisi
kimia material.
Tabel 4.1. Perbandingan Komposisi kimia Pada
Sampel Baja AISI 4340 Dengan Spesifikasi
Standart Material Baja AISI 4340.
Hasil / Result Grade
Unsur Kadar % V 155
Element Content % VCN 150
Standart AISI
4340
Fe 94.795 Balance
C 0.402 0.34
Si 0.248 0.30
S 0.014 -
P 0.005 -
Mn 0.776 0.60
Ni 1.595 1.50
Cr 1.596 1.50
Mo 0.163 0.20
V 0.007 -
Cu 0.306 -
W 0.001 -
Ti 0.020 -
Sn 0.015 -
Al 0.027 -
Pb 0.004 -
Nb 0.005 -
Zr 0.004 -
Zn 0.009 -
7. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
100
Dari hasil pengujian komposisi kimia baja
AISI 4340, dapat dilihat bahwa spesifikasi
komposisi kimia utama yang terkandung dalam
baja AISI 4340 adalah besi (Fe) = 94,81% Fe
merupakan unsur penyusun utama. Dari hasil
pengujian unsur kimia kadar karbon (C) =
0,402% sedangkan pada spesifikasi standart
komposisi kimia AISI 4340 0,34% dengan
kandungan karbon ini dapat disimpulkan baja
ini termasuk dalam baja karbon menengah, baja
karbon menengah yaitu baja yang mengandung
unsur karbon antara 0,25% sampai dengan
0,55% baja ini tidak terlalu keras tapi memiliki
keuletan yang baik.
Dari hasil pengujian silikon (Si) = 0,248
sedangkan pada spesifikasi standart komposisi
kimia AISI 4340 0,30 kandungan silikon ini
dapat meningkatkan kekerasan, ketahanan aus,
ketahanan terhadap panas, ketahanan terhadap
karat dan kemampuan diperkeras secara
keseluruhan. Dari hasil pengujian mangan
(Mn) = 0,776 sedangkan pada spesifikasi
standart komposisi kimia AISI 4340 0,60 unsur
ini berguna untuk meningkatkan kekerasan dan
mampu diperkeras pada baja.
Dari hasil pengujian nikel (Ni) = 1,595
sedangkan pada spesifikasi standart komposisi
kimia AISI 4340 1,50 penambahan unsur ini
guna mampu pengerasan inti, tahan panas,
tahan terhadap asam, baja mampu dibentuk
dalam keadaan dingin dan panas. Dari hasil
pengujian khorom (Cr) = 1,596 sedangkan
pada spesifikasi standart komposisi kimia AISI
4340 1,50 penambahan unsur ini guna mampu
meninggikan kekerasan dan daya tahan
terhadap keausan dengan pembentukan khrom
karbib, bisa dikeraskan dengan mudah
membiarkan mendingin diudara terbuka atau
pengerasan udara (air Hardening). Dari
pengujian molibdenum (Mo) = 0,163
sedangkan pada spesifikasi standart komposisi
kimia AISI 4340 0,20 penambahan unsur ini
meningkatkan kekuatan tarik, mencegah
kegetasan, meningkatkan ketahanan panas,
meningkatkan kekerasan, mampu diperkeras
pada baja.
Tabel 4.2. Sifat mekanis bahan awal
Spesime
n
Raw
Material
Kekerasa
n
(HRC)
(N/
2
)
$
(N/
2
)
(%
)
A 33,36 643,4 1202,4 40
Tabel 4.3. Spesifikasi standart sifat mekanis
baja AISI 4340
(mm) (N/2
) $ (N/2
)
16 1000 1200-1400
16-40 900 1100-1300
40-100 800 1000-1200
100-160 700 900-1100
160-250 600 800-950
4.2. Analisis Uji Kekerasan (Rockwell type C)
Kekerasan logam dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan,
Pengujian kekerasan dalam penelitian ini
lakukan agar dapat mengetahui pengaruh
perlakuan panas (heat treatment) terhadap nilai
kekerasan pada baja AISI 4340. Dilakukan
dengan menggunakan metode Rockwell type C.
Tabel 4.4 Perbandingan nilai kekerasan dari
bahan awal dan perlakuan panas
(heat treatment).
N
o
Spesi
men
Nilai
Kekera
san
KEKERA
SAN
Keterang
an
1 A 33,6
33,5
33,0
33,36
Pengam
bilan 3
titik
dimulai
dari
daerah
pinggir
2 AQ 51,6
54,4
55,9
53,96
3 AQT
1
53,6
53,1
53,8
53,5
Beban
1471 N
4 AQT
2
49,6
47,1
48,2
48,3
5 AQT
3
42,8
48,7
48,0
46,5
6 AQT
4
46,8
45,7
46,1
46,2
Indentor
Intan
120属
7 AQT
5
42,7
41,7
43,0
42,46
8 AQT
6
36,7
39,6
40,7
39
8. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
101
Tabel diatas jika disajikan dalam bentuk
grafik dapat dilihat pada gambar grafik 4.1
berikut ini yang nilai kekerasannya
dibandingkan dengan kekerasan bahan awal
tanpa perlakuan panas, proses hardening suhu
910 dengan waktu penahanan 1 jam yang
didinginkan dengan media pendingin oli
(quenching) dan proses temper pada suhu
100, 200, 300, 400, 500, 600
dengan waktu penahanan yang sama yaitu 2
jam.
Dari data tabel dan grafik kekerasan yang
diperlihatkan bahwa setelah material diberi
perlakuan panas hardening pada temperatur
910 ditahan dengan temperatur konstan
selama 1 jam dan diquenching dengan media
pendingin oli nilai kekerasannya sangat jauh
meningkat yaitu dibandingkan dari nilai
kekerasan bahan awal 33,36 HRC, naik menjadi
53,96 HRC. hal ini disebabkan karena pada
proses hardening yang dicelup cepat pada
media pendingin oli (quenching), terbentuk
struktur martensit yang sangat keras dan getas,
yang merupakan fasa metastabil oleh sebab itu
dibutuhkan proses temper untuk mengurangi
kegetasan dari struktur tersebut. Nilai kekerasan
terlihat menurun pada proses temper dengan
waktu penahanan 2 jam. Nilai kekerasan
terendah pada sampel AQT 6 yang ditemper
pada temperatur 600 menurun hingga 39
HRC. semakin tinggi temperatur temper nilai
kekerasan semakin menurun.
4.3.Analisis Uji Tarik
Pengujian tarik dilakukan untuk
mengetahui sifat-sifat mekanis dari material
akibat pengaruh perubahan suhu perlakuan
panas yang diberikan pada baja AISI 4340.
Hasil pengujian tarik terdiri dari tiga parameter
yaitu tegangan luluh (yield strength), tegangan
batas putus (ultimate strength) dan yang
ditunjukan besarnya nilai perpanjangan
(elongation). Hasil pengujian bahan awal dan
sampel yang telah diberi perlakuan panas
ditunjukan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.5. Tabel hasil uji tarik dari bahan awal
dan perlakuan panas (heat
treatment) pada baja AISI 4340.
Kode
Sampel
(/
)
(/
)
(%)
A 643,4 1202,4 40
AQ 1608,6 2096,1 14,74
AQT 1 1624,9 1998,6 25
AQT 2 1494,9 1819,8 27,84
AQT 3 1299,9 1706,1 29,62
AQT 4 1218,6 1397,4 32,06
AQT 5 958,7 1348,6 35,9
AQT 6 844,9 974,9 55,54
Gambar 4.2. Grafik uji tarik hubungan
tegangan antara bahan awal dan
jenis perlakuan panas.
A
A
Q
A
Q
T
1
A
Q
T
2
A
Q
T
3
A
Q
T
4
A
Q
T
5
A
Q
T
6
Nilai
kekerasan
(HRc)
33 54 54 48 47 46 42 39
0
10
20
30
40
50
60
Hardness
(HRC)
Grafik Nilai Kekerasan (HRC)
643.4
1608.61624.9
1494.9
1299.91218.9
958.7
844.9
1202.4
2096.1
1998.6
1819.8
1706.1
1397.41348.6
974.9
A AQ AQT 1AQT 2AQT 3AQT 4AQT 5AQT 6
y (N/mm族) uts (N/mm族)
9. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
102
Dari grafik dapat dilihat bahwa akibat
proses hardening (quenching) tegangan luluh
dan tegangan batas putus mengalami kenaikan.
Tegangan luluh naik menjadi 1608,6 N/2
dan tegangan batas putus naik menjadi 2096,1
N/2
kenaikan ini melebihi tegangan luluh
dan tegangan batas putus bahan awal dimana
tegangan luluh bahan awal 643,4 N/2
dan
tegangan batas putus 1202,4 N/2
, ini
disebabkan material yang di hardening
(quenching) mengalami peningkatan kekerasan.
Material yang telah dihardening (quenching)
terbentuk struktur menjadi martensit, struktur
ini sangat keras tetapi bahan keras ini bersifat
getas, setelah dilakukan proses tempering pada
temperatur 100, 200, 300, 400, 500
dan 600, terlihat tegangan luluh dan tegangan
batas putus dari sampel hasil hardening
(quenching) menjadi menurun. Semakin tinggi
temperatur yang diberikan pada proses
tempering akan menurunkan tegangan luluh dan
tegangan batas putusnya.
Sementara hubungan antara pertambahan
panjang (elongation) bahan awal dan jenis
perlakuan panas dapat dilihat pada grafik 4.3
dibawah ini.
Gambar 4.3. Grafik uji tarik hubungan nilai
perpanjangan (elongation)
antara bahan awal dan jenis
perlakuan panas.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa
akibat proses perlakuan panas hardening dan
tempering, keuletan dari material mengalami
perubahan, pada proses hardening nilai
perpanjangan (elongation) mengalami
penurunan dari nilai perpanjangan (elongation)
bahan awal yakni dari 40% turun menjadi
14,74%, ini diakibatkan material yang
dihardening sangat keras karena berstruktur
martensit, setelah diberi perlakuan panas proses
tempering nilai perpanjangan (elongation)
semakin bertambah, diakibatkan material
tersebut berstruktur martensit berubah menjadi
struktur martensit temper, martensit temper
memiliki kekuatan dan ketangguhan yang
memadai hal ini dimungkinkan oleh karena
martensit yang rapuh diubah menjadi dispersi
partikel karbida yang halus dalam matriks ferit
yang tangguh, semakin tinggi temperatur
temper yang diberikan makin besar peningkatan
nilai perpanjangannya (elongation).
Jika dikaitkan nilai kekerasan yang diuji
dan nilai kekuatan tarik yang diuji akibat
perlakuan panas quenching dan tempering maka
didapatkan grafik seperti yang terlihat dibawah
ini.
Gambar 4.4. Grafik hubungan tegangan luluh
(yield strength) dan tegangan
batas putus (Ultimate strength)
dengan kekerasan.
Dari grafik perbandingan diatas dapat
dilihat semakin tinggi nilai kekerasan dari
material maka kekuatan tariknya semakin
tinggi. Dari grafik ini juga dapat dilihat akibat
adanya proses tempering dapat menurunkan
kekuatan tarik dan kekerasan.
643.4
1608.6
1624.9
1494.9
1299.9
1218.6
958.7
844.9
1202.4
2096.1
1998.6
1819.8
1706.1
1397.4
1348.6
974.9
33.36 53.96 53.5 48.3 46.5 46.2 42.4639
A AQ AQT
1
AQT
2
AQT
3
AQT
4
AQT
5
AQT
6
y (N/mm族) uts (N/mm族)
HRC
40
14.71
25
28 29.57
32
35.85
55.5
A AQ AQT
1
AQT
2
AQT
3
AQT
4
AQT
5
AQT
6
e, %
10. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
103
Jika dikaitkan nilai kekerasan yang diuji
dan nilai perpanjangan (elongation) yang diuji
akibat perlakuan panas quenching dan
tempering maka didapatkan grafik seperti yang
terlihat dibawah ini.
Gambar 4.5. Grafik hubungan antara nilai
kekerasan dan nilai
perpanjangan (e%) akibat
perlakuan panas.
Dari grafik diatas dapat dilihat semakin
tinggi nilai kekerasan maka akan semakin kecil
nilai perpanjangan (elongation) dari satu
material. Nilai kekerasan yang tertinggi dimiliki
material hasil quenching sedangkan nilai
elongationnya kecil. Dari grafik dapat dilihat
pengaruh proses tempering nilai kekerasan
semakin menurun sedangkan nilai elongation
semakin bertambah.
4.4.Analisis Struktur Mikro
Dari gambar struktur mikro terlihat,
struktur mikro bahan awal yang terbentuk
adalah ferit-perlit dengan butiran halus akibat
dari proses pengerolanan panas yang dilakukan
pada baja AISI 4340 (lihat gambar 4.6 dan 4.7).
Gambar 4.6. Struktur mikro bahan awal
pembesaran 200x
Gambar 4.7. Struktur mikro bahan awal
pembesaran 500x
Pada sampel yang diquenching oli
terbentuk struktur martensit, martensit keras,
kuat dan rapuh (lihat gambar 4.8 dan 4.9)
Gambar 4.8. Struktur mikro setelah quenching
dengan oli pembesaran 200x
Gambar 4.9. Struktur mikro setelah quenching
dengan oli pembesaran 500x
33.36
53.96 53.5
48.3 46.5 46.2
42.46
39
40
14.74
25 27.8429.6232.06 35.9
55.54
A AQ AQT
1
AQT
2
AQT
3
AQT
4
AQT
5
AQT
6
HRC e %
11. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
104
Struktur mikro setelah ditemper pada
temperatur 100 dengan lama penahanan 2
jam, struktur yang terbentuk masih sturktur
martensit ini disebabkan karena pemanasan
masih dibawah garis martensit start (Ms) (lihat
gambar 4.10)
Gambar 4.10 Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 100 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Struktur yang terbentuk pada proses
tempering dengan suhu 200 masih martensit
karena temperatur temper yang diberikan masih
di bawah daerah temperatur martensit start
(Ms) yang ditunjukan gambar (4.12 dan 4.13)
Gambar 4.12. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 200 lama
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.13. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 200 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Struktur yang terbentuk pada proses temper
dengan temperatur 300 dan lama penahanan 2
jam adalah struktur martensit temper (lihat
gambar 4.14 dan 4.15)
Gambar 4.14. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 300 lama
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.15. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 300 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Pada pada proses temper dengan
temperatur 400 dan lama waktu penahanan 2
jam terbentuk struktur martensit temper (lihat
gambar 4.16 dan 4.17)
Gambar 4.16. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 400 lama
12. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
105
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.17. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 400 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Pada pada proses temper dengan
temperatur 500 dan lama waktu penahanan 2
jam terbentuk struktur martensit temper (lihat
gambar 4.18 dan 4.19)
Gambar 4.18. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 500 lama
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.19. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 500 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Pada pada proses temper dengan
temperatur 600 dan lama waktu penahanan 2
jam terbentuk struktur martensit temper (lihat
gambar 4.20 dan 4.21).
Gambar 4.20. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 600 lama
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.21. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 600 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x.
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat
diambil kesimpulan.
1. Dari hasil pengujian komposisi kimia
didapatkan kadar karbon yang terdapat pada
baja AISI 4340 yaitu 0,4% dilihat dari
jumlah unsur karbon yang terkandung baja
ini termasuk baja karbon menengah.
2. Pengaruh perlakuan panas dan proses
pendinginan cepat (quenching) dapat
merubah sifat mekanis dari baja AISI 4340,
nilai kekerasan dari bahan awal 33,36 HRC
naik menjadi 53,96 HRC ini disebabkan
terjadinya perubahan struktur dari struktur
ferit-perlit menjadi martensit dari baja
tersebut.
3. Akibat adanya proses tempering dapat
merubah sifat mekanis dari baja AISI 4340.
Semakin tinggi temperatur tempering yang
diberikan semakin menurun nilai kekerasan
dan kekuatan tarik dari baja AISI 4340.
4. Struktur mikro baja AISI 4340 dari bahan
awal ferit-perlit setelah dilakukan proses
perlakuan panas hardening dengan
13. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
106
temperatur 910 dan didinginkan cepat
dengan media oli (quenching) mengalami
perubahan yaitu menjadi struktur martensit,
setelah dilakukan proses perlakuan panas
tempering pada temperatur 100, 200
struktur mikro dari baja AISI 4340 masih
berbentuk struktur martensit, ini disebabkan
karena temperatur tempering masih dibawah
garis temperatur martensit start, jadi tidak
mengalami perubahan. Setelah dilakukan
tempering pada temperatur 300, 400,
500 dan 600 terjadi lagi perubahan
struktur dari martensit menjadi martensit
temper. Perlakuan panas yang diberikan
pada baja AISI 4340 merubah sifat mekanis,
ini disebabkan karena adanya perubahan dari
struktur mikro baja tersebut.
REFERENSI
[1] Love George. 1986. Teori Dan Peraktek
Kerja Logam. Edisi 3. Jakarta : Erlangga.
[2] Tata Surdia. 2009. Teknik Pengecoran
Logam. Jakarta: Pradya Paramita.
[3] Lawrence. H. Van Vlack. 1991. Ilmu Logam
Dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam Dan
Bukan Logam). Edisi 5. Jakarta :
Erlangga.
[4] Rasita Karina. 2014. Analisis Kegagalan
Kerja Kopling Terhadap Kekuatan
Material Pada PLTMH Tapen. Skripsi.
Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik-PLN.
[5] Zella Alfinda. 2007. Diagram Fasa Fe-
Fe3C.
www.academia.edu/9261035/DIAGRAM_
FASA_Fe-Fe3C. Diakses 08 februari 2016
22.00 WIB.
[6] Aldianto Firmanda. 2012. Diagram TTT
(Time-Temperature-
Transformation).http://blog.ub.ac.id/firma
naldianto/2012/03/13/diagram-ttt-time-
temperature-transformation/. Diakses 08
februari 2016 21.30 WIB.
[7] Anrinal. H. 2013. Metalorgi Fisik.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
[8] Supriatna Hendra. 2009. Pengaruh
Perlakuan Panas Dan Penuaan Terhadap
Sifat Mekanis Pada Material Komposit
Matrik Al-4,5%Cu-4%/10%SiC (p).
Skripsi. Jakarta: Universitas Guna Darma
Fakultas Teknologi Industri.
[9] Sendi Kuncara. 2013. Analisis Kegagalan
Material Pipa Supply Gland Seal Steam
Turbine PLTU UBOH 3 LONTAR UNIT 1.
Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik-PLN.
[10] Sembiring Desiran. 2015. Penelitian Dan
Analisa Kegagalan Silinder Api Ketel Uap
Jenis Scotch. Tesis. Jakarta: Institut Sains
Dan Teknologi Nasional.