際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
JURNAL
PowerPlant
Prayudi
Sudirmanto
Dimas Indra Wijaya
Analisis Kinerja Kondensor Sebelum dan Sesudah
Overhaul di PT Indonesia Power UJP PLTU Lontar
Banten Unit 3
Sahlan Studi Literatur Analisis Dugaan Luluh Energi Pada Tube
Baja A53 Grade B
Eko Sulistyo
Firman Prasetyo
Identifikasi Material Tube High Pressure Economizer
HRSG Unit 2-3 PLTU UP Semarang
Roswati Nurhasanah
Prayudi
Pengaruh Penambahan Liquid Suction Heat
Exchanger Terhadap Performa Mesin Pendingin
Menggunakan R404A
Halim Rusjdi
Andika Widya Pramono
Wahyu Bawono Faathir
Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Sifat Mekanis
dan Struktur Mikro Pada Baja AISI 4340
Vendy Antono
Caesar Febria A.R.Y
Arief Suardi Nur Chairat
Vendy Antono
Perancangan PLTMH Kapasitas 30 KW, Desa GiriTirta
Kec. Pejawaran Banjarnegara Jawa Tengah
Pengembangan Model Perencanaan Alokasi
Pesanan Pada Fungsi Koordinasi Produksi Untuk
Miminimasi Biaya Produksi dan Biaya Pengiriman
SEKOLAH TINGGI TEKNIK-PLN
JURNAL POWERPLANT Vol. 4 No. 2 Hal. 60-xxx Mei 2016 ISSN No :2356-1513
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
95
PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT MEKANIS
DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA AISI 4340
HALIM RUSJDI
Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik  PLN
Email : halim.r66@gmail.com
ANDIKA WIDYA PRAMONO
Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik  PLN
WAHYU BAWONO FAATHIR
Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik - PLN
Kampus STT-PLN, Jakarta Barat
Email : wahyubawonofaathir@yahoo.com
ABSTRACT
The heat treatment is a combination of heating and cooling operations to metals or alloys in solid
state at a certain time interval detention. This heat treatment is given on the metal or alloy to obtain
certain properties. The heat treatment process varies depending on the purpose of the provision of
heat treatment itself, which commonly refers to the mechanical properties and microstructure of the
material. In this study, we want to know is the effect of heat treatment on mechanical properties and
microstructure happened. The heat treatment process is carried out by the method of quenching and
tempering method, performed at the beginning of the workpiece AISI4340 and medium carbon steel
and mechanical testing is performed tensile test, hardness test rockwell, and testing of microstructure.
Kay words : heat treatment quenching, temperin, steel AISI 4340, Mecahnical Testing, Testing
Microstructure.
I. PENDAHULUAN
Dengan maju dan berkembangnya dunia
industri khususnya pada industri logam, dituntut
adanya suatu kualitas yang baik dari logam itu
sendiri. Sampai saat ini baja merupakan logam
yang masih dominan dipakai dalam bidang
permesinan. Dalam pemakaian teknik
diperlukan memilih jenis logam dan paduan
dengan sifat-sifat yang sesuai untuk operasi
sehingga pemakaiannya dapat memberikan
kinerja yang optimal.
Penggunaan baja dapat disesuaikan dengan
kebutuhan karena banyak sekali jenisnya
dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda.
Kemampuan baja sendiri sebenarnya sangat
dipengaruhi oleh kadar karbon disamping
unsur-unsur paduan lain yang terdapat
didalamnya. Dengan penambahan atau
pengurangan kadar karbon atau unsur-unsur
paduan lain akan diperoleh kekuatan baja sesuai
dengan yang diinginkan.
Objek yang dianalisis adalah baja AISI
4340 yang diberi perlakuan panas 910 dengan
waktu penahanan 1 jam dan diquenching
dengan menggunakan media pendingin oli dan
mengetahui variasi temperatur tempering
100, 200, 320, 400, 500, dan 600
dengan waktu penahanan 2 jam yang
berpengaruh terhadap kekuatan tarik,
kekerasan, dan struktur mikro baja AISI 4340.
Dalam penulisan ini akan memuat studi
serta penelitian yang meliputi pengamatan
visual dan pengujian dimana hasil dari pada
analisis pengujian dan perubahannya ditunjang
dengan cara melakukan pengujian komposisi
kimia, pengujian tarik, pengujian kekerasan
(dalam hal ini menggunakan metode rockwell
type c), pengujian metalografi dengan berbagai
pembesaran untuk mengetahui struktur mikro.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TEORI MATERIAL
Klasifikasi Baja Paduan
Baja paduan rendah biasanya digunakan
untuk mencapai hardenability lebih baik yang
akan meningkatkan sifat mekanis lainnya. Baja
paduan rendah yaitu bila jumlah unsur
tambahan selain karbon lebih kecil dari 8%
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
96
misalnya suatu baja terdiri atas 1,35%C,
0,5%Mn, 0,03%P, 0,03%S, 0,75%Cr, 4,5%W.
Baja paduan tinggi terdiri dari baja tahan
karat atau disebut dengan stainless steel dan
baja tahan panas. Baja ini memiliki ketahanan
korosi yang baik, unsur utama yang
meningkatkan tahan korosi adalah Cr. Baja
paduan tinggi yaitu bila jumlah unsur tambahan
selain karbon lebih dari atau sama dengan 8%,
misalnya : baja HSS (High Speed Steel) atau
SKH 53(JIS) mempunyai kandungan unsur :
1,25%C, 4,5%Cr, 6,2%Mo, 6,7%W, 3,3%V. [2]
.
Baja paduan rendah AISI 4340 merupakan
jenis baja yang banyak digunakan sebagai
bahan teknik antara lain sebagai bahan
komponen mesin. AISI 4340 mempunyai arti
yaitu AISI adalah standar amerika serikat yang
merupakan singkatan dari Americal Iron and
Steel Institute, sedangkan arti dari 4340 adalah
dua dijit pertama yaitu 43 menunjukan baja
paduan Nickel (Ni), Chromium (Cr) dan
Molybdenum (Mo), sedangkan dua dijit
selanjutnya yaitu 40 menunjukan kandungan
karbon material tersebut yaitu 0,4%. Bahan ini
sangat cocok untuk ditingkatkan atau diatur
sifat-sifatnya dengan perlakuan panas. Menurut
standart komposisi kimia baja AISI 4340
diperlihatkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Spesifikasi Komposisi Kimia Standar
AISI 4340
Chemical Composition (Average, %)
GRADE Unsur %
Element %
Kadar %
Content %
V155
VCN150
C 0,34
Si 0,30
Mn 0,60
Cr 1,50
Mo 0,20
Ni 1,50
V ---
W ---
Sedangkan untuk sifat mekanis
(Mechanical Properties) dari baja AISI 4340
dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini. Untuk
bahan komponen mesin baja AISI 4340
diaplikasikan untuk Poros baling-baling, Batang
penghubung (connecting rods), Poros roda gigi
(gear shafts), Poros engkol (crankshafts),
Landing gear components (komponen roda
pendaratan), Tempa berat (heavy forgings),
Shafts and disch dan bagian yang harus
dirancang untuk kekuatan optimal.
Tabel 2.2 Sifat Mekanis (mechanical
properties) Baja AISI 4340.
 (mm)  (N/2
) $
(N/2
)
 16 1000 1200-1400
16-40 900 1100-1300
40-100 800 1000-1200
100-160 700 900-1100
160-250 600 800-950
Untuk bahan komponen mesin baja AISI
4340 diaplikasikan untuk Poros baling-baling,
Batang penghubung (connecting rods), Poros
roda gigi (gear shafts), Poros engkol
(crankshafts), Landing gear components
(komponen roda pendaratan), Tempa berat
(heavy forgings), Shafts and disch dan bagian
yang harus dirancang untuk kekuatan optimal.
Sifat Mekanis Material
Sifat  sifat mekanik material yang sering
diuji secara rinci untuk mengetahui kemampuan
dari material yang akan digunakan adalah
kekuatan (strength) mrupakan kemampuan
suatu material untuk menerima tegangan tanpa
menyebabkan material menjadi patah, kekakuan
(stiffness)adalah kemampuan suatu material
untuk menerima tegangan atau beban tanpa
mengakibatkan deformasi atau defleksi,
kekenyalan (elasticity) didefinisikan sebagai
kemampuan material untuk menerima tegangan
tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk yang permanen setelah tegangan
dihilangkan, plastisitas (plasticity adalah
kemampuan material untuk mengalami
deformasi plastik (perubahan bentuk secara
permanen) tanpa mengalami kerusakan,
keuletan (ductility) adalah suatu sifat material
yang digambarkan seperti kabel dengan aplikasi
kekuatan tarik. Material ductile ini harus kuat
dan lentur, ketangguhan (toughness).
merupakan kemampuan material untuk
menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan, kegetasan (brittleness)
adalah suatu sifat bahan yang mempunyai sifat
berlawanan dengan keuletan, kelelahan
(fatigue) merupakan kecenderungan dari logam
untuk menjadi patah bila menerima beban
bolak-balik (dynamic load) yang besarnya
masih jauh dibawah batas kekuatan elastiknya,
melar (creep), merupakan kecenderungan suatu
logam untuk mengalami deformasi plastik bila
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
97
pembebanan yang besarnya relatif tetap
dilakukan dalam waktu yang lama pada suhu
yang tinggi dan kekerasan (hardness).
merupakan ketahanan material terhadap
penekanan atau penetrasi. [4]
Diagram Besi-Karbon (Fe-C)
Sifat mekanik dari baja sangat bergantung
pada struktur mikronya. Sedangkan strukrur
mikro sangat mudah dirubah melalui proses
perlakuan panas. Baja adalah paduan besi
dengan kandungan karbon sampai maksimum
sekitar 1,5%. Paduan besi dengan karbon di atas
1,5% disebut dengan besi cor (cas iron). Salah
satu unsur paduan yang sangat penting yang
dapat mengontrol sifat baja adalah karbon (C).
Jika besi dipadu dengan karbon, transformasi
yang terjadi pada rentang temperatur tertentu
erat kaitannya dengan kandungan karbon.
Diagram yang menggambarkan hubungan
antara temperatur dimana terjadinya perubahan
fasa selama proses pendinginan dan pemanasan
yang lambat dengan kadar karbon disebut
dengan diagram fasa. Diagram ini merupakan
dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi
perlakuan panas.
Gambar 2.1. Diagram besi-karbon (Fe-C).
[www.academia.edu/9261035/DIAGRAM_FA
SA_Fe-Fe3C]
2.2. Diagram TTT dan CCT
Diagram TTT adalah suatu diagram yang
menghubungkan transformasi austenit terhadap
waktu dan temperatur. Proses perlakuan panas
bertujuan untuk memperoleh struktur baja yang
diinginkan agar cocok dengan penggunaan yang
direncanakan. Struktur yang diperoleh
merupakan hasil dari proses transformasi dari
kondisi awal. Proses transformasi ini dapat
dibaca dengan menggunakan diagram fasa
namun untuk kondisi tidak seimbang diagram
fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi
seperti ini maka digunakan diagram TTT.
Melalui diagram ini dapat dipelajari kelakuan
baja pada setiap tahap perlakuan panas.
Diagram ini juga dapat digunakan untuk
memperkirakan struktur dan sifat mekanik dari
baja yang diquenching dari temperatur
austenisasinya ke suatu temperatur di bawah
A1. Diagram ini menunjukan dekomposisi
austenit dan berlaku untuk macam baja tertentu.
Bentuk diagram tergantung dengan komposisi
kimia terutama kadar karbon dalam baja. Untuk
baja dengan kadar karbon kurang dari 0,83%
yang ditahan suhunya dititik tertentu, akan
menghasilkan stuktur perlit dan ferit. Bila
ditahan suhunya pada titik tertentu tapi masih
disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan
mendapatkan struktur mikro bainit (lebih keras
dari perlit). Bila ditahan suhunya pada titik
tertentu dibawah garis horizontal, maka akan
mendapat struktur martensit (sangat keras dan
getas). Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh
tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan
dan semakin lama pemanasannya akan timbul
butiran yang lebih besar. Semakin cepat
pendinginan akan menghasilkan ukuran butir
yang lebih kecil (lihat gambar 2.2) [6]
Gambar 2.2. Diagram TTT (Time-
Temperatur-Transformation)
[http://log.ub.ac.id/firmanaldianto]
Diagram Countinuous Cooling
Transformasi, atau biasa disebut CCT diagram,
merupakan diagram yang menggambarkan
hubungan antara laju pendinginan kontinyu
dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah
terjadinya transformasi fasa.
Pada gambar di bawah ini menunjukan
diagram CCT untuk baja secara skematika.
Terlihat bahwa kurva-kurva pendinginan
kontinyu dengan laju pendinginan yang berbeda
akan menghasilkan fasa atau struktur baja yang
berbeda. Setiap kurva pendingin yaitu (a), (b),
(c) memperlihatkan permulaan dan akhir dari
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
98
dekomposisi austenit menjadi fasa atau struktur
baja akhir (lihat gambar 2.3)
Gambar 2.3. Kurva diagram CCT (Continuous
Cooling Transformation).
[http://log.ub.ac.id/firmanaldianto]
Sebagai ilustrasi, baja mengandung 0,2%
karbon yang telah diautenisasi pada temperatur
920, kemudian didinginkan dengan laju yang
berbeda sampai temperatur 200 dan 250.
Kurva pendingin (a) menunjukkan pendinginan
secara kontinyu yang sangat cepat dari
temperatur austenit sekitar 920 ke temperatur
200. Laju pendinginan cepat ini
menghasilkan dekomposisi fasa austenit
menjadi martensit. Fasa austenit akan mulai
terdekomposisi menjadi martensit pada
temperatur Ms (martensit finish). Kurva
pendingin (b) menunjukkan pendinginan
kontinyu dengan laju sedang dari temperatur
920 ke temperatur 250. Dengan laju
pendinginan kontinyu ini fasa austenit
terdekomposisi menjadi struktur bainit. Kurva
pendingin (c) menunjukkan kontinyu dengan
laju pendinginan lambat dari temperatur 920
ke 250. Pendinginan lambat ini menyebabkan
fasa austenit terdekomposisi menjadi fasa ferit
dan perlit. [6]
Baja dapat dilaku panas agar dapat
diperoleh struktur mikro dan sifat yang
diinginkan. Struktur mikro dan sifat yang
diinginkan tersebut dapat diperoleh melalui
proses pemanasan dan pendinginan pada
temperatur tertentu. Jika permukaan dari suatu
spesimen baja disiapkan dengan cermat dan
struktur mikronya diamati dengan
menggunakan mikroskop, maka akan tampak
bahwa baja tersebut memiliki sturktur yang
berbeda-beda. Jenis struktur yang ada sangat
dipengaruhi oleh komposisi kimia dari baja dan
jenis perlakuan panas yang diterapkan pada baja
tersebut. Struktur yang akan ada pada suatu baja
adalah ferit, perlit, bainit, Sementit, martensit
dan karbida lainnya.
2.3. Perlakuan Panas
Perlakuan panas adalah proses pemanasan
dan pendinginan material yang terkontrol
dengan maksud merubah sifat fisik untuk tujuan
tertentu. Secara umum proses perlakuan panas
adalah sebagai berikut :
a. Pemanasan material sampai suhu tertentu
dengan kecepatan tertentu pula.
b. Mempertahankan suhu untuk waktu
tertentu sehingga temperaturnya merata.
c. Pendinginan dengan media pendingin (air,
oli, atau udara)
Ketiga hal di atas tergantung dari material yang
akan diberi perlakuan panas (heat treatment)
dan sifat-sifat akhir yang diinginkan. Melalui
perlakuan panas yang tepat tegangan dalam
dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau
diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat
dihasilkan suatu permukaan yang keras
dikelilingi inti yang ulet. Untuk memungkinkan
perlakuan panas yang tepat, susunan kimia
logam harus diketahui karena perubahan
komposisi kimia, khususnya karbon (C) dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisis. [7]
2.4 Hardening
Hardening merupakan proses perlakuan
panas yang diterapkan untuk menghasilkan
benda kerja yang keras. Perlakuan ini terdiri
dari dari memanaskan baja sampai temperatur
pengerasannya (temperatur austenisasi) dan
menahannya pada temperatur tersebut untuk
jangka waktu tertentu dan kemudian
didinginkan dengan laju pendinginan yang
sangat tinggi atau di quench agar diperoleh
kekerasan yang diinginkan. Tujuan utama
proses pengerasan adalah untuk menigkatkan
kekerasan benda kerja dan meningkatkan
ketahanan aus. Makin tinggi kekerasan akan
semakin tinggi pula ketahanan ausnya. [7]
2.5 Tempering
Proses pemanasan kembali baja yang telah
dikeraskan disebut proses temper. Dengan
proses ini, duktilitas dapat ditingkatkan namun
kekerasan dan kekuatannya akan menurun.
Pada sebagian besar baja struktur, proses
temper dimaksudkan untuk memperoleh
kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan
ketanguhan yang tinggi. Dengan demikian
proses temper setelah pengerasan akan
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
99
menjadikan baja lebih bermanfaat karena
adanya struktur yang lebih stabil. [7]
III. METODOLOGI PENELITIAN
Berikut ini merupakan lokasi penelitian
yang akan dilakukan di Pusat Penelitian
Metalurgi dan Material-LIPI. Metode ini sangat
membantu dalam melakukan penyusunan
penyelesaian masalah penelitian. Dalam
penelitian ini dilakukan beberapa tahapan,
tahap.
 Pertama persiapan benda uji material,
material yang akan diuji adalah baja AISI
4340 yang digunakan untuk proses
perlakuan panas quenching dan tempering.
 Tahap kedua yaitu studi literatur dengan
menggunakan buku-buku referensi atau
diunduh dari internet yang berkaitan dengan
topik permasalahan sehingga digunakan
untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Dari sini dapat dibandingkan data yang
didapatkan dari pengujian dengan hasil data
yang ada dalam teori maupun referensi.
 Tahap Ketiga adalah melakukan perlakuan
panas pada temperatur : Austenisasi
(910) dengan waktu penahanan 1 jam
media quenching oli dan temper selama dua
jam dengan variasi suhu 100, 200,
300, 400, 500, 600.
 Tahap keempat pengujian laboratorium
meliputi pengujian kandungan bahan, uji
Tarik, uji kekerasan dan pengujian
metalugrafi
 Tahap akhir adalah analisis data setelah
melakukan pengujian, sehingga diperoleh
hasil pengujian yang diolah dan dianalisis,
serta digunakan untuk memecahkan
permasalahan yang ada dalam topik ini.
Adapun kode sampel tempat pengambilan data
disajikan pada tabel berikut ini
Tabel 3.1 kode setiap sampel
Kode
Sampel
Keterangan
A Bahan awal tanpa perlakuan
panas
AQ
Bahan yang di beri perlakuan
panas dengan suhu 910 dan
dilakukan pendinginan cepat
(quenching) pada media
pendingin oli tanpa di temper
Bahan yang di quenching dan di
AQT 1 temper dengan suhu 100
AQT 2
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 200
AQT 3
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 300
AQT 4
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 400
AQT 5
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 500
AQT 6
Bahan yang di quenching dan di
temper dengan suhu 600
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
4.1.Analisis Uji Komposisi Kimia SPARK
OES (Optical Emission Spectrometer)
Pengujian komposisi kimia dilakukan untuk
mengetahui kandungan unsur-unsur yang
terkandung pada material baja AISI 4340.
Berikut adalah tabel hasil pengujian komposisi
kimia material.
Tabel 4.1. Perbandingan Komposisi kimia Pada
Sampel Baja AISI 4340 Dengan Spesifikasi
Standart Material Baja AISI 4340.
Hasil / Result Grade
Unsur Kadar % V 155
Element Content % VCN 150
Standart AISI
4340
Fe 94.795 Balance
C 0.402 0.34
Si 0.248 0.30
S 0.014 -
P 0.005 -
Mn 0.776 0.60
Ni 1.595 1.50
Cr 1.596 1.50
Mo 0.163 0.20
V 0.007 -
Cu 0.306 -
W 0.001 -
Ti 0.020 -
Sn 0.015 -
Al 0.027 -
Pb 0.004 -
Nb 0.005 -
Zr 0.004 -
Zn 0.009 -
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
100
Dari hasil pengujian komposisi kimia baja
AISI 4340, dapat dilihat bahwa spesifikasi
komposisi kimia utama yang terkandung dalam
baja AISI 4340 adalah besi (Fe) = 94,81% Fe
merupakan unsur penyusun utama. Dari hasil
pengujian unsur kimia kadar karbon (C) =
0,402% sedangkan pada spesifikasi standart
komposisi kimia AISI 4340 0,34% dengan
kandungan karbon ini dapat disimpulkan baja
ini termasuk dalam baja karbon menengah, baja
karbon menengah yaitu baja yang mengandung
unsur karbon antara 0,25% sampai dengan
0,55% baja ini tidak terlalu keras tapi memiliki
keuletan yang baik.
Dari hasil pengujian silikon (Si) = 0,248
sedangkan pada spesifikasi standart komposisi
kimia AISI 4340 0,30 kandungan silikon ini
dapat meningkatkan kekerasan, ketahanan aus,
ketahanan terhadap panas, ketahanan terhadap
karat dan kemampuan diperkeras secara
keseluruhan. Dari hasil pengujian mangan
(Mn) = 0,776 sedangkan pada spesifikasi
standart komposisi kimia AISI 4340 0,60 unsur
ini berguna untuk meningkatkan kekerasan dan
mampu diperkeras pada baja.
Dari hasil pengujian nikel (Ni) = 1,595
sedangkan pada spesifikasi standart komposisi
kimia AISI 4340 1,50 penambahan unsur ini
guna mampu pengerasan inti, tahan panas,
tahan terhadap asam, baja mampu dibentuk
dalam keadaan dingin dan panas. Dari hasil
pengujian khorom (Cr) = 1,596 sedangkan
pada spesifikasi standart komposisi kimia AISI
4340 1,50 penambahan unsur ini guna mampu
meninggikan kekerasan dan daya tahan
terhadap keausan dengan pembentukan khrom
karbib, bisa dikeraskan dengan mudah
membiarkan mendingin diudara terbuka atau
pengerasan udara (air Hardening). Dari
pengujian molibdenum (Mo) = 0,163
sedangkan pada spesifikasi standart komposisi
kimia AISI 4340 0,20 penambahan unsur ini
meningkatkan kekuatan tarik, mencegah
kegetasan, meningkatkan ketahanan panas,
meningkatkan kekerasan, mampu diperkeras
pada baja.
Tabel 4.2. Sifat mekanis bahan awal
Spesime
n
Raw
Material
Kekerasa
n
(HRC)

(N/
2
)
$
(N/
2
)

(%
)
A 33,36 643,4 1202,4 40
Tabel 4.3. Spesifikasi standart sifat mekanis
baja AISI 4340
 (mm)  (N/2
) $ (N/2
)
 16 1000 1200-1400
16-40 900 1100-1300
40-100 800 1000-1200
100-160 700 900-1100
160-250 600 800-950
4.2. Analisis Uji Kekerasan (Rockwell type C)
Kekerasan logam dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan,
Pengujian kekerasan dalam penelitian ini
lakukan agar dapat mengetahui pengaruh
perlakuan panas (heat treatment) terhadap nilai
kekerasan pada baja AISI 4340. Dilakukan
dengan menggunakan metode Rockwell type C.
Tabel 4.4 Perbandingan nilai kekerasan dari
bahan awal dan perlakuan panas
(heat treatment).
N
o
Spesi
men
Nilai
Kekera
san
KEKERA
SAN
Keterang
an
1 A 33,6
33,5
33,0
33,36
Pengam
bilan 3
titik
dimulai
dari
daerah
pinggir
2 AQ 51,6
54,4
55,9
53,96
3 AQT
1
53,6
53,1
53,8
53,5
Beban
1471 N
4 AQT
2
49,6
47,1
48,2
48,3
5 AQT
3
42,8
48,7
48,0
46,5
6 AQT
4
46,8
45,7
46,1
46,2
Indentor
Intan
120属
7 AQT
5
42,7
41,7
43,0
42,46
8 AQT
6
36,7
39,6
40,7
39
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
101
Tabel diatas jika disajikan dalam bentuk
grafik dapat dilihat pada gambar grafik 4.1
berikut ini yang nilai kekerasannya
dibandingkan dengan kekerasan bahan awal
tanpa perlakuan panas, proses hardening suhu
910 dengan waktu penahanan 1 jam yang
didinginkan dengan media pendingin oli
(quenching) dan proses temper pada suhu
100, 200, 300, 400, 500, 600
dengan waktu penahanan yang sama yaitu 2
jam.
Dari data tabel dan grafik kekerasan yang
diperlihatkan bahwa setelah material diberi
perlakuan panas hardening pada temperatur
910 ditahan dengan temperatur konstan
selama 1 jam dan diquenching dengan media
pendingin oli nilai kekerasannya sangat jauh
meningkat yaitu dibandingkan dari nilai
kekerasan bahan awal 33,36 HRC, naik menjadi
53,96 HRC. hal ini disebabkan karena pada
proses hardening yang dicelup cepat pada
media pendingin oli (quenching), terbentuk
struktur martensit yang sangat keras dan getas,
yang merupakan fasa metastabil oleh sebab itu
dibutuhkan proses temper untuk mengurangi
kegetasan dari struktur tersebut. Nilai kekerasan
terlihat menurun pada proses temper dengan
waktu penahanan 2 jam. Nilai kekerasan
terendah pada sampel AQT 6 yang ditemper
pada temperatur 600 menurun hingga 39
HRC. semakin tinggi temperatur temper nilai
kekerasan semakin menurun.
4.3.Analisis Uji Tarik
Pengujian tarik dilakukan untuk
mengetahui sifat-sifat mekanis dari material
akibat pengaruh perubahan suhu perlakuan
panas yang diberikan pada baja AISI 4340.
Hasil pengujian tarik terdiri dari tiga parameter
yaitu tegangan luluh (yield strength), tegangan
batas putus (ultimate strength) dan yang
ditunjukan besarnya nilai perpanjangan
(elongation). Hasil pengujian bahan awal dan
sampel yang telah diberi perlakuan panas
ditunjukan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.5. Tabel hasil uji tarik dari bahan awal
dan perlakuan panas (heat
treatment) pada baja AISI 4340.
Kode
Sampel

(/

)

(/

)
 (%)
A 643,4 1202,4 40
AQ 1608,6 2096,1 14,74
AQT 1 1624,9 1998,6 25
AQT 2 1494,9 1819,8 27,84
AQT 3 1299,9 1706,1 29,62
AQT 4 1218,6 1397,4 32,06
AQT 5 958,7 1348,6 35,9
AQT 6 844,9 974,9 55,54
Gambar 4.2. Grafik uji tarik hubungan
tegangan antara bahan awal dan
jenis perlakuan panas.
A
A
Q
A
Q
T
1
A
Q
T
2
A
Q
T
3
A
Q
T
4
A
Q
T
5
A
Q
T
6
Nilai
kekerasan
(HRc)
33 54 54 48 47 46 42 39
0
10
20
30
40
50
60
Hardness
(HRC)
Grafik Nilai Kekerasan (HRC)
643.4
1608.61624.9
1494.9
1299.91218.9
958.7
844.9
1202.4
2096.1
1998.6
1819.8
1706.1
1397.41348.6
974.9
A AQ AQT 1AQT 2AQT 3AQT 4AQT 5AQT 6
y (N/mm族) uts (N/mm族)
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
102
Dari grafik dapat dilihat bahwa akibat
proses hardening (quenching) tegangan luluh
dan tegangan batas putus mengalami kenaikan.
Tegangan luluh naik menjadi 1608,6 N/2
dan tegangan batas putus naik menjadi 2096,1
N/2
kenaikan ini melebihi tegangan luluh
dan tegangan batas putus bahan awal dimana
tegangan luluh bahan awal 643,4 N/2
dan
tegangan batas putus 1202,4 N/2
, ini
disebabkan material yang di hardening
(quenching) mengalami peningkatan kekerasan.
Material yang telah dihardening (quenching)
terbentuk struktur menjadi martensit, struktur
ini sangat keras tetapi bahan keras ini bersifat
getas, setelah dilakukan proses tempering pada
temperatur 100, 200, 300, 400, 500
dan 600, terlihat tegangan luluh dan tegangan
batas putus dari sampel hasil hardening
(quenching) menjadi menurun. Semakin tinggi
temperatur yang diberikan pada proses
tempering akan menurunkan tegangan luluh dan
tegangan batas putusnya.
Sementara hubungan antara pertambahan
panjang (elongation) bahan awal dan jenis
perlakuan panas dapat dilihat pada grafik 4.3
dibawah ini.
Gambar 4.3. Grafik uji tarik hubungan nilai
perpanjangan (elongation)
antara bahan awal dan jenis
perlakuan panas.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa
akibat proses perlakuan panas hardening dan
tempering, keuletan dari material mengalami
perubahan, pada proses hardening nilai
perpanjangan (elongation) mengalami
penurunan dari nilai perpanjangan (elongation)
bahan awal yakni dari 40% turun menjadi
14,74%, ini diakibatkan material yang
dihardening sangat keras karena berstruktur
martensit, setelah diberi perlakuan panas proses
tempering nilai perpanjangan (elongation)
semakin bertambah, diakibatkan material
tersebut berstruktur martensit berubah menjadi
struktur martensit temper, martensit temper
memiliki kekuatan dan ketangguhan yang
memadai hal ini dimungkinkan oleh karena
martensit yang rapuh diubah menjadi dispersi
partikel karbida yang halus dalam matriks ferit
yang tangguh, semakin tinggi temperatur
temper yang diberikan makin besar peningkatan
nilai perpanjangannya (elongation).
Jika dikaitkan nilai kekerasan yang diuji
dan nilai kekuatan tarik yang diuji akibat
perlakuan panas quenching dan tempering maka
didapatkan grafik seperti yang terlihat dibawah
ini.
Gambar 4.4. Grafik hubungan tegangan luluh
(yield strength) dan tegangan
batas putus (Ultimate strength)
dengan kekerasan.
Dari grafik perbandingan diatas dapat
dilihat semakin tinggi nilai kekerasan dari
material maka kekuatan tariknya semakin
tinggi. Dari grafik ini juga dapat dilihat akibat
adanya proses tempering dapat menurunkan
kekuatan tarik dan kekerasan.
643.4
1608.6
1624.9
1494.9
1299.9
1218.6
958.7
844.9
1202.4
2096.1
1998.6
1819.8
1706.1
1397.4
1348.6
974.9
33.36 53.96 53.5 48.3 46.5 46.2 42.4639
A AQ AQT
1
AQT
2
AQT
3
AQT
4
AQT
5
AQT
6
y (N/mm族) uts (N/mm族)
HRC
40
14.71
25
28 29.57
32
35.85
55.5
A AQ AQT
1
AQT
2
AQT
3
AQT
4
AQT
5
AQT
6
e, %
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
103
Jika dikaitkan nilai kekerasan yang diuji
dan nilai perpanjangan (elongation) yang diuji
akibat perlakuan panas quenching dan
tempering maka didapatkan grafik seperti yang
terlihat dibawah ini.
Gambar 4.5. Grafik hubungan antara nilai
kekerasan dan nilai
perpanjangan (e%) akibat
perlakuan panas.
Dari grafik diatas dapat dilihat semakin
tinggi nilai kekerasan maka akan semakin kecil
nilai perpanjangan (elongation) dari satu
material. Nilai kekerasan yang tertinggi dimiliki
material hasil quenching sedangkan nilai
elongationnya kecil. Dari grafik dapat dilihat
pengaruh proses tempering nilai kekerasan
semakin menurun sedangkan nilai elongation
semakin bertambah.
4.4.Analisis Struktur Mikro
Dari gambar struktur mikro terlihat,
struktur mikro bahan awal yang terbentuk
adalah ferit-perlit dengan butiran halus akibat
dari proses pengerolanan panas yang dilakukan
pada baja AISI 4340 (lihat gambar 4.6 dan 4.7).
Gambar 4.6. Struktur mikro bahan awal
pembesaran 200x
Gambar 4.7. Struktur mikro bahan awal
pembesaran 500x
Pada sampel yang diquenching oli
terbentuk struktur martensit, martensit keras,
kuat dan rapuh (lihat gambar 4.8 dan 4.9)
Gambar 4.8. Struktur mikro setelah quenching
dengan oli pembesaran 200x
Gambar 4.9. Struktur mikro setelah quenching
dengan oli pembesaran 500x
33.36
53.96 53.5
48.3 46.5 46.2
42.46
39
40
14.74
25 27.8429.6232.06 35.9
55.54
A AQ AQT
1
AQT
2
AQT
3
AQT
4
AQT
5
AQT
6
HRC e %
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
104
Struktur mikro setelah ditemper pada
temperatur 100 dengan lama penahanan 2
jam, struktur yang terbentuk masih sturktur
martensit ini disebabkan karena pemanasan
masih dibawah garis martensit start (Ms) (lihat
gambar 4.10)
Gambar 4.10 Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 100 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Struktur yang terbentuk pada proses
tempering dengan suhu 200 masih martensit
karena temperatur temper yang diberikan masih
di bawah daerah temperatur martensit start
(Ms) yang ditunjukan gambar (4.12 dan 4.13)
Gambar 4.12. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 200 lama
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.13. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 200 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Struktur yang terbentuk pada proses temper
dengan temperatur 300 dan lama penahanan 2
jam adalah struktur martensit temper (lihat
gambar 4.14 dan 4.15)
Gambar 4.14. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 300 lama
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.15. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 300 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Pada pada proses temper dengan
temperatur 400 dan lama waktu penahanan 2
jam terbentuk struktur martensit temper (lihat
gambar 4.16 dan 4.17)
Gambar 4.16. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 400 lama
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
105
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.17. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 400 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Pada pada proses temper dengan
temperatur 500 dan lama waktu penahanan 2
jam terbentuk struktur martensit temper (lihat
gambar 4.18 dan 4.19)
Gambar 4.18. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 500 lama
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.19. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 500 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x
Pada pada proses temper dengan
temperatur 600 dan lama waktu penahanan 2
jam terbentuk struktur martensit temper (lihat
gambar 4.20 dan 4.21).
Gambar 4.20. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 600 lama
penahanan 2 jam pembesaran
200x
Gambar 4.21. Struktur mikro setelah ditemper
temperatur 600 lama
penahanan 2 jam pembesaran
500x.
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat
diambil kesimpulan.
1. Dari hasil pengujian komposisi kimia
didapatkan kadar karbon yang terdapat pada
baja AISI 4340 yaitu 0,4% dilihat dari
jumlah unsur karbon yang terkandung baja
ini termasuk baja karbon menengah.
2. Pengaruh perlakuan panas dan proses
pendinginan cepat (quenching) dapat
merubah sifat mekanis dari baja AISI 4340,
nilai kekerasan dari bahan awal 33,36 HRC
naik menjadi 53,96 HRC ini disebabkan
terjadinya perubahan struktur dari struktur
ferit-perlit menjadi martensit dari baja
tersebut.
3. Akibat adanya proses tempering dapat
merubah sifat mekanis dari baja AISI 4340.
Semakin tinggi temperatur tempering yang
diberikan semakin menurun nilai kekerasan
dan kekuatan tarik dari baja AISI 4340.
4. Struktur mikro baja AISI 4340 dari bahan
awal ferit-perlit setelah dilakukan proses
perlakuan panas hardening dengan
Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513
106
temperatur 910 dan didinginkan cepat
dengan media oli (quenching) mengalami
perubahan yaitu menjadi struktur martensit,
setelah dilakukan proses perlakuan panas
tempering pada temperatur 100, 200
struktur mikro dari baja AISI 4340 masih
berbentuk struktur martensit, ini disebabkan
karena temperatur tempering masih dibawah
garis temperatur martensit start, jadi tidak
mengalami perubahan. Setelah dilakukan
tempering pada temperatur 300, 400,
500 dan 600 terjadi lagi perubahan
struktur dari martensit menjadi martensit
temper. Perlakuan panas yang diberikan
pada baja AISI 4340 merubah sifat mekanis,
ini disebabkan karena adanya perubahan dari
struktur mikro baja tersebut.
REFERENSI
[1] Love George. 1986. Teori Dan Peraktek
Kerja Logam. Edisi 3. Jakarta : Erlangga.
[2] Tata Surdia. 2009. Teknik Pengecoran
Logam. Jakarta: Pradya Paramita.
[3] Lawrence. H. Van Vlack. 1991. Ilmu Logam
Dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam Dan
Bukan Logam). Edisi 5. Jakarta :
Erlangga.
[4] Rasita Karina. 2014. Analisis Kegagalan
Kerja Kopling Terhadap Kekuatan
Material Pada PLTMH Tapen. Skripsi.
Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik-PLN.
[5] Zella Alfinda. 2007. Diagram Fasa Fe-
Fe3C.
www.academia.edu/9261035/DIAGRAM_
FASA_Fe-Fe3C. Diakses 08 februari 2016
22.00 WIB.
[6] Aldianto Firmanda. 2012. Diagram TTT
(Time-Temperature-
Transformation).http://blog.ub.ac.id/firma
naldianto/2012/03/13/diagram-ttt-time-
temperature-transformation/. Diakses 08
februari 2016 21.30 WIB.
[7] Anrinal. H. 2013. Metalorgi Fisik.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
[8] Supriatna Hendra. 2009. Pengaruh
Perlakuan Panas Dan Penuaan Terhadap
Sifat Mekanis Pada Material Komposit
Matrik Al-4,5%Cu-4%/10%SiC (p).
Skripsi. Jakarta: Universitas Guna Darma
Fakultas Teknologi Industri.
[9] Sendi Kuncara. 2013. Analisis Kegagalan
Material Pipa Supply Gland Seal Steam
Turbine PLTU UBOH 3 LONTAR UNIT 1.
Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik-PLN.
[10] Sembiring Desiran. 2015. Penelitian Dan
Analisa Kegagalan Silinder Api Ketel Uap
Jenis Scotch. Tesis. Jakarta: Institut Sains
Dan Teknologi Nasional.

More Related Content

Similar to member,+Jurnal+Power+Plant+Vol+4.2-5+Halim.pdf (20)

Skripshit bab 1 yuhuu
Skripshit bab 1 yuhuuSkripshit bab 1 yuhuu
Skripshit bab 1 yuhuu
budiprasetya19
MODUL 1 MATERIAL BAJA TEKNIK SIPIL .ppsx
MODUL 1 MATERIAL BAJA TEKNIK SIPIL .ppsxMODUL 1 MATERIAL BAJA TEKNIK SIPIL .ppsx
MODUL 1 MATERIAL BAJA TEKNIK SIPIL .ppsx
ssuser09378b
Makalah baja
Makalah bajaMakalah baja
Makalah baja
SeptianHidayat8
pengetahuan material jack.pptx
pengetahuan material jack.pptxpengetahuan material jack.pptx
pengetahuan material jack.pptx
imandarajat
SEMINAR PROPOSAL.pptx
SEMINAR PROPOSAL.pptxSEMINAR PROPOSAL.pptx
SEMINAR PROPOSAL.pptx
RizkiCahBaegh
Material teknik
Material teknikMaterial teknik
Material teknik
Endang Hastutiningsih
pertemuan 1- pengenalan baja pada konstruksi
pertemuan 1- pengenalan baja pada konstruksipertemuan 1- pengenalan baja pada konstruksi
pertemuan 1- pengenalan baja pada konstruksi
ArvinThamsir1
Contoh proposal PKM-P
Contoh proposal PKM-PContoh proposal PKM-P
Contoh proposal PKM-P
Mahros Darsin
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...
Muhammad Budiman
4 nur subeki (2)
4 nur subeki (2)4 nur subeki (2)
4 nur subeki (2)
Alen Pepa
Jurnal Tentang Mesin 2
Jurnal Tentang Mesin 2Jurnal Tentang Mesin 2
Jurnal Tentang Mesin 2
Alen Pepa
Baja xxx
Baja xxxBaja xxx
Baja xxx
MMM Ainul Wafiq
Presentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanya
Presentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanyaPresentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanya
Presentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanya
NadiaRusding
Baja - Besi Tuang - Al
Baja - Besi Tuang - AlBaja - Besi Tuang - Al
Baja - Besi Tuang - Al
M. Rio Rizky Saputra
Bab 1 bahan pada pengecoran logam
Bab 1 bahan pada pengecoran logamBab 1 bahan pada pengecoran logam
Bab 1 bahan pada pengecoran logam
yudhi prasetyo
Kbb_UII_Arsi 14_ a_ baja_kiki cs_okky
Kbb_UII_Arsi 14_ a_ baja_kiki cs_okkyKbb_UII_Arsi 14_ a_ baja_kiki cs_okky
Kbb_UII_Arsi 14_ a_ baja_kiki cs_okky
Kiki Zakiyah
Ferdinand Roiman S_Tugas Presentasi#01.pptx
Ferdinand Roiman S_Tugas Presentasi#01.pptxFerdinand Roiman S_Tugas Presentasi#01.pptx
Ferdinand Roiman S_Tugas Presentasi#01.pptx
FerdinandRoiman
1 - Dasar Mesin.ppt
1 - Dasar Mesin.ppt1 - Dasar Mesin.ppt
1 - Dasar Mesin.ppt
MukhibinFani1
Heat Treatment
Heat TreatmentHeat Treatment
Heat Treatment
Rissa Deshanty
Baja (steel)
Baja (steel)Baja (steel)
Baja (steel)
Natalino Fonseca
Skripshit bab 1 yuhuu
Skripshit bab 1 yuhuuSkripshit bab 1 yuhuu
Skripshit bab 1 yuhuu
budiprasetya19
MODUL 1 MATERIAL BAJA TEKNIK SIPIL .ppsx
MODUL 1 MATERIAL BAJA TEKNIK SIPIL .ppsxMODUL 1 MATERIAL BAJA TEKNIK SIPIL .ppsx
MODUL 1 MATERIAL BAJA TEKNIK SIPIL .ppsx
ssuser09378b
pengetahuan material jack.pptx
pengetahuan material jack.pptxpengetahuan material jack.pptx
pengetahuan material jack.pptx
imandarajat
SEMINAR PROPOSAL.pptx
SEMINAR PROPOSAL.pptxSEMINAR PROPOSAL.pptx
SEMINAR PROPOSAL.pptx
RizkiCahBaegh
pertemuan 1- pengenalan baja pada konstruksi
pertemuan 1- pengenalan baja pada konstruksipertemuan 1- pengenalan baja pada konstruksi
pertemuan 1- pengenalan baja pada konstruksi
ArvinThamsir1
Contoh proposal PKM-P
Contoh proposal PKM-PContoh proposal PKM-P
Contoh proposal PKM-P
Mahros Darsin
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASI...
Muhammad Budiman
4 nur subeki (2)
4 nur subeki (2)4 nur subeki (2)
4 nur subeki (2)
Alen Pepa
Jurnal Tentang Mesin 2
Jurnal Tentang Mesin 2Jurnal Tentang Mesin 2
Jurnal Tentang Mesin 2
Alen Pepa
Presentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanya
Presentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanyaPresentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanya
Presentasi materi pengetahuan bahan teknik besi dan paduanya
NadiaRusding
Bab 1 bahan pada pengecoran logam
Bab 1 bahan pada pengecoran logamBab 1 bahan pada pengecoran logam
Bab 1 bahan pada pengecoran logam
yudhi prasetyo
Kbb_UII_Arsi 14_ a_ baja_kiki cs_okky
Kbb_UII_Arsi 14_ a_ baja_kiki cs_okkyKbb_UII_Arsi 14_ a_ baja_kiki cs_okky
Kbb_UII_Arsi 14_ a_ baja_kiki cs_okky
Kiki Zakiyah
Ferdinand Roiman S_Tugas Presentasi#01.pptx
Ferdinand Roiman S_Tugas Presentasi#01.pptxFerdinand Roiman S_Tugas Presentasi#01.pptx
Ferdinand Roiman S_Tugas Presentasi#01.pptx
FerdinandRoiman
1 - Dasar Mesin.ppt
1 - Dasar Mesin.ppt1 - Dasar Mesin.ppt
1 - Dasar Mesin.ppt
MukhibinFani1

member,+Jurnal+Power+Plant+Vol+4.2-5+Halim.pdf

  • 1. JURNAL PowerPlant Prayudi Sudirmanto Dimas Indra Wijaya Analisis Kinerja Kondensor Sebelum dan Sesudah Overhaul di PT Indonesia Power UJP PLTU Lontar Banten Unit 3 Sahlan Studi Literatur Analisis Dugaan Luluh Energi Pada Tube Baja A53 Grade B Eko Sulistyo Firman Prasetyo Identifikasi Material Tube High Pressure Economizer HRSG Unit 2-3 PLTU UP Semarang Roswati Nurhasanah Prayudi Pengaruh Penambahan Liquid Suction Heat Exchanger Terhadap Performa Mesin Pendingin Menggunakan R404A Halim Rusjdi Andika Widya Pramono Wahyu Bawono Faathir Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Pada Baja AISI 4340 Vendy Antono Caesar Febria A.R.Y Arief Suardi Nur Chairat Vendy Antono Perancangan PLTMH Kapasitas 30 KW, Desa GiriTirta Kec. Pejawaran Banjarnegara Jawa Tengah Pengembangan Model Perencanaan Alokasi Pesanan Pada Fungsi Koordinasi Produksi Untuk Miminimasi Biaya Produksi dan Biaya Pengiriman SEKOLAH TINGGI TEKNIK-PLN JURNAL POWERPLANT Vol. 4 No. 2 Hal. 60-xxx Mei 2016 ISSN No :2356-1513
  • 2. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 95 PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA AISI 4340 HALIM RUSJDI Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik PLN Email : halim.r66@gmail.com ANDIKA WIDYA PRAMONO Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik PLN WAHYU BAWONO FAATHIR Jurusan S1 Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik - PLN Kampus STT-PLN, Jakarta Barat Email : wahyubawonofaathir@yahoo.com ABSTRACT The heat treatment is a combination of heating and cooling operations to metals or alloys in solid state at a certain time interval detention. This heat treatment is given on the metal or alloy to obtain certain properties. The heat treatment process varies depending on the purpose of the provision of heat treatment itself, which commonly refers to the mechanical properties and microstructure of the material. In this study, we want to know is the effect of heat treatment on mechanical properties and microstructure happened. The heat treatment process is carried out by the method of quenching and tempering method, performed at the beginning of the workpiece AISI4340 and medium carbon steel and mechanical testing is performed tensile test, hardness test rockwell, and testing of microstructure. Kay words : heat treatment quenching, temperin, steel AISI 4340, Mecahnical Testing, Testing Microstructure. I. PENDAHULUAN Dengan maju dan berkembangnya dunia industri khususnya pada industri logam, dituntut adanya suatu kualitas yang baik dari logam itu sendiri. Sampai saat ini baja merupakan logam yang masih dominan dipakai dalam bidang permesinan. Dalam pemakaian teknik diperlukan memilih jenis logam dan paduan dengan sifat-sifat yang sesuai untuk operasi sehingga pemakaiannya dapat memberikan kinerja yang optimal. Penggunaan baja dapat disesuaikan dengan kebutuhan karena banyak sekali jenisnya dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Kemampuan baja sendiri sebenarnya sangat dipengaruhi oleh kadar karbon disamping unsur-unsur paduan lain yang terdapat didalamnya. Dengan penambahan atau pengurangan kadar karbon atau unsur-unsur paduan lain akan diperoleh kekuatan baja sesuai dengan yang diinginkan. Objek yang dianalisis adalah baja AISI 4340 yang diberi perlakuan panas 910 dengan waktu penahanan 1 jam dan diquenching dengan menggunakan media pendingin oli dan mengetahui variasi temperatur tempering 100, 200, 320, 400, 500, dan 600 dengan waktu penahanan 2 jam yang berpengaruh terhadap kekuatan tarik, kekerasan, dan struktur mikro baja AISI 4340. Dalam penulisan ini akan memuat studi serta penelitian yang meliputi pengamatan visual dan pengujian dimana hasil dari pada analisis pengujian dan perubahannya ditunjang dengan cara melakukan pengujian komposisi kimia, pengujian tarik, pengujian kekerasan (dalam hal ini menggunakan metode rockwell type c), pengujian metalografi dengan berbagai pembesaran untuk mengetahui struktur mikro. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TEORI MATERIAL Klasifikasi Baja Paduan Baja paduan rendah biasanya digunakan untuk mencapai hardenability lebih baik yang akan meningkatkan sifat mekanis lainnya. Baja paduan rendah yaitu bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih kecil dari 8%
  • 3. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 96 misalnya suatu baja terdiri atas 1,35%C, 0,5%Mn, 0,03%P, 0,03%S, 0,75%Cr, 4,5%W. Baja paduan tinggi terdiri dari baja tahan karat atau disebut dengan stainless steel dan baja tahan panas. Baja ini memiliki ketahanan korosi yang baik, unsur utama yang meningkatkan tahan korosi adalah Cr. Baja paduan tinggi yaitu bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih dari atau sama dengan 8%, misalnya : baja HSS (High Speed Steel) atau SKH 53(JIS) mempunyai kandungan unsur : 1,25%C, 4,5%Cr, 6,2%Mo, 6,7%W, 3,3%V. [2] . Baja paduan rendah AISI 4340 merupakan jenis baja yang banyak digunakan sebagai bahan teknik antara lain sebagai bahan komponen mesin. AISI 4340 mempunyai arti yaitu AISI adalah standar amerika serikat yang merupakan singkatan dari Americal Iron and Steel Institute, sedangkan arti dari 4340 adalah dua dijit pertama yaitu 43 menunjukan baja paduan Nickel (Ni), Chromium (Cr) dan Molybdenum (Mo), sedangkan dua dijit selanjutnya yaitu 40 menunjukan kandungan karbon material tersebut yaitu 0,4%. Bahan ini sangat cocok untuk ditingkatkan atau diatur sifat-sifatnya dengan perlakuan panas. Menurut standart komposisi kimia baja AISI 4340 diperlihatkan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Spesifikasi Komposisi Kimia Standar AISI 4340 Chemical Composition (Average, %) GRADE Unsur % Element % Kadar % Content % V155 VCN150 C 0,34 Si 0,30 Mn 0,60 Cr 1,50 Mo 0,20 Ni 1,50 V --- W --- Sedangkan untuk sifat mekanis (Mechanical Properties) dari baja AISI 4340 dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini. Untuk bahan komponen mesin baja AISI 4340 diaplikasikan untuk Poros baling-baling, Batang penghubung (connecting rods), Poros roda gigi (gear shafts), Poros engkol (crankshafts), Landing gear components (komponen roda pendaratan), Tempa berat (heavy forgings), Shafts and disch dan bagian yang harus dirancang untuk kekuatan optimal. Tabel 2.2 Sifat Mekanis (mechanical properties) Baja AISI 4340. (mm) (N/2 ) $ (N/2 ) 16 1000 1200-1400 16-40 900 1100-1300 40-100 800 1000-1200 100-160 700 900-1100 160-250 600 800-950 Untuk bahan komponen mesin baja AISI 4340 diaplikasikan untuk Poros baling-baling, Batang penghubung (connecting rods), Poros roda gigi (gear shafts), Poros engkol (crankshafts), Landing gear components (komponen roda pendaratan), Tempa berat (heavy forgings), Shafts and disch dan bagian yang harus dirancang untuk kekuatan optimal. Sifat Mekanis Material Sifat sifat mekanik material yang sering diuji secara rinci untuk mengetahui kemampuan dari material yang akan digunakan adalah kekuatan (strength) mrupakan kemampuan suatu material untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan material menjadi patah, kekakuan (stiffness)adalah kemampuan suatu material untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan deformasi atau defleksi, kekenyalan (elasticity) didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan, plastisitas (plasticity adalah kemampuan material untuk mengalami deformasi plastik (perubahan bentuk secara permanen) tanpa mengalami kerusakan, keuletan (ductility) adalah suatu sifat material yang digambarkan seperti kabel dengan aplikasi kekuatan tarik. Material ductile ini harus kuat dan lentur, ketangguhan (toughness). merupakan kemampuan material untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan, kegetasan (brittleness) adalah suatu sifat bahan yang mempunyai sifat berlawanan dengan keuletan, kelelahan (fatigue) merupakan kecenderungan dari logam untuk menjadi patah bila menerima beban bolak-balik (dynamic load) yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastiknya, melar (creep), merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastik bila
  • 4. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 97 pembebanan yang besarnya relatif tetap dilakukan dalam waktu yang lama pada suhu yang tinggi dan kekerasan (hardness). merupakan ketahanan material terhadap penekanan atau penetrasi. [4] Diagram Besi-Karbon (Fe-C) Sifat mekanik dari baja sangat bergantung pada struktur mikronya. Sedangkan strukrur mikro sangat mudah dirubah melalui proses perlakuan panas. Baja adalah paduan besi dengan kandungan karbon sampai maksimum sekitar 1,5%. Paduan besi dengan karbon di atas 1,5% disebut dengan besi cor (cas iron). Salah satu unsur paduan yang sangat penting yang dapat mengontrol sifat baja adalah karbon (C). Jika besi dipadu dengan karbon, transformasi yang terjadi pada rentang temperatur tertentu erat kaitannya dengan kandungan karbon. Diagram yang menggambarkan hubungan antara temperatur dimana terjadinya perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon disebut dengan diagram fasa. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Gambar 2.1. Diagram besi-karbon (Fe-C). [www.academia.edu/9261035/DIAGRAM_FA SA_Fe-Fe3C] 2.2. Diagram TTT dan CCT Diagram TTT adalah suatu diagram yang menghubungkan transformasi austenit terhadap waktu dan temperatur. Proses perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh struktur baja yang diinginkan agar cocok dengan penggunaan yang direncanakan. Struktur yang diperoleh merupakan hasil dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses transformasi ini dapat dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun untuk kondisi tidak seimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi seperti ini maka digunakan diagram TTT. Melalui diagram ini dapat dipelajari kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan panas. Diagram ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan struktur dan sifat mekanik dari baja yang diquenching dari temperatur austenisasinya ke suatu temperatur di bawah A1. Diagram ini menunjukan dekomposisi austenit dan berlaku untuk macam baja tertentu. Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon dalam baja. Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0,83% yang ditahan suhunya dititik tertentu, akan menghasilkan stuktur perlit dan ferit. Bila ditahan suhunya pada titik tertentu tapi masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro bainit (lebih keras dari perlit). Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat struktur martensit (sangat keras dan getas). Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil (lihat gambar 2.2) [6] Gambar 2.2. Diagram TTT (Time- Temperatur-Transformation) [http://log.ub.ac.id/firmanaldianto] Diagram Countinuous Cooling Transformasi, atau biasa disebut CCT diagram, merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju pendinginan kontinyu dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya transformasi fasa. Pada gambar di bawah ini menunjukan diagram CCT untuk baja secara skematika. Terlihat bahwa kurva-kurva pendinginan kontinyu dengan laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan fasa atau struktur baja yang berbeda. Setiap kurva pendingin yaitu (a), (b), (c) memperlihatkan permulaan dan akhir dari
  • 5. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 98 dekomposisi austenit menjadi fasa atau struktur baja akhir (lihat gambar 2.3) Gambar 2.3. Kurva diagram CCT (Continuous Cooling Transformation). [http://log.ub.ac.id/firmanaldianto] Sebagai ilustrasi, baja mengandung 0,2% karbon yang telah diautenisasi pada temperatur 920, kemudian didinginkan dengan laju yang berbeda sampai temperatur 200 dan 250. Kurva pendingin (a) menunjukkan pendinginan secara kontinyu yang sangat cepat dari temperatur austenit sekitar 920 ke temperatur 200. Laju pendinginan cepat ini menghasilkan dekomposisi fasa austenit menjadi martensit. Fasa austenit akan mulai terdekomposisi menjadi martensit pada temperatur Ms (martensit finish). Kurva pendingin (b) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju sedang dari temperatur 920 ke temperatur 250. Dengan laju pendinginan kontinyu ini fasa austenit terdekomposisi menjadi struktur bainit. Kurva pendingin (c) menunjukkan kontinyu dengan laju pendinginan lambat dari temperatur 920 ke 250. Pendinginan lambat ini menyebabkan fasa austenit terdekomposisi menjadi fasa ferit dan perlit. [6] Baja dapat dilaku panas agar dapat diperoleh struktur mikro dan sifat yang diinginkan. Struktur mikro dan sifat yang diinginkan tersebut dapat diperoleh melalui proses pemanasan dan pendinginan pada temperatur tertentu. Jika permukaan dari suatu spesimen baja disiapkan dengan cermat dan struktur mikronya diamati dengan menggunakan mikroskop, maka akan tampak bahwa baja tersebut memiliki sturktur yang berbeda-beda. Jenis struktur yang ada sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia dari baja dan jenis perlakuan panas yang diterapkan pada baja tersebut. Struktur yang akan ada pada suatu baja adalah ferit, perlit, bainit, Sementit, martensit dan karbida lainnya. 2.3. Perlakuan Panas Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan material yang terkontrol dengan maksud merubah sifat fisik untuk tujuan tertentu. Secara umum proses perlakuan panas adalah sebagai berikut : a. Pemanasan material sampai suhu tertentu dengan kecepatan tertentu pula. b. Mempertahankan suhu untuk waktu tertentu sehingga temperaturnya merata. c. Pendinginan dengan media pendingin (air, oli, atau udara) Ketiga hal di atas tergantung dari material yang akan diberi perlakuan panas (heat treatment) dan sifat-sifat akhir yang diinginkan. Melalui perlakuan panas yang tepat tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras dikelilingi inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, susunan kimia logam harus diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon (C) dapat mengakibatkan perubahan sifat fisis. [7] 2.4 Hardening Hardening merupakan proses perlakuan panas yang diterapkan untuk menghasilkan benda kerja yang keras. Perlakuan ini terdiri dari dari memanaskan baja sampai temperatur pengerasannya (temperatur austenisasi) dan menahannya pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu dan kemudian didinginkan dengan laju pendinginan yang sangat tinggi atau di quench agar diperoleh kekerasan yang diinginkan. Tujuan utama proses pengerasan adalah untuk menigkatkan kekerasan benda kerja dan meningkatkan ketahanan aus. Makin tinggi kekerasan akan semakin tinggi pula ketahanan ausnya. [7] 2.5 Tempering Proses pemanasan kembali baja yang telah dikeraskan disebut proses temper. Dengan proses ini, duktilitas dapat ditingkatkan namun kekerasan dan kekuatannya akan menurun. Pada sebagian besar baja struktur, proses temper dimaksudkan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan ketanguhan yang tinggi. Dengan demikian proses temper setelah pengerasan akan
  • 6. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 99 menjadikan baja lebih bermanfaat karena adanya struktur yang lebih stabil. [7] III. METODOLOGI PENELITIAN Berikut ini merupakan lokasi penelitian yang akan dilakukan di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material-LIPI. Metode ini sangat membantu dalam melakukan penyusunan penyelesaian masalah penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan, tahap. Pertama persiapan benda uji material, material yang akan diuji adalah baja AISI 4340 yang digunakan untuk proses perlakuan panas quenching dan tempering. Tahap kedua yaitu studi literatur dengan menggunakan buku-buku referensi atau diunduh dari internet yang berkaitan dengan topik permasalahan sehingga digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada. Dari sini dapat dibandingkan data yang didapatkan dari pengujian dengan hasil data yang ada dalam teori maupun referensi. Tahap Ketiga adalah melakukan perlakuan panas pada temperatur : Austenisasi (910) dengan waktu penahanan 1 jam media quenching oli dan temper selama dua jam dengan variasi suhu 100, 200, 300, 400, 500, 600. Tahap keempat pengujian laboratorium meliputi pengujian kandungan bahan, uji Tarik, uji kekerasan dan pengujian metalugrafi Tahap akhir adalah analisis data setelah melakukan pengujian, sehingga diperoleh hasil pengujian yang diolah dan dianalisis, serta digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam topik ini. Adapun kode sampel tempat pengambilan data disajikan pada tabel berikut ini Tabel 3.1 kode setiap sampel Kode Sampel Keterangan A Bahan awal tanpa perlakuan panas AQ Bahan yang di beri perlakuan panas dengan suhu 910 dan dilakukan pendinginan cepat (quenching) pada media pendingin oli tanpa di temper Bahan yang di quenching dan di AQT 1 temper dengan suhu 100 AQT 2 Bahan yang di quenching dan di temper dengan suhu 200 AQT 3 Bahan yang di quenching dan di temper dengan suhu 300 AQT 4 Bahan yang di quenching dan di temper dengan suhu 400 AQT 5 Bahan yang di quenching dan di temper dengan suhu 500 AQT 6 Bahan yang di quenching dan di temper dengan suhu 600 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. 4.1.Analisis Uji Komposisi Kimia SPARK OES (Optical Emission Spectrometer) Pengujian komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur-unsur yang terkandung pada material baja AISI 4340. Berikut adalah tabel hasil pengujian komposisi kimia material. Tabel 4.1. Perbandingan Komposisi kimia Pada Sampel Baja AISI 4340 Dengan Spesifikasi Standart Material Baja AISI 4340. Hasil / Result Grade Unsur Kadar % V 155 Element Content % VCN 150 Standart AISI 4340 Fe 94.795 Balance C 0.402 0.34 Si 0.248 0.30 S 0.014 - P 0.005 - Mn 0.776 0.60 Ni 1.595 1.50 Cr 1.596 1.50 Mo 0.163 0.20 V 0.007 - Cu 0.306 - W 0.001 - Ti 0.020 - Sn 0.015 - Al 0.027 - Pb 0.004 - Nb 0.005 - Zr 0.004 - Zn 0.009 -
  • 7. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 100 Dari hasil pengujian komposisi kimia baja AISI 4340, dapat dilihat bahwa spesifikasi komposisi kimia utama yang terkandung dalam baja AISI 4340 adalah besi (Fe) = 94,81% Fe merupakan unsur penyusun utama. Dari hasil pengujian unsur kimia kadar karbon (C) = 0,402% sedangkan pada spesifikasi standart komposisi kimia AISI 4340 0,34% dengan kandungan karbon ini dapat disimpulkan baja ini termasuk dalam baja karbon menengah, baja karbon menengah yaitu baja yang mengandung unsur karbon antara 0,25% sampai dengan 0,55% baja ini tidak terlalu keras tapi memiliki keuletan yang baik. Dari hasil pengujian silikon (Si) = 0,248 sedangkan pada spesifikasi standart komposisi kimia AISI 4340 0,30 kandungan silikon ini dapat meningkatkan kekerasan, ketahanan aus, ketahanan terhadap panas, ketahanan terhadap karat dan kemampuan diperkeras secara keseluruhan. Dari hasil pengujian mangan (Mn) = 0,776 sedangkan pada spesifikasi standart komposisi kimia AISI 4340 0,60 unsur ini berguna untuk meningkatkan kekerasan dan mampu diperkeras pada baja. Dari hasil pengujian nikel (Ni) = 1,595 sedangkan pada spesifikasi standart komposisi kimia AISI 4340 1,50 penambahan unsur ini guna mampu pengerasan inti, tahan panas, tahan terhadap asam, baja mampu dibentuk dalam keadaan dingin dan panas. Dari hasil pengujian khorom (Cr) = 1,596 sedangkan pada spesifikasi standart komposisi kimia AISI 4340 1,50 penambahan unsur ini guna mampu meninggikan kekerasan dan daya tahan terhadap keausan dengan pembentukan khrom karbib, bisa dikeraskan dengan mudah membiarkan mendingin diudara terbuka atau pengerasan udara (air Hardening). Dari pengujian molibdenum (Mo) = 0,163 sedangkan pada spesifikasi standart komposisi kimia AISI 4340 0,20 penambahan unsur ini meningkatkan kekuatan tarik, mencegah kegetasan, meningkatkan ketahanan panas, meningkatkan kekerasan, mampu diperkeras pada baja. Tabel 4.2. Sifat mekanis bahan awal Spesime n Raw Material Kekerasa n (HRC) (N/ 2 ) $ (N/ 2 ) (% ) A 33,36 643,4 1202,4 40 Tabel 4.3. Spesifikasi standart sifat mekanis baja AISI 4340 (mm) (N/2 ) $ (N/2 ) 16 1000 1200-1400 16-40 900 1100-1300 40-100 800 1000-1200 100-160 700 900-1100 160-250 600 800-950 4.2. Analisis Uji Kekerasan (Rockwell type C) Kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan, Pengujian kekerasan dalam penelitian ini lakukan agar dapat mengetahui pengaruh perlakuan panas (heat treatment) terhadap nilai kekerasan pada baja AISI 4340. Dilakukan dengan menggunakan metode Rockwell type C. Tabel 4.4 Perbandingan nilai kekerasan dari bahan awal dan perlakuan panas (heat treatment). N o Spesi men Nilai Kekera san KEKERA SAN Keterang an 1 A 33,6 33,5 33,0 33,36 Pengam bilan 3 titik dimulai dari daerah pinggir 2 AQ 51,6 54,4 55,9 53,96 3 AQT 1 53,6 53,1 53,8 53,5 Beban 1471 N 4 AQT 2 49,6 47,1 48,2 48,3 5 AQT 3 42,8 48,7 48,0 46,5 6 AQT 4 46,8 45,7 46,1 46,2 Indentor Intan 120属 7 AQT 5 42,7 41,7 43,0 42,46 8 AQT 6 36,7 39,6 40,7 39
  • 8. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 101 Tabel diatas jika disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar grafik 4.1 berikut ini yang nilai kekerasannya dibandingkan dengan kekerasan bahan awal tanpa perlakuan panas, proses hardening suhu 910 dengan waktu penahanan 1 jam yang didinginkan dengan media pendingin oli (quenching) dan proses temper pada suhu 100, 200, 300, 400, 500, 600 dengan waktu penahanan yang sama yaitu 2 jam. Dari data tabel dan grafik kekerasan yang diperlihatkan bahwa setelah material diberi perlakuan panas hardening pada temperatur 910 ditahan dengan temperatur konstan selama 1 jam dan diquenching dengan media pendingin oli nilai kekerasannya sangat jauh meningkat yaitu dibandingkan dari nilai kekerasan bahan awal 33,36 HRC, naik menjadi 53,96 HRC. hal ini disebabkan karena pada proses hardening yang dicelup cepat pada media pendingin oli (quenching), terbentuk struktur martensit yang sangat keras dan getas, yang merupakan fasa metastabil oleh sebab itu dibutuhkan proses temper untuk mengurangi kegetasan dari struktur tersebut. Nilai kekerasan terlihat menurun pada proses temper dengan waktu penahanan 2 jam. Nilai kekerasan terendah pada sampel AQT 6 yang ditemper pada temperatur 600 menurun hingga 39 HRC. semakin tinggi temperatur temper nilai kekerasan semakin menurun. 4.3.Analisis Uji Tarik Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari material akibat pengaruh perubahan suhu perlakuan panas yang diberikan pada baja AISI 4340. Hasil pengujian tarik terdiri dari tiga parameter yaitu tegangan luluh (yield strength), tegangan batas putus (ultimate strength) dan yang ditunjukan besarnya nilai perpanjangan (elongation). Hasil pengujian bahan awal dan sampel yang telah diberi perlakuan panas ditunjukan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.5. Tabel hasil uji tarik dari bahan awal dan perlakuan panas (heat treatment) pada baja AISI 4340. Kode Sampel (/ ) (/ ) (%) A 643,4 1202,4 40 AQ 1608,6 2096,1 14,74 AQT 1 1624,9 1998,6 25 AQT 2 1494,9 1819,8 27,84 AQT 3 1299,9 1706,1 29,62 AQT 4 1218,6 1397,4 32,06 AQT 5 958,7 1348,6 35,9 AQT 6 844,9 974,9 55,54 Gambar 4.2. Grafik uji tarik hubungan tegangan antara bahan awal dan jenis perlakuan panas. A A Q A Q T 1 A Q T 2 A Q T 3 A Q T 4 A Q T 5 A Q T 6 Nilai kekerasan (HRc) 33 54 54 48 47 46 42 39 0 10 20 30 40 50 60 Hardness (HRC) Grafik Nilai Kekerasan (HRC) 643.4 1608.61624.9 1494.9 1299.91218.9 958.7 844.9 1202.4 2096.1 1998.6 1819.8 1706.1 1397.41348.6 974.9 A AQ AQT 1AQT 2AQT 3AQT 4AQT 5AQT 6 y (N/mm族) uts (N/mm族)
  • 9. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 102 Dari grafik dapat dilihat bahwa akibat proses hardening (quenching) tegangan luluh dan tegangan batas putus mengalami kenaikan. Tegangan luluh naik menjadi 1608,6 N/2 dan tegangan batas putus naik menjadi 2096,1 N/2 kenaikan ini melebihi tegangan luluh dan tegangan batas putus bahan awal dimana tegangan luluh bahan awal 643,4 N/2 dan tegangan batas putus 1202,4 N/2 , ini disebabkan material yang di hardening (quenching) mengalami peningkatan kekerasan. Material yang telah dihardening (quenching) terbentuk struktur menjadi martensit, struktur ini sangat keras tetapi bahan keras ini bersifat getas, setelah dilakukan proses tempering pada temperatur 100, 200, 300, 400, 500 dan 600, terlihat tegangan luluh dan tegangan batas putus dari sampel hasil hardening (quenching) menjadi menurun. Semakin tinggi temperatur yang diberikan pada proses tempering akan menurunkan tegangan luluh dan tegangan batas putusnya. Sementara hubungan antara pertambahan panjang (elongation) bahan awal dan jenis perlakuan panas dapat dilihat pada grafik 4.3 dibawah ini. Gambar 4.3. Grafik uji tarik hubungan nilai perpanjangan (elongation) antara bahan awal dan jenis perlakuan panas. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa akibat proses perlakuan panas hardening dan tempering, keuletan dari material mengalami perubahan, pada proses hardening nilai perpanjangan (elongation) mengalami penurunan dari nilai perpanjangan (elongation) bahan awal yakni dari 40% turun menjadi 14,74%, ini diakibatkan material yang dihardening sangat keras karena berstruktur martensit, setelah diberi perlakuan panas proses tempering nilai perpanjangan (elongation) semakin bertambah, diakibatkan material tersebut berstruktur martensit berubah menjadi struktur martensit temper, martensit temper memiliki kekuatan dan ketangguhan yang memadai hal ini dimungkinkan oleh karena martensit yang rapuh diubah menjadi dispersi partikel karbida yang halus dalam matriks ferit yang tangguh, semakin tinggi temperatur temper yang diberikan makin besar peningkatan nilai perpanjangannya (elongation). Jika dikaitkan nilai kekerasan yang diuji dan nilai kekuatan tarik yang diuji akibat perlakuan panas quenching dan tempering maka didapatkan grafik seperti yang terlihat dibawah ini. Gambar 4.4. Grafik hubungan tegangan luluh (yield strength) dan tegangan batas putus (Ultimate strength) dengan kekerasan. Dari grafik perbandingan diatas dapat dilihat semakin tinggi nilai kekerasan dari material maka kekuatan tariknya semakin tinggi. Dari grafik ini juga dapat dilihat akibat adanya proses tempering dapat menurunkan kekuatan tarik dan kekerasan. 643.4 1608.6 1624.9 1494.9 1299.9 1218.6 958.7 844.9 1202.4 2096.1 1998.6 1819.8 1706.1 1397.4 1348.6 974.9 33.36 53.96 53.5 48.3 46.5 46.2 42.4639 A AQ AQT 1 AQT 2 AQT 3 AQT 4 AQT 5 AQT 6 y (N/mm族) uts (N/mm族) HRC 40 14.71 25 28 29.57 32 35.85 55.5 A AQ AQT 1 AQT 2 AQT 3 AQT 4 AQT 5 AQT 6 e, %
  • 10. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 103 Jika dikaitkan nilai kekerasan yang diuji dan nilai perpanjangan (elongation) yang diuji akibat perlakuan panas quenching dan tempering maka didapatkan grafik seperti yang terlihat dibawah ini. Gambar 4.5. Grafik hubungan antara nilai kekerasan dan nilai perpanjangan (e%) akibat perlakuan panas. Dari grafik diatas dapat dilihat semakin tinggi nilai kekerasan maka akan semakin kecil nilai perpanjangan (elongation) dari satu material. Nilai kekerasan yang tertinggi dimiliki material hasil quenching sedangkan nilai elongationnya kecil. Dari grafik dapat dilihat pengaruh proses tempering nilai kekerasan semakin menurun sedangkan nilai elongation semakin bertambah. 4.4.Analisis Struktur Mikro Dari gambar struktur mikro terlihat, struktur mikro bahan awal yang terbentuk adalah ferit-perlit dengan butiran halus akibat dari proses pengerolanan panas yang dilakukan pada baja AISI 4340 (lihat gambar 4.6 dan 4.7). Gambar 4.6. Struktur mikro bahan awal pembesaran 200x Gambar 4.7. Struktur mikro bahan awal pembesaran 500x Pada sampel yang diquenching oli terbentuk struktur martensit, martensit keras, kuat dan rapuh (lihat gambar 4.8 dan 4.9) Gambar 4.8. Struktur mikro setelah quenching dengan oli pembesaran 200x Gambar 4.9. Struktur mikro setelah quenching dengan oli pembesaran 500x 33.36 53.96 53.5 48.3 46.5 46.2 42.46 39 40 14.74 25 27.8429.6232.06 35.9 55.54 A AQ AQT 1 AQT 2 AQT 3 AQT 4 AQT 5 AQT 6 HRC e %
  • 11. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 104 Struktur mikro setelah ditemper pada temperatur 100 dengan lama penahanan 2 jam, struktur yang terbentuk masih sturktur martensit ini disebabkan karena pemanasan masih dibawah garis martensit start (Ms) (lihat gambar 4.10) Gambar 4.10 Struktur mikro setelah ditemper temperatur 100 lama penahanan 2 jam pembesaran 500x Struktur yang terbentuk pada proses tempering dengan suhu 200 masih martensit karena temperatur temper yang diberikan masih di bawah daerah temperatur martensit start (Ms) yang ditunjukan gambar (4.12 dan 4.13) Gambar 4.12. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 200 lama penahanan 2 jam pembesaran 200x Gambar 4.13. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 200 lama penahanan 2 jam pembesaran 500x Struktur yang terbentuk pada proses temper dengan temperatur 300 dan lama penahanan 2 jam adalah struktur martensit temper (lihat gambar 4.14 dan 4.15) Gambar 4.14. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 300 lama penahanan 2 jam pembesaran 200x Gambar 4.15. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 300 lama penahanan 2 jam pembesaran 500x Pada pada proses temper dengan temperatur 400 dan lama waktu penahanan 2 jam terbentuk struktur martensit temper (lihat gambar 4.16 dan 4.17) Gambar 4.16. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 400 lama
  • 12. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 105 penahanan 2 jam pembesaran 200x Gambar 4.17. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 400 lama penahanan 2 jam pembesaran 500x Pada pada proses temper dengan temperatur 500 dan lama waktu penahanan 2 jam terbentuk struktur martensit temper (lihat gambar 4.18 dan 4.19) Gambar 4.18. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 500 lama penahanan 2 jam pembesaran 200x Gambar 4.19. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 500 lama penahanan 2 jam pembesaran 500x Pada pada proses temper dengan temperatur 600 dan lama waktu penahanan 2 jam terbentuk struktur martensit temper (lihat gambar 4.20 dan 4.21). Gambar 4.20. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 600 lama penahanan 2 jam pembesaran 200x Gambar 4.21. Struktur mikro setelah ditemper temperatur 600 lama penahanan 2 jam pembesaran 500x. V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan. 1. Dari hasil pengujian komposisi kimia didapatkan kadar karbon yang terdapat pada baja AISI 4340 yaitu 0,4% dilihat dari jumlah unsur karbon yang terkandung baja ini termasuk baja karbon menengah. 2. Pengaruh perlakuan panas dan proses pendinginan cepat (quenching) dapat merubah sifat mekanis dari baja AISI 4340, nilai kekerasan dari bahan awal 33,36 HRC naik menjadi 53,96 HRC ini disebabkan terjadinya perubahan struktur dari struktur ferit-perlit menjadi martensit dari baja tersebut. 3. Akibat adanya proses tempering dapat merubah sifat mekanis dari baja AISI 4340. Semakin tinggi temperatur tempering yang diberikan semakin menurun nilai kekerasan dan kekuatan tarik dari baja AISI 4340. 4. Struktur mikro baja AISI 4340 dari bahan awal ferit-perlit setelah dilakukan proses perlakuan panas hardening dengan
  • 13. Jurnal Power Plant, Vol. 4, No. 2 Mei Tahun 2016, ISSN : 2356-1513 106 temperatur 910 dan didinginkan cepat dengan media oli (quenching) mengalami perubahan yaitu menjadi struktur martensit, setelah dilakukan proses perlakuan panas tempering pada temperatur 100, 200 struktur mikro dari baja AISI 4340 masih berbentuk struktur martensit, ini disebabkan karena temperatur tempering masih dibawah garis temperatur martensit start, jadi tidak mengalami perubahan. Setelah dilakukan tempering pada temperatur 300, 400, 500 dan 600 terjadi lagi perubahan struktur dari martensit menjadi martensit temper. Perlakuan panas yang diberikan pada baja AISI 4340 merubah sifat mekanis, ini disebabkan karena adanya perubahan dari struktur mikro baja tersebut. REFERENSI [1] Love George. 1986. Teori Dan Peraktek Kerja Logam. Edisi 3. Jakarta : Erlangga. [2] Tata Surdia. 2009. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: Pradya Paramita. [3] Lawrence. H. Van Vlack. 1991. Ilmu Logam Dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam Dan Bukan Logam). Edisi 5. Jakarta : Erlangga. [4] Rasita Karina. 2014. Analisis Kegagalan Kerja Kopling Terhadap Kekuatan Material Pada PLTMH Tapen. Skripsi. Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik-PLN. [5] Zella Alfinda. 2007. Diagram Fasa Fe- Fe3C. www.academia.edu/9261035/DIAGRAM_ FASA_Fe-Fe3C. Diakses 08 februari 2016 22.00 WIB. [6] Aldianto Firmanda. 2012. Diagram TTT (Time-Temperature- Transformation).http://blog.ub.ac.id/firma naldianto/2012/03/13/diagram-ttt-time- temperature-transformation/. Diakses 08 februari 2016 21.30 WIB. [7] Anrinal. H. 2013. Metalorgi Fisik. Yogyakarta: CV. Andi Offset. [8] Supriatna Hendra. 2009. Pengaruh Perlakuan Panas Dan Penuaan Terhadap Sifat Mekanis Pada Material Komposit Matrik Al-4,5%Cu-4%/10%SiC (p). Skripsi. Jakarta: Universitas Guna Darma Fakultas Teknologi Industri. [9] Sendi Kuncara. 2013. Analisis Kegagalan Material Pipa Supply Gland Seal Steam Turbine PLTU UBOH 3 LONTAR UNIT 1. Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik-PLN. [10] Sembiring Desiran. 2015. Penelitian Dan Analisa Kegagalan Silinder Api Ketel Uap Jenis Scotch. Tesis. Jakarta: Institut Sains Dan Teknologi Nasional.